Anda di halaman 1dari 87

Facebook to Love

Cerpen Karangan : Wulan Ayuningtias


Kategori : Cerpen Cinta, Cerpen Persahabatan,

Cerpen Remaja

“gita, walaupun aku kenal kamu Cuma dari facebook, tapi aku ngerasa
kita udah cocok. kalau kita chatting kita selalu nyambung, kamu mau jadi
pacar ku?” andi mengirimkan pesan ke jejaring sosial facebook ku.
“iya aku ngerti dan aku tahu, tapi aku kurang yakin kalau kita Cuma
kenalan di facebook,” balasku kepada andi
“ya udah kalau gitu kita ketemuan aja?!” balasnya.
“emangnya lokasi kamu dimana sekarang. Aku di bogor” balasku.
“wow! Kebetulan rumahku juga di bogor. Emm gimana kalau kita
ketemuan di (nama suatu mall)?” balasnya mengajakku ketemuan di
suatu mall di daerah bogor.
“emm jangan disana deh kayanya di sana terlalu ramai. Di (nama suatu
mall) aja di sana kan baru opening, jadi belum terlalu ramai” balasku.
“ya udah oke, besok ya jam 11 aku tunggu di (nama suatu mall). Oh ya
minta nomer kamu dong” balasnya.
“oke. 08777055XXXX itu nomer ku” balasku.
“oke sampai ketemu besok ya”
“iya”

Keesokan harinya aku terbangun dari tidurku, melihat ke arah jam dan
ternyata OMG GUE TELAT!. Aku berlari dari ranjangku menuju kamar
mandi, memakai baju dan langsung berangkat. Tanpa ku sadari
handphone ku tertinggal di atas meja. Sesampainya di mall aku
kebingungan mencari handphone ku di tas. Tiba tiba seorang pria
menabrakku dari samping, setelah ku tengok aku seperti mengenali
wajahnya, wajah yang selalu menemani ku di facebook. Dan benar saja
dia adalah Andi. “andi?”. “gita?” tanyaku berbarengan dengannya.
“Kamu andi?” tanyaku lirih
“kamu gita?” tanya andi balik
“iya”. “iya” jawabku berbarengan dengannya. Disana kami berdua hanya
tertawa kecil sambil memandang satu sama lain.

“emm, jalan yuk?” tanya andi gerogi. Aku hanya menjawabnya dengan
senyuman kecil.
“emm git, tadi sms ku kenapa ga dibalas?” tanya andi.
“sory ya di, tadi handphone nya ketinggalan” jawabku lirih
“ohh gitu ya udah gak papa” jawab andi sambil melemparkan senyum nya
padaku. Aku pun membalasnya lagi dengan senyum.
“git..” andi mulai berbicara serius padaku.
“iya..” jawabku bingung.
“gimana soal pertanyaan ku tadi malam?” jawab andi gerogi.
“emm, kita kan baru bertemu sekali, jujur saja aku masih ingin tahu
dirimu lebih banyak sebelum aku menjawab pertanyaan mu itu.” Jawabku
tegas.
“tapi git..” jawab andi lalu ku potong
“aku tidak mau buru buru di” jawabku.
“oh ya udah, ngomong ngomong ini udah sore, kamu bawa kendaraan?”
tanya andi
“iya nih, engga bawa, memang kenapa? Jawabku
“bareng sama aku yuk, kebetulan aku bawa motor, tenang aja aku udah
punya sim kok” jawab andi meyakinkanku
“tapi aku gak bawa helm” jawabku.
“itu sih gampang kebetulan aku bawa 2 helm” jawab andi
“ya udah tapi benar kan kamu udah punya sim?”
“iya gitaaa”

Aku pun pulang diantar oleh andi. Di perjalanan aku tidak berpegangan
pada andi memegang jacket nya pun aku ragu. Tetapi sepertinya andi
sengaja ngebut agar aku mau berpegangan padanya.
“gita pegangan yang kuat yaaa” teriak andi. Akhirnya apa mau dibuat
karena andi mengendarai motor sangat kencang jadi aku terpaksa
berpegangan padanya.
“nah gitu dong kalau naik motor tuh harus pegangan” teriak andi
meledekku.
“ini juga terpaksa!!” jawabku marah
“iya iya maaf dehh” jawab andi
“udah udah konsentrasi sama jalannya!” bentakku
“siap boss!” jawab andi sambil menambah kecepatan motornya.

Sesampainya di depan komplek, aku langsung turun dari motor dan


berlari tanpa mengucapkan satu kata pun. Aku sangat kesal padanya
karena kejadian tadi, tapi kalau dipikir pikir kejadian tadi itu seru juga.
Tapi tetap saja itu tidak baik bagi keselamatan kita berdua maupun
pengguna jalan yang lain. Andi sempat memanggil manggil namaku
beberapa kali tapi aku terus berlari. Dan andi pun mengejarku dengan
moge nya.
“git git tunggu dong, maafin aku ya soal yang tadi?” ucap andi was was.
Aku tetap membisu.
“ayolah git, maafin aku yahh pliiss” ucap andi pasrah sambil
mengembangkan senyuman manisnnya
“itu tadi gak lucu di..” balasku
“iya aku tahu maafin aku yahh?” tanya andi
“yang kali ini aku maafin tapi lain kali ENGGAK!” jawabku tegas.
“iya iya aku janji” balas andi, seketika aku langsung berlari menjauh dari
andi
“gitaaa balas sms ku yaaa” teriak andi dari kejauhan.

Sesampainya di rumah benar saja andi mengirim sebuah pesan padaku.


“gita, soal yang tadi maaf ya tadinya aku Cuma pengen buat kamu
seneng..”
“iya dimaafin”
“thanks ya aku janji deh ga bakal gitu lagi”
“ys”
“jangan marah dong, oh ya kamu lagi apa?”
“aku gak marah, aku lagi belajar dii. Kamu?”
“ohh sory yah kalau ganggu aku lagi belajar juga. Ya udah smsnya udah
dulu yah”
“iya belajar yang bener :p”
“iya boss”
“ihh,”

Sekolahku dengan andi jaraknya tidak begitu jauh, akhirnya kami


memutuskan untuk berangkat bersama. Tepat jam 6.30 pagi andi
menjemputku di depan komplek, aku dan andi terpaut usia 1 tahun dia
kelas XII sedangkan aku kelas XI. Sesampainya di depan komplek andi
langsung menyapaku dan melemparkan senyum manis nya untukku.
“selamat pagi gita” sapanya dengan senyuman yang manis.
“selamat pagi juga andi” balasku sambil melempar senyum padanya.
“kamu udah siap Berangkat sekarang?” tanya andi
“udah siap sih, tapi jangan ngebut kaya kemaren ya..” jawabku
“iyaa, kan aku udah janji ga bakal ngebut lagi”
“ohh ya udah berangkat sekarang yuk takut kesiangan nih”
“yuk, jangan lupa pakai helm nya”
“iya bawell”

Akhirnya kami pun berangkat, kali ini aku sudah tidak canggung lagi naik
motor dengan andi. Di sepanjang jalan kami terus ngobrol. Saking asik
nya ngobrol Sampai sampai kami melewatkan sekolah, setelah memutar
balik andi mengantarku sampai di gerbang.
“kamu hati hati ya”
“iya kamu juga ya”
“belajar yang bener..”
“iya andiii, udah sana berangkat, nanti telat lho!”
“ya udah aku berangkat dulu ya, dadaaa”
“daa”

Sesampai nya di depan kelas sahabatku denty dan nia menanyakan soal
andi.
“ciyee gitaa, dianter pacarnya” sahut denty
“iya nih enak banget kamu gitt” sambung nia
“bukan pacar Cuma temen” balasku
“aahh temen atau “temen” nih?” ledek nia
“udah lahh nanti aja aku ceritain, ngomong-ngomong kalian udah
ngerjain pr belum? Kasih tau caranya dong tadi malem aku gak sempet
ngerjain soalnya sms, ehhh..” ucapku keceplosan.
“wahh smsan sama cowok yang tadi yaa? Hayoo ngakuuu, eh ngomong
ngomong itu bukannya andi ya murid di sma sebelah?” tanya denty
penasaran
“iya hehe, iya dia andi anak sma sebelah, kok kamu tahu?” balasku
bingung
“ya iyalah aku tahu dia itu kan anak basket yang super duper kecee”
jawab denty
“ohh gitu aku malah gak tau kalau dia itu terkenal,” balasku
“ya udah deh gak usah dibahas nih lihat pr punyaku aja” jawab denty
sambil memberikan bukunya padaku..

Setelah denty memberitahu pr guru piket langsung menyuruh kami untuk


masuk ke dalam kelas, karena sedang mati lampu jadi bel sekolah tidak
berbunyi. Beberapa jam setelah pelajaran usai aku denty dan nia
bergegas menuju kantin. Disana kami bertiga langsung memesan bakso
nya mas parlin, ya dia adalah tukang bakso langganan kami. Sambil
memakan bakso aku menceritakan semua tentang andi kepada denty dan
nia..
“blablablabla, jadi gitu ceritanya” ucapku sambil menyuap bakso.
“ohh gitu toh jadi kamu kenal andi itu dari facebook, oohhh” jawab nia.
“oh ya git ngomong ngomong kamu udah sejauh mana hubungannya
sama andi?” sambung denty.
“emm udah lumayan sih, tapi aku masih bingung sama dia, menurut
kalian aku terima atau engga ya?” tanyaku ragu.
“gimana kalau kita ngetes andi, apakah dia bener bener cinta apa engga
sama kamu gitt, gimana gimana setuju kan?” ucap nia dengan terburu
buru
“boleh juga sih tapi ngetes nya gimana dan dengan cara apa?” jawabku
bingung.
“emm gimana kalau aku pura pura nyamar sebagai laki laki yang suka
juga sama kamu, terus ceritanya aku ngelabrak andi gitu” usul denty
“iya tuh gitt boleh juga tuh ide nya denty” balas nia
“iya iya boleh tuhh” jawabku.

Bel pulang sekolah telah berbunyi, aku denty dan nia langsung bergegas
ke rumah ku untuk “mengetes” andi apakah dia bener benar cinta
padaku. Sesampainya di rumah kebetulan ibu dan ayah sedang tidak di
rumah jadi kami bertiga bebas melakukan apapun.
“ini andi?” awal mula aku mengetes nya
“iya ini siapa?” jawab andi
“lo ga perlu tau siapa gue, yang jelas lo jangan deketin gita lagi karena
gita itu gebetan gua”
“lho siapa lo larang larang gue toh lo juga belum jadian kan sama gita
bererti gua bebas dong deketin gita!” jawab andi sepertinya marah
“pokoknya kalau lo sampe nekat deketin gita abis lo sama gue!”
“bodo amat! Gua gak takut sama lo! Yang penting gita itu jadi milik gua!”
Setelah itu andi tiba tiba menelpon ke nomer yang kami gunakan untuk
mengerjainya. Kringg lagu bruno mars greenade terdengar dari
handphone ku. Kami ber tiga kebingungan harus bagaimana. Akhirnya
denty yang menjawab telpon itu karena suara denty lah yang paling mirip
dengan suara pria.
“heh lo! Lo jangan ngelarang larang gue deh buat deketin gita, gue cinta
sama dia!” ucap andi marahh
“tapi gita itu gebetan gue!” jawab denty menirukan suara pria
“bodo amat! Yang penting lo jangan ganggu gita dan ga usah ngelarang
gua untuk deketin gita lagi! Tutt..tutt…tutt..” jawab andi semakin
memarah lalu mematikan telponnya.

