Anda di halaman 1dari 6

DIA ADALAH ALASANKU JATUH CINTA

Oleh Windyra Dwi

Namaku Wita, hanya seorang gadis SMA biasa. Saat itu sekolahku sedang
mengadakan pentas seni tahunan, banyak anak-anak dari sekolah lain yang datang untuk
menyaksikan. Awalnya aku tidak berniat untuk datang, tapi karena Sarah terus merengek
memintaku datang, akhirnya aku mengiyakan ajakannya. Sarah dan aku memang sangat
dekat, dia adalah teman sebangku ku dikelas 10 dulu. Aku langsung menuju kearah Sarah
yang sedang menyaksikan pacarnya yang sedang tampil. Saat itu sekolah ku benar-benar
ramai. Semua orang berdesak-desakan untuk melihat penampilan band dari sekolahku, tak
heran sekolahku memang terkenal karena bandnya.
“Aduh!” kataku sambil meninggikan suara.
Aku jatuh saat seorang anak laki-laki tak sengaja menyeggolku. Badanku
memang kecil. Makanya, hanya dengan senggolan kecil pun aku sudah jatuh terduduk.
“Lo gapapa? Duh maaf gue galiat tadi” kata anak itu sambil menyodorkan
tangannya untuk membantu aku berdiri.
“Gapapa” jawabku singkat
“Lo beneran gapapa? Ada yang luka ga?” tanya nya lagi memastikan
“Iya gapapa, dah gue cabut ya” kataku sambil berjalan meninggalkan anak laki-
laki itu
“O-ooke, hati-hati yaa! Maaf sekali lagi” katanya sambil menyunggingkan
senyum lebar
Selama penampilan, aku hanya sibuk memainkan handphone, sesekali aku
melihat kearah panggung karena Sarah memaksaku melihat penampilan pacarnya yang
sedang bernyanyi. Sejujurnya, daripada datang kesini, aku lebih suka tidur dirumah.
Akhirnya setelah memainkan beberapa lagu, acarapun selesai.
Acara selesai pukul 7 malam, Sarah sudah pergi duluan dengan pacarnya. Jadi,
aku menunggu didepan pagar sekolah sendirian, semua orang sudah banyak yang pulang.
Yang tersisa hanya aku dan beberapa anak OSIS yang masih ada didalam. Sudah 30 menit
sejak acara selesai, masih belum ada angkutan umum yang lewat.
Tak lama kemudian, ada seseorang naik motor berhenti tepat didepanku.
“Hei, lu cewek yang ga sengaja gue tabrak tadi kan? Belom pulang?” tanyanya
“Kalo gue udah pulang, ngapain gue berdiri disini?” jawabku ketus
“Lah iya juga ya hahaha, yaudah bareng gue aja, lagian bahaya tau cewek malem-
malem nunggu disini, mana sendirian lagi” katanya menawarkan
Aku tidak menjawab perkataannya, aku hanya melihatnya dengan tatapan aneh.
Bayangkan saja jika ada seorang laki-laki yang tidak kamu kenal tiba-tiba menawarkan
untuk mengantar pulang. Bukankah sama menakutkannya dengan menunggu sendirian?
“Gausah ngeliatin gue gitu juga dong, gue bukan mau modus. Anggep aja ini
permintaan maaf gue karena nyenggol lo tadi” sambung anak laki-laki itu
“Gapapa, gue nunggu taksi aja” jawabku
“Mana ada taksi malem-malem gini, kalopun ada pasti lagi mangkal” katanya
“Gapapa kok, lo pergi aja” aku menjawab
Sebenarnya, aku juga bingung bagaimana harus pulang kerumah, tetapi disisi lain
aku tidak bisa langsung percaya pada laki-laki yang bahkan namanya pun aku tidak tahu.
“Yaudah kalo gamau, gue cabut yaa. Hati-hati lohh kata orang disini malem-
malem suka ada begal” katanya sambil menakutiku
“E-eh tunggu! Iya gue ikut. Tapi sampe halte bus aja” kataku pasrah
“Yaudah naik” jawabnya sambil menyodorkan helm
Sampai akhirnya kami melewati halte bus, aku sontak menyuruhnya untuk
berhenti, tetapi dia tetap mengendarai motornya dan bilang
“Hahahaha mana ada bus jam seginii, lagian emang gue cowok apaan asal
nurunin cewek sendirian malem-malem gini, udah gue anter sampe rumah lo aja” katanya
“Gapapa? Gue gaenak nih jadi ngerepotin” tanyaku memastikan
“Santai aja kali...eh btw kita belom kenalan loh, nama gue Dyo, anak Patra Jaya”
katanya
“Lohh, lo bukan anak sekolah gue? Gue kira kita sesekolah. Btw nama gue Wita”
kataku
“Gue temen salah satu anak OSIS disana, tadi rencananya gue mau nongkrong
dulu sama dia, tapi kata anak yang lain dia udah balik duluan, makanya gajadi. Eh nama lu
