Anda di halaman 1dari 12

Saat itu aku baru lulus SMA, aku melanjutkan kuliah di Bandung.

Di sana aku
tinggal di rumah pamanku. Paman dan bibi dengan senang hati menerimaku
tinggal di rumah mereka, karena paman dan bibiku yang sudah 4 tahun menikah
belum juga punya anak sampai saat itu, jadi kata mereka biar suasana rumahnya
tambah ramai dengan kehadiranku.
Pamanku ini adalah adik ibuku paling kecil, saat itu dia baru berumur 35 tahun.
Rumah pamanku sangat luas, di sana ada kolam renangnya dan juga ada lapangan
tenisnya, maklum pamanku adalah seorang pengusaha sukses yang kaya. Selain
bibiku dan pamanku, di rumah itu juga ada 3 orang pembantu, 2 cewek dan
seorang bapak tua berusia setengah umur, yang bertugas sebagai tukang kebun.
Bibiku baru berumur 31 tahun, orangnya sangat cantik dengan badannya yang
termasuk kecil mungil akan tetapi padat berisi, sangat serasi berbentuknya seperti
gitar spanyol, badannya tidak terlalu tinggi kurang lebih 155 cm. Dadanya yang
kecil terlihat padat kencang dan agak menantang. Pinggangnya sangat langsing
dengan perutnya yang rata, akan tetapi kedua bongkahan pantatnya sangat padat
menantang. Wajahnya yang sangat ayu itu, manis benar untuk dipandang. Kulitnya
kuning langsat, sangat mulus.
Kedua pembantu cewek tersebut, yang satu adalah janda berumur 27 tahun
bernama Trisni dan yang satu lagi lebih muda, baru berumur 18 tahun bernama
Erni. Si Erni ini, biarpun masih berumur begitu muda, tapi sudah bersuami dan
suaminya tinggal di kampung, bertani katanya.
Suatu hari ketika kuliahku sedang libur dan paman dan bibiku sedang keluar kota,
aku bangun agak kesiangan dan sambil masih tidur-tiduran di tempat tidur aku
mendengar lagu dari radio.
Tiba-tiba terdengar ketukan pada pintu kamarku, lalu terdengar suara,
"Den Eric.., apa sudah bangun..?" terdengar suara Trisni.
"Yaa.. ada apa..?" jawabku.
"Ini Den. Saya bawakan kopi buat Aden..!" katanya lagi.
"Oh.. yaa. Bawa masuk saja..!" jawabku lagi.
Kemudian pintu dibuka, dan terlihat Trisni masuk sambil tangannya membawa
nampan yang di atasnya terdapat secangkir kopi panas dan pisang goreng.
Ketika dia sedang meletakkan kopi dan pisang goreng di meja di samping tempat
tidurku, badannya agak merapat di pinggir tempat tidur dan dalam posisi setengah
membungkuk, terlihat dengan jelas bongkahan pantatnya yang montok dengan
pinggang yang cukup langsing ditutupi kain yang dipakainya. Melihat
pemandangan yang menarik itu dengan cepat rasa isengku bangkit, apalagi
ditunjang juga dengan keadaan rumah yang sepi, maka dengan cepat tanganku
bergerak ke obyek yang menarik itu dan segera mengelusnya.
Trisni terkejut dan dengan segera menghindar sambil berkata,

"Iihh.., ternyata Den Eric jail juga yaa..!"