Sehabis kami mendengar semua itu aku semakin yakin untuk menerima
andi. Dan kedua sahabatku pun sejutu. Akhirnya aku mengajak andi jalan
nanti sore. Dan seperti biasa dia menjemputku di depan komplek. Kurang
lebih jam 16.00 kami berangkat ke danau yang ada di daerah bogor. Di
danau itu aku mengungkapkan cintaku pada andi.
“andi..” ucapku lirih. Andi langsung menoleh ke arahku sambil
melemparkan senyum manisnya padaku.
“iya gitt?” jawab andi
“aaaku cinta sama kamu” jawabku secepat kilat
“apa git? Coba ulangi” jawab andi kaget
“aku cinta sama kamu dii” jawabku
“aku juga cinta sama kamu git. Jadi sekarang kita pacaran kan?” jawab
andi sambil memegang tangan ku. Aku pun hanya mengangguk sambil
mengatakan “iya” lalu andi langsung memelukku dengan erat.
“andiii, lepasiinnn!!” teriakku sambil mencubit pinggang andi
“awww, ehh maaf git kelepasan hehe” jawab andi sambil nyengir seperti
kuda.

Andi pun mengajakku berjalan jalan di sekeliling danau sambil merangkul


ku. Kebetulan andi selalu membawa marker di kantong nya dia pun
langsung menyuruh ku untuk mengulurkan tanganku.
“gitt, sini coba tanganmu” ucap andi sambil menuliskan tanggal jadian
kami di telapak tangan ku tanggal 28-07-13.
Junior High School Love Story
Cerpen Karangan : Meyvika Andara Seruni
Kategori : Cerpen Cinta Dalam Hati
( Terpendam), Cerpen Remaja

Hai, nama gue Nava claudia Angelin. Gue kelas VIII-2 di SMPN 183, gue
punya sahabat namanya febby, esti, dan meyvika. Gue lagi mencoba
untuk move on dari anak VII-2, namanya justin. Karena ada anak kelas
VIII-4, namanya raras yang suka juga sama justin.

“tin, lo kok ol nya jam 12 malem sih?”. kata gue pas lagi chatan sama
justin. “iya, gue nggak bisa tidur kalo malam”. “eh tin gimana misalnya
ada cewek yang nembak lo?, lo bakal respon apa?”. kata gue. “lo salah”.
katanya. Andai aja lo tau gue suka sama lo tin kata gue dalam hati. “oh
ya udah udah dulu yah, udah malam nih”. “ok”.

Semua pun berlalu dengan semestinya gue udah coba move on dari
justin, tapi hasilnya nol besar. Hingga akhirnya ulangan tengah semester
pun tiba. Gue dapat ruang 3, dan ternyata pas gue tanya ke justin dia
ruang berapa, dia ruang 3 juga, tapi gue nomor 26, justin nomer 27.
Setelah ulangan tengah semester berakhir sekolah gue ngadain kelas
meeting. Ada bermacam-macam lomba yang akan dipertandingkan. “Tin
lo ikut lomba apa?”. tanya gue. “gue ikut loma rebut kursi”.

Pertandingan pun dimulai dan sampai akhirnya pertandingan rebut kursi.


Tampak justin mengikuti perlombaan dan peserta lainnya. Dan akhirnya
pemenangnya adalah Justin. lalu sorenya pas pada mau pulang sekolah
raras nyamperin justin” ni buat lo tin “. sambil menyodorkan coklat yang
ada di tangannya. “makasih”. Kata Justin sambil mendekati raras. waktu
itu gue hanya bisa nahan sakit.

Lalu pas perjalanan pulang sekolah gue nangis.


“Va lo kenapa?”. Kata meyvika. lalu gue cerita ke meyvika.
“udah lo ngak usah nangis” kata febby.

Lalu keesokannya Justin minta ngajak ketemuan di taman yang indah.


gue seneng banget pas Justin minta ketemuan, lalu setelah gue sampai
“lo mau nggak jadi pacar gue?”. sambil menyodorkan bunga mawar ke
gue. “mau”. kata gue sambil senyum-senyum. lalu gue diajak main
ayunan sama justin. tapi tiba-tiba “Aduhh”. kata gue. “kenapa lo dek
ngigau?”. kata kakak gue, dan ternyata itu cuma mimpi belaka.
Ketika Cinta Tak Bisa Menuggu
Cerpen Karangan : Melin Rohmawati
Kategori : Cerpen Cinta

Matahari mulai kehilangan cahaya teriknya yang menandakan langit


sebentar lagi akan gelap. Perlahan cahaya mulai meredup, tapi entah
mengapa mentari seakan sulit untuk menenggelamkan dirinya seperti
menjaga seseorang agar tetap mendapat cahayanya agar dia tetap
berada dalam cahaya terangnya.

Sebuah Pantai menjadi tempat persinggahan satu satunya seorang


remaja SMA yang terlihat sedang duduk di atas pasir menatap sunset
terkadang orang yang melihatnya bingung apakah dia sedang
menyaksikan sunset atau dia sedang melamun.

Saat gadis itu sedang tenang meanatap senja, tiba tiba saja sebuah
tepukan di pudaknya mengejutkan dirinya.
“Mmm, maaf jika kamu terkejut.” Ucap seseorang yang tiba tiba
menyapanya.
Gadis itu cukup memalingkan wajahnya dari pandangan laki laki itu tanpa
menjawabnya sepatah katapun.
Orang itu langsung saja duduk di samping sang gadis.

“Kamu orangnya pendiem ya?.” Sekali lagi orang itu memancing suara si
gadis.
“Hanya ingin kamu tau sih namaku Adi.”
Lagi lagi gadis itu hanya diam.

“Oke!!! Mungkin tebakanku benar. Kamu memang orangnya sedikit


pendiam.” Tanpa berputus asa Adi terus mengoceh tak peduli di
dengarkan ataupun tidak.

Tiba tiba gadis itu pun pergi begitu saja meninggalkan Adi.
“Aku tunggu kamu besok disini.” Tanpa ada perasaan marah Adi berteriak
kepada gadis itu.

Gadis itu pulang ke rumahnya. Di rumahnya ia disambut oleh kakaknya.


“Dari mana saja kamu de.” Sapa kakaknya yang cemas menunggu
kepulanganya
Gadis itu tak menghiraukan perkataan kakaknya syila.
“De… de…”

Keesokan harinya seperti biasa gadis itu berkunjung ke pantai setelah


jam sekolah selesai. Dan seperti perkataan Adi kemarin Adi akan
menunggunya di tempat itu.
“Hai cantik! Kamu sudah datang. Lama aku menunggu kamu.” Sapa Adi
sambil tersenyum
“Maaf jika aku mengganggumu. Tapi aku hanya ingin tau namamu.”
Lanjutnya
Gadis itu tetap diam.
“Ok! Mungkin kedatanganku mengganggu kamu.”

Tiba tiba Adi pergi meninggalkan gadis itu. Namun, tia tiba…
“Namaku Dina.” Teriak gadis yang bernama Dina itu.
Langkah Adi tiba tiba saja menghentikan langkahnya. Berbalik badan lalu
menghampiri Dina.

“Dina?”
“Iya.”
“Maaf mungkin aku sedikit egois dengan mendiamkanmu seperti itu.”
Lanjutnya.
“Tidak papa, aku paham.” Balas Adi.

“Aku sering liat kamu, selalu duduk sendiri di sini.” Lanjut Adi.
“Memangnya kenapa? Tidak boleh?” Balas Dina.
“Ah jangan tersingung seperti itu Din aku hanya ingin tau saja. Apa pacar
kamu tidak mau menemanimu?” Tanya Adi.
“(menghela nafas) bahkan di dalam kandungan pun kita sendirian iya
kan? Lalu kenapa hanya untuk ke pantai ini pun aku harus berdua.” Jelas
Dini

Sejenak mereka saling menatap dan berdiam diaman.


“(memalingkan pandangannya) ya udah aku pulang dulu.” Pamitnya
dengan terburu buru tanpa memberi kesempatan Adi untuk
menjawabnya.

“Hai de?” Sapa syila dengan tersenyum.


“Aku langsung berangkat kak!” Balas Dini.
“Sarapan dulu de.”
“Gak sempet kak.” sambil berlari

Akhirnya Dini pun berangkat menuju ke sekolahannya. Sama halnya


dengan Dini, Syila pun berangkat untuk sekolah.
Seperti biasa setelah bel istirahat Dini pergi ke masjid sekolah.

“Loh kok dia udah ngilang aja?” Kata salah seorang sahabat dari Dini
yang bernama Erga.
“Yaelah, kalian kan sudah pada tahu jam istirahat gini dia biasa ada di
mana.” Balas satu lagi sahabat Dini, Nayla.
“Pokoknya hari ini juga kita harus tau apa alasan dia berbuat seperti ini
kepada kita semua.” Ucap Rehan.
“Ya sudah dari pada sekarang kalian banyak omong mending kita cepat
cari Dini.” Ucap Nayla. Erga dan Rehan pun mengangguk. Tanpa berfikir
panjang mereka pun pergi menemui Dini.

Di saat yang bersamaan Dini yan sedang melaksanakan Shalat Dhuha di


situ tersipu tak berdaya di hadapan Nya. Perlahan lahan air mata Dini
mengalir tanpa ia sadari terhanyut dalam do’a nya. Entah apa yang
sedang ia do’a kan. Bahkan orang orang disana pun heran melihat Dini
yang menangis dengan menutup matanya. Akhirnya Dini pun selasai
melaksanakan Shalat Dhuha. Dia keluar dari Masjid itu dan ternyata dia
sudah ditunggu oleh Erga, Nayla, dan Rehan.
Saat Dini sedang memakai sepatunya tiba tiba merekapun menghampiri
Dini.

“Dini?” Sapa Nayla.


“Kalian?” Ucap Dini terkejut
“Kita mau bicara sebentar sama kamu.” Ucap Rehan.
“Aku tidak bisa.” Balas Dini lalu pergi.

Erga pun menahannya dan berkata ”Sampai kapan kamu mau


menghindari kita Din?”
“Sampai kalian berhenti buat ngejar aku lagi.” Jawab Dini kesal.
“Kamu ini kenapa sih sih Din? Apa kamu lupa omongan kamu waktu itu.
Hah? Kalo di antara kita tidak boleh ada rahasia. Kamu lupa sama itu?”
Ucap Rehan seakan ingin mengingatkan janji janji mereka dulu.

“Kita bertiga tahu kamu tidak akan bermaksud untuk menjauhi sahabat
sahabat kamu. Kita juga tahu pasti ada sesuatu yang membuat kamu
menjauh dari kita. Karena itu kita mohon banget sama kamu, tolong
kamu jangan jauhi kita seperti ini. Kita siap bantu masalah kamu apapun
itu. (berhenti sejenak dan menggenggam tangan Dini) Karena kita itu
adalah sahabat.” Bujuk Nayla

Dengan perkataan sahabat sahabatnya tadi, pelahan Dini mulai luluh dan
berfikir untuk menceritakan masalahnya yang telah lama ia pendam
sendiri itu. Saat ia ingin menceritkannya seakan angin berkata
kepadanya, menahannya agar tidak berkata apapun kepada mereka.

Tanpa berfikir panjang Dini langsung saja melepaskan genggaman tangan


Nayla lalu pergi.
“Apa itu artinya kita bukan lagi sahabat Din?” Teriak Erga yang dapat
menghentikan langkah Dini
“Jika itu yang terbaik.” Balas Dini lalu pergi begitu saja.

“Aku cape.” Ucap Erga yang memancing emosi dari Nayla.


“Maksud lo apa? Hah? Bagaimana pun Dini, dia tetep sahabat gue,
sahabat lo, sahabat kita semua.” Ucap Nayla kesal setengah berteriak .
“Terus kenapa? Lo gak denger dia bilang apa? Dia gak mau lagi temenan
sama kita. (sambil menunjuk ke arah Dini pergi) Gue gak bisa maksa
orang yang ga mau temenan sama gue buat jadi sahabat gue.” Bentak
Erga.

