Anda di halaman 1dari 11

BAGIAN KEDUA Besoknya, aku merasa waktu begitu lama berjalan.

Hingga tiba jam 4 sore aku menanti telfon dari Erika. Aku mulai gelisah ketika 15 menit berlalu Erika belum menelfon juga. Aku mulai menghitung detik-detik yang berlalu hingga hampir setengah jam, namun tiba-tiba.......... bunyi telfon berbunyi. Seketika aku berlari menuju ruangan telfon. Dari seberang sana aku mendengar suara Erika yang kunanti-nantikan. Erika meminta maaf sebelumnya dan menyuruhku untuk menjemputnya di wartel dekat pertigaan menuju kampusku. Aku langsung menyambar kunci mobil lalu bergegas menuju wartel tempat di mana Erika sedang menungguku. Aku memarkir mobil di depan wartel itu, dan tak lama berselang kulihat Erika dengan memakai kaos ketat warna orange bertuliskan mickey mouse di bagian dadanya serta celana jeans warna abu-abu. Erika langsung naik keatas mobil setelah memastikan tidak ada orang lain yang mengenalnya di tempat itu. Aku tersenyum memandangnya. Erika kelihatan begitu cantik hari ini. Bibirnya hari ini dipoles warna silver, bikin jantung ini semakin degdegan. Segera aku tancap gas menuju arah KG yang berhawa sejuk kira-kira 30 km dari kota Y. Selama di perjalanan aku dan Erika bercerita tentang Heri dan Era, pacarku. Sampai di KG aku mengajak Erika makan pada sebuah rumah makan yang nuansa romantisnya sangat terasa. Aku tanpa canggung lagi memeluk pinggang Erika pada saat kami memasuki rumah makan tersebut. Erika juga melingkarkan tangannya di pinggangku. Setelah memesan makanan dan minuman aku memeluknya lagi. Tanganku bergerilya di sekitar pinggangnya yang terbuka. Suasana lesehan yang ruangan yang dibagi-bagi beberapa tempat di rumah makan itu membuat aku bisa bertindak leluasa kepada Erika. Tadi malam mimpi lagi, nggak? tanyanya. Enggak, tapi aku sempat membayangkanmu waktu aku lagi main sama Era! jawabku tanpa malu-malu. Erika tertawa, sambil tangannya mencubit pinggangku. Hari sudah agak malam ketika kami meninggalkan tempat itu. Setelah berputar-putar disekitar lokasi pegunungan, akhirnya aku memutuskan untuk menyewa sebuah kamar pada sebuah penginapan. Semula Erika menolak soalnya dia takut kalau kami nggak bisa menahan diri. Aku akhirnya meyakinkan Erika bahwa sebenarnya aku cuma ingin berdua saja dengannya, sambil memeluk tubuhnya, itu saja.

Akhirnya Erika mengalah. Dalam kamar penginapan itu Erika tampak jadi pendiam. Dia duduk di atas kursi sementara aku di atas tempat tidur. Aku mencoba menghiburnya dengan bertanya tentang kuliah serta keluarganya termasuk hubungannya dengan Heri. Selama aku bertanya dia cuma menjawab ya dan tidak, cuma itu yang keluar dari mulutnya. Mas Doni pasti menganggap aku cewek murahan, ya kan? akhirnya dia berbicara juga jadinya. Ternyata Erika masih belum bisa menerima perlakuanku dengan membawanya ke dalam penginapan ini. Namun aku tidak menyesal karena dalam pikiranku sebenarnya dia sudah tahu apa yang bakalan terjadi sejak kejadian kemarin pagi di kamar Heri. Tinggal bagaimana caranya aku menyeretnya ke atas ranjang tanpa ada pemaksaan sedikitpun. Ka, aku sudah bilang sejak kemarin kalau aku ingin berduaan saja bersamamu, memelukmu tanpa ada rasa takut, dan kurasa di sinilah tempatnya, jawabku mencoba memberikan pengertian kepadanya. Tapi apa mas Doni sanggup untuk tidak melakukannya? Erika menatapku tajam. Kalau kamu gimana? aku malah balik bertanya. Aku tanya mas Dion, kok malah balik nanya ke aku? tanyanya agak ketus. Aku sanggup, Ka! tegasku. Akhirnya dia tersenyum juga. Erika lalu berjalan ke arahku menuju tempat tidur lalu duduk di sampingku. Aku lalu merangkul tubuhnya lalu membaringkan tubuhnya di atas kasur. Janji, ya, mas Don! ujarnya lagi. Aku mengangguk. Aku kini memeluk tubuh Erika dengan posisi menyamping sedang Erika menghadap langit-langit kamar. Kucium pipinya sambil jemariku membelaibelai bagian belakang telinganya. Matanya terpejam seolah menikmati usapan tanganku. Kupandangi wajahnya yang manis, hidungnya yang mancung lalu bibirnya. Tak tahan berlama-lama menunggu akhirnya aku mencium bibirnya. Kulumat mesra lalu kujulurkan lidahku. Mulutnya terbuka perlahan menerima lidahku. Lama aku mempermainkan lidahku di dalam mulutnya. Lidahnya begitu agresif menanggapi permainan lidahku, sampai-sampai nafas kami berdua menjadi tidak beraturan. Sesaat ciuman kami terhenti untuk menarik nafas, lalu kami mulai berpagutan lagi dan lagi. Tangan kiriku yang bebas untuk melakukan sesuatu terhadap Erika kini mulai kuaktifkan. Kubelai pangkal lengannya yang terbuka. Kubuka telapak tanganku sehingga jempolku bisa menggapai permukaan dadanya sambil membelai pangkal lengannya. Bibirku kini