Melihat wajah Trisni yang masem-masem itu tanpa memperlihatkan ekspresi
marah, maka dengan cepat aku bangkit dari tempat tidur dan segera menangkap
kedua tangannya.
"Aahh.. jangaann Deenn, nanti terlihat sama si Erni, kan malu atuu..!"
Tapi tanpa memperdulikan protesnya, dengan cepat kutarik badannya ke arahku
dan sambil mendekapnya dengan cepat bibirku menyergap bibirnya yang karena
terkejut menjadi agak terbuka, sehingga memudahkan lidahku menerobos masuk
ke dalam mulutnya.
Dengan segera kusedot bibirnya, dan lidahku kumain-mainkan dalam mulutnya,
memelintir lidahnya dan mengelus-elus bagian langit-langit mulutnya. Dengan
cepat terdengar suara dengusan keluar dari mulutnya dan kedua matanya
membelalak memandangku. Dadanya yang montok itu bergerak naik turun dengan
cepat, membuat nafsu birahiku semakin meningkat. Tangan kiriku dengan cepat
mulai bergerilya pada bagian dadanya yang menonjol serta merangsang itu,
mengelus-elus kedua bukit kembar itu disertai ramasan-ramasan gemas, yang
dengan segera membangkitkan nafsu Trisni juga. Hal itu terlihat dari wajahnya
yang semakin memerah dan nafasnya yang semakin ngos-ngosan.
Tiba-tiba terdengar suara dari arah dapur dan dengan cepat aku segera
melepaskannya, Trisni juga segera membereskan rambut dan bajunya yang agak
acak-acakan akibat seranganku tadi.
Sambil menjauh dariku, dia berkata dengan pelan
"Tuhkan.., apa yang Trisni katakan tadi, hampir saja kepergok, Adeen genit siih..!"
Sebelum dia keluar dari kamarku, kubisikan padanya,
"Triis, ntar malam kalau semua sudah pada tidur kita teruskan yah..?"
"Entar nanti ajalah..!" katanya dengan melempar seulas senyum manis sambil
keluar kamarku.
Malamnya sekitar jam 21.00, setelah semua tidur, Trisni datang ke ruang tengah,
dia hanya memakai pakaian tidur yang tipis, sehingga kelihatan CD dan BH-nya.
"Eeh, apa semua sudah tidur..?" tanyaku.
"Sudah Den..!" jawabnya.
Untuk lebih membuat suasana makin panas, aku telah menyiapkan film BF yang
kebetulan dapat pinjam dari teman. Lalu aku mulai menyetel film itu dan ternyata
pemainnya antara seorang pria Negro dan wanita Asia.
Terlihat adegan demi adegan melintas pada layar TV, makin lama makin 'hot' saja,
akhirnya sampai pada adegan dimana keduanya telah telanjang bulat. Si pria
Negro dengan tubuhnya tinggi besar, hitam mengkilat apalagi penisnya yang telah
tegang itu, benar-benar dasyat, panjang, besar, hitam mengkilat kecoklat-coklatan,
sedangkan ceweknya yang kelihatan orang Jepang atau orang Cina, dengan

badannya kecil mungil tapi padat, kulitnya putih bersih benar-benar sangat kontras
dengan pria Negro tersebut.
Dengan sigap si Negro terlihat mengangkat cewek tersebut dan menekan ke
tembok. Terlihat dari samping penisnya yang panjang hitam itu ditempatkan pada
belahan bibir kemaluan cewe yang putih kemerah-merahan. Secara perlahan-lahan
mulai ditekan masuk, dari mulut cewe tersebut terdengar keluhan panjang dan
kedua kakinya menggelepar-gelepar, serta kedua bolah matanya terputar-putar
sehingga lebih banyak kelihatan putihnya. Sementara penis hitam si Negro terlihat
makin terbenam ke dalam kemaluan cewenya, benar-benar suatu adegan yang
sangat merangsang. Selang sejenak terlihat pantat si Negro mulai memompa, makin
lama makin cepat, sementara cewe itu menggeliat-geliat sambil setengah menjeritjerit.
"Aduuh.., Den. Kasian tu cewe, Negronya kok sadis benar yaah..? Iihh.., ngilu
rasanya melihat barang segede itu..!" guman Trisni setengah berbisik sambil kedua
bahunya agak menggigil, sedangkan wajahnya tampak mulai memerah dan
nafasnya agak tersengal-sengal.
"Wah.., Tris kan yang gede itu enak rasanya. Coba bayangkan kalau barangnya si
Negro itu mengaduk-aduk itunya Trisni. Bagaimana rasanya..?" sahutku.
"Iih.., Aden jorok aahh..!" sahut Trisni disertai bahunya yang menggigil, tapi
matanya tetap terpaku pada adegan demi adegan yang makin seru saja yang sedang
berlangsung di layar TV.
Melihat keadaan Trisni itu, dengan diam-diam aku meluncurkan celana pendek
yang kukenakan sekalian dengan CD, sehingga senjataku yang memang sudah
sangat tegang itu meloncat sambil mengangguk-anguk dengan bebas. Melihat
penisku yang tidak kalah besarnya dengan si Negro itu terpampang di hadapannya,
kedua tangannya secara refleks menutup mulutnya, dan terdengar jeritan tertahan
dari mulutnya.
Kemudian penisku itu kudekatkan ke wajahnya, karena memang posisi kami pada
waktu itu adalah aku duduk di atas sofa, sedangkan Trisni duduk melonjor di lantai
sambil bersandar pada sofa tempat kududuk, sehingga posisi barangku itu sejajar
dengan kepalanya. Segera kupegang kepala Trisni dan kutarik mendekat ke
arahku, sehingga badan Trisni agak merangkak di antara kedua kakiku. Kepalanya
kutarik mendekat pada kemaluanku, dan aku berusaha memasukkan penisku ke
mulutnya. Akan tetapi dia hanya mau menciuminya saja, lidahnya bermain-main di
kepala dan di sekitar batang penisku. Lalu dia mulai menjilati kedua buah pelirku,
waahh.., geli banget rasanya.
Akhirnya kelihatan dia mulai meningkatkan permainannya dan dia mulai
menghisap penisku pelan-pelan. Ketika sedang asyik-asyiknya aku merasakan
hisapan Trisni itu, tiba-tiba si Erni pembantu yang satunya masuk ke ruang tengah,
dan dia terkejut ketika melihat adegan kami. Kami berdua juga sangat kaget,
sehingga aktivitas kami jadi terhenti dengan mendadak.