“Udah udah..!!! kalian itu kaya anak kecil tau gak. Erga bagaimanapun
dia, dia tetep sahabat kita. Dan kita udah sama sama tau bahwa dia
menjauh bukan karena dia gak mau lagi temenan sama kita. Tapi, dia
begitu karena ada masalah besar yang dia sembunyiin dari kita yang kita
sendiri pun gak tahu itu apa.” Jelas Rehan yang mencairkan suasana.
“Bagi gue jawabannya tadi cukup jelas bahwa dia gak mau lagi temenan
bahkan kenal sama kita lagi.” Balas Erga yang semakin memanas.
Lalu Erga pun pergi begitu saja.

“Erga.”
“(menahan Nayla) sudahlah Nay, kamu kan tahu Erga orangnya memang
seperti itu.” Ucap Rehan berusaha menenangkan.
Rehan dan Nayla pun terus berusaha mencari cara untuk mengetahui
alasan Dini menjauhi mereka.

Jam pelajaran terakhir pun telah selesai. Lagi lagi Dini tidak langsung
pulang, tapi dia berkunjung dahulu ke pantai yang sering ia kunjungi
hingga senja tiba.

Terlihat Dini yang sedang duduk di atas pasir di tepi pantai sendirian dan
dari salah satu kamar hotel yang tak jauh dari pantai itu ada seseorang
yang sedang mengawasinya. Ya itu Adi. Sebenarnya bukan hanya hari ini
ia mengawasi Dini, tapi dari awal Dini sering berkunjung sampai sekarang
Adi selalu penasaran pada Dini. Tanpa berpikir panjang lagi lagi Adi
menghampiri Dini.

“Hai!” Sapa Adi.


“(melirik Adi) Buat apa kamu ke sini?” Balas Dini sinis
“Ya… aku hanya ingin menemani kamu di sini.”
“Untuk apa? Aku tidak butuh teman. Aku hanya ingin sendiri.”

“Aku tahu kamu sedang ada masalah iya kan?”


“Tau apa kamu tentang aku?” Lagi lagi Dini menjawabnya dengan sinis.
“Aku tahu lah.” Ucap Adi menggoda Dini.

Lama lama Dini sangat merasa terganggu dengan keberadaan Adi. Dia
pun pergi tanpa berpamitan.
“Dini…” teriak Adi.
Dini pun pergi meninggalkan Adi sendirian.

“Lalu apa yang kamu tunggu Din?” Ucap Syila geram.


“Aku cape kak.” Balas Dini membuang muka.
“Dan apa kamu pikir, kakak gak cape liat kamu seperti ini.” Balas syila
lagi.
“Lebih baik biarkan saja aku begini kak.” Ucap Dini pasrah.
“Itu artinya kamu sudah tidak ingin lagi bersama kakak?” Ucap Syila
sedih.

Hanya sekilas tapi percakapan itu membuat Erga, Nayla, dan Rehan
semakin bingung lagi akan sikap Dini. Dari tadi ternyata mereka berada di
luar rumah Dini dan Syila, mendengarkan percakapan Dini dan Syila dari
jendela rumah mereka.

“Aku benar benar tidak mengerti.” Ucap Rehan bingung.


“Kita bener bener gak dapet apa dengan datang ke sini malem malem.”
Timbal Erga.
“Kita benar benar dapet jalan buntu sekarang.” Balas Nayla.

“Apa perlu kita temui Dini sekarang juga.” Ucap Erga.


“Nggak nggak, itu bukan jalan keluar yang terbaik. Kalo kita nemuin Dini
sudah pasti dia gak akan mau nemuin kita.” Jelas Nayla
“Nayla bener Ga, belum tentu juga Dini bakalan mau nemuin kita.” Ucap
Rehan menyetujui.

“Terus kita harus gimana sekarang?” Tanya Erga.


“Gue juga bingung ga.” Balas Rehan.
Mereka pun pulang dengan tangan kosong. Tak ada percakapan yang
pasti yang bisa memberi mereka petunjuk akan perubahan sikap Dini.

Keesokan harinya, kebetulan hari ini weekend. Jadi, Dini tidak perlu ke
sekolah dan bertemu dengan sahabat sahabatnya.
Tiba tiba saja ada seseorang yang mengetuk pintu rumah mereka.
Dengan cepat Syila yang sedang menyiapkan sarapan untuknya dan Dini
pergi untuk membuka pintu.

“Ya… sebentar.” Teriakan Syila. Syila pun membuka pintu.


“Pagi kak!!” Sapa tamu itu.
“Loh Sindi.” Ucap syila kaget.
“Iya ini aku memang siapa lagi.” Balas Sindi ketus.

“Ya sudah. Kamu pasti cape, iya kan?”


“Hah…, cape banget tau kak.”
Syila pun mengajak Sindi untuk duduk. Karena mendengar suara rebut di
luar kamarnya Dini pun keluar dari kamarnya.

“Eh, kak Sindi sudah pulang.” Ucap Dini gembira.


“Iya nih de.” Balas Sindi.

“(duduk samping Sindi) gimana kemahnya kak?” Tanya Dini.


“Ya seperti itulah de. Kan kamu tahu sendiri, namanya juga berkemah.
Mana ada berkemah yang enak (lesu).” Jawab Sindi.
“Bahkan aku lupa kak gimana rasanya kemping kaya gitu.” Balas Dini
sedih.
“(mengelus rambutnya) kakak yakin pasti kamu akan kembali normal lagi
de.” Ucap Sindi.

“Oh iya kakak sudah siapkan sarapan buat kalian.” Ucap Syila.
Mereka pun pergi bersama sama ke meja makan.

“Loh kak, kakak gak sarapan bareng sama kita?” Tanya Dini.
“(gugup) kakak sudah sarapan tadi de.” Jawab Syila.
“Bener?” Ucap Dini seakan akan ragu dengan jawaban Syila.
“Bener de, sudah kalian saja yang sarapan.” Balas Syila meyakinkan.

Lalu Syila pun pergi ke kamarnya. Di situ entah kenapa Syila tiba tiba
saja menangis. Entah masalah apa yang sedang ia tangisi. Lalu Syila
pergi setelah dia menerima WhatsApp dari seseorang.
Tanpa sepegetahuan adik adiknya dia pergi menemui Nana sahabatnya di
taman dekat kampusnya.

“(bersandar di bahu Nana) Aku benar benar tidak tahu lagi harus berbuat
apa Na.” Ucap Syila sambil menangis.
“Aku tidak akan membiarkan kamu melakukan itu Syil.” Balas Nana
khawatir.
“Tapi aku tidak akan pernah rela kehilangan adik aku sendiri Na.” Ucap
Syila.

Gadis Bengawan Solo


Cerpen Karangan: Ahmad Zaini
Kategori: Cerpen Cinta, Cerpen Kehidupan
Lolos moderasi pada: 13 March 2018

Gemulung air bercampur lumpur menggerus harapanku dan


harapan para warga yang tinggal di bantaran bengawan solo. Resah
dan gelisah selalu menggulana dalam jiwa. Tak ada setitik pun
kedamaian jiwa semenjak musim penghujan tiba. Secerah apa pun
matahari di wajah pagi, menjelang siang atau sore sudah diliputi
awan kelabu. Mendung berduyun-duyun menggulung warna biru
langit. Langit pun berubah menjadi hitam kelam. Mendung
menggantung air bah yang sebentar lagi akan mengguyur bumi lalu
menambah debit air yang berada di kantong bengawan solo.

Tiga bulan yang lalu, aku baru pulang dari perantauan. Rona ijo
royo-royo tanaman padi di sepanjang sawah menghampar, sangat
mendamaikan hatiku. Paling tidak aku bersyukur karena orangtuaku
yang berprofesi sebagai petani tulen pada musim panen nanti pasti
bisa memenuhi lumbung padi yang tampak longgar. Kebahagiaan
lain yang aku rasakan karena keberhasilan panen nanti juga akan
berdampak pada kelangsungan rencanaku yang akan meresmikan
hubunganku dengan Ratih, gadis desa tetangga.

Suasana pagi di bantaran bengawan solo begitu eksotis. Dari


tanggul aku melihat hamparan pasir laksana peta nusantara
dikelilingi perairan yang jernih dan menyejukkan. Berselimut kabut
tipis, aku sangat terpesona melihat anugerah ciptaan Tuhan Yang
Maha Kuasa. Ratih yang waktu itu menyusulku ke tanggul
bengawan solo menambah romantisnya suasana pagi. Ia
mengenakan kebaya jingga berpadu jarik bermotif batik. Sungguh
anggun penampilan gadis lugu yang hidup di bantaran bengawan
solo.

“Mas Rafi, kapan kembali ke perantauan?” tanya Ratih kepadaku.


“Aku agak lama di rumah, Dik. Aku akan membereskan hubungan
kita dulu. Pertengah bulan ini paling tidak sudah ada kepastian hari
pelaksanaan akad nikah kita,” jawabku.
Aku melihat wajah ratih berbinar-binar. Ia tampak senang
mendengar jawabanku itu. Dia sangat berharap aku segera
menyuntingnya lalu meresmikan dalam sebuah ijab qobul
pernikahan.

Setelah lama kami duduk-duduk di tanggul bengawan solo


menikmati suasana pagi, matahari mengintip kami dari balik
pelepah daun pisang. Mentari tersenyum melihat kami yang begitu
akur. Sang raja siang pun menuntun kami pulang ke rumah masing-
masing. Aku berada di depan sedangkan Ratih mengikutiku di
belakang.

Kepanikan melanda kami ketika tanggul penahan air bengawan solo


retak. Para warga panik. Mereka sibuk menyelamatkan barang
berharga yang dimilikinya. Mereka membawanya ke tempat atau
dataran yang lebih tinggi atau ke tempat pengungsian yang telah
disediakan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah.

Warga tak mempedulikan tubuhnya basah kuyup. Mereka


menerjang jeruji jemari hujan yang semakin mengganas dan
semakin kokoh menancap di bantaran bengawan solo. Kilatan dan
suara petir yang bersabung di angkasa tak menyiutkan nyali kami
bertarung dengan alam. Yang ada pada benak kami hanyalah jiwa
dan raga serta barang yang tersisa bisa selamat demi
mempertahankan kehidupan.

“Ayo, cepat! Sini kubantu,” kataku kepada salah seorang warga


yang membawa binatang ternaknya.
“Mas, tolong aku!” seru suara gadis dari kerumunan warga.
Aku segera melihat ke arah gadis tersebut. Ratih kulihat terengah-
engah memanggul perabot dapur dan pakaiannya. Aku segera
berlari mendekatinya lalu mangangkat sambil memandunya menuju
ke tempat yang aman.
“Terima kasih, Mas Rafi!”
“Sama-sama Ratih. Kamu tenang di sini dulu. Saya akan membantu
warga yang lain.”
“Baik, Mas. Hati-hati!” pesannya kepadaku.

Aku bergegas meninggalkan Ratih yang sudah berada di tempat


yang aman. Aku membantu keluarga dan calon mertua serta warga
yang akan menuju ke tempat pengungsian.

Selang beberapa jam, hujan tak mereda. Hujan semakin menjadi-


jadi. Tanggul benar-benar tak mampu gerusan air bengawan solo.
Retakan tanggul semakin lama semakin lebar. Kedasyatan air tak
mampu diatasi. Tanggul jebol. Air dari bengawan solo mengamuk.
Deras arus air bercampur lumpur memporak-porandakan rumah
warga di bantaran bengawan solo. Kampung halaman kami menjadi
lautan sehingga kami tak dapat mengingat kembali letak rumah
kami berada.

Setengah bulan kami tinggal di pengungsian. Setiap malam kami


jarang bisa tidur karena harus berperang melawan dingin dan
ganasnya sengatan nyamuk. Setiap malam aku begadang dengan
pemuda-pemuda yang lain untuk berjaga dari kemungkinan
serangan biantang liar atau tangan-tangan jahil yang
memanfaatkan kondisi kami.