turun menyapu batang lehernya seiring telapak tanganku meraup buah dadanya. Erika menggeliat bagai cacing kepanasan terkena terik mentari. Suara rintihan berulang kali keluar dari mulutnya di saat lidahku menjulur menikmati batang lehernya yang jenjang. Mas Don, jangan......! Erika mencoba menarik telapak tanganku yang kini lagi meremas-remas buah dadanya. Aku tidak peduli lagi. Lagian dia juga tampaknya tidak sungguh-sungguh untuk melarangku. Hanya mulutnya yang melarang sedang tangannya cuma memegang pergelangan tanganku sambil membiarkan telapak tanganku terus mengelus dan meremas buah dadanya yang montok membusung. Suasana alam pegunungan yang dingin saat ini sangat kontras dengan keadaan di dalam kamar tempat kami bergumul. Aku dan Erika mulai kegerahan. Aku akhirnya membuka kaosku sehingga bertelanjang dada. Ka, aku ingin melihat buah dadamu, sayang......, ujarku sambil mengusap bagian puncak payudaranya yang menonjol. Dia menatapku. Mestinya aku tidak perlu memohon kepadanya karena saat itupun aku sudah membelai dan meremas-remas buah dadanya, tapi entah kenapa aku lebih suka jika Erika membuka kaosnya sendiri untukku. Tapi janji mas Don, ya, cuma yang ini aja katanya lagi. Aku cuma mengangguk, padahal aku tidak tahu apa yang mesti aku janjikan lagi. Erika akhirnya membuka kaos ketat warna orangenya di depanku. Aku terkagum-kagum menatap gundukan daging di dadanya yang tertutup oleh BH berwarna hitam. Payudara itu begitu membusung, menantang. Buah dada Erika naik turun seiring dengan desah nafasnya yang memburu. Sambil berbaring Erika membuka pengait BHnya di punggungnya. Punggungnya melengkung indah. Aku menahan tangan Erika ketika dia mencoba untuk menurunkan tali BHnya dari atas pundaknya. Justru dengan keadaan BHnya yang longgar karena tanpa pengait seperti itu membuat payudaranya semakin menantang. Payudaranya sangat montok sama seperti yang selama ini aku bayangkan. Buah dadamu bagus, Ka, aku mencoba mengungkapkan keindahan pada tubuhnya. Pantes si Heri jadi tergila-gila sama Erika, pikirku. Perlahan aku menarik turun cup BHnya. Mata Erika terpejam. Perhatianku terfokus ke puting susunya yang berwarna kecoklatan. Lingkarannya tidak begitu besar sedang ujungnya begitu runcing dan kaku. Kuusap putingnya lalu kupilin dengan jemariku. Erika mendesah. Mulutku turun ingin mencicipi buah dadanya. Egkhhhhhh........, rintih Erika ketika mulutku melumat puting susunya. Kupermainkan dengan lidah dan gigiku. Sekali-sekali kugigit putingnya lalu kuisap kuat-kuat sehingga membuat Erika menarik rambutku. Puas