"Ehh.., Erni kamu jangan lapor ke Paman atau Bibi ya..! Awas kalau lapor..!"
ancamku.
"Ii.. ii.. iyaa.. Deen..!" jawabnya terbata-bata sambil matanya setengah terbelalak
melihat kemaluanku yang besar itu tidak tertutup dan masih tegak berdiri.
"Kamu duduk di sini aja sambil nonton film itu..!" sahutkku.
Dengan diam-diam dia segera duduk di lantai sambil matanya tertuju ke layar TV.
Aku kemudian melanjutkan aktivitasku terhadap Trisni, dengan melucuti semua
baju Trisni.
Trisni terlihat agak kikuk juga terhadap Erni, akan tetapi melihat Erni yang sedang
asyik menonton adegan yang berlasung di layar TV itu, akhirnya diam saja
membiarkanku melanjutkan aktivitasku itu.
Setelah bajunya kulepaskan sampai dia telanjang bulat, kutarik badannya ke
arahku, lalu dia kurebahkan di sofa panjang. Kedua kakinya tetap terjulur ke
lantai, hanya bagian pantatnya ke atas yang tergeletak di sofa. Sambil membuka
bajuku, kedua kakinya segera kukangkangi dan aku berlutut di antara kedua
pahanya. Kedua tanganku kuletakkan di atas pinggulnya dan jari-jari jempolku
menekan pada bibir kemaluannya, sehingga kedua bibir kemaluannya agak
terbuka dan aku mulai menjilati permukaan kemaluannya, ternyata kemaluannya
sudah sangat basah.
"Deen.., oh Deen..! Uuenaak..!" rintihnya tanpa sadar.
Sambil terus menjilati kemaluannya Trisni, aku melirik si Erni, tapi dia pura-pura
tidak melihat apa yang kami lakukan, akan tetapi dadanya terlihat naik turun dan
wajahnya terlihat memerah. Tidak berselang lama kemudian badannya Trisni
bergetar dengan hebat dan pantatnya terangkat ke atas dan dari mulutnya
terdengar desahan panjang. Rupanya dia telah mengalami orgasme. Setelah itu
badannya terkulai lemas di atas sofa, dengan kedua kakinya tetap terjulur ke lantai,
matanya terpejam dan dari wajahnya terpancar suatu kepuasan, pada dahinya
terlihat bitik-bintik keringat.
Aku lalu berjongkok di antara kedua pahanya yang masih terkangkang itu dan
kedua jari jempol dan telunjuk tangan kiriku kuletakkan pada bibir kemaluannya
dan kutekan supaya agak membuka, sedang tangan kananku kupegang batang
penisku yang telah sangat tegang itu yang berukuran 19 cm, sambil kugesek-gesek
kepala penisku ke bibir vagina Trisni. Akhirnya kutempatkan kepala penisku pada
bibir kemaluan Trisni, yang telah terbuka oleh kedua jari tangan kiriku dan
kutekan penisku pelan-pelan. Bles..! mulai kepalanya menghilang pelan-pelan ke
dalam vagina Trisni diikuti patang penisku, centi demi centi menerobos ke dalam
liang vaginanya.
Sampai akhirnya amblas semua batang penisku, sementara Trisni mengerang-erang
keenakan.
"Aduhh.. eennaak.., ennkk Deen. Eenak..!"