Tak ketinggalan Ratih. Gadis yang sudah kusunting sebulan lalu,


juga rela ikut begadang. Dia rajin menyeduhkan kopi bantuan dari
para relawan kepada kami. Gadis lugu yang berpenampilan
sederhana meskipun gadis-gadis yang lain di kampung ini
berpenampilan serba mentereng ini selalu ikut begadang. Dia
sangat setia menemani kami.
“Dik Ratih belum mengantuk?” tanyaku kepadanya.
“Belum, Mas.”
“Tidurlah sana! Temani Bapak dan Ibu yang mungkin juga belum
bisa tidur karena menunggumu. Apalagi udara malam tidak baik
buat kesehatan.” Aku menasihati Ratih.
Setelah Ratih menyuguhkan secerek kopi buat kami, dia lantas
meninggalkan kami yang masih begadang sepanjang malam. Dia
masuk ke tenda bersama keluarga dan para warga.

Suasana malam begitu senyap tak ada suara warga yang terdengar
dari dalam tenda. Para pengungsi larut dalam lelah. Lelah jiwa dan
raga karena sepanjang siang para warga sibuk mengurusi nasib
dirinya dan keluarganya.
Menjelang pagi, kokok ayam piaraan warga di tempat pengungsian
membangunkan kami. Jernih suaranya bersahutan menyambut fajar
yang telah menjingga di ufuk timur. Kami terbangun lantas melihat
suasana di sekitar kami masih setengan sepi.

Saat matahari benar-benar telah terbangun dari tidurnya semalam


suntuk lalu ia membuka matanya menyinari bumi, kami para
pengungsi terjaga sambil mengecek perabot rumah tangga yang
berada dalam tenda.
“Bagaimana di tenda sana?” tanyaku kepada rekan yang menjaga
tenda sebelah.
“Aman, Mas! Di sini tidak ada masalah,” jawabnya.

Setelah kami memastikan bahwa situasi semalam di tenda


pengungsian aman-aman saja, kami sejenak mengambil waktu
untuk bersantai.
“Permisi, Mas! Ini kopinya,” kata Ratih yang muncul dari dalam
tenda dengan membawa secerek kopi dengan tiga buah gelas.
“Eh, Dik Ratih! Terima kasih, Dik!” ucapku padanya. Gadis lugu itu
tersenyum malu ketika aku mengucapkan terima kasih kepadanya.

Suasana pagi di tenda pengungsian begitu nikmat karena ditemani


hangat kopi pagi. Kenikmatan kopi sejenak tersendat saat kami
melihat kepala desa datang ke tenda kami.
“Ada apa, Pak?” tanyaku kepada kepada desa.
“Sampaikan kepada para warga bahwa air yang meneggelamkan
rumah kita telah surut. Pagi ini kita bisa mengecek rumah masing-
masing,” imbau kepala desa.
Kami dan pemuda-pemuda yang lain bergegas menyampaikan
berita ini kepada para warga. Mereka menyambut dengan sangat
antusias berita ini. Mereka tampaknya sudah rindu pada rumahnya.
Kami dan para warga bergegas turun dari tanggul pengungsian
untuk membersihkan rumah.

“Mas Rafi, tunggu!” langkahku terhenti saat mendengar Ratih


memanggilku.
“Ada apa, Dik?”
“Mas Rafi ditunggu ayah di dalam tenda,” katanya.
Aku menunda niat turun ke perkampungan. Aku berbalik arah
menuju tenda orang tua Ratih. Aku terkejut saat masuk ke tenda.
Di dalam tenda aku menjumpai kedua orangtuaku bersama kedua
orangtua Ratih. Rupanya mereka telah membicarakan sesuatu.

“Wah, ini ada apa kok kumpul semua di sini?” tanyaku pura-pura
tidak tahu kepada mereka.
“Begini, Nak Rafi. Tadi kami sudah ngomong-ngomong dengan
orangtuamu,” kata ayah Ratih.
“Iya, Rafi. Tentang rencana pernikahanmu dengan Ratih. Kami
sudah sepakat bahwa akad nikahmu dilaksanakan besok lusa,”
sambung ayahku.
Aku berpura-pura memikirkan berita bahagia ini dengan berdiam
sejenak. Padahal dalam hatiku sangat senang dengan keputusan
itu.

“Baiklah, Ayah. Saya sangat bahagia mendengar keputusan ini.


Kami siap melaksanakan akad nikah besok lusa,” jawabku tegas
yang diikuti gemuruh tawa dari kami sekeluarga. Duka lara selama
di pengungsian lenyap seketika. Kami menyambut tiga hari tersisa
dengan senyum dan suka cita.

Kami turun ke perkampungan untuk membersihkan rumah dan


memperbaiki pilar-pilar rumah yang rusak karena terendam banjir
hampir sepekan lebih. Kami mempersiapkan tempat untuk
keperluan akad nikah yang rencananya akan kami laksanakan
dalam suasana kesederhanaan karena baru saja tertimpa musibah
luapan air bengawan solo.

Cerpen Karangan: Ahmad Zaini


Facebook: ilazen[-at-]yahoo.co.id
Ahmad Zaini, Lahir di Lamongan, 7 Mei 1976. Karya sastranya baik
berupa cerpen maupun puisi pernah dimuat oleh beberapa media
massa. Antara lain Kompas.com, okezone.com, Radar Bojonegoro,
Duta Masyarakat, majalah MPA (kemenag Jawa Timur), majalah
Indupati, Tabloid Maarif Lamongan, Tabloid Lensa Lamongan, Media
(PGRI Jawa Timur), dan Majalah Wanita UMMI.
Puisi-puisinya terkumpul dalam buku antologi bersama di antaranya
Bulan Merayap (DKL,2004), Lanskap Telunjuk (DKL, 2004), Khianat
Waktu, Antologi Penyair Jawa Timur (DKL, 2006), Absurditas Rindu
(Sastra Nesia Lamongan, 2006), Sehelai Waktu (Scolar, 2011), ,
Pengembaraan Burung (DKL, 2015), Matahari Cinta Samudra Kata
(Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2016), dan Antologi Puisi Penyair
Dunia Kopi 1.550 mdpl (Takengon, Aceh, 2016).
Cerpen-cerpennya terkumpul dalam buku kumpulan cerpenTelaga
Lanang (Lima Dua, Gresik, 2012), A Moment to Feel (Pustaka
Jingga, 2012), Sayap-Sayap Cinta (D3M Kail Tangerang, 2013),
Matahari Baru Buat Katro (D3M Kail Tengerang, 2014), Lentera
Sepanjang Rel Kereta (Pustaka Ilalang,2014), Titik Nol (Pustaka
Ilalang, 2015), Bukit Kalam (DKL, 2015) dan Penitis Jiwa (Pena
Ananda Indie Publishing, Tulungagung). Novel perdananya berjudul
Mahar Cinta Berair Mata (Pustaka Ilalang, 2017). Setiap hari
beraktivitas sebagai guru di SMA Raudlatul Muta’allimin Babat dan
SMA Mambaul Ulum Pucuk Lamongan Jawa Timur. Saat ini
berdomisili di Wanar, Pucuk, Lamongan, Jawa Timur. Nomor HP/Wa
085732613412, Facebook: ilazen[-at-]yahoo.co.id/ Ahmad Zaini.

Cerpen Gadis Bengawan Solo merupakan cerita pendek


karangan Ahmad Zaini, kamu dapat

Ketika Rasa Dipertemukan


Cerpen Karangan: Dwi Oktaviyani
Kategori: Cerpen Cinta, Cerpen Patah Hati, Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 12 March 2018

Waktu… seperti sungai, selalu mengalir, meskipun kita menyentuh


air sungai tersebut, tak akan sama dengan air sungai yang pernah
kita sentuh sebelumnya. Air sungai itu akan terus berlalu dan tak
akan kembali seperti dulu.

Pertemuan di Bumi Perkemahan itu menyisahkan kenangan-


kenangan bersamanya, meskipun belum sempat hati ini mengenal
jauh sosok dirinya di duniaku. Namun, sosok itu mampu
membuatku terbang bebas di angkasa dengan semua beban yang
sempat membuatku berhenti untuk terbang. Kekosongan ini terlalu
cepat ia isi dengan kehadirannya, hingga membuat kekosongan ini
terisi dan dunia ini tak lagi berwarna jingga dalam penglihatanku,
kini sosoknya menjadi pelangi dalam penglihatan ini. Tak terlukis
jelas bagaimana pertemuan ini di memoriku, yang aku tahu hanya
kehadirannya yang merubah pandangan kosongku.

“Dek, mau main kuis apa gak”


“Kuis apa kak,”
“Kuis Milionary, dek. Kita banyak-banyakan skor, kalo kalah nanti
gantian mainnya.”
“Iya ka, ayo tapi aku dulu”

Bisa dibilang karena kuis itu kedekatan kita dimulai. Setelah lama
kita main kuis dengan kecurangan yang dibuat dan canda tawa saat
kuis itu membuat rasa ini nyaman ada di dekatnya. Kedekatan kita
terus membuat rasa ini semakin nyaman dan nyaman.

“lho, kok curang dek kan udah kalah”


“lha kakak tadi sibuk sendiri kok, ya aku main lagi kak”
“ya gak boleh gitu dek, sekarang aku yang main,”

Beberapa hari dilalui bersamanya, banyak hal yang berubah


bersama dengan kehadirannya. Hari-hari di perkemahan ini terasa
sangat menyenangkan, tawanya yang membuatku merasa ada.
Kedekatan ini terasa saat ia menemaniku mencuci piring dan
mengambilkan air. Masalah yang kuhadapi terasa sangat ringat saat
ada di dekatnya. Meskipun kedekatan ini sangat singkat. Berada di
bumi perkemahan tiga hari dua malam ini, memberikan aku sebuah
arti, pengalaman, dan rasa dari semua anggota di sini.
Hidup ini pilihan, kesedihan atau kebahagiaan yang akan kita pilih.
Dan apapun yang menjadi pilihan kita itu yang harus kita jalankan
dan kita terima.

Setelah perkemahan itu, kegiatan kita berlanjut di lingkungan


sekolah, dan mungkin karena kegiatan lanjutan ini ada alasan untuk
aku bertemu dengan sosok yang merubah pandanganku. Sosoknya
yang ramah, baik, pengertian dan penyayang. Di depan koperasi
sekolah ini aku dan dia bertemu, setelah aku dan dia sempat
berbicara melalui pesan-pesan singkat kita.

“Dek” panggilnya dan memberikan telepon genggamnya


Di layar itu terdapat sebuah rangkaian kata yang mungkin tak
mampu ia ucapkan. Namun, rasa ini merasa takut untuk menjawab
rangkaian demi rangkaian yang tersusun menjadi sebuah kalimat
itu. Ketakutan itu yang akan merubah kenyamanan yang pernah
tercipta sebelumnya.

“gimana dek, jawabannya kok malah diem”


“hm, nanti aja aku kasih jawabannya kak,”
“nanti kapan dek,”

Antara takut dan berharap, berharap jawaban ini akan membuatnya


terus bersamaku dan menemaniku saat masalah-masalah yang aku
hadapi kembali mengusik pandanganku dan merubah pandangan ini
menjadi jingga. Takut, jika ia tak mampu menemaniku saat
masalahku membuatku bersikap egois dan membuatnya tak
mengerti, takut jika nantinya kita tak mampu sedekat dulu saat
status kita mengalami perubahan.

