Anda di halaman 1dari 6

BUKU HITAM LANGIT

Karya: Dewi Nur Fitri

Dimana-mana kulihat, semua sama saja. Di dinding, di tiang bahkan di jendela mobil
sekalipun yang terlihat hanyalah berita dan poster mengenai pemuda yang telah
menghilang selama 4 hari berturut-turut. Pemuda itu masih muda, masih SMA, sekitar
16 tahun. Namanya Langit, dan dari yang kubaca dari koran pagi ini di rumah, pemuda
itu cukup tampan dan ia itu orang yang supel serta pandai. Hubungan dengan
keluarganya pun baik. Keadaan ekonominya pun luar biasa menggiurkan.

Tiada yang menyangka bahwa ia akan kabur dari rumah dan menghilang seperti ini.
“Dasar orang kaya tidak berterimakasih” pikirku saat pertama kali membaca berita
tersebut. Namun sekarang, saat aku sedang menyusuri jalan menuju kantor...saat
melewati gang sepi yang setiap hari saya lalui....saya sadar bahwa mungkin saya justru
yang harus berterimakasih...
Karena di pojok gang tersebut tepat di samping tempat pembuangan sampah
terdapatlah badan seorang lelaki, lelaki yang badannya sudah terbuka jelas namun
tanpa isi. Mual dan rasa pusing menyambar seketika, kaki lemas hampir tak berdaya.
“Tidak, kau harus kuat!”pikirku, berusaha menguatkan diri. Dengan tubuh bergemetar
aku mencoba melihat baik-baik wajah lelaki itu. Matanya tercongkel dan mulutnya
penuh dengan belatung, pipinya dihiasi dengan berbagai luka goresan pisau.

“Mungkin bukan lelaki yang sama...”pikirku lagi, awalnya aku sempat mengira mayat
yang telah busuk ini pemuda yang diberitakan hilang itu.... namun, mungkin saja aku
salah. Aku menarik napas panjang, dan berusaha tenang. Dengan tergesa-gesa aku
segera meraih telepon dan hendak menelpon polisi, telepon sudah terhubungkan
namun “halo-ak-Aduuh!?”kalimatku terputus, akibat dari kecerobohanku sendiri. Kakiku
tersandung sesuatu mungkin batu atau mungkin tangan mayat yang tergeletak di
sampingku itu, apapun penyebabnya yang jelas sekarang hpku jatuh,menggelincir jauh
dan lututku tergores.
Aku merintih kesakitan sambil mencoba berdiri dan merapihkan seragam kerjaku.
Sepatu hak-ku hilang sebelah, mungkin tersangkut di benda yang menjatuhkanku tadi.
Aku amati baik-baik dan ternyata benar, sepatuku sekarang berada di atas sebuah
buku hitam. Buku hitam misterius yang terlihat kusam dan dekil. 

Kupungut buku tersebut dari aspal. Aku membuka beberapa lembar pertama, tidak
dicantumkan nama pemilik. Namun, terdapat beberapa paragraf disertai tanggal
masing-masing. “Mungkin ini diari lelaki ini...sebaiknya aku segera lapor polisi” seraya
aku mencari hp, untungnya masih utuh dan sepertinya tidak begitu rusak. Secepatnya
aku meraihnya dan...tiba-tiba hpku bunyi. Di Layar terpampang jelas tulisan “BOS”.
“Iya bos?”aku bereaksi spontan.
“Rani!?Kamu ya, dasar di mana sih dari tadi kutunggu, ini sudah ketiga kalinya kamu
telat. Mau kupecat!?”ancamnya tegas.
“Eh ah..pecat!? jangan bos aku entar gimana nyari uang a-“
“Yasudah kalau mau cari kerja, datang yang tepat dan KERJA, bego!”
“I..iya maafkan saya, saya segera ke sana!” Panik, aku langsung kabur dari tempat itu
dan lupa akan seluruh kejadian di gang itu. 

Sesampainya di kantor bos sudah menanti, wajah merah, mata melotot, teriakan
menggelegar dan beribu komentar kuhadapi. Semua kubalas dengan permintaan maaf
dan segera menuju bangku seketariat ku. Begitu duduk baru kusadari bahwa aku telah
menelantarkan mayat lelaki itu, takut bos akan mengira ceritaku hanya sekadar bualan.
Aku berusaha melupakan kejadian tersebut dan melanjutkan kerja, toh pasti orang lain
akan sadar bukan?