Aku menggerakan pinggulku maju mundur pelan-pelan, sehingga penisku keluar


masuk ke dalam vagina Trisni. Terasa masih sempit liang vagina Trisni, kepala dan
batang penisku serasa dijepit dan diurut-urut di dalamnya.
Amat nikmat rasanya penisku menerobos sesuatu yang kenyal, licin dan sempit.
Rangsangan itu sampai terasa pada seluruh badanku sampai ke ujung rambutku.
Aku melirik ke arah Erni, yang sekarang secara terang-terangan telah memandang
langsung ke arah kami dan melihat apa yang sedang kami lakukan itu.
"Sini..! Daripada bengong aja mendingan kamu ikut.., ayo sini..!" kataku pada
Erni.
Lalu dengan masih malu-malu Erni menghampiri kami berdua. Aku ganti posisi,
Trisni kusuruh menungging, telungkup di sofa. Sekarang dia berlutut di lantai,
dimana perutnya terletak di sofa. Aku berlutut di belakangnya dan kedua pahanya
kutarik melebar dan kumasukkan penisku dari belakang menerobos ke dalam
vaginanya. Kugarap dia dari belakang sambil kedua tanganku bergerilya di tubuh
Erni.
Kuelus-elus dadanya yang masih terbungkus dengan baju, kuusap-usap perutnya.
Ketika tanganku sampai di celana dalamnya, ternyata bagian bawah CD-nya sudah
basah, aku mencium mulutnya lalu kusuruh dia meloloskan blouse dan BH-nya.
Setelah itu aku menghisap putingnya berganti-ganti, dia kelihatan sudah sangat
terangsang. Kusuruh dia melepaskan semua sisa pakaiannya, sementara pada saat
bersamaan aku merasakan penisku yang berada di dalam vagina Trisni tersiram
oleh cairan hangat dan badan Trisni terlonjak-lonjak, sedangkan pantatnya
bergetar. Oohhh.., rupanya Trisni mengalami orgasme lagi pikirku. Setelah
badannya bergetar dengan hebat, Trisni pun terkulai lemas sambil telungkup di
sofa.
Lalu kucabut penisku dan kumasukkan pelan-pelan ke vagina si Erni yang telah
kusuruh tidur telentang di lantai. Ternyata kemaluan Erni lebih enak dan terasa
lubangnya lebih sempit dibandingkan dengan kemaluan Trisni. Mungkin karena
Erni masih lebih muda dan jarang ketemu dengan suaminya pikirku.
Setelah masuk semua aku baru merasakan bahwa vagina si Erni itu dapat
mengempot-empot, penisku seperti diremas-remas dan dihisap-hisap rasanya.
"Uh enak banget memekmu Errr. Kamu apain itu memekmu heh..?" kataku dan si
Erni hanya senyum-senyum saja, lalu kupompa dengan lebih semangat.
"Den.., ayoo lebih cepat..! Deen.. lebih cepat. Iiih..!" dan kelihatan bahwa si Erni
pun akan mencapai klimaks.
"Iihh.. iihh.. iihh.. hmm.. oohh.. Denn.. enaakk Deen..!" rintihnya terputus-putus
sambil badannya mengejang-ngejang.
Aku mendiamkan gerakan penisku di dalam lubang vagina Erni sambil merasakan
ramasan dan empotan vagina Erni yang lain dari pada lain itu. Kemudian kucabut
penisku dari kemaluan Erni, Trisni langsung mendekat dan dikocoknya penisku

dengan tangannya sambil dihisap ujungnya. Kemudian gantian Erni yang


melakukannya. Kedua cewek tersebut jongkok di depanku dan bergantian
menghisap-hisap dan mengocok-ngocok penisku.
Tidak lama kemudian aku merasakan penisku mulai berdenyut-denyut dengan
keras dan badanku mulai bergetar dengan hebat. Sesuatu dari dalam penisku
serasa akan menerobos keluar, air maniku sudah mendesak keluar.
"Akuu ngak tahan niihh.., mauu.. keluaar..!" mulutku mengguman, sementara
tangan Erni terus mengocok dengan cepat batang penisku.
Dan beberapa detik kemudian, "Crot.. croot.. croot.. crot..!" air maniku memancar
dengan kencang yang segera ditampung oleh mulut Erni dan Trisni.
Empat kali semprotan yang kurasakan, dan kelihatannya dibagi rata oleh Erni dan
Trisni. Aku pun terkulai lemas sambil telentang di atas sofa.
Selama sebulan lebih aku bergantian mengerjai keduanya, kadang-kadang
barengan juga.
Pada suatu hari paman memanggilku,
"Ric Paman mau ke Singapore ada keperluan kurang lebih dua minggu, kamu jaga
rumah yaaa..! Nemenin Bibi kamu ya..!" kata pamanku.
"Iya deeh. Aku nggak akan dolan-dolan..!" jawabku.
Dalam hatiku, "Kesempatan datang niihh..!"
Bibi tersenyum manis padaku, kelihatan senyumnya itu sangat polos.
"Hhmm.., tak tau dia bahaya sedang mengincarnya.." gumanku dalam hati.
Niatku ingin merasakan tubuh bibi sebentar lagi pasti akan kesampaian.
"Sekarang nih pasti akan dapat kunikmati tubuh Bibi yang bahenol..!" pikirku
dalam hati.
Setelah keberangkatan paman, malam harinya selesai makan malam dengan bibi,
aku nonton Seputar Indonesia di ruang tengah.
Bibi menghampiriku sambil berkata,
"Ric, badan Bibi agak cape hari ini, Bibi mau tidur duluan yaa..!" sambil berjalan
masuk ke kamarnya.
Tadinya aku mau melampiaskan niat malam ini, tapi karena badan bibi kelihatan
agak tidak fit, maka kubatalkan niatku itu. Kasihan juga ngerjain bibi dalam
keadaan kurang fit dan lagian rasanya kurang seru kalau nanti belum apa-apa bibi
sudah lemas. Tapi dalam hatiku aku bertekad untuk dapat menaklukkan bibi pada
malam berikutnya.
Malam itu memang tidak terjadi apa-apa, tapi aku menyusun rencana untuk dapat
menaklukkan bibi. Pada malam berikutnya, setelah selesai makan malam bibi
langsung masuk ke dalam kamarnya. Selang sejenak dengan diam-diam aku
menyusulnya. Pelan-pelan kubuka pintu kamarnya yang kebetulan tidak dikunci.
Sambil mengintip ke dalam, di dalam kamar tidak terlihat adanya bibi, tapi dari
dalam kamar mandi terdengar suara air disiram. Rupanya bibi berada di dalam