siapa tadi? Gua ga kedengerann, kuping gue ketutupan helm hahha” katanya mengalihkan
“Wita! Nama gue Wita!” kataku sambil agak meninggikan suara
“Iya, iya gue denger kok hahahahahha” jawabnya sambil mentertawaiku
Setelah itu, banyak yang kami obrolkan, aku juga banyak tertawa dengan lawakan
receh yang dia katakan. Banyak kesamaan diantara kami, mulai dari penyanyi favorit,
sampai kebiasaan kami yang suka tidur dikelas.
Karena terlalu asik mengobrol, aku tidak sadar kalau ternyata aku sudah sampai
didepan pagar rumahku, obrolan kami berhenti disana, aku turun dari motornya dan
langsung meminta maaf karena telah merepotkan. Aku bilang kalau aku bertemu
dengannya lagi, aku berjanji akan mentraktirnya sebagai wujud rasa terimakasihku.
Sudah seminggu sejak pensi sekolah kami. Aku kembali bersekolah seperti biasa,
tidak ada yang berubah. Setelah malam itu, aku dan Dyo tidak pernah bertemu lagi, kami
juga tidak sempat bertukar kontak.
Sorenya saat pulang sekolah, aku pergi ketoko buku, Sarah bilang dia ada kelas
bimbel, jadi tidak bisa menemaniku, akhirnya aku pergi sendiri.
“Huuft, untung masih sisa satu” kataku sambil menghembuskan nafas saat tau
bahwa buku yang ku cari hanya tersisa satu di rak buku.
Saat mengambil buku itu, ada satu orang yang juga mengambilnya. Aku tersentak
saat tahu bahwa orang yang mengambil buku itu adalah Dyo. Benar-benar sebuah
kebetulan.
“Wita? Wahh kebetulan banget ketemu disini. Lo masih inget gue ga?” kata Dyo
“Inget lah, Dyo kan?” balasku
Bagaimana aku lupa, obrolan kami malam itupun masih teringat jelas di otakku.
“Buat lo aja, lo perlu kan?” kata Dyo menyuruhku mengambil buku itu
“Perlu sih, tapi lo gimana?” jawabku
“Gue mah gampang, tinggal nyontek aja kalo ada tugas haha, serius gapapa buat
lo aja” kata Dyo sambil menyunggingkan senyum khasnya
“Okee gue ambil yaa, makasi loh” kataku sambil tersenyum
Dyo tidak menjawab, dia hanya menatapku sambil tersenyum. Saat itu aku sedikit
gugup, aku tidak tahu harus meresponnya seperti apa. Saat aku selesai membayar buku,
Dyo bertanya padaku apa rencanaku setelah ini, aku bilang aku hanya akan langsung
pulang kerumah.
“Ehh jangan pulang dulu dong. Kan lo masih ada utang sama gue” kata Dyo
“Oh iyaa, gue pernah janji mau nraktir lo kan? yaudah lo mau apa? Ngomong aja
” kataku kepada Dyo
Dyo memintaku mentraktirnya kopi di kafe depan. Setelah itu, kami hanya duduk
sambil minum kopi disana, sebenarnya aku masih merasa tidak enak karena kupikir kopi
terlalu murah untuk dijadikan sebagai balasanku pada Dyo.
“Eh, lu serius cuman mau ditraktir ginian? Kalo lu mau gue traktir yang lain
gapapa kok. Gue gaenak cuman bales lu gini.” kataku
“Hmm kalo gitu gue minta nomor hape lu deh” kata Dyo dengan senyum khasnya
“Yaudah sini hape lo” kataku sambil meminta handphone dari tangan Dyo
“Eh beneran dikasihh?? gue pikir lo gabakal mau ngasih” kata Dyo sumringah
“Syukur deh, berarti gue ada kesempatan dong? Ga dengg bercanda” kata Dyo
Aku tersenyum. Setelah itu, kami banyak bercerita. Dyo bilang, setelah
mengantarku pulang malam itu, dia selalu mencariku didepan pagar sekolah, tapi tidak
pernah bertemu, mungkin karena seminggu ini aku memang selalu dijemput oleh ayahku.
Kami menjadi dekat sejak saat itu, hampir setiap malam kami telponan. Dyo juga
selalu mengantar jemputku ke sekolah. Jujur, entah kenapa setiap didekatnya jantungku
mulai berdegup kencang. Aku merasa senang setiap kali bertemu dengannya. Aku juga
mulai cemas kalau dia tidak mengabariku. Kata Sarah, itu tanda-tanda kalau aku sedang
jatuh cinta. Aku tidak bisa menyangkalnya, karena akupun baru pertama kali merasakan
hal yang seperti ini dalam hidupku.
Hari itu Dyo menjemputku dari sekolah seperti biasa, ada yang berbeda dari Dyo.
Dia tampak lebih diam dari biasanya. Sebelum pulang, Dyo mengajakku ke kafe terlebih
dahulu. Aku mengiyakan perkataannya. Tak kusangka saat itu dia mengungkapkan
perasaannya padaku. Iya, perasaan yang sama dengan apa yang kurasakan padanya.
“Wita, aku mau ngomong serius. Jujur, setelah aku nganter kamu malem itu, aku
selalu kepikiran kamu. Awalnya aku cuman pengen temenan sama kamu, tapi setelah kita
mulai deket, perasaan aku mulai berubah, Wit. Aku mau kita lebih dari temen. Aku sayang
sama kamu. Kamu mau ga jadi pacar aku?” kata Dyo serius
Aku juga memiliki perasaan yang sama dengan Dyo. Jadi tanpa berpikir panjang
aku langsung mengiyakan untuk berpacaran dengannya. Kami benar-benar bahagia saat
itu. Akhirnya, saat hari mulai gelap, Dyo langsung mengantarku pulang. Aku tidak tahu
kalau itu merupakan kali terakhir aku bersama Dyo.
Tak lama setelah dia mengantarku pulang, tiba-tiba ada telpon masuk ke
nomorku. Aku langsung menjawab saat tau yang menelpon adalah Dyo. Ketika aku
menjawab, terdengar seorang wanita dengan suara terisak berbicara denganku dari
handphone Dyo.
“Ha-halo a-assalamualaikum, Wita.” kata wanita itu
“Waalaikumsalam, tante. Ada apa ya tante? Tumben nelpon Wita” kataku yang
langsung tahu kalau itu adalah suara ibunya Dyo
Aku memang sudah mengenal orangtuanya Dyo, karena kami sudah pernah
berbicara ditelpon waktu itu. Tidak ada jawaban, hanya terdengar suara tangisan.
“Tante, tante kenapa? Kok tante nangiss” tanyaku cemas
Perasaanku mulai tidak enak. Setelah itu, ibunya Dyo kembali bicara. ia bilang
kalau Dyo mengalami kecelakaan setelah mengantarku pulang tadi, aku langsung jatuh
terduduk. Bagaimana mungkin? Sedangkan baru beberapa waktu yang lalu dia masih
tertawa bersamaku. Tanpa pikir panjang, aku langsung menuju kerumah sakit.
Air mataku langsung mengalir saat kulihat Dyo terbaring lemas dengan beberapa
selang dimulutnya. Kulihat orangtua Dyo sedang duduk menangis disamping ranjangnya.
Tidak ada yang bisa aku lakukan selain menangis dan berdoa supaya Dyo baik-baik saja.
Saai itu, aku hanya memandangi Dyo sambil memegangi tangannya.
Tak lama, dokter-dokter mulai ramai berdatangan ke ruangan Dyo. Aku dan
orang-orang diruangan itu diminta keluar. Saat dokter keluar, iya bilang nyawa Dyo sudah
tak tertolong. Dyo meninggal.
“Baru siang tadi aku dan Dyo resmi berpacaran, baru beberapa jam yang lalu aku
menghabiskan waktu dengan Dyo. Bagaimana mungkin Dyo meninggalkanku secepat
ini?” Kataku sambil menangis histeris tidak percaya.
Aku beberapa kali pingsan karena masih syok saat tahu kenyataan bahwa Dyo
sudah tidak ada lagi didunia ini. Sampai pada hari Dyo dikubur, aku baru bisa
mengikhlaskan semuanya.
Sudah beberapa tahun sejak kepergian Dyo. Setelah kejadian itu, aku masih
sering menyalahkan diriku sendiri. Aku selalu berpikir kalau akulah alasan Dyo meninggal
hari itu, kalau aku tidak berpacaran dengannya pasti hal ini tidak akan terjadi. Kalau Dyo
tidak mengantarkan aku pulang saat itu pasti Dyo masih baik-baik saja sampai hari ini.
Dyo adalah alasan aku jatuh cinta, tetapi Dyo juga alasan aku untuk tidak mau
jatuh cinta lagi. Setelah Dyo, aku takut untuk kembali jatuh cinta, aku takut kalau apa
yang terjadi pada Dyo saat itu juga akan terjadi pada orang lain nanti.
BIODATA PENULIS

Windyra Dwi Marwitha Lubis adalah seorang siswi SMAN 3 Palembang. Ia


lahir di Palembang, 20 Maret 2004 silam. Windyra merupakan anak kedua dari pasangan
bapak Suharlis Lubis dan ibu Fatmawati. Saat ini, dia masih duduk dibangku kelas 11
SMA. Windyra telah menempuh pendidikan formal yaitu di Madrasah Ibtidaiyah Negeri 2
Palembang (MIN 2 Palembang), dan Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Palembang (MTsN 2
Palembang). Setelah lulus dari MTsN 2 Palembang, Windyra melanjutkan pendidikannya
di SMAN 3 Palembang dan terdaftar dengan Nomor Induk 1924743. Nara hubung di WA
081377754249 Email: windyradwi2016@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai