Anda di halaman 1dari 3

Ongky Reinaldo Hermanto 20/XI IPA 4 Hidup untuk Melayani bukan Dilayani

Sekitar bulan Desember aku baru mulai memikirkan nasib live inku. Pada awalnya aku sempat bingung mengapa romo tidak menyebarkan 'psy-war' terlalu banyak kepada kami. Waktu pun bergulir, karena tidak ada 'psy-war' tekanan batinku tidak bergejolak banyak. Aku pun pasrah terhadap live inku ini. Pada hari Jumat,tepatnya tanggal 20 Januari 2012 diumumkan kelompok live-in. Aku langsung kaget melihat kelompokku hanya berisi 25 orang,dan juga kebanyakan mayoritas anak-anak yang sudah banyak dikenal. Kemudian saat itu,kami dipanggil untuk berkumpul di aula ,ternyata kelompokku harus membawa mainan anak dan alat tulis. Menurutku itu adalah clue di mana kami akan live-in. Berdasarkan pengalaman membaca buku Tapal Batas aku memiliki prediksi akan tinggal di panti asuhan cacat ganda Bakti Luhur di Malang. Aku sempat berpikir yang dikatakan Pak Kingkin,Pak Kingkin selalu membicarakan bahwa aku akan ditempatkan dimana aku bisa mengajari orang-orang yang autis. Aku pun akhirnya mempersiapkan mental untuk hal yang paling tidak kusuka. Aku sudah memliki banyak imajinasi yang membuatku semakin gelisah. Hari yang ditunggu pun sudah tiba. Setelah liburan imlek,keesokan harinya akan diumumkan aku berangkat hari apa dan jam berapa. Pada hari Senin,aku pun mendapat informasi kapan aku berangkat,ternyata aku berangkat pada shift 2 (jam 6),aku pun semakin yakin bahwa live-in aku akan berada di Malang. Terlebih dahulu aku pamit dengan ibuku dengan mengirim email,aku pun tidak begitu sedih,karena aku sudah biasa pergi ke luar kota. Pada hari itu aku sudah mengumpulkan semua yang harus dibawa untuk pergi ke Malang. Akhirnya senja pun berganti malam,di De Britto aku dan teman sekelompokku menggu lama untuk diperiksa. Aku coba membawa roti untuk perjalanan,akan tetapi setelah melihat teman-temanku yang ke Jakarta hanya membawa tas kecil maka aku pun langsung memakan roti itu,daripada busuk kutinggal di tas.Kemudian dilakukan pengecekan barang bawaan, lalu kami disuruh hampir telanjang dan diperiksa secara teliti. Aku pun sedikit kaget,karena semuanya harus

membawa tas kresek,kupikir hanya orang bermasalah saja yang membawa tas kresek. Setelah pengecekan kira-kira hampir jam 9,aku membawa tas kresek aku menuju ke bis. Di luar dugaan ternyata bis yang digunakan sangatlah enak,ada AC dan termasuk executive class . Aku pun sangat senang karena ini layaknya piknik dengan bis yang seenak ini. Kami sampai di Malang pukul 6 pagi dan sesampainya di sana,kami dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok untuk tinggal di wisma-wisma. Setiap wisma ada yang terdiri dari 1 orang ataupun 2 orang. Dan aku mendapat teman asrama Boni yang bertugas di wisma Bunga Tanjung 4. Hari ke 1, aku dan Boni berkenalan dengan perawat-perawat,bapak asrama dan terutama anak-anak di sana. Walaupun mereka anak-anak tetapi umurnya ada yang jauh melebihi aku. Bapak asramanya bernama Mas Paul,ia berasal dari Flores. Kemudian perwatperawatnya bernama Mas Willy,Grayson,dan Uss. Uss pun juga berasal dari Flores. Aku akui banyak sekali orang-orang timur yang menjadi perawat ataupun bapak asrama di Panti Asuhan Bhakti Luhur ini. Ada anak yang selalu meminta buku dan alat tulis setiap kali ada orang baru yang datang ,ia bernama Vincent.Salah satu anak yang berkesan bagi aku adalah Ardi,karena dia langsung memanggil aku ayah saat pertama kali bertemu aku,aku pun tak tahu mengapa. Tapi yang lebih berkesan adalah di mana mereka saling menjaga antara satu dengan yang lain. Biasanya Dias suka membantu teman-temannya untuk mengingatkan adanya nasi di muka temannya. Walaupun mereka dapat dibilang kurang mampu dalam psikis,tapi mereka tetap care terhadap teman-temannya. Mereka sangat senang saat jam makan,mereka selalu berteriak kegirangan. Ada juga client tetapi sudah seperti normal,ia bersekolah dan membantu kami dalam mengurus anak-anak yang lainnya. Ia bernama Andris. Andris saat itu memiliki jamur pada alat kelaminnya sehingga ia selalu menggaruknya. Pada hari ke 2 aku pergi ke SLB Sanjaya tempat di mana Ardi sekolah. Akan tetapi di sini,mereka tidak diajari akademik,tetapi keterampilan untuk memasarkan tempe dan membuatnya. Ardi dapat dibilang retmen ringan-sedang,ia hanya mengantarkan calon tempe ke tempat fermentasinya. Di hari ini pula aku mendapat pengalaman baru. Saat memandikan anak-anak ,pertamanya aku sedikit ragu,akan tetapi aku pun memandikannya dengan perawatnya, karena perwatnya (Us) sedikit kecu dia malah mainan dengan alat kelamin anakanak saat menyabuninya,ya aku merasa bahwa mereka sepertinya tidak sadar apa yang terjadi dengan tubuhnya. Di hari ke 3 aku harus mencuci piring yang setumpuk dengan dikejar waktu agar piring-piring tersebut dapat dipakai makan oleh anak-anak. Biasanya aku hanya

mecuci piring aku tetapi kali ini aku harus mencuci banyak piring. Setelah itu pun acaranya menonton TV bersama kemudia tidur siang. Kita sebagai perawat juga ikut jadwal mereka,saat mereka tidur siang,kami pun juga tidur siang. Pada sore hari aku mulai ikut kebiasaan perawat-perawat asramaku yaitu bermain sepak takraw. Pada hari ke 4 aku sudah biasa dengan aktivitas yang dilakukan, setelah tidur siang,saya pun baru tahu ternyata ada seorang anak yang kembali ke wisma. Namanya adalah Ricky. Pada saat sore hari ia pun keluar di halaman bersama kami,kemudian ia mengeluarkan alat kelaminnya dan mengaruk-garuknya. Kami serentak menuruhnya untuk memasukkannya lagi. Aku sempat berpikir,tenyata anak-anak yang kurang tidak memikirkan malu,hanya melakukan apa yang ia mau. Yang berkesan pada hari ini adalah persahabatan yang kami bangun dengan perawat dan bapak asrama dengan cara bermain sepak takraw,aku sebelumnya tidak bisa bermain,tapi lama-kelamaan aku pun belajar dan sedikit-sedikit bisa melakukannya. Pada sore-sore hari kami membakar ayam ,kemudian Uss menyuapi anakanak itu sambil bercanda-canda. Walaupun ayamnya hanya 1,tetapi itu hal yang menyenangkan apabila dapat berbagi dengan sesama. Pada hari ke 5 aku dan Boni siap-siap pulang ke Yogyakarta,kami tidak banyak melakukan aktivitas karena kami akan mengikuti acara ulang tahun Romo Jansenss di Dieng. Aku sempat bingung karena tidak ada tumpangan,akan tetapi aku bersama anak-anak JB lainnya menumpang di tempat bis yang dalamnya berisi cewek-cewek berbaju putih. Pemandangan disaat hari teakhir di Malang. Sebelum ke Dieng,aku dan Uss bersama Jimmy dan Ricky mengikuti misa ulang tahun Romo Jansenss yang ke 90 yang dipimpin 7 Romo. Setelah itu aku pergi ke Dieng(tempat para perawat bersekolah) untuk menonton barongsai. Setelah pulang,aku langsung diajak untuk bermain sepak takraw. Pada saat pulangnya,aku dan Boni pun berpamitan dengan para peawat,bapak asrama dan anak-anak. Aku tidak akan melupakan pengalaman yang penuh makna ini. Tapal batas aku adalah saat di mana aku harus lepas dari zona aman aku untuk dapat melayani mereka yang kurang dari kita,tentu saja susah saat pertamanya,tetapi aku harus berani dan tidak ragu-ragu untuk melakukannya,toh ya akhirnya kita harus bisa melayani orang lain. Aku tidak akan lupa saat aku harus memandikan,mengambilkan makan untuk mereka dan bersabar untuk mengajari mereka sesuatu. Mungkin mereka akan melupakan aku,tapi aku akan ingat saat mereka mengajari aku bagaimana cara melayani orang dengan baik dan bukan hanya ingin terus dilayani.

Anda mungkin juga menyukai