“Brugh” tasku jatuh berhamburan semua isinya...


”Hari ini emang sial”aku menggerutu kesal. Kulihat buku hitam usang itu lagi.
“Haaaah!? Gimana ini??”pikirku panik.
“He-em”” bosku kembali melototiku dar seberang ruangan.
“Gawat, aku tak mau kehilangan pekerjaan, bahkan demi nyawa orang sekalipun”.
Dengan berat hati aku kembali menghadap komputer. Namun, kali ini buku hitam itu
kupangku dan diam-diam kubaca, sekedar untuk menghilangkan rasa penasaran. Buku
hitam itu ternyata diari , bertanggal namun tahunnya dicoret tinta sampai tak terbaca
lagi. Aneh...kubaca diari itu baik-baik.

Senin, 10 Maret
Hari ini kulihat wanita cantik berjalan di atas trotoar, ia memakai pakaian rapih, rok abu
dengan blazer yang selaras motif dan warnanya. Ia sepertinya jauh lebih tua dariku tapi
aku gak keberatan, usia hanyalah kendala kecil bagiku.

Selasa, 11 Maret
Bayangan wanita itu terus terngiang-ngiang dalam kepalaku, teman-teman di sekolah
semua mengira aku gila ngejar ibu-ibu. Tapi aku tak peduli, toh cewek menantang
semakin menarik.Jadi, keesokan harinya aku pergi ke tempat yang sama dimana aku,
pertama aku melihat wanita itu. Dan takdir Tuhan kali ya?aku menemuinya, ia nyapa
gue asiiiik.... Emang sih nyapanya ’adik ada urusan apa di sini?’
Tapi, gak apa-apa yang penting bisa kenalan. Aku jawab ’lagi nyari orang, tau ga kak
orangnya tinggi berambut pirang serangam kantornya persis kaya kakak’
‘pirang??’ jawabnya heran (mukanya imut loh pas tercengang gitu hehe).
‘salah kayaknya deh di kantor kakak gak ada orang kayak gitu’
‘emang kakak kerja di mana?’ aku udah semangat menggebu-gebu. Wanita yang
kutaksir itu diam sejenak mungkin ragu menjawab. Namun, setelah aku menunjukkan
muka memelasku hatinya langsung luluh (atau malah jijik hmm).
‘Kakak sih kerja di Kantor seberang taman Anggrek, yakin kenalan adik kerja di situ?’
‘Harusnya sih iya...tapi entar aku tanya teman aku lagi deh, makasih kak!’ aku kabur-
takut senyumku makin lebar saja.

Kutengok kembali komputer sejenak, “seberang Taman Anggrek? itu bukannya


kantorku ya? lagipula seragam kantornya sepertinya sama...” pikirku. Heran....wanita ini
siapa aslinya ya...
Aku bekerja semenit-dua menit, kemudian membaca buku itu kembali, sejumlah
halaman sepertinya robek dan sebagian lagi basah sehingga tak kubaca. Kuloncat ke
halaman yang tengah-tengah.

Minggu 20 April
Hari ini aku dan Ani kencan, seperti dugaannya kita menjadi tontonan masyarakat.
Wajar sih, aneh kan liat anak SMA dan wanita kantor berusia 27 tahun berduaan.
Emang kita ga pake seragam jadi paling keliatan kaya kakak dan adik jalan-jalan,
namun masalahnya gak mungkin ada adik kakak yang pegangan tangan mesraaa
sepanjang jalan kan??
...Hubungan aku ama Ani bagus banget, mesrraaaa man. Gak sia-sia aku datang ke
kantornya tiap pulang sekolah. Surga Duniaaaa deh me and Aniii~

“Ani..Anita Salliandra? bukannya itu seketaris sebelum aku ya?”-aku semakin bingung
saja. Kulihat jarak antar tanggal diarinya makin jauh saja.

Rabu, 1 Mei
Hubungan Ani dan aku akhir-akhir ini semakin aneh, dia menjadi terlalu melekat pada
diriku. Apapun yang kulakukan sepertinya tak cukup untuknya . Awalnya kukira
hubungan kita ini akan menjadi hubungan yang ringan dan santai. Namun kenapa
menjadi begini?....Apa kuputus saja hubungan dengannya ini?

Kamis 24 Mei
Ada cewek cantik baru di kelas, tomboy dan pintar, tipe kesukaanku....mangsa baru
nihhhhhhh, emang ada yang lebih daripada Ani ya? haah aku emang terlalu cinta
wanita.

Sabtu 17 Juni
AKHIRNYA AKU BEBAS DARI ANI! Dia emang terlalu nempel. Padahal lebih tua. Aneh
deh. Ya ga papa sekarang aku bisa pamer kegantenganku ke seluruh dunia dengan
bebas. Aaah pasti cewe-cewe di kelasku bakal senang banget, haha… Naon sih, yah
yang penting aku bebas, dan aku bisa mulai PDKT dengan Stella...my new future
girlfriend J

Selasa 20 Juni
..Ada yang salah dengan Ani, dia terus menelponku dan itu sanggat mengganggu, dia
mulai menerorku, bahkan bilang ia hamil karenaku. Padahal kita gak pernah melakukan
apapun seekstrim itu. Ia bilang ia tak bisa hidup tanpaku. Aku....merasa tidak nyaman.

Jum’at 23 Juni
Nilaiku mulai turun, tubuhku capek, aku tak bisa konsentrasi, semua khawatir. Ini
semua karena Ani, dia mengirim mawar mati ke sekolah kemarin, dan sebelumnya ia
mengirim bangkai tikus di depan rumah. Untung orang tuaku lagi pergi. Aku perlu
menyingkirkan dia, aku harus bicara dengannya. Secepatnya!
Kepalaku mendongak ke atas sejenak. Syukurlah bosku masih sibuk di ruang kerjanya.
Aku melanjutkan kegiatanku. Di bagian tengah buku terdapat bercak darah dan saat
aku terus mengamati halaman sesudahnya.....kulihat sebuah telinga....yang telah
busuk, ditempel di halaman buku tersebut. Perutku serasa berputar. Rasa takut
menggoncang tubuh, namun rasa penasaranku lebih mendominasi. Kubaca halaman
berikutnya.

Berbeda dengan halaman-halaman sebelumnya, halaman ini ditulis dengan tulisan


lebih berantakan dan seolah sang penulis terburu-buru. Formatnya pun berbeda.

Hari 1,
Hari ini dia datang, kekasihku datang, ia mengunjungiku di rumahkku… Wajar, toh aku
sudah dipecat dari tempat kerjaku. Menurut mereka aku terlalu mudah hilang
konsentrasi, padahal wanita yang jatuh cinta memang berhak mudah melamun dan
mengkhayal bukan? Huh.... Mereka tak mengerti... Mereka berani-beraninya
menggantikanku dengan gadis baru, siapa namanya Rani ya? Huh...awas saja pasti
akan kubalas...sama seperti bagaimana aku akan membalas kekasihku tercinta ini.
Aku benar-benar tak dapat menahan tawa saat ia datang hanya untuk menyuruhku
untuk menjauhinya...padahal aku yakin bahwa di dalam lubuk hatinya sebenarnya ia
ingin pindah dan tinggal bersamaku bukan, dia tak mungkin ingin berpisah kan? pasti ia
menginginkanku, pasti-pasti....
Makanya, saat ia hendak pulang aku hantam saja kepalanya dengan laptopku,
kemudian kuikat dan kukunci di garasi...agar dia sadar bahwa sebenarnya akulah satu-
satunya gadis yang ia butuhkan. Buku diarinya juga sekarang berada di tanganku...tak
apa kan, toh aku kekasihnya dia pasti akan rela kalau aku mengisi diarinya ini kan?
Senangnya...sang kekasih sudah kembali di sisiku.
Hari 2
Kenapa...kenapa kekasihku tak mau makan padahal aku ingin menjaganya dan
merawatnya tetapi mengapa ia terus menolakku!? Kenapa ia ingin kabur dariku
kenapa!? kenapa!?.....
Apakah aku harus membiarkannya pergi?
Beberapa halaman diloncat....

Hari 3
Aku tak mau memaksanya mencintaiku tetapi aku tak mau berpisah dengannya begitu
saja...aku ingin dia meskipun hanya satu bagian saja....
...teriakannya terngiang-ngiang dalam kepalaku...
Saat aku mematahkan rusuknya, saat aku menikam pahanya, saat aku menebas
kepalanya dan saat aku mencabut jantungnya....semua akan terus kuingat sampai
tetes darahnya yang terakhir....sekarang tubuhnya milikku. Mata, jari dan hati...
(jantung), semua milikku, dan sekarang aku bisa merelakan kekasihku pergi...