“Dek, gimana sama dia. Tenang aja dia orangnya setia kok, gak
perlu takut udah terima aja” kata-kata itu seperti mengusik
lamunanku.
“terima apa kak, orang gak ada apa-apa kok, terus apa yang mau
diterima”
“halah, gak usah pura-pura dek, aku lho tahu. Uda terima aja dia
orangnya setia kok beneran dek. Aku lho udah temenan sama dia
udah lama.”
“iya kak, aku tau dia orangnya setia”

Kedekatan ini terus ada, hingga akhirnya seseorang dari masa


laluku kembali, perasaan yang telah berubah ini masih sedikit
tersisa untuknya. Kekecewaan ini seakan tak mampu melunturkan
rasa yang tersisa untuknya, ia kembali dengan keadaan yang tak
mampu kulihat, masalah tentangnya kembali mengusik perasaan ini
yang telah berubah dan membuatku takut akan kehilangan sosok
baru dalam duniaku ini. Namun, di sisi lain aku tak ingin
mengecewakan ibu yang memberiku kasih sayang setelah ibuku
meninggal. Aku berada di titik yang tak kumengerti, membuat
seseorang yang saat ini ada menemani hari-hariku merasa kecewa
terhadap diri ini. Namun, membohongi perasaan ini untuk
membahagiakannya. Kadang, perasaan ini berharap ia mampu
mengerti namun cara yang aku lakukan salah.

“maaf, aku gak nurut sama kata-kata kamu, maaf aku gak bisa buat
orangtua aku bangga sama aku, dan aku malah ngebuat mereka
malu sama sikap aku sekarang, aku gak bisa berubah kalo bukan
kamu yang ngebuat aku berubah. Meskipun sekarang aku tahu, aku
gak lagi sama kamu dan aku juga tahu kamu udah sama dia, tapi
aku gak rela kamu sama dia aku cuma mau kamu sama aku aja.
Aku bakalan berubah kalo kamu putusin pacar kamu sekarang.”
Pesan singkat yang muncul dalam layar handphoneku dari masa
laluku, aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dulu, saat aku
ada dan mempertahankannya ia menganggap dunianya seperti
dalam penjara. Namun, sekarang ia hadir dan membuatku takut
akan kehilangan sosok yang saat ini menemaniku dan
menggantikannya. Aku dan dia dari masa laluku mengirim pesan-
pesan singkat. Dan akhirnya aku sendiri tak tahu harus bagaimana
dengan keadaan ini.

Setelah keputusan bodoh itu, duniaku seperti kembali tak ada


pelangi dan sosoknya yang selalu menemaniku, tak ada canda
tawanya yang menghiasi kekosongan ini. Dan entah, dari titik mana
aku dan dia kembali dekat seperti dulu. Perhatiannya yang ia
berikan saat diri ini membutuhkan perhatian darinya.
“dek, uda minum obat belum”
“belum kak, aku kan gak suka obat. Obat itu pahit kak, rasanya
juga gak enak”
“ya iyalah dek, namanya juga obat kalo manis makan permen aja,
kalo kamu gak minum obat mau sembuh dari mana dek”
“aku gak mau minum obat kak, obatnya gak enak, pahit juga”
“ya udah, aku minum obatnya tapi adek juga harus minum obat.
Jadi sama-sama minum obat, sama-sama ngerasain gimana
rasanya obatnya”
“ya uda aku minum obat”

Karena ia lagi, ia yang sempat hadir. Aku merasakan kehadirannya.


Aku dan dia jarang komunikasi, ketemu pun karena waktu. Tanpa
kesengajaan kita ketemu, waktu yang membuatku bertemu
dengannya dan aku yakin waktu juga yang akan mengatur
bagaimana kita selanjutnya.

Banyak kenangan dan masa yang terlewati bersamanya, hingga


detik-detik sebelum perkemahan ambalan itu. Sebelumnya sikapnya
tak sedingin ini tapi, beberapa hari sebelum kemah itu sikapnya
berubah.

“kak”
“malam kak”
Aku mencoba menghubunginya, meneleponenya namun tak ada
jawaban darinya. Perasaan ini berusaha bersikap tenang, meskipun
dalam hati ini sedikitpun tak ada ketenangan.

Waktunya kemah itu dimulai, sebelum berangkat ke perkemahan


semuanya diabsen terlebih dahulu, aku melihat di sekeliling namun
tak ada tanda-tanda keberadaannya di sekitar. Di tempat
perkemahan itu aku masih berusaha menghubunginya meskipun
aku tahu tak akan ada balasan darinya. Aku hanya mampu berharap
ia datang, karena aku lelah dengan sikapku setiap melihat sosoknya
yang pura-pura tak peduli, padahal aku merindukannya dan dari
kejauhan aku terus memandanginya.

Hingga aku teringat akan sesuatu sebelum kemah itu, seseorang itu
pernah memberi sebuah gelang bertuliskan “DREAM” dan tanpa aku
sadari gelang itu memiliki arti tersendiri darinya.

“itu gelang dari siapa, kok tulisannya dream, dream kan mimpi”
ucap salah satu temanku
“dari kakak,” dan aku terdiam sejenak, mencerna kata temanku
“iya, emang hubungan kalian gimana, masih pacaran apa uda
putus”
“nggak tahu juga,”
“coba, deh kamu tanya sama dia. Ajak dia ketemu dan ngomong
gimana hubungan kalian sebenarnya”
Setelah mendengar perkataan temanku, yang tidak hanya satu anak
melainkan perkataan teman-teman dekatku, aku pun
menanyakannya, melalui pesan singkat itu aku bertanya.

“kak, aku baru sadar kalo gelang yang kakak kasih itu bertuliskan
DREAM yang berarti mimpi, terus apa maksud sebenarnya kak”
“iya, aku kasih gelang itu emang tulisannya DREAM, dan
maksudnya kamu itu mimpi buat aku dek”
“kenapa mimpi kak, apa aku gak bisa jadi nyata buat kakak”
“dulu kamu itu nyata buat aku dek, tapi sekarang kamu Cuma
mimpi buat aku dek, mimpi yang sulit buat aku raih”
“terus apa maksudnya”
Mendengar pengakuannya kalau aku hanyalah mimpi, benar-benar
membuatku bingung apa lagi dengan kata-kata temenku, yang
melihat gelang yang ada di tanganku sering lepas.

“gelangnya lepas-lepas terus, emang kisah kalian kenapa. Tiap


gelang itu lepas kamu sambung lagi dan lepas lagi, apa gelang itu
sama kaya kisah kalian.”
Dengan kalimat itu aku mencoba bertemu dengannya, dan
beberapa kali aku gagal bertemu dengan sosok yang merubah
warna duniaku. Akhirnya aku beberapa kali buat ngajak ketemu,
tapi gak sempet ketemu, dan waktu akhirnya ngizini aku sama dia
ketemu, tapi aku salah aku gak tanya gimana hubungan kita. Malah
aku ngambil kesimpulan sendiri.

“kalo dia dateng kisah kita tak sebatas patok tenda, tapi kalo dia
gak dateng berarti bener kisah ini hanya sebatas patok tenda”
“ya udah, egois aja terus. Pikirin itu aja terus gak usah minta
jawaban dia.”

Bel pulang sekolah menandakan waktunya pulang. Dan aku masih


tetap di tempat dudukku, berharap ia akan datang. Dan tak lama
kemudian ia pun datang, namun perasaan ini tak mampu
mengatakan pertanyaan dalam hati ini dan hanya mengambil
kesimpulan itu.

“gimana dek, katanya ada yang mau ditanyain”


“e..eeh.. nnggak kok kak, gak ada apa-apa” perasaan ini benar-
benar menyenangkan, akhirnya ia pun hadir. dan sesuai
kesimpulanku aku tak mau menganggap kisah ini sebatas patok
tenda.
“hmb, beneran gak ada apa-apa”
“iya kak, makasih ya kak udah mau dateng”

Teringat akan kejadian beberapa kali itu, membuatku sadar betapa


bodoh dan egoisnya diri ini. Tetap melukiskan kisah kita di lembaran
yang sama namun, pemikiranku salah dan, tanpa aku sadari kisah
ini berakhir hanya sebatas patok tenda.

Cerpen Karangan: Dwi Oktaviyani


Facebook: Dwi Oktaviyani

Cerpen Ketika Rasa Dipertemukan merupakan cerita pendek


karangan Dwi Oktaviyani, kamu dapat mengunjungi halaman
khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru
buatannya.

Daun Emas Dari Pohon Ajaib


Cerpen Karangan: Afra Fazila Abdul Kadir
Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Fantasi (Fiksi)
Lolos moderasi pada: 13 March 2018

Halo namaku risa umurku sembilan belas tahun. Langsung saja kita
mulai ceritanya
“RISA AYO MAKAN!.” teriak kakakku “IYA SEBENTAR.” aku pun
berlari menuju ruang keluarga. Ya rumah kami tidak terlalu besar
kami hanya punya ruang keluarga, dapur, kamar mandi dan kamar
tidur. Ayahku kerjanya hanya sebagai tukang becak.

Saat makan, aku berpikir untuk membantu ayahku bekerja dan


menghasilkan uang “uhuugk uhuugk uhuugk” “cepat minum air ini”
kata ayah sambil menodongkan segelas air minum kepadaku. Glek
glek glek suara tegukan airnya sangat terdengar. Ibu berkata “apa
yang kamu pikirkan Risa?” “Eeh tidak ada apa apa kok bu”
“Ya sudah cepat habiskan makanannya” “iya bu”.

Selesai makan aku berbaringan di kasur, tiba tiba suara azdan


magrib terdengar “allahu akbar allahu akbar” aku langsung berdiri
menuju kamar mandi untuk berwudhu, selesai berwudhu aku pun
shalat. Setelah shalat aku pun berdoa “ya tuhan tolong berikanlah
kami rizki amin” selesai berdoa aku pun melipat mukena dan belajar
sambil menunggu sholat isya.

Saatnya sholat isya, aku pun sholat isya. Setelah sholat isya aku
pun langsung tidur. Saat itu aku bermimpi aku melihat sebuah peta,
tiba tiba ada sebuah suara yang sangat mengerikan “peta ini akan
menunjukkan sebuah lokasi harta karun, yaitu pohon ajaib dengan
daun emas yang sangat banyak”. Suara itu pun hilang. Saat aku
terbangun dari mimpi, saat aku melihat ke samping, peta itu ada di
sampingku.

Secepatnya aku ceritakan kepada keluargaku, ibu berkata “Itu pasti


petunjuk dari tuhan” “ya sudah kalau begitu boleh kan aku dan
kakak pergi mencari harta karun itu ibu” “Hmm, boleh tapi kalian
harus menjaga diri ok” “baiklah, bu”.

Pagi hari kami menyiapkan bekal dan peralatan seadanya. Lalu kami
pun berpamitan kepada ibu dan ayah “Aku pergi dulu ya”
“Iya hati hati di jalan”
Aku dan kakakku pun pergi. Walaupun sedikit sedih karena harus
meninggalkan ibu dan ayah di sana hanya berdua saja. Tapi aku
mencoba untuk tetap tegar dan kuat.

“Dik, boleh tidak kakak pinjam petanya?” “Boleh kak, ini” jawabku
sambil memberikan petanya kepada kakak. “Hmm, menurut peta ini
kita harus melewati tiga bukit”, “APA tiga bukit” kakak pun
mengajak aku berjalan lagi “Ya sudah ayo kita pergi”.

Setelah kami melewati tiga bukit kami pun memakan bakal yang
sudah kami bawa. “wah ada ikan goreng, hmm enak”. Kami pun
selesai makan, dan melanjutkan perjalanan
“Dik kita harus cari sebuah gua, di peta ini tertulis carilah sebuah
gua.” “Hmm, sebuah gua. Hah, apa itu?” “Mana?, iya itu sebuah
gua. Ayo kita masuk” “Ayo”

Kami pun masuk ke dalam gua. “Aaaagh, laba laba lari” “Dik tunggu
aku” “ah sudah tidak ada” “jangan tinggalin kayak gitu dong”
“hehehehehe” (namanya juga anak cewek takut laba laba lah).
Kami pun jalan lagi.

Tiba tiba aku melihat sebarkas cahaya, saat sampai di ujung gua,
aku dan kakak melihat pohon dengan daun emas dan buah buahan
“Wah inikah pohon ajaibnya dik” “iya, hem enak. Buahnya rasanya
manis dan bijinya terbuat dari emas” “ayo kita ambila sebanyak
banyaknya”. Aku dan kakak pun mengambil daun dan buahnya
sebanyak banyaknya. Aku pun bertanya pada kakak “kak, bukankah
sebaiknya kita bawa saja pohonya” “tidak dik pohon ini untuk yang
lebih membutuhkan. Lagi pula kita kan sudah mengambil banyak.
Buah juga kita sisakan untuk ibu dan ayah.” “Baiklah kak”

Setelah itu kami pulang dan menjumapi ibu dan ayah “kalian sudah
pulang” ibuku memeluk erat aku. Kami pun memberikan harta
karunnya kepada ayah dan ibu. Ayah pun menjual emasnya, aku
dan kakakku bisa sekolah di tempat yang layak, ayah mendapat
kerja sebagai pegawai yang gajinya sangat banyak sampai berjuta
juta rupiah dan ibu bisa memasak makanan yang enak dan banyak,
aku sangat senang kehidupanku bisa berubah.

Cerpen Karangan: Afra Fazila Abdul Kadir

Cerpen Daun Emas Dari Pohon Ajaib merupakan cerita pendek


karangan Afra Fazila Abdul Kadir, kamu dapat mengunjungi
halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru
buatannya.

Aku Yang Mengalah


Cerpen Karangan: Putri Yani Ginting
Kategori: Cerpen Cinta, Cerpen Galau
Lolos moderasi pada: 12 March 2018

Aku mengalami kisah ini dimasa putih abu-abuku yang penuh


dengan suka dan duka. Perkenalkan namaku adalah putri yani
ginting anak dari 3 bersaudara dan anak terakhir dari ayahku yang
telah lama meninggalkan sejak kecil, hingga saat ini kasih sayang
sosok dari seorang ayah sama sekali tak pernah kurasakan. Kini aku
telah duduk di kursi kelas 2 sma, pertama kali mengenalnya sudah
begitu lama dan kini dia lebih memilih sahabatku.

Tuhan menjauhkan dia dariku dikarenakan kami beda keyakinan,


aku bahagia telah dijauhkan darinya, sebab hikmahnya begitu
besar, selain tuhan memperkenalkanku dengan dia yang lebih baik,
tuhan juga berikan hikmah bahwa dia tak layak jadi imamku kelak
nanti.

Aku sendiri gak tau dari mana kedekatan kami dimulai hingga
semua sedekat ini, aku merasakan kenyamanan saat kusandarkan
kepalaku di pundaknya, pemandangan yang indah, terasa damai
hatiku bersamanya, angin pun menghembuskan lambaian-
lambaiannya ke tubuhku, kurasakan kesempurnaan rasa ini di
tempat yang kuimpi-impikan dari dulu bersamaku, ketika hujan
membahasi kita, di situ kurasakan kau menjagaku dengan kasih
sayang.

Banyak kenangan indah bersamamu, belum lagi ketika kau berusia


17 tahun, saat kau berkata aku wanita pertama kali yang datang ke
rumahmu dan menemui orangtuamu, begitu dengan suapan
pertama selain dari ibumu. Hingga kini semua berakhir dengan
kenangan yang akan kulupakan bersamamu, begitu kejamnya kau
terhadapku, pergi tanpa alasan, dari yang sebelumnya aku harus
mengalah buat kepergian seseorang yang kusayangi, begitu dengan
ayah, sahabat dan kau, tak jauh cerita dengan mereka, mereka
pergi tanpa alasan, begitu juga denganmu. Mungkin aku sedang
diuji oleh sang maha kuasa dengan orang yang kusayang.
Cerpen Karangan: Putri Yani Ginting
Facebook: Putri Yani Ginting

Cerpen Aku Yang Mengalah merupakan cerita pendek


karangan Putri Yani Ginting, kamu dapat mengunjungi halaman
khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru
buatannya.

Kenangan Putih Biru bersama


Kakak Putih Abu
Cerpen Karangan: Sri Nuraeni
Kategori: Cerpen Cinta Dalam Hati (Terpendam), Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 12 March 2018

Namaku Rena, sekarang Aku bersekolah di salah satu sekolah


menengah kejuruan swasta di kotaku. Ini kisah 2 tahun lalu,
dimana Aku masih memakai seragam putih biru.

Saat itu tanggal 17 ramadhan, sekolah diliburkan bersyarat harus


mengikuti kegiatan pesantren kilat di daerah masing-masing. Tepat
pukul 12.00 dimana matahari seakan berada di atas kepalaku, Aku
tengah berada berada di depan gerbang sekolah, menunggu
seorang teman. Tidak lama kemudian, temanku datang. Dari jarak
yang cukup dekat dia berseru “Hai Rena” sapa temanku sembari
melambaikan tangan pula. Dia menghampiriku “Udah lama?”
“Belum, Aku juga baru dateng” jawabku
“Ohh, ya udah deh ayo masuk. Waktunya kita caper sama Rizal” Dia
menarik tanganku
“Ih Wina, emang ada apa sih sama Rizal. Suka banget kayaknya”
gerutuku kesal sambil melepaskan tangan Wina dari tanganku.
“Yaiyalah suka banget, secara dia itu ketua OSIS, ketua ekskul
paling favorit di sekoah kita, ganteng, baik, putih, lengkap deh
pokoknya”
“Dia gak sesempurna itu Wina” Balasku cuek
“Sesempurna itu kayaknya” jawab Wina dengan tatapan
meyakinkan.
“Ituh… masih pake kata ‘kayaknya'”
“Kan manusia itu gak ada yang sempurna” jawab Wina sambil
cengengesan.
“Ituh… tau kan”
“Heheh emang tipe kamu yang kaya gimana?” tanya Wina
penasaran.
Aku mulai berfikir “Emm, yang jelas dia harus shaleh, baik, rajin
shalat sama rajin ngaji” kataku dengan yakin.
“Rizal juga kayak gitu”
“Aku gak yakin. Kayaknya dia terlalu sibuk sama urusannya. Kamu
yakin dia shalat tepat waktu?”
Wina mulai berfikir “Emm, gak juga sih. Terus selanjutnya apa?”
“Dia harus pintar”
“Rizal juga pintar. Tau sendiri kan, cuma dia cowok yang masuk 10
besar di kelas kita”
“Tapi dibawah Aku kan?”
“Ya iya, kenapa segitu gak sukanya sih sama dia?”
“Karena dia terkenal dan mudah kenal sama orang”
“Bukannya itu bagus ya?”
“Aku lebih suka cowok introvert. Asal kamu tau ya, sejauh ini Aku
perhatiin tiap cewek yang deket sama dia, cewek itu pasti dijudge
sama fansnya si Rizal itu. So perfect banget tuh orang”
“Ya wajarlah, kamu gak mau deket sama dia karena kamu gak mau
dijudge kan sama orang?”
“Emm mungkin iya, lagian udah nemu seseorang yang Aku mau
kok”
“Siapa?”
“Kakakku”
Wina tertawa terbahak bahak “Kamu kan gak punya kakak”
“Tapi Aku udah anggap dia kakak, bahkan mungkin lebih”

Rizal memanggilku dan Wina dari arah ruang kelas 7, ruangan itu
telah terisi penuh oleh para aktivis sekolahku. Hari ini akan
diadakan rapat untuk membahas hal apa saja yang akan
ditampilkan pada acara orientasi murid baru. Tiap ekskul harus
menampilkan sesuatu. Aku dan Wina adalah pengurus ekskul PMR
dan kami berencana menampilkan drama. Dramanya memakai
rekaman suara. Tapi diantara Aku dan Wina tidak ada yang bisa
membuatnya. Kemudian Aku mengingat seseorang yang bisa
membantu kami. Aku yakin dia bisa.

Malam harinya sehabis melaksanakan shalat tarawih, di depan


masjid Aku bertemu dengan Kak Defan. Waktu itu Kak Defan
sedang berjalan pulang, Aku memanggilnya dan ia menoleh ke
arahku. Aku berbicara padanya disertai rasa malu yang ada dalam
diriku.

“Kak Defan bisa bantuin Aku gak?”


“Bantu apa?”
“Bisa buatin rekaman buat drama gak?”
“Bisa sih, tapi aplikasinya belum ada”
“yaahh” keluhku.
“Entar deh, Kakak download dulu” Kak Defan menenangkanku.
“Bener yah?”
“Iyah, entar kamu rekamin dulu suara teman-teman kamu, entar
rekamannya kasih ke Kak Defan”
“Heem kak, iya sip” jawabku. Kemudian Aku berjalan pulang,
melewati Kak Defan.

O iya, Kak Defan itu tetanggaku. Dia lebih tua 3 tahun dariku, tapi
sekolah kami hanya berbeda 2 tahun. Kak Defan itu sangat baik,
pintar, rajin tapi pendiam.

Keesokan harinya Aku mulai proses rekaman. Proses itu memakan


waktu selama 3 hari. Setelah semua rekaman selesai Aku pergi ke
rumah Kak Defan untuk memberikan rekaman itu.

Di rumah Kak Defan, Aku mengirimkan 1 folder yang berisi rekaman


suara itu, setelah semua selesai Aku pulang ke rumah. Tapi Aku
melupakan sesuatu, Kak Defan belum tahu alur ceritanya. ‘Besok
Aku akan memberitakan teks drama itu padanya’ pikirku.

Keeseokan harinya, tepatnya sore hari Aku pergi ke rumah Kak


Defan, tapi Kak Defan tidak ada di rumah. Aku menunggunya di
depan rumahku tapi sampai pukul 17.45 (hampir masuk waktu
berbuka) dia belum datang juga. Akhirnya Aku memutuskan untuk
masuk ke dalam rumah. Beberapa menit kemudian Kak Defan
pulang karena Aku mendengar suara motornya datang. Aku tidak
menemuinya karena ini sudah masuk waktu buka puasa Aku tidak
enak megganggunya jadi Aku memutuskan untuk menemuinya
besok.

Hari-hari berikutnya Aku tidak bertemu Kak Defan dan itu


membuatku kecewa. 3 hari sebelum lebaran, Aku bertemu
dengannya di masjid. Dia meminta maaf karena akhir-akhir ini dia
sibuk latihan volly untuk perlombaan di sekolahnya. Kemudian dia
memintaku untuk datang mengerjakan tugas ke rumahnya pas hari
lebaran. Aku tidak berjanji untuk menyanggupi tapi Aku bilang akan
mengusahakan.

Hari lebaran tiba. Sore harinya Aku pergi kerumah Kak Defan
dengan membawa teks drama yang belum sempat Aku berikan
padanya, waktu Aku kesana yang membukakan pintu dan
menyuruhku masuk adalah Kakaknya Kak Defan karena Kak Defan
sedang shalat ashar. Beberapa menit kemudian Kak Defan datang,
masih memakai sarung dan baju koko tentunya. Tampan! pikirku.
Kemudian Kak Defan mengajakku pindah ke ruang TV sambil
mengerjakan tugas.

Aku memberikan teks pada Kak Defan dan kami mulai


mengerjakan. Saat Aku melihat laptop Kak Defan Aku melihat
fotoku di sana, Aku baru ingat saat Aku memberikan rekaman pada
Kak Defan, di dalam folder itu ada fotoku yang belum Aku
pindahkan.
“Ituhhh” kataku dengan malu. Kak Defan tidak menjawab tapi Aku
tau dia tersenyum. Suasana sepertinya menjadi hening sekali. Aku
bertanya pada Kak Defan ke mana semuanya, Kak Defan menjawab
semuanya pergi ke rumah sodaranya.