menikmati buah dada yang sebelah kiri, aku mencium buah dada Erika yang satunya yang belum sempat aku nikmati. Rintihan-rintihan dan gumaman-gumaman kenikmatan silih berganti keluar dari mulut Erika. Sambil menciumi buah dada Erika, tanganku turun membelai perutnya yang datar, berhenti sejenak di pusarnya lalu perlahan turun mengitari lembah dibawah perut Erika. Kubelai pahanya sebelah dalam terlebih dahulu sebelum aku memutuskan untuk meraba bagian kewanitaannya yang masih tertutup oleh celana jeans ketat yang dikenakan Erika. Aku secara tiba-tiba menghentikan kegiatanku lalu berdiri di samping ranjang. Erika tertegun sejenak memandangku, lalu matanya terpejam kembali ketika aku membuka jeans warna hitam yang aku kenakan. Sengaja aku membiarkan lampu yang menyala terang agar aku bisa melihat secara jelas detil dari setiap inci tubuh Erika yang selama ini sering kujadikan fantasi seksku. Aku masih berdiri sambil memandang tubuh Erika yang tergolek di ranjang, menantang. Kulitnya yang tidak terlalu putih membuat mataku tak jemu memandang. Perutnya begitu datar. Celana jeans ketat yang dipakainya telihat terlalu longgar pada pinggangnya namun pada bagian pinggulnya begitu pas untuk menunjukkan lekukan pantatnya yang sempurna. Puas memandang tubuh Erika, aku lalu membaringkan tubuhku di sampingnya. Kurapikan untaian rambut yang menutupi beberapa bagian pada permukaan wajah dan leher Erika. Kubelai lagi buah dadanya. Kucium bibirnya sambil kumasukkan air liurku ke dalam mulutnya. Erika menelannya. Tanganku turun kebagian perut lalu menerobos masuk melalui pinggang celana jeans Erika yang memang agak longgar. Jemariku bergerak lincah mengusap dan membelai selangkangan Erika yang masih tertutup celana dalamnya. Erika menahan tanganku ketika jari tengah tanganku membelai permukaan celana dalamnya tepat diatas kemaluannya, basah. Aku terus mempermainkan jari tengahku untuk menggelitik bagian yang paling pribadi tubuh Erika. Pinggul Erika perlahan bergerak ke kiri, ke kanan dan sesekali bergoyang untuk menetralisir ketegangan yang dialaminya. Mas Don, nanti kita terlalu jauh, mas.........., ujarnya perlahan sambil menatap sayu ke arahku. Melihat matanya yang sayu ditambah dengan rangsangan yang dialami Erika menambah redup bola matanya. Swear aku semakin bernafsu melihatnya. Aku menggeleng lalu tersenyum. Dibilang begitu aku malah menyuruh Erika untuk membuka celana jeans yang dipakainya.

Tangan kanan Erika berhenti pada permukaan kancing celananya. Kelihatannya dia ragu-ragu. Aku lalu berbisik mesra ketelinganya kalau aku ingin memeluknya dalam keadaan telanjang seperti selama ini aku mimpikan. Erika lalu membuka kancing dan menurunkan resluiting celana jeansnya. Celana dalam hitam yang dikenakannya begitu mini sehingga rambut-rambut keriting yang tumbuh di sekitar kemaluannya hampir sebagian keluar dari pinggir celana dalamnya. Aku membantu menarik turun celana jeans Erika. Pinggulnya agak dinaikkan ketika aku agak kesusahan menarik celana jeans Erika. Posisi kami kini sama-sama tinggal mengenakan celana dalam. Tubuhnya semakin sexy saja. Pahanya begitu mulus. Memang harus kuakui tubuhnya begitu menarik dan memikat, penuh dengan sex appeal. Erika menarik selimut untuk menutupi permukaan tubuhnya. Aku beringsut masuk ke dalam selimut lalu memeluk tubuh Erika. Kami berpelukan. Kutarik tangan kirinya untuk menyentuh kelaki-lakianku. Dia terkejut mendapatkan kemaluanku yang tanpa penutup lagi. Memang sebelum masuk ke dalam selimut, aku sempat melepaskan celana dalamku tanpa sepengetahuan Erika. Aku tersenyum. Oh.......! Erika semakin kaget ketika tangannya menyentuh kemaluanku yang tegang. Kenapa, Ka? tanyaku pura-pura tidak mengerti. Padahal aku tahu dia pasti terkejut karena merasakan kejantananku yang kokoh. Erika tersenyum malu. Kemaluanku yang panjangnya kira-kira 18 cm serta agak gemukan membuat Erika malu tapi mau, ditambah takut, mungkin. Erika mulai berani membelai dan menggenggam kejantananku. Belaiannya begitu mantap menandakan Erika juga begitu piawai dalam urusan yang satu ini. Tangan kamu pintar juga ya, Ka, ujarku sambil memandang tangannya yang mengocok kontolku. Ya, mesti dong! jawabnya sambil cekikikan. Mas Doni sama Era satu minggu bisa main berapa kali, mas? tanyanya sambil terus mengurut-urut batang zakarku. Setiap ketemu pasti main, kalau kamu sama Heri? aku malah balik bertanya. Mendapat pertanyaan seperti itu entah kenapa nafsuku tiba-tiba semakin liar namun aku tetap bertahan untuk sementara waktu sebelum menyetubuhinya. Erika akhirnya bercerita kalau Heri ternyata suka main perempuan, padahal bukankah sudah ada dirinya? Mau berapa kali Heri meminta, Erika pasti melayaninya. Akhirnya aku jelaskan kalau cowok memang begitu. Sudah dari sononya. Sama seperti aku, kenapa masih menginginkan Erika padahal Era

siap melayaniku setiap waktu. Sambil memberikan perjelasan begitu jarijariku yang nakal masuk dari samping celana dalam langsung menyentuh vagina Erika yang sudah basah. Telunjukku membelai-belai kelentitnya sehingga Erika keenakan. Keenakan kali, ya? Kamu biasa ngisep nggak, Ka? tanyaku tanpa malu-malu lagi. Erika tertawa sambil mencubit batang kemaluanku. Aku meringis. Kalo punya mas Doni mana bisa? ujarnya. Kenapa memangnya? tanyaku penasaran. Nggak muat di mulutku, selesai berkata demikian Erika langsung tertawa kecil. Kalau yang dibawah, gimana? tanyaku lagi sambil menusukkan jari tengahku ke dalam lobang vaginanya. Erika merintih sambil menahan tanganku. Jariku sudah tenggelam ke dalam liang vaginanya. Aku merasakan vaginanya berdenyut menjepit jariku. Ughhhh, pasti nikmat sekali kalau kemaluanku yang diurut, pikirku. Matanya memandang tajam kearahku. Kenapa, sayang? aku bertanya sambil menarik tanganku dari vaginanya. Aku tahu dia marah. Tapi kenapa? Ini anak, kok aneh banget, jual mahal lagi, pikirku. Atau dia ingat Heri lalu merasa bersalah? Terus ngapain dia mau kucumbuin sejak kemarin? Mas Doni kan sudah janji untuk tidak melakukannya, kan? tibatiba Erika berbicara. Aku terdiam. Aku tadi nggak mau kita masuk ke penginapan, karena aku takut kita nggak bisa menahan keinginan untuk melakukannya, mas Don, tambahnya memberikan pengarahan kepadaku. Bagaimanapun juga khusus untuk yang satu ini tidak dapat aku berikan buat mas Doni. Bukan hanya mas Doni, aku juga sebenarnya sudah nggak tahan. Aku ngga munafik, mas Don. Tapi....... kumohon mas Doni mau mengerti sampai saatnya aku benar-benar siap, sambil berkata demikian Erika mencium keningku. Aku tidak tahu harus berbuat apa saat itu. Dalam posisi yang sudah sama-sama telanjang kecuali Erika yang masih mengenakan celana dalamnya, berdua di dalam sebuah kamar lagi dapat dibayangkan apa sebenarnya yang bakal terjadi. Tetapi kali ini tidaklah demikian. Bayanganku tentang kenikmatan saat bersetubuh dengan Erika sirna sudah, atau setidaknya tidak dapat kurasakan saat ini. Tapi sampai kapan? Aku jadi berpikiran untuk

memaksanya saja tetapi hal itu bertentangan dengan hati nuraniku. Akhirnya aku cuma bisa pasrah dan diam. Kemaluanku yang tadi kurasakan tegang tiba-tiba jadi lemas dalam genggaman Erika. Erika meminta maaf kepadaku menyadari kalau aku kecewa dengan pernyataannya. Merasa aku sudah tak mungkin bisa untuk melanjutkan permainan lagi aku akhirnya meminta ijin kepada Erika untuk mandi. Sungguh aku kecewa sekali. Di kamar mandi lama aku terdiam. Aku memandang tubuhku di depan cermin. Kemudian kuguyur tubuhku dengan air yang mengalir dari shower di atas kepalaku. Aku ingin mendinginkan suhu tubuhku. Tiba-tiba aku merasakan tubuh yang memelukku dari belakang. Aku terkejut namun cuma sesaat setelah menyadari Erika di belakangku. Dia tersenyum memandangku. Eh.....lagi-lagi...... sungguh aku masih kesel nih, gumamku. Tapi aku mencoba membalas senyumannya. Aku ingin mandi bersama mas Doni, pintanya manja. Kutarik tubuhnya untuk berhadapan denganku. Masih dibawah guyuran air yang mengalir dari shower aku menangkap lengannya lalu memandang tajam ke arahnya. Berulang kali tangannya mencoba mengusap wajahnya dari guyuran air. Rambutnya yang basah menambah sexy wajahnya. Perlahan tanganku menangkap buah dadanya dan meremasnya kuat. Erika meringis. Bukannya melarang, Erika malah mengambil sabun lalu menyabuni tubuhku. Mula-mula dada, punggung lalu menuju kemaluanku. Aku merasa aneh atas sikapnya yang berubah-ubah dan suka menggoda. Diusapnya lembut batang kemaluanku yang sedikit demi sedikit mulai mengeras kembali. Tangannya yang penuh busa sabun begitu kreatif mengocok batang penisku sehingga aku merasa keenakan. Aku tidak hanya tinggal diam, kubalas menyabuni sekujur tubuh Erika. Aku mengikuti setiap gerakan yang dibuatnya terhadap tubuhku lalu kupraktekkan kepadanya. Aku membalikkan tubuh Erika membelakangiku. Sengaja kubiarkan tubuhnya di depanku agar aku dapat melihat bagian depan tubuhnya pada permukaan cermun di depannya. Aku melihat wajah Erika pada permukaan cermin, Mata kamu beradu pandang sementara tanganku membelai-belai buah dadanya yang montok. Kupermainkan puncak payudaranya dengan jemariku, sementara tanganku yang satunya mulai meraba bulu-bulu lebat di sekitar vagina Erika. Dengan sedikit membungkukkan tubuh, kuraba permukaan vagina Erika. Jari tengahku mempermainkan kelentitnya yang mengeras terkena siraman air. Kontolku kini sudah siap tempur dalam genggaman tangan Erika, sementara vagina Erika juga sudah mulai mengeluarkan cairan kental yang kurasakan dari jemari tanganku yang

mengobok-obok kemaluan Erika. Aku membalikkan tubuh Erika kembali sehingga berhadap-hadapan denganku. Kupeluk tubuh Erika sehingga batang kemaluanku menyentuh pusarnya. Tanganku membelai punggung lalu turun meraba pantatnya yang montok. Erika membalas pelukanku dengan melingkarkan tangannya di pundakku. Kedua telapak tanganku meraih pantat Erika, kuremas dengan sedikit agak kasar lalu kuangkat agak ke atas agar kontolku tepat mengenai vaginanya. Kaki Erika kini tak lagi menyentuh permukaan lantai kamar mandi. Kaki Erika dengan sendirinya mengangkang kerika aku mengangkat pantatnya. Meski agak susah namun aku tetap berusaha agar kontolku bisa masuk merasakan jepitan vagina Erika. Kurasakan kepala kontolku sudah menyentuh bibir vagina Erika. Kutekan perlahan seiring menarik pantatnya ketubuhku. Erika menggeliat. Aku merasa kesulitan untuk memasukkan batang kontolku ke dalam vagina Erika berhubung karena kelaminku yang terus-terusan basah terkena air shower. Kuangkat tubuh Erika ke luar dari kamar mandi. Bagaimanapun juga aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini, apalagi Erika hanya diam saja ketika aku berusaha menyusupkan batang kontolku ke lubang vaginanya. Erika melingkarkan kedua kakinya di pinggangku pada saat aku membawanya menuju tempat tidur. Kubaringkan tubuhnya di atas kasur menyusul tubuhku di atasnya tanpa mempedulikan butiran-butiran air yang masih menempel disekujur tubuh kami hungga membasahi permukaan kasur . Kuciumi lagi lehernya yang jenjang lalu turun melumat buah dadanya. Telapak tanganku terus membelai dan meremas setiap lekuk dan tonjolan pada tubuh Erika. Aku melebarkan kedua pahanya sambil mengarahkan kontolku ke bibir vagina Erika. Erika mengerang lirih. Matanya perlahan terpejam. Giginya menggigit bibir bawahnya untuk menahan laju birahinya yang semakin kuat. Aku menatap mata Erika penuh nafsu seakan memohon kepadanya untuk memasuki tubuhnya. Aku ingin mengentotmu, Ka, bisikku pelan, sementara kepala kontolku masih menempel di belahan vagina Erika. Sengaja aku memilih kata mengentot agar kesan joroknya lebih terasa. Kata ini ternyata membuat wajah Erika memerah. Mungkin dia jarang mendengarnya padahal aku begitu sering mengungkapkannya kepada setiap wanita yang aku setubuhin. Aku pastikan Erika malu mendengarnya. Aku berhenti sesaat untuk menunggu jawaban darinya, sebab bagaimanapun aku

nggak mau melakukannya tanpa persetujuan darinya. Aku bukan tipe cowok yang demikian. Bagiku seks adalah kesepakatan, sepakat berdasarkan kesadaran tanpa adanya unsur pemaksaan. Erika menatapku sendu lalu mengangguk pelan sebelum memejamkan matanya. Bukan main senangnya hatiku, akhirnya.... yes!! . Aku akan memperlakukannya dengan hati-hati sekali begitu dalam pikiranku. Kini aku berkonsentrasi penuh dengan menuntun kontolku yang perlahan menyusup ke dalam liang vagina Erika. Terasa seret, memang, namun aku malah semakin menyukainya. Perlahan namun pasti kontolku membelah vaginanya yang ternyata begitu kencang menjepit batang kontolku. Liang vagina Erika begitu licin hingga agak memudahkan batang kontolku untuk menyusup lebih ke dalam. Erika memeluk erat tubuhku sambil membenamkan kuku-kukunya di punggungku hingga aku agak kesakitan. Namun aku tak peduli. Mas Don, gede banget, ohhhh....., Erika menjerit lirih. Tangannya turun menangkap batang kontolku. Pelan ma..aa.s, ujarnya berulang kali, padahal aku merasa aku sudah melakukannya dengan begitu pelan dan hati-hati. Mungkin karena memeknya baru kali ini dimasukin sama kontol seperti milikku ini. Soalnya aku tahu pasti ukuran kontol Heri, pacar Erika tidaklah sebesar yang aku miliki. Makanya Erika agak kesakitan. Pada akhirnya kontolku terbenam juga di dalam memek Erika. Aku berhenti sejenak untuk menikmati denyutan-denyutan yang timbul akibat kontraksi otot-otot dinding memek Erika. Denyutan itu begitu kuat sampai-sampai aku memejamkan mata untuk merasakan kenikmatan yang begitu sempurna. Kulumat bibir Erika sambil perlahan-lahan menarik kontolku untuk selanjutnya kubenamkan lagi. Aku menyuruh Erika membuka kelopak matanya. Erika menurut. Aku sangat senang melihat matanya yang semakin sayu menikmati batang kontolku yang keluar masuk dari dalam memek Erika. Aku suka memekmu, Ka..a.., memekmu masih rapet, sayang ujarku sambil merintih keenakan. Sungguh, vagina Erika enak banget. Ihhh...mas Doni ngomongnya vulgar banget, balasnya sambil tersipu malu lalu mencubit pinggangku. Tapi enak kan, sayang? tanyaku lalu dijawab Erika dengan anggukan kecil. Aku menyuruh Erika untuk menggoyangkan pinggulnya. Erika langsung mengimbangi gerakanku yang naik turun dengan goyangan memutar pada pinggangnya.

Suka kontolku, Ka? tanyaku lagi. Erika hanya tersenyum. Kontolku seperti diremas-remas ditambah memeknya yang sepertinya punya kekuatan magis untuk menyedot batang kontolku. Pintar juga dia menggoyang, batinku. Ohh..hh....h, aku menjerit panjang. Rasanya begitu nikmat. Aku mencoba mengangkat dadaku, membuat jarak dengan dadanya dengan bertumpu pada kedua tanganku. Dengan demikian aku semakin bebas dan leluasa untuk mengeluar masukkan batang kontolku ke dalam memek Erika. Kuperhatikan kontolku yang keluar masuk dari dalam memeknya. Dengan posisi seperti ini aku merasa begitu jantan. Erika semakin melebarkan kedua pahanya sementara tangannya melingkar erat di pinggangku. Gerakan naik turunku semakin cepat mengimbangi goyangan pinggul Erika yang semakin tidak terkendali. Ka....., enak banget, sayang......., kamu pintar, sayang..., ucapku keenakan. Aku juga, mas Don......, jawabnya mali-malu. Erika merintih dan mengeluarkan erangan-erangan kenikmatan. Berulang kali mulutnya mengeluarkan kata aduh yang diucapkan terputus-putus. Aku merasakan memek Erika semakin berdenyut sebagai pertanda Erika akan mencapai puncak pendakiannya. Aku juga merasakan hal yang sama dengannya, namun aku mencoba bertahan dengan menarik nafas dalam-dalam lalu bernafas pelan-pelan untuk menurunkan daya rangsangan yang aku alami. Aku tidak ingin segera menyudahi permainan ini hanya dengan satu posisi saja. Aku mempercepat goyanganku ketika kusadari Erika hampir mencapai orgasmenya. Kuremas buah dadanya kuat seraya mulutku menghisap dan menggigit puting susu Erika. Kuhisap dalam-dalam. Ohhh...hhhh...hhh, ma...sss Doniiiii..iii..., jerit Erika panjang. Aku membenamkan kontolku kuat-kuat ke memeknya sampai mentok agar Erika mendapatkan kenikmatan yang sempurna. Tubuhnya melengkung indah dan untuk beberapa saat lamanya tubuhnya kejang. Kepalaku ditarik kuat terbenam diantara buah dadanya. Pada saat tubuhnya menyentak-nyentak aku tak sanggup untuk bertahan lebih lama lagi. Ka.....aaa.., aaa..kuu.. keluaa..aarr, saa..aa..yang................, Ohhhh.....hhhhhhhhhhhh........, jeritku lagi. Aku ingin menarik keluar batang kontolku dari dalam memeknya. Namun Erika masih merasakan orgasmenya sehingga pinggangku di serasa dikunci oleh kakinya yang melingkar di pinggangku. Saat itu juga aku memuntahkan cairan

hangat dari kontolku. Kurasakan tubuhku bagai melayang terbang, tidak berbobot. Aku tak sempat menarik keluar batang kontolku lagi karena secara spontan Erika juga menarik pantatku kuat ke tubuhnya. Mulutku yang berada di belahan dada Erika kuhisap kuat hingga meninggalkan bekas merah pada kulitnya. Telapak tanganku mencengkram buah dada Erika. Kuraup semuanya sampai-sampai Erika kesakitan. Aku tak peduli lagi. Spermaku akhirnya muncrat membasahi lobang memek Erika. Aku merasakan nikmat yang tiada duanya ditambah dengan goyangan pinggul Erika pada saat aku mengalami orgasme. Tubuhku akhirnya lunglai tak berdaya di atas tubuh Erika. Kontolku masih berada di dalam memek Erika. Erika mengusap-usap permukaan punggungku. Kamu menyesal, Ka? ujarku sambil mencium pipinya. Erika menggeleng pelan sambil membalas membelai rambutku. Aku tersenyum kepadanya. Erika membalas. Kusandarkan kepalaku di dadanya. Dalam benakku sebenarnya masih tersimpan permainan babak kedua yang sebentar lagi akan kulanjutkan. Dua hal yang masih membuatku penasaran berhubung karena lidahku belum sempat menikmati memeknya, padahal aku sangat suka bau vagina yang kukira sangat khas dan memabukkan. Hal yang kedua, aku ingin merasakan lidahnya menjilat serta mengulum kontolku. Semoga Erika juga menginginkannya. BERSAMBUNG

Anda mungkin juga menyukai