Hari 4
Kutinggalkan kekasihku dekat gang yang sering kulalui menuju kantor, sementara itu
rumahku masih berbau tidak sedap dan dicat oleh warna merah yang memusingkan
mata...sebaiknya aku segera bersihkan semua ini...toh sekarang sudah 4 hari sejak
Langit...kekasih sejatiku hilang. Pasti, keluarga dan temannya mengkhawatirkannya.
Polisi juga pasti sudah meningkatkan pencarian mereka...sebaiknya aku berhati-hati
dan berusaha bersikap biasa sebisa mungkin...aku tak ingin dipenjara. Tapi, lebih
penting lagi...aku tak mau kehilangan kesempatan untuk membunuh penggantiku di
kantor....juga...gadis cantik di SMA itu ...Stella kalau gak salah namanya ya?

Buku itu langsung tergelincir dari jari-jemariku...


“dia ...mengincarku..”pikirku masih terpaku di tempat dudukku, mulut terbuka lebar, kaki
tertancap di lantai. “Dia bunuh Langit..”pikirku lagi kesadaran mulai kembali pada
tubuhku...
“Tidddaaaak!!’ jeritan melengking terlontar dari mulutku air mata berlinang, rasa takut
yang tak pernah kubayangkan menyerang dalam seketika. Aku lari menuju pintu, sama
sekali tidak menghiraukan keadaan sekitar. “Rani tunggu kamu kenapa?” tiba-tiba
bosku menghadang, ia memegang pergelangan tanganku dengan begitu kuat. Berbagai
suara erangan mengerikan keluar dari mulutku, “lepaskan aku..di..dia bunuh lelaki yang
di koran itu lelaki yang hilang dia bunuh Langit!?”

“Apa maksudmu? Siapa? Siapa yang membunuh Langit?” ia menatapku seolah aku ini
orang sinting...
Pandanganku mulai kabur, semua terlihat buram dan ruangan serasa berputar tanpa
henti. “Siapa yang membunuh?” ia bertanya lagi, kali ini suaranya terdengar berbeda,
apakah masih orang yang sama?
“Ani...” jawabku pelan.
“Ani!? tapi...Ani itu kan kamu!”
Mataku terbuka lebar di saat itu juga, kulihat kanan kiri...ruangan apa ini? Mengapa
ruang kerjaku..menjadi ruangan putih kosong dan berbau obat begini?

“Ani...kau tak apa-apa?” di depanku terdapat seorang lelaki berjubah putih, ia


menngenggam kedua tanganku kuat-kuat, kulihat baik-baik pergelangan tanganku.
Penuh luka gores, apakah aku yang melakukan itu?
“Siapakah kau?” tanyaku dengan suara kecil. Pria dewasa berjenggot itu
menggelengkan kepalanya. Ia menghela napas panjang, mukanya terlihat kusut
“…aku doktermu, Dr. Tedi, ingat?” ia memeriksa nadi dan mataku.
“Sepertinya kau berhalusinasi lagi...dan kau mencuri diari itu dari ruang dokumen ya?
dasar..kalau begini bagaimana kau bisa sembuh?” ucapnya dengan suara penuh
khawatir.
“Sembuh? Apa maksudmu, kenapa aku di sini? Bagaimana dengan An?”. Dokter
tersebut hanya menggelengkan kepala dan keluar dari ruangan putih itu, sementar aku
duduk di kasur yang tak jauh dariku. Kudengar suara dokter tersebut di balik pintu.
“Lagi-lagi Ani begitu...”
“Kondisinya selalu memburuk setiap hari” seorang wanita, mungkin suster berbincang
dengannya.
“Ia terus ingat akan kejadian itu, kejadian 3 tahun lalu dimana dia menahan dan
membunuh pemuda bernama Langit itu...”
“Dan ia kerap tak percaya bahwa ia sendiri adalah Ani. Ilusinya juga semakin parah, ia
terus berpikir bahwa ia akan jadi korban berikutnya ‘Ani’ padahal yang ia takuti itu
dirinya sendiri, hah.. Aku tak tahu apa yang harus kita lakukan untuk gadis itu. Dia
sudah tak terselamatkan”. Mereka pergi, langkah kaki dan suara mereka semakin jauh.
Semuanya jadi hening.
Dan aku hanya terdiam di sana bingung.

Anda mungkin juga menyukai