Beberapa menit kemudian dia mengambil setoples wafer stick dan


menyuguhkannya padaku.
“Ini Ren”
“Iya” jawabku
Aku tidak memaknnya dan Kak Defan kembali menawarkan
“Ini Ren, makan…”
“Iya ihhh” Aku kesal. Sebenarnya bukan kesal tapi aku terlalu
gerogi kalau hanya berduaan dengan dia. Kak Defan terdiam. 2 jam
kemudian tugasku sudah selesai.
“Makasih Kak Defan”
Kemudian Aku pulang.
Demonstrasinya berjalan lancar. Setelah kejadian itu, Aku dan Kak
Defan semakin dekat. Perasaanku padanya semakin kuat tapi Aku
tidak tahu perasaan apa itu.

Cerpen Karangan: Sri Nuraeni


Facebook: Sri Nuraeni

Cerpen Kenangan Putih Biru bersama Kakak Putih Abu merupakan


cerita pendek karangan Sri Nuraeni, kamu dapat mengunjungi
halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru
buatannya.

Menolak itu Penting


Cerpen Karangan: Harini Natalia Sembiring
Kategori: Cerpen Pendidikan, Cerpen Pengalaman Pribadi, Cerpen
Penyesalan
Lolos moderasi pada: 10 March 2018

Namaku Cantika, tahun ini aku masuk semester 5 dalam


perkuliahan. Aku sering dipanggil cika, aku adalah seorang yang
sangat sulit menolak permintaan orang lain. Teman-temanku sering
menegur aku bahkan memarahiku ketika aku tidak berani menolak
permintaan orang lain yang membebaniku. Tapi tetap saja aku tidak
bisa menolaknya karena aku merasa segan.

Aku sangat suka mengambil mata kuliah atas ketika sks ku


memenuhi untuk mengambilnya. Di semester ini aku mengambil
satu mata kuliah atas. Dalam mengikuti mata kuliah ini aku selalu
dengan seorang kakak bernama Vika. Di kampus tempat aku kuliah
berasal dari baragam-ragam suku, Vika adalah salah satu yang satu
suku dengan aku. Ketika pergi ke kampus mengikuti mata kuliah
atas yang kuambil yaitu Psikologi kami selalu berangkat sama-sama
bahkan duduk di kelas pun berdekatan.

Tiba saatnya kami mengikuti ujian tengah semester. Dosen


pengampu memberikan tugas untuk mengerjakan soal sebanyak 8
nomor. Ketika dalam perkuliahan, dosen memberikan penjelasan
tentang ujian kami.
“Tugas TTS kalian adalah mengerjakan delapan soal ini dengan
catatan setiap soal harus dijawab dengan 10 sumber buku dan
memakai empat buku bahasa Inggris setiap soal. Tugas ini
dikerjakan diluar perkuliahan dan saya memberikan waktu 2 minggu
untuk kalian mengerjakannya”. Kami sebagai siswa cukup syok
dengan tugas ini. Aku hanya diam dan bingung bagaimana aku akan
mengerjakannya karena aku sangat kesulitan dalam bahasa Inggris.
Aku mencoba tegar menghadapi tugas ini, dalam hati aku berkata
aku pasti bisa mengerjakannya hanya butuh usaha yang maksimal.

Setelah selesai perkuliahan Vika mendekatiku dan berkata ”Cika,


nanti kita ngerjain tugasnya bareng ya, soalnya kalo ngerjakan
sendiri aku malas”.
“Oke kak Vik, kabarin aja kapan kita mulai mengerjakannya”.
“Iya nanti aku kabarin kamu deh, biar nanti kita kerja bareng di
perpustakaan”.
“Ide bagus kak, kalo bisa kita kerjain secepatnya soalnya tugasnya
banyak banget”. Sambil aku menelan ludah mengingat banyaknya
sumber yang harus dicari.

Beberapa hari kemudian kami pergi ke perpustakaan bersama


seorang kakak senior namanya Rio, dia juga mengambil mata kuliah
yang sama dengan kami. Di perpustakaan kami berusaha masing-
masing mencari sumber untuk menjawab soal ujian.
“Kak, kita cari sumbernya masing-masing terus nanti kita gantian
pakai bukunya biar tugas kita cepat selesai.”
“Okee siapp, ya udah yuk kita cari bukunya di sebelah sana
sepertinya sumbernya banyak di sana”.

Kami bertiga semangat mencari sumber sampai-sampai karena


banyaknya kami membawa beberapa tumpukan buku untuk
dikerjakan.
“Waduhh kalo sebanyak ini belum baca saja aku udah pusing” ujar
kak Rio. Kami mulai membaca buku itu dan berusaha menemukan
jawaban yang tepat. Aku mulai serius mencari dan mendapat
beberapa jawaban.

Ketika kak Rio melihatku kesulitan membaca sambil mengetik


jawaban dia menawarkan untuk membacakannya untukku dan aku
yang mengetikkan. Aku setuju dan kami mulai mengerjaknnya
bersama-sama. Aku melihat kak Vika yang sedang asik dengan HP
nya, dia mengabaikan buku-buku yang telah dia ambil dari rak
buku. Aku tidak berani menegur dia karena aku takut dianggap sok
rajin.

Setelah beberapa jam aku dan kak Rio hanya bisa menjawab
beberapa soal saja sedangkan kak Vika tidak ada menjawab satu
soalpun karena dia hanya fokus dengan HP-nya. Setelah kami
pulang dari perpustakan aku merasa kesal karena hanya sedikit
yang bisa kami jawab setelah berjam-jam di perpustakan dengan
kondisi tidak ada makanan apapun yang masuk kedalam perut
mulai dari pagi sampai sore.

Aku terus berusaha mengerjakan tugasku setiap kali aku punya


waktu luang. Setelah batas pengumpulan akan tiba kak Vika
menghubungi aku.
“Cika, tugas kamu sudah siap kah?”
“Belum kak Vika, ada beberapa nomor lagi yang belum aku jawab,
kak Vika sudah selesai?”
“Belum nih, aku bagi jawaban kamu ya soalnya aku baru selesai
nomor 1 nih.” Aku terdiam beberapa saat mendengar perkataannya,
sebenarnya sih dalam hatiku menolak tapi aku gak bisa melakukan
itu.
“Mmm…, ya udah deh kak nanti aku kirim ya.”
“Okee Cika jangan lupa ya, nanti aku kasi jawaban aku no 1 sama
Cika trus soal yang udah Cika jawab kirim ke emailku ya.”
“Oke deh kak.” Aku menjawab dengan sedikit kesal dan sangat
ingin menolaknya. Tapi karena aku tidak bisa menolak akhirnya aku
mengirimkan jawabanku.

Aku menceriterakan itu pada kak Rio, dia memarahiku karena aku
memberikan jawabanku pada kak Vika.
“Aduhh Cikaa, kamu gimana sih?!!”
“Kalo dia gak ada usaha biarin aja tugasnya gak selesai, itu kan
salah dia.”
“Awas kalo dia ikutin jawaban kamu persis kamu pasti dikatakan
plagiat sama dosen kita.” Aku menjadi khawatir mendengar
perkataan kak Rio.
“Aku gak bisa nolak dia kak Rio, tadinya sih aku pengen banget
menolaknya tapi apalah daya diriku yang gak bisa nolak ini.”
“Cika cika, (sambil menggaruk kepalanya) harusnya kamu itu
memberanikan diri untuk menolaknya, kamu sih gak memikirkan
dulu apa resikonya jika kamu memberikan jawaban kamu.”
“Maaf kak Rio tapi udah terlanjur aku memberikan jawabannya
kak”. Aku menyesali tindakanku yang tidak berpikir dahulu dan
langsung bertindak.
“Yaaa udah terlanjur juga kan, lain kali kamu harus bisa menolak
sesuatu yang bisa membahayakan kamu. Pokoknya Cika harus
belajar berani menolak yang tidak penting dari sekarang”.
“Okee?!” Kak Rio menepuk pundakku.
“Okee siappp pak!”, aku memberikan hormat pada kak Rio.
“Hahaha kamu ini, bercanda terus”. Kak Rio tertawa melihat
tingkahku.

Tiba waktunya pengumpulan tugas, aku, kak Rio dan kak Vika pergi
mengumpulkan tugas bersama ke kantor dosen kami. Setelah
mengumpulkan tugas aku sedikit lega karena bebanku sudah
berkurang. Tapi tiba keesokan harinya Dosen mengirim pesan ke
emailku dan mengatakan bahwa aku dan kak Vika plagiat (jiplakan)
karena ada jawaban kami yang sama persis. Aku sangat syok
membaca email itu aku teringat dengan perkataan kak Rio. Rasanya
aku pengen menangis, aku benci dengan diriku karena
perbuatanku.

Beberapa hari aku gak keluar dari kos dan hanya menyesali apa
yang telah terjadi. Kak Rio mengetahui hal ini dan dia menemui dan
berusaha menghiburku yang sedang terpuruk karena aku dikatakan
plagiat. Dan yang paling menyakitkan bagiku adalah ketika kak Vika
mengatakan kepada orang lain bahwa akulah yang melihat
jawabannya. Saat kak Rio menemuiku aku menangis dan ingin
marah sama kak Vika yang ternyata menusukku dari belakang. Aku
memberikan jawaban padanya tanpa membeberkan sama orang lain
selain kak Rio karena aku percaya sama kak Rio dia tidak akan
mengatakan hal itu kepada orang lain. Tapi kak Vika justru
memutar balikkan fakta.

“Kak apa yang harus aku lakukan?”


“Aku takut mendapat nilai E kak, nanti IPK aku turun mama sama
papa pasti marah sama aku.” Aku menangis tersedu-sedu.
“Udah dong Cika jangan nagis lagi ya, itu pelajaran buat Cika
supaya kedepannya gak melakukan kesalahan yang sama. Cika
harus kuat dan berdoa sama Tuhan biar nilai Cika nanti bagus.
Bukan kesalahan Cika dikatakan Cika plagiat tapi kecurangan yang
dilakukan Vika. Cika harus sabar ya.” Kak Rio berusaha
menghiburku.
“Iya kak, mulai dari sekarang Cika harus berani menolak orang,”
ujarku menguatkan diri sendiri.

Aku berdoa sama Tuhan agar semester ini aku mendapat nilai yang
bagus dan meningkat dari sebelumnya. Aku lulus dalam mata kuliah
Psikologi yang dikatakan aku plagiat meskipun dengan nilai yang
kurang memuaskan. Aku bersyukur atas kejadian ini karena aku
mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dalam hidupku.
Kejadian ini membuatku untuk lebih waspada terhadap apapun
juga. Berpikir sebelum bertindak itu sangat penting, walaupun
dalam situasi genting kita harus mampu berfikir untuk melakukan
tindakan agar kita mengambil tindakan yang tepat.

Cerpen Karangan: Harini Natalia Sembiring


Facebook: harininatalia14[-at-]yahoo.co.id
Email: harinisembiring10[-at-]gmail.com
Cerpen Menolak itu Penting merupakan cerita pendek
karangan Harini Natalia Sembiring, kamu dapat mengunjungi
halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru
buatannya.

Tukang Jamu Yang Misterius


Cerpen Karangan: Muhammad Jihad
Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Fantasi (Fiksi)
Lolos moderasi pada: 10 March 2018

Dahulu kala ada sebuah desa yang sangat damai dan sejahtera.
Suatu hari ada dua orang pemuda bernama adam dan guntur.
Mereka hendak membeli jamu karena badan mereka sedang sakit
semua, saat mereka sedang asyik berbincang datanglah seorang
tukang jamu.

“Guntur lihat baru saja kita berbincang tukang jamu sudah


datang!!!” tanya adam, “benar sekali. tetapi baru kali ini aku
melihat tukang jamu itu”. jawab guntur “Iya. sepertinya tukang
jamu itu baru datang ke desa kita. ayo kita membeli jamu itu!!”
ajak adam. “Ayo!” singkat guntur

Setelah mereka membeli jamu datanglah satu pemuda bernama


hikmal. Hikmal sangat terkejut setelah mengetahui dua pemuda tadi
membeli jamu dari tukang jamu yang baru saja datang dari desa
mereka. Hikmal bertanya pada dua pemuda tadi. “hei apakah kalian
membeli jamu pada tukang jamu yang baru saja datang ke desa
ini?”. Mereka menjawab “betul. kami baru saja membeli jamu
tersebut. rasa jamunya enak sekali!!”. Hikmal terenyuh sambil
berkata “kalian berdua telah melakukan kesalahan besar!!”
“Kesalahan apa??” jawab dua orang pemuda tersebut bersamaan.
Tiba-tiba tubuh adam dan Guntur menjadi keriput, seluruh
badannya menjadi lemas seketika.
“Mengapa ini kok badanku tiba-tiba menjadi keriput?” tanya adam.
“sudah kubilang kalian telah melakukan kesalahan yang besar!!”
jawab hikmal. “Apa yang sebenarnya terjadi, ayo ceritakan pada
kami??” bentak guntur “Baiklah akan aku ceritakan!” jawab hikmal
mulai menceritakan ceritanya

“lima bulan yang lalu ada tiga orang pemuda yang bernama putra,
imron dan pratama. Mereka hendak membeli jamu dari tukang jamu
yang baru saja kalian beli, setelah mereka meminum jamu tersebut
tiba-tiba tubuh mereka menjadi keriput seperti kalian, mereka
menjadi keriput selama sepuluh tahun. jadi kalian akan bernasib
sama seperti mereka selama sepuluh tahun kedepan!!!” kata hikmal
sambil menyelesaikan ceritanya.

Mulut mereka berdua terbuka lebar saat mendengar cerita pemuda


tersebut, setelah mendengar cerita pemuda tersebut mereka tidak
akan pernah membeli jamu sampai kapanpun

TAMAT

Cerpen Karangan: Muhammad Jihad


Facebook: Jihad Adiknya Ainun

Maaf ya teman-teman klo ceritanya kurang menarik soalnya baru


pertama kali bikin cerpen.. hehehe
Muhammad jihad
Umur 13 tahun
Tinggal di karawang
Cerpen Tukang Jamu Yang Misterius merupakan cerita pendek
karangan Muhammad Jihad, kamu dapat mengunjungi halaman
khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru
buatannya.

Cinta Pada Sahabatku Yang


Terpendam
Cerpen Karangan: Widie Wiarna Gumilang
Kategori: Cerpen Cinta Dalam Hati (Terpendam), Cerpen Patah Hati
Lolos moderasi pada: 10 March 2018

Namaku Farah hasywaza Audrey. Aku biasa dipanggil Audrey oleh


teman temanku. Aku punya teman namanya fikar. Tapi dia itu
kakak kelasku. Di balik persahabatan kami ini aku menyimpan rasa
cintaku padanya selama kurang lebih 2 tahun sejak kami pertama
kali bertemu waktu masa orientasi siswa atau MOS. Sejak saat itu
aku selalu senang karena dia menganggapku sebagai seorang yang
sangat berarti dalam hidupnya meskipun hanya sebatas sahabat.

Setiap pagi sebelum berangkat sekolah biasanya kami selalu


mengelilingi komplek perumahanku. Pagi pagi sekali dia sudah
menghampiri rumahku. “Audrey.. Ayo kita keliling komplek!”
Katanya. Aku sudah siap dari pagi menunggunya menghampiri
rumahku.
Setelah fikar memanggilku dengan suara yang sangat keras, aku
menghampirinya. “ih kamu tuh yaa, gak bisa banget ngomong
santai.. Orang lain masih pada tidur tau” kataku. Lalu dia tiba tiba
menarik lenganku untuk cepat cepat pergi. Biasanya itu ritual kami
setiap pagi. Setelah lari pagi kami berangkat sekolah bersama. Dia
memboncengku naik sepeda andalannya. Karena kebetulan kita
satu sekolah yang sama bahkan satu kelas yang sama.

Suatu hari seperti biasa kami melakukan ritual lari pagi yang biasa
kami lakukan di pagi hari. Pas bel pulang sekolah berbunyi, dia
meneleponku “drey, kita ketemuan yuk di cafe biasa, aku tunggu
yaa” katanya. Aku senang sekali karena udah lama juga aku gak
nongkrong bareng fikar. “Okee deeh, emang ada apa gitu kar? Kok
harus ketemuan segala?”Kataku. “Nanti deh aku ceritain di sana
oke” katanya.
Aku langsung pergi ke cafe itu dengan perasaan senang. Tapi
setibanya di sana aku agak sedikit bingung karena ada seorang
perempuan. “Seorang perempuan! Tapi, aku rasanya mengenal
perempuan itu, iya itu adalah kakak kelasku. Dia itu kak lestary”
kataku dalam hati. Lalu fikar menyuruhku duduk. “Kamu pasti
ingung ya drey? Aku mau jelain sesuatu” katanya. “Sesuatu apa?
Ceritain aja sama Audrey” kataku. “Jadi sebenarnya..” “Sebenarnya
apa?” Jawabku memotong perkataan fikar. “Sebenarnya aku sama
lestary ada hubungan” sontak kata kata fikar membuatku makin
bingung. “Hubungan? Maksdunya apa sih aku gak ngerti kak”
kataku karena aku sungguh bingung sama keadaan ini. “Jadi kami
udah pacaran selama 2 Bulan terakhir” kata kata fikar itu sontak
membuat jantungku beberhenti sejenak, hatiku berantakan, air
mata ingin rasanya keluar dan aku ingin sekali menangis.

“Hah? Pacaran? Kenapa kalian gak Kasih tau aku?” Kataku sedikit
mengontrol emosiku. “Maaf ya aku gak ngasih tau kamu. Pasti
kamu marah” kata fikar. Jelas lah aku marah tapi aku mencoba
untuk mengontrol emosiku. “Hah marah? Nggak lah malah aku
seneng kalian pacaran!” Jawabku dengan penuh kebohongan.
“Syukurlah kamu gak marah, dengan begini kita gak perlu
merahasiakan hubungan kita lagi ke kamu drey” kata fikar. “Hhe iya
iyaa aku seneng banget kalian pacaran, eh aku lupa aku ada janji
sama mamah aku pergi duluan yaa” kataku untuk menghindari
mereka. “Oh ya udah hati hati di jalan yah drey” kata kak lestary.
Aku hanya senyum mendengar perkataannya walaupun jauh di
dalam lubuk hati ini aku begitu sakit hati kepadanya.

Di jalan menuju pulang aku menangis sepuasnya. Aku ingin sekali


marah pada fikar, tapi apa hak aku sampai harus marah pada
hubungan mereka? Toh aku bukan siapa siapanya fikar. Aku hanya
bisa memendam perasaan sakit hati karena hubungan mereka. Dan
perasaan ini hanya tuhan dan aku yang tahu.

Maafkan aku karena menyukaimu seperti orang yang tak terlihat,


seperti aku tidak pernah ada. – Audrey

SELESAI

Cerpen Karangan: Widie Wiarna Gumilang


Haii!! Namaku widie wiarnaa ^_^
Kalian bisa panggil aku widie. Aku sekolah di Smp negeri 1
Sumedang. Hobiku itu dengerin musik sama baca cerpen! Tapi aku
lagi pengen nulis cerpenn
Aku punya instagram loh @widiewrn_ kalian bisa kontak aku di sana
ya.. Jangan lupa follow jugaa

Cerpen Cinta Pada Sahabatku Yang Terpendam merupakan cerita


pendek karangan Widie Wiarna Gumilang, kamu dapat
mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen
cerpen terbaru buatannya.

Cinta Mikha
Cerpen Karangan: Meiryza Wulandari
Kategori: Cerpen Galau, Cerpen Patah Hati
Lolos moderasi pada: 9 March 2018

23 Desember 2014 merupakan hari perpisahan antara aku dan dia.


Namaku Mikhaila Putri, biasa dipanggil Mikha, aku kuliah di salah
satu universitas swasta di Jakarta. Dia adalah mantan pacarku yang
bernama Hadi Prasetya, dia kuliah di salah satu universitas negeri di
Yogyakarta. Sebenarnya ini adalah perpisahan sepihak, dia yang
memutuskan untuk mengakhiri kisah cinta kami yang sudah terjalin
lebih dari 4 tahun. Kami sudah tidak cocok, jenuh, dan prinsip kami
sudah berbeda, itulah yang menjadi alasan dia memutuskan
hubungan kami yang jarak jauh, atau dalam istilah keren sekarang
adalah LDR (Long Distance Relationship). Tapi aku menyadari
bahwa itu bukan alasan yang sesungguhnya, ada sesuatu yang dia
sembunyikan dariku. Aku pun menerima keputusan Hadi dengan
setengah hati. Hati ini perih, harus kemana hati ini menyembuhkan
luka. Hati ini menangis, harus bagaimana agar hati ini
melupakannya. Diri ini harus bagaimana dan ke mana sedangkan
hanya dia satu-satunya yang mengerti aku.
I don’t need your honesty
It’s already in your eyes
And I’m sure my eyes, they speak for me
No one knows me like you do
And since you’re the only one that matters
Tell me who do I run to?
(Adele – All I Ask)

Perkenalan aku dan dia berawal di tahun 2007, dimana Hadi


bersekolah di salah satu SMA negeri di Jakarta yang sama
denganku. Kami berteman, saling memberi perhatian dan
memahami sifat masing-masing. Hingga di tahun 2010, Hadi
menyatakan cintanya padaku dan kami menjadi sepasang kekasih
ketika kami kuliah di kota yang berbeda. Walaupun berbeda kota,
kami tetap saling berkomunikasi setiap hari dan Hadi pasti pulang
ke Jakarta setiap libur semester dan libur lebaran. Kami berusaha
saling percaya, bertahan akan rasa rindu yang menyiksa, dan saling
menjaga hati akan adanya godaan-godaan cinta di luar sana. Itu
semua dapat kami lalui bersama selama hampir 4 tahun.

Seandainya jarak tiada berarti


Akan ku arungi ruang dan waktu dalam sekejap saja
Seandainya sang waktu dapat mengerti
Takkan ada rindu yang terus mengganggu
Kau akan kembali bersamaku
(Raisa – LDR)

Setelah 1 tahun aku putus dengan Hadi. terkadang dia masih saja
menghubungi dan mengajakku untuk bertemu ketika dia pulang ke
Jakarta. Aku memanfaatkan kesempatan itu untuk bertanya
padanya, apa alasan dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan
kami. Setelah aku mendesaknya, dia mengakui bahwa dia akan
dijodohkan oleh orangtuanya. Dia mengatakan bahwa dia tidak bisa
menolak keinginan kedua orangtuanya. Sebenarnya dia masih
menyimpan rasa padaku, aku pun juga masih mencintainya. Aku
masih merindukan sosoknya. Sebagian hati ini lega, akhirnya
mengetahui alasan dia sebenarnya. Sedangkan sebagian lagi
merasa sesak, akan menjadi seperti apa hidup ini ke depannya
tanpa dirinya. Namun, apa yang dapat kami lakukan apabila orang
tua sudah memilihkan yang terbaik dan Allah SWT tidak merestui
kami bersama. Kami pun menyadari bahwa kami bukan jodoh. Kami
tidak akan pernah satu.

Mau dikatakan apa lagi


Kita tak akan pernah satu
Engkau di sana aku di sini
Meski hatiku memilihmu
(Raisa – Mantan Terindah)

Tak terasa waktu sudah berjalan 2 tahun setelah aku putus dengan
Hadi. Perlahan-lahan luka hati ini mulai sembuh, perlahan-lahan diri
ini mulai move on. Dia tidak lagi menghubungi ