Di sana aku
tinggal di rumah pamanku. Paman dan bibi dengan senang hati menerimaku
tinggal di rumah mereka, karena paman dan bibiku yang sudah 4 tahun menikah
belum juga punya anak sampai saat itu, jadi kata mereka biar suasana rumahnya
tambah ramai dengan kehadiranku.
Pamanku ini adalah adik ibuku paling kecil, saat itu dia baru berumur 35 tahun.
Rumah pamanku sangat luas, di sana ada kolam renangnya dan juga ada lapangan
tenisnya, maklum pamanku adalah seorang pengusaha sukses yang kaya. Selain
bibiku dan pamanku, di rumah itu juga ada 3 orang pembantu, 2 cewek dan
seorang bapak tua berusia setengah umur, yang bertugas sebagai tukang kebun.
Bibiku baru berumur 31 tahun, orangnya sangat cantik dengan badannya yang
termasuk kecil mungil akan tetapi padat berisi, sangat serasi berbentuknya seperti
gitar spanyol, badannya tidak terlalu tinggi kurang lebih 155 cm. Dadanya yang
kecil terlihat padat kencang dan agak menantang. Pinggangnya sangat langsing
dengan perutnya yang rata, akan tetapi kedua bongkahan pantatnya sangat padat
menantang. Wajahnya yang sangat ayu itu, manis benar untuk dipandang. Kulitnya
kuning langsat, sangat mulus.
Kedua pembantu cewek tersebut, yang satu adalah janda berumur 27 tahun
bernama Trisni dan yang satu lagi lebih muda, baru berumur 18 tahun bernama
Erni. Si Erni ini, biarpun masih berumur begitu muda, tapi sudah bersuami dan
suaminya tinggal di kampung, bertani katanya.
Suatu hari ketika kuliahku sedang libur dan paman dan bibiku sedang keluar kota,
aku bangun agak kesiangan dan sambil masih tidur-tiduran di tempat tidur aku
mendengar lagu dari radio.
Tiba-tiba terdengar ketukan pada pintu kamarku, lalu terdengar suara,
"Den Eric.., apa sudah bangun..?" terdengar suara Trisni.
"Yaa.. ada apa..?" jawabku.
"Ini Den. Saya bawakan kopi buat Aden..!" katanya lagi.
"Oh.. yaa. Bawa masuk saja..!" jawabku lagi.
Kemudian pintu dibuka, dan terlihat Trisni masuk sambil tangannya membawa
nampan yang di atasnya terdapat secangkir kopi panas dan pisang goreng.
Ketika dia sedang meletakkan kopi dan pisang goreng di meja di samping tempat
tidurku, badannya agak merapat di pinggir tempat tidur dan dalam posisi setengah
membungkuk, terlihat dengan jelas bongkahan pantatnya yang montok dengan
pinggang yang cukup langsing ditutupi kain yang dipakainya. Melihat
pemandangan yang menarik itu dengan cepat rasa isengku bangkit, apalagi
ditunjang juga dengan keadaan rumah yang sepi, maka dengan cepat tanganku
bergerak ke obyek yang menarik itu dan segera mengelusnya.
Trisni terkejut dan dengan segera menghindar sambil berkata,
badannya kecil mungil tapi padat, kulitnya putih bersih benar-benar sangat kontras
dengan pria Negro tersebut.
Dengan sigap si Negro terlihat mengangkat cewek tersebut dan menekan ke
tembok. Terlihat dari samping penisnya yang panjang hitam itu ditempatkan pada
belahan bibir kemaluan cewe yang putih kemerah-merahan. Secara perlahan-lahan
mulai ditekan masuk, dari mulut cewe tersebut terdengar keluhan panjang dan
kedua kakinya menggelepar-gelepar, serta kedua bolah matanya terputar-putar
sehingga lebih banyak kelihatan putihnya. Sementara penis hitam si Negro terlihat
makin terbenam ke dalam kemaluan cewenya, benar-benar suatu adegan yang
sangat merangsang. Selang sejenak terlihat pantat si Negro mulai memompa, makin
lama makin cepat, sementara cewe itu menggeliat-geliat sambil setengah menjeritjerit.
"Aduuh.., Den. Kasian tu cewe, Negronya kok sadis benar yaah..? Iihh.., ngilu
rasanya melihat barang segede itu..!" guman Trisni setengah berbisik sambil kedua
bahunya agak menggigil, sedangkan wajahnya tampak mulai memerah dan
nafasnya agak tersengal-sengal.
"Wah.., Tris kan yang gede itu enak rasanya. Coba bayangkan kalau barangnya si
Negro itu mengaduk-aduk itunya Trisni. Bagaimana rasanya..?" sahutku.
"Iih.., Aden jorok aahh..!" sahut Trisni disertai bahunya yang menggigil, tapi
matanya tetap terpaku pada adegan demi adegan yang makin seru saja yang sedang
berlangsung di layar TV.
Melihat keadaan Trisni itu, dengan diam-diam aku meluncurkan celana pendek
yang kukenakan sekalian dengan CD, sehingga senjataku yang memang sudah
sangat tegang itu meloncat sambil mengangguk-anguk dengan bebas. Melihat
penisku yang tidak kalah besarnya dengan si Negro itu terpampang di hadapannya,
kedua tangannya secara refleks menutup mulutnya, dan terdengar jeritan tertahan
dari mulutnya.
Kemudian penisku itu kudekatkan ke wajahnya, karena memang posisi kami pada
waktu itu adalah aku duduk di atas sofa, sedangkan Trisni duduk melonjor di lantai
sambil bersandar pada sofa tempat kududuk, sehingga posisi barangku itu sejajar
dengan kepalanya. Segera kupegang kepala Trisni dan kutarik mendekat ke
arahku, sehingga badan Trisni agak merangkak di antara kedua kakiku. Kepalanya
kutarik mendekat pada kemaluanku, dan aku berusaha memasukkan penisku ke
mulutnya. Akan tetapi dia hanya mau menciuminya saja, lidahnya bermain-main di
kepala dan di sekitar batang penisku. Lalu dia mulai menjilati kedua buah pelirku,
waahh.., geli banget rasanya.
Akhirnya kelihatan dia mulai meningkatkan permainannya dan dia mulai
menghisap penisku pelan-pelan. Ketika sedang asyik-asyiknya aku merasakan
hisapan Trisni itu, tiba-tiba si Erni pembantu yang satunya masuk ke ruang tengah,
dan dia terkejut ketika melihat adegan kami. Kami berdua juga sangat kaget,
sehingga aktivitas kami jadi terhenti dengan mendadak.
"Ehh.., Erni kamu jangan lapor ke Paman atau Bibi ya..! Awas kalau lapor..!"
ancamku.
"Ii.. ii.. iyaa.. Deen..!" jawabnya terbata-bata sambil matanya setengah terbelalak
melihat kemaluanku yang besar itu tidak tertutup dan masih tegak berdiri.
"Kamu duduk di sini aja sambil nonton film itu..!" sahutkku.
Dengan diam-diam dia segera duduk di lantai sambil matanya tertuju ke layar TV.
Aku kemudian melanjutkan aktivitasku terhadap Trisni, dengan melucuti semua
baju Trisni.
Trisni terlihat agak kikuk juga terhadap Erni, akan tetapi melihat Erni yang sedang
asyik menonton adegan yang berlasung di layar TV itu, akhirnya diam saja
membiarkanku melanjutkan aktivitasku itu.
Setelah bajunya kulepaskan sampai dia telanjang bulat, kutarik badannya ke
arahku, lalu dia kurebahkan di sofa panjang. Kedua kakinya tetap terjulur ke
lantai, hanya bagian pantatnya ke atas yang tergeletak di sofa. Sambil membuka
bajuku, kedua kakinya segera kukangkangi dan aku berlutut di antara kedua
pahanya. Kedua tanganku kuletakkan di atas pinggulnya dan jari-jari jempolku
menekan pada bibir kemaluannya, sehingga kedua bibir kemaluannya agak
terbuka dan aku mulai menjilati permukaan kemaluannya, ternyata kemaluannya
sudah sangat basah.
"Deen.., oh Deen..! Uuenaak..!" rintihnya tanpa sadar.
Sambil terus menjilati kemaluannya Trisni, aku melirik si Erni, tapi dia pura-pura
tidak melihat apa yang kami lakukan, akan tetapi dadanya terlihat naik turun dan
wajahnya terlihat memerah. Tidak berselang lama kemudian badannya Trisni
bergetar dengan hebat dan pantatnya terangkat ke atas dan dari mulutnya
terdengar desahan panjang. Rupanya dia telah mengalami orgasme. Setelah itu
badannya terkulai lemas di atas sofa, dengan kedua kakinya tetap terjulur ke lantai,
matanya terpejam dan dari wajahnya terpancar suatu kepuasan, pada dahinya
terlihat bitik-bintik keringat.
Aku lalu berjongkok di antara kedua pahanya yang masih terkangkang itu dan
kedua jari jempol dan telunjuk tangan kiriku kuletakkan pada bibir kemaluannya
dan kutekan supaya agak membuka, sedang tangan kananku kupegang batang
penisku yang telah sangat tegang itu yang berukuran 19 cm, sambil kugesek-gesek
kepala penisku ke bibir vagina Trisni. Akhirnya kutempatkan kepala penisku pada
bibir kemaluan Trisni, yang telah terbuka oleh kedua jari tangan kiriku dan
kutekan penisku pelan-pelan. Bles..! mulai kepalanya menghilang pelan-pelan ke
dalam vagina Trisni diikuti patang penisku, centi demi centi menerobos ke dalam
liang vaginanya.
Sampai akhirnya amblas semua batang penisku, sementara Trisni mengerang-erang
keenakan.
"Aduhh.. eennaak.., ennkk Deen. Eenak..!"
kamar mandi, aku pun dengan berjingkat-jingkat langsung masuk ke kamar bibi.
Aku kemudian bersembunyi di bawah kolong tempat tidurnya.
Selang sesaat, bibi keluar dari kamar mandi. Setelah mengunci pintu kamarnya,
bibi mematikan lampu besar, sehingga ruang kamarnya sekarang hanya diterangi
oleh lampu tidur yang terdapat di meja, di sisi tempat tidurnya. Kemudian bibi
naik ke tempat tidur. Tidak lama kemudian terdengar suara napasnya yang
berbunyi halus teratur menandakan bibi telah tertidur. Aku segera keluar dari
bawah tempat tidurnya dengan hati-hati, takut menimbulkan suara yang akan
menyebabkan bibi terbangun.
Kulihat bibi tidur tidak berselimut, karena biarpun kamar bibi memakai AC, tapi
kelihatan AC-nya diatur agar tidak terlalu dingin. Posisi tidur bibi telentang dan
bibi hanya memakai baju daster merah muda yang tipis. Dasternya sudah
terangkat sampai di atas perut, sehingga terlihat CD mini yang dikenakannya
berwarna putih tipis, sehingga terlihat belahan kemaluan bibi yang ditutupi oleh
rambut hitam halus kecoklat-coklatan. Buah dada bibi yang tidak terlalu besar tapi
padat itu terlihat samar-samar di balik dasternya yang tipis, naik turun dengan
teratur.
Walaupun dalam posisi telentang, tapi buah dada bibi terlihat mencuat ke atas
dengan putingnya yang coklat muda kecil. Melihat pemandangan yang
menggairahkan itu aku benar-benar terangsang hebat.
Dengan cepat kemaluanku langsung bereaksi menjadi keras dan berdiri dengan
gagahnya, siap tempur. Perlahan-lahan kuberjongkok di samping tempat tidur dan
tanganku secara hati-hati kuletakkan dengan lembut pada belahan kemaluan bibi
yang mungil itu yang masih ditutupi dengan CD. Perlahan-lahan tanganku mulai
mengelus-elus kemaluan bibi dan juga bagian paha atasnya yang benar-benar licin
putih mulus dan sangat merangsang.
Terlihat bibi agak bergeliat dan mulutnya agak tersenyum, mungkin bibi sedang
mimpi, sedang becinta dengan paman. Aku melakukan kegiatanku dengan hati-hati
takut bibi terbangun. Perlahan-lahan kulihat bagian CD bibi yang menutupi
kemaluannya mulai terlihat basah, rupanya bibi sudah mulai terangsang juga. Dari
mulutnya terdengar suara mendesis perlahan dan badannya menggeliat-geliat
perlahan-lahan. Aku makin tersangsang melihat pemandangan itu.
Cepat-cepat kubuka semua baju dan CD-ku, sehingga sekarang aku bertelanjang
bulat. Penisku yang 19 cm itu telah berdiri kencang menganguk-angguk mencari
mangsa. Dan aku membelai-belai buah dadanya, dia masih tetap tertidur saja. Aku
tahu bahwa puting dan klitoris bibiku tempat paling suka dicumbui, aku tahu hal
tersebut dari film-film bibiku. Lalu tanganku yang satu mulai gerilya di daerah
vaginanya. Kemudian perlahan-lahan aku menggunting CD mini bibi dengan
gunting yang terdapat di sisi tempat tidur bibi.
Sekarang kemaluan bibi terpampang dengan jelas tanpa ada penutup lagi.
Perlahan-lahan kedua kaki bibi kutarik melebar, sehingga kedua pahanya
terpentang. Dengan hati-hati aku naik ke atas tempat tidur dan bercongkok di atas
bibi. Kedua lututku melebar di samping pinggul bibi dan kuatur sedemikian rupa
supaya tidak menyentuh pinggul bibi. Tangan kananku menekan pada kasur
tempat tidur, tepat di samping tangan bibi, sehingga sekarang aku berada dalam
posisi setengah merangkak di atas bibi.
Tangan kiriku memegang batang penisku. Perlahan-lahan kepala penisku
kuletakkan pada belahan bibir kemaluan bibi yang telah basah itu. Kepala penisku
yang besar itu kugosok-gosok dengan hati-hati pada bibir kemaluan bibi. Terdengar
suara erangan perlahan dari mulut bibi dan badannya agak mengeliat, tapi
matanya tetap tertutup. Akhirnya kutekan perlahan-lahan kepala kemaluanku
membelah bibir kemaluan bibi.
Sekarang kepala kemaluanku terjepit di antara bibir kemaluan bibi. Dari mulut
bibi tetap terdengar suara mendesis perlahan, akan tetapi badannya kelihatan
mulai gelisah. Aku tidak mau mengambil resiko, sebelum bibi sadar, aku sudah
harus menaklukan kemaluan bibi dengan menempatkan posisi penisku di dalam
lubang vagina bibi. Sebab itu segera kupastikan letak penisku agar tegak lurus
pada kemaluan bibi. Dengan bantuan tangan kiriku yang terus membimbing
penisku, kutekan perlahan-lahan tapi pasti pinggulku ke bawah, sehingga kepala
penisku mulai menerobos ke dalam lubang kemaluan bibi.
Kelihatan sejenak kedua paha bibi bergerak melebar, seakan-akan menampung
desakan penisku ke dalam lubang kemaluanku. Badannya tiba-tiba bergetar
menggeliat dan kedua matanya mendadak terbuka, terbelalak bingung,
memandangku yang sedang bertumpu di atasnya. Mulutnya terbuka seakan-akan
siap untuk berteriak. Dengan cepat tangan kiriku yang sedang memegang penisku
kulepaskan dan buru-buru kudekap mulut bibi agar jangan berteriak. Karena
gerakanku yang tiba-tiba itu, posisi berat badanku tidak dapat kujaga lagi,
akibatnya seluruh berat pantatku langsung menekan ke bawah, sehingga tidak
dapat dicegah lagi penisku menerobos masuk ke dalam lubang kemaluan bibi
dengan cepat.
Badan bibi tersentak ke atas dan kedua pahanya mencoba untuk dirapatkan,
sedangkan kedua tangannya otomatis mendorong ke atas, menolak dadaku. Dari
mulutnya keluar suara jeritan, tapi tertahan oleh bekapan tangan kiriku.
"Aauuhhmm.. aauuhhmm.. hhmm..!" desahnya tidak jelas.
Kemudian badannya mengeliat-geliat dengan hebat, kelihatan bibi sangat kaget dan
mungkin juga kesakitan akibat penisku yang besar menerobos masuk ke dalam
kemaluannya dengan tiba-tiba.
Meskipun bibi merontak-rontak, akan tetapi bagian pinggulnya tidak dapat
bergeser karena tertekan oleh pinggulku dengan rapat. Karena gerakan-gerakan
bibi dengan kedua kaki bibi yang meronta-ronta itu, penisku yang telah terbenam
Bibirku mencari bibinya, dan dengan gemas kulumat habis. Wooww..! Sekarang
bibi menyambut ciumanku dan lidahnya ikut aktif menyambut lidahku yang
menari-nari di mulutnya.
Selang sejenak kuhentikan ciumanku itu.
Sambil memandang langsung ke dalam kedua matanya dengan mesra, aku berkata,
"Bii.. sebenarnya aku sangat sayang sekali sama Bibi, Bibi sangat cantik lagi ayu..!"
Sambil berkata itu kucium lagi bibirnya selintas dan melanjutkan perkataanku,
"Setiap kali melihat Bibi bermesrahan dengan Paman, aku kok merasa sangat
cemburu, seakan-akan Bibi adalah milikku, jadi Bibi jangan marah yaa kepadaku,
ini kulakukan karena tidak bisa menahan diri ingin memiliki Bibi seutuhnya."
Selesai berkata itu aku menciumnya dengan mesra dan dengan tidak tergesa-gesa.
Ciumanku kali ini sangat panjang, seakan-akan ingin menghirup napasnya dan
belahan jiwanya masuk ke dalam diriku. Ini kulakukan dengan perasaan cinta
kasih yang setulus-tulusnya. Rupanya bibi dapat juga merasakan perasaan
sayangku padanya, sehingga pelukan dan ciumanku itu dibalasnya dengan tidak
kalah mesra juga.
Beberapa lama kemudian aku menghentikan ciumanku dan aku pun berbaring
telentang di samping bibi, sehingga bibi dapat melihat keseluruhan badanku yang
telanjang itu.
"Iih.., gede banget barang kamu Ricc..! Itu sebabnya tadi Bibi merasa sangat penuh
dalam badan Bibi." katanya, mungkin punyaku lebih besar dari punya paman.
Lalu aku mulai memeluknya kembali dan mulai menciumnya. Ciumanku mulai
dari mulutnya turun ke leher dan terus kedua buah dadanya yang tidak terlalu
besar tapi padat itu. Pada bagian ini mulutku melumat-lumat dan menghisap-hisap
kedua buah dadanya, terutama pada kedua ujung putingnya berganti-ganti, kiri
dan kanan.
Sementara aksiku sedang berlangsung, badan bibi menggeliat-geliat kenikmatan.
Dari mulutnya terdengar suara mendesis-desis tidak hentinya.
Aksiku kuteruskan ke bawah, turun ke perutnya yang ramping, datar dan mulus.
Maklum, bibi belum pernah melahirkan. Bermain-main sebentar disini kemudian
turun makin ke bawah, menuju sasaran utama yang terletak pada lembah di antara
kedua paha yang putih mulus itu.
Pada bagian kemaluan bibi, mulutku dengan cepat menempel ketat pada kedua
bibir kemaluannya dan lidahku bermain-main ke dalam lubang vaginanya.
Mencari-cari dan akhirnya menyapu serta menjilat gundukan daging kecil pada
bagian atas lubang kemaluannya. Segera terasa badan bibi bergetar dengan hebat
dan kedua tangannya mencengkeram kepadaku, menekan ke bawah disertai kedua
pahanya yang menegang dengan kuat.
Keluhan panjang keluar dari mulutnya,