kamar mandi, aku pun dengan berjingkat-jingkat langsung masuk ke kamar bibi.
Aku kemudian bersembunyi di bawah kolong tempat tidurnya.
Selang sesaat, bibi keluar dari kamar mandi. Setelah mengunci pintu kamarnya,
bibi mematikan lampu besar, sehingga ruang kamarnya sekarang hanya diterangi
oleh lampu tidur yang terdapat di meja, di sisi tempat tidurnya. Kemudian bibi
naik ke tempat tidur. Tidak lama kemudian terdengar suara napasnya yang
berbunyi halus teratur menandakan bibi telah tertidur. Aku segera keluar dari
bawah tempat tidurnya dengan hati-hati, takut menimbulkan suara yang akan
menyebabkan bibi terbangun.
Kulihat bibi tidur tidak berselimut, karena biarpun kamar bibi memakai AC, tapi
kelihatan AC-nya diatur agar tidak terlalu dingin. Posisi tidur bibi telentang dan
bibi hanya memakai baju daster merah muda yang tipis. Dasternya sudah
terangkat sampai di atas perut, sehingga terlihat CD mini yang dikenakannya
berwarna putih tipis, sehingga terlihat belahan kemaluan bibi yang ditutupi oleh
rambut hitam halus kecoklat-coklatan. Buah dada bibi yang tidak terlalu besar tapi
padat itu terlihat samar-samar di balik dasternya yang tipis, naik turun dengan
teratur.
Walaupun dalam posisi telentang, tapi buah dada bibi terlihat mencuat ke atas
dengan putingnya yang coklat muda kecil. Melihat pemandangan yang
menggairahkan itu aku benar-benar terangsang hebat.
Dengan cepat kemaluanku langsung bereaksi menjadi keras dan berdiri dengan
gagahnya, siap tempur. Perlahan-lahan kuberjongkok di samping tempat tidur dan
tanganku secara hati-hati kuletakkan dengan lembut pada belahan kemaluan bibi
yang mungil itu yang masih ditutupi dengan CD. Perlahan-lahan tanganku mulai
mengelus-elus kemaluan bibi dan juga bagian paha atasnya yang benar-benar licin
putih mulus dan sangat merangsang.
Terlihat bibi agak bergeliat dan mulutnya agak tersenyum, mungkin bibi sedang
mimpi, sedang becinta dengan paman. Aku melakukan kegiatanku dengan hati-hati
takut bibi terbangun. Perlahan-lahan kulihat bagian CD bibi yang menutupi
kemaluannya mulai terlihat basah, rupanya bibi sudah mulai terangsang juga. Dari
mulutnya terdengar suara mendesis perlahan dan badannya menggeliat-geliat
perlahan-lahan. Aku makin tersangsang melihat pemandangan itu.
Cepat-cepat kubuka semua baju dan CD-ku, sehingga sekarang aku bertelanjang
bulat. Penisku yang 19 cm itu telah berdiri kencang menganguk-angguk mencari
mangsa. Dan aku membelai-belai buah dadanya, dia masih tetap tertidur saja. Aku
tahu bahwa puting dan klitoris bibiku tempat paling suka dicumbui, aku tahu hal
tersebut dari film-film bibiku. Lalu tanganku yang satu mulai gerilya di daerah
vaginanya. Kemudian perlahan-lahan aku menggunting CD mini bibi dengan
gunting yang terdapat di sisi tempat tidur bibi.

Sekarang kemaluan bibi terpampang dengan jelas tanpa ada penutup lagi.
Perlahan-lahan kedua kaki bibi kutarik melebar, sehingga kedua pahanya
terpentang. Dengan hati-hati aku naik ke atas tempat tidur dan bercongkok di atas
bibi. Kedua lututku melebar di samping pinggul bibi dan kuatur sedemikian rupa
supaya tidak menyentuh pinggul bibi. Tangan kananku menekan pada kasur
tempat tidur, tepat di samping tangan bibi, sehingga sekarang aku berada dalam
posisi setengah merangkak di atas bibi.
Tangan kiriku memegang batang penisku. Perlahan-lahan kepala penisku
kuletakkan pada belahan bibir kemaluan bibi yang telah basah itu. Kepala penisku
yang besar itu kugosok-gosok dengan hati-hati pada bibir kemaluan bibi. Terdengar
suara erangan perlahan dari mulut bibi dan badannya agak mengeliat, tapi
matanya tetap tertutup. Akhirnya kutekan perlahan-lahan kepala kemaluanku
membelah bibir kemaluan bibi.
Sekarang kepala kemaluanku terjepit di antara bibir kemaluan bibi. Dari mulut
bibi tetap terdengar suara mendesis perlahan, akan tetapi badannya kelihatan
mulai gelisah. Aku tidak mau mengambil resiko, sebelum bibi sadar, aku sudah
harus menaklukan kemaluan bibi dengan menempatkan posisi penisku di dalam
lubang vagina bibi. Sebab itu segera kupastikan letak penisku agar tegak lurus
pada kemaluan bibi. Dengan bantuan tangan kiriku yang terus membimbing
penisku, kutekan perlahan-lahan tapi pasti pinggulku ke bawah, sehingga kepala
penisku mulai menerobos ke dalam lubang kemaluan bibi.
Kelihatan sejenak kedua paha bibi bergerak melebar, seakan-akan menampung
desakan penisku ke dalam lubang kemaluanku. Badannya tiba-tiba bergetar
menggeliat dan kedua matanya mendadak terbuka, terbelalak bingung,
memandangku yang sedang bertumpu di atasnya. Mulutnya terbuka seakan-akan
siap untuk berteriak. Dengan cepat tangan kiriku yang sedang memegang penisku
kulepaskan dan buru-buru kudekap mulut bibi agar jangan berteriak. Karena
gerakanku yang tiba-tiba itu, posisi berat badanku tidak dapat kujaga lagi,
akibatnya seluruh berat pantatku langsung menekan ke bawah, sehingga tidak
dapat dicegah lagi penisku menerobos masuk ke dalam lubang kemaluan bibi
dengan cepat.
Badan bibi tersentak ke atas dan kedua pahanya mencoba untuk dirapatkan,
sedangkan kedua tangannya otomatis mendorong ke atas, menolak dadaku. Dari
mulutnya keluar suara jeritan, tapi tertahan oleh bekapan tangan kiriku.
"Aauuhhmm.. aauuhhmm.. hhmm..!" desahnya tidak jelas.
Kemudian badannya mengeliat-geliat dengan hebat, kelihatan bibi sangat kaget dan
mungkin juga kesakitan akibat penisku yang besar menerobos masuk ke dalam
kemaluannya dengan tiba-tiba.
Meskipun bibi merontak-rontak, akan tetapi bagian pinggulnya tidak dapat
bergeser karena tertekan oleh pinggulku dengan rapat. Karena gerakan-gerakan
bibi dengan kedua kaki bibi yang meronta-ronta itu, penisku yang telah terbenam

di dalam vagina bibi terasa dipelintir-pelintir dan seakan-akan dipijit-pijit oleh


otot-otot dalam vagina bibi. Hal ini menimbulkan kenikmatan yang sukar
dilukiskan.
Karena sudah kepalang tanggung, maka tangan kananku yang tadinya bertumpu
pada tempat tidur kulepaskan. Sekarang seluruh badanku menekan dengan rapat
ke atas badan bibi, kepalaku kuletakkan di samping kepala bibi sambil berbisik
kekuping bibi.
"Bii.., bii.., ini aku Eric. Tenang bii.., sshheett.., shhett..!" bisikku.
Bibi masih mencoba melepaskan diri, tapi tidak kuasa karena badannya yang
mungil itu teperangkap di bawah tubuhku. Sambil tetap mendekap mulut bibi, aku
menjilat-jilat kuping bibi dan pinggulku secara perlahan-lahan mulai kugerakkan
naik turun dengan teratur.
Perlahan-lahan badan bibi yang tadinya tegang mulai melemah.
Kubisikan lagi ke kuping bibi,
"Bii.., tanganku akan kulepaskan dari mulut bibi, asal bibi janji jangan berteriak
yaa..?"
Perlahan-lahan tanganku kulepaskan dari mulut bibi.
Kemudian Bibi berkata,
"Riic.., apa yang kau perbuat ini..? Kamu telah memperkosa Bibi..!"
Aku diam saja, tidak menjawab apa-apa, hanya gerakan pinggulku makin
kupercepat dan tanganku mulai memijit-mijit buah dada bibi, terutama pada
bagian putingnya yang sudah sangat mengeras.
Rupanya meskipun wajah bibi masih menunjukkan perasaan marah, akan tetapi
reaksi badannya tidak dapat menyembunyikan perasaannya yang sudah mulai
terangsang itu. Melihat keadaan bibi ini, tempo permainanku kutingkatkan lagi.
Akhirnya dari mulut bibi terdengar suara, "Oohh.., oohh.., sshhh.., sshh.., eemm..,
eemm.., Riicc.., Riicc..!"
Dengan masih melanjutkan gerakan pinggulku, perlahan-lahan kedua tanganku
bertumpu pada tempat tidur, sehingga aku sekarang dalam posisi setengah bangun,
seperti orang yang sedang melakukan push-up.
Dalam posisi ini, penisku menghujam kemaluan bibi dengan bebas, melakukan
serangan-serangan langsung ke dalam lubang kemaluan bibi. Kepalaku tepat
berada di atas kepala bibi yang tergolek di atas kasur. Kedua mataku menatap ke
bawah ke dalam mata bibi yang sedang meram melek dengan sayu. Dari mulutnya
tetap terdengar suara mendesis-desis. Selang sejenak setelah merasa pasti bahwa
bibi telah dapat kutaklukan, aku berhenti dengan kegiatanku. Setelah mencabut
penisku dari dalam kemaluan bibi, aku berbaring setengah tidur di samping bibi.
Sebelah tanganku mengelus-elus buah dada bibi terutama pada bagian putingnya.
"Eehh.., Ric.., kenapa kau lakukan ini kepada bibimu..!" katanya.
Sebelum menjawab aku menarik badan bibi menghadapku dan memeluk badan
mungilnya dengan hati-hati, tapi lengket ketat ke badan.

Bibirku mencari bibinya, dan dengan gemas kulumat habis. Wooww..! Sekarang
bibi menyambut ciumanku dan lidahnya ikut aktif menyambut lidahku yang
menari-nari di mulutnya.
Selang sejenak kuhentikan ciumanku itu.
Sambil memandang langsung ke dalam kedua matanya dengan mesra, aku berkata,
"Bii.. sebenarnya aku sangat sayang sekali sama Bibi, Bibi sangat cantik lagi ayu..!"
Sambil berkata itu kucium lagi bibirnya selintas dan melanjutkan perkataanku,
"Setiap kali melihat Bibi bermesrahan dengan Paman, aku kok merasa sangat
cemburu, seakan-akan Bibi adalah milikku, jadi Bibi jangan marah yaa kepadaku,
ini kulakukan karena tidak bisa menahan diri ingin memiliki Bibi seutuhnya."
Selesai berkata itu aku menciumnya dengan mesra dan dengan tidak tergesa-gesa.
Ciumanku kali ini sangat panjang, seakan-akan ingin menghirup napasnya dan
belahan jiwanya masuk ke dalam diriku. Ini kulakukan dengan perasaan cinta
kasih yang setulus-tulusnya. Rupanya bibi dapat juga merasakan perasaan
sayangku padanya, sehingga pelukan dan ciumanku itu dibalasnya dengan tidak
kalah mesra juga.
Beberapa lama kemudian aku menghentikan ciumanku dan aku pun berbaring
telentang di samping bibi, sehingga bibi dapat melihat keseluruhan badanku yang
telanjang itu.
"Iih.., gede banget barang kamu Ricc..! Itu sebabnya tadi Bibi merasa sangat penuh
dalam badan Bibi." katanya, mungkin punyaku lebih besar dari punya paman.
Lalu aku mulai memeluknya kembali dan mulai menciumnya. Ciumanku mulai
dari mulutnya turun ke leher dan terus kedua buah dadanya yang tidak terlalu
besar tapi padat itu. Pada bagian ini mulutku melumat-lumat dan menghisap-hisap
kedua buah dadanya, terutama pada kedua ujung putingnya berganti-ganti, kiri
dan kanan.
Sementara aksiku sedang berlangsung, badan bibi menggeliat-geliat kenikmatan.
Dari mulutnya terdengar suara mendesis-desis tidak hentinya.
Aksiku kuteruskan ke bawah, turun ke perutnya yang ramping, datar dan mulus.
Maklum, bibi belum pernah melahirkan. Bermain-main sebentar disini kemudian
turun makin ke bawah, menuju sasaran utama yang terletak pada lembah di antara
kedua paha yang putih mulus itu.
Pada bagian kemaluan bibi, mulutku dengan cepat menempel ketat pada kedua
bibir kemaluannya dan lidahku bermain-main ke dalam lubang vaginanya.
Mencari-cari dan akhirnya menyapu serta menjilat gundukan daging kecil pada
bagian atas lubang kemaluannya. Segera terasa badan bibi bergetar dengan hebat
dan kedua tangannya mencengkeram kepadaku, menekan ke bawah disertai kedua
pahanya yang menegang dengan kuat.
Keluhan panjang keluar dari mulutnya,

"Oohh.., Riic.., oohh.. eunaakk.. Riic..!"


Sambil masih terus dengan kegiatanku itu, perlahan-lahan kutempatkan posisi
badan sehingga bagian pinggulku berada sejajar dengan kepala bibi dan dengan
setengah berjongkok. Posisi batang kemaluanku persis berada di depan kepala bibi.
Rupanya bibi maklum akan keinginanku itu, karena terasa batang kemaluanku
dipegang oleh tangan bibi dan ditarik ke bawah. Kini terasa kepala penis
menerobos masuk di antara daging empuk yang hangat. Ketika ujung lidah bibi
mulai bermain-main di seputar kepala penisku, suatu perasaan nikmat tiba-tiba
menjalar dari bawah terus naik ke seluru badanku, sehingga dengan tidak terasa
keluar erangan kenikmatan dari mulutku.
Dengan posisi 69 ini kami terus bercumbu, saling hisap-mengisap, jilat-menjilat
seakan-akan berlomba-lomba ingin memberikan kepuasan pada satu sama lain.
Beberapa saat kemudian aku menghentikan kegiatanku dan berbaring telentang di
samping bibi. Kemudian sambil telentang aku menarik bibi ke atasku, sehingga
sekarang bibi tidur tertelungkup di atasku. Badan bibi dengan pelan kudorong
agak ke bawah dan kedua paha bibi kupentangkan. Kedua lututku dan pantatku
agak kunaikkan ke atas, sehingga dengan terasa penisku yang panjang dan masih
sangat tegang itu langsung terjepit di antara kedua bibir kemaluan bibi.
Dengan suatu tekanan oleh tanganku pada pantat bibi dan sentakan ke atas
pantatku, maka penisku langsung menerobos masuk ke dalam lubang kemaluan
bibi. Amblas semua batangku.
"Aahh..!" terdengar keluhan panjang kenikmatan keluar dari mulut bibi.
Aku segera menggoyang pinggulku dengan cepat karena kelihatan bahwa bibi
sudah mau klimaks.
Bibi tambah semangat juga ikut mengimbangi dengan menggoyang pantatnya dan
menggeliat-geliat di atasku. Kulihat wajahnya yang cantik, matanya setengah
terpejam dan rambutnya yang panjang tergerai, sedang kedua buah dadanya yang
kecil padat itu bergoyang-goyang di atasku.
Ketika kulihat pada cermin besar di lemari, kelihatan pinggul bibi yang sedang
berayun-ayun di atasku. Batang penisku yang besar sebentar terlihat sebentar
hilang ketika bibi bergerak naik turun di atasku. Hal ini membuatku jadi makin
terangsang. Tiba-tiba sesuatu mendesak dari dalam penisku mencari jalan keluar,
hal ini menimbulkan suatu perasaan nikmat pada seluruh badanku. Kemudian air
maniku tanpa dapat ditahan menyemprot dengan keras ke dalam lubang vagina
bibi, yang pada saat bersamaan pula terasa berdenyut-denyut dengan kencangnya
disertai badannya yang berada di atasku bergetar dengan hebat dan terlonjaklonjak. Kedua tangannya mendekap badanku dengan keras.
Pada saat bersamaan kami berdua mengalami orgasme dengan dasyat. Akhirnya
bibi tertelungkup di atas badanku dengan lemas sambil dari mulut bibi terlihat
senyuman puas.
"Riic.., terima kasih Ric. Kau telah memberikan Bibi kepuasan sejati..!"

Setelah beristirahat, kemudian kami bersama-sama ke kamar mandi dan saling


membersihkan diri satu sama lain. Sementara mandi, kami berpelukan dan
berciuman disertai kedua tangan kami yang saling mengelus-elus dan memijit-mijit
satu sama lain, sehingga dengan cepat nafsu kami terbangkit lagi. Dengan setengah
membopong badan bibi yang mungil itu dan kedua tangan bibi menggelantung
pada leherku, kedua kaki bibi kuangkat ke atas melingkar pada pinggangku dan
dengan menempatkan satu tangan pada pantat bibi dan menekan, penisku yang
sudah tegang lagi menerobos ke dalam lubang kemaluan bibi.
"Aaughh.. oohh.. oohh..!" terdengar rintihan bibi sementara aku menggerakangerakan pantatku maju-mundur sambil menekan ke atas.
Dalam posisi ini, dimana berat badan bibi sepenuhnya tertumpu pada kemaluannya
yang sedang terganjel oleh penisku, maka dengan cepat bibi mencapai klimaks.
"Aaduhh.. Riic.. Biiibii.. maa.. maa.. uu.. keluuar.. Riic..!" dengan keluhan panjang
disertai badannya yang mengejang, bibi mencapai orgasme, dan selang sejenak
terkulai lemas dalam gendonganku.
Dengan penisku masih berada di dalam lubang kemaluan bibi, aku terus
membopongnya. Aku membawa bibi ke tempat tidur. Dalam keadaan tubuh yang
masih basah kugenjot bibi yang telah lemas dengan sangat bernafsu, sampai aku
orgasme sambil menekan kuat-kuat pantatku. Kupeluk badan bibi erat-erat sambil
merasakan airmaniku menyemprot-nyemprot, tumpah dengan deras ke dalam
lubang kemaluan bibi, mengisi segenap relung-relung di dalamnya.
Semalaman itu kami masih melakukan persetubuhan beberapa kali, dan baru
berhenti kecapaian menjelang fajar. Sejak saat itu, selanjutnya seminggu minimum
4 kali kami secara sembunyi-sembunyi bersetubuh, diselang seling mengerjai si
Trisni dan Erni apabila ada waktu luang. Hal ini berlangsung terus tanpa paman
mengetahuinya sampai saya lulus serjana dan harus pindah ke Jakarta, karena
diterima kerja di suatu perusahaan asing.

Anda mungkin juga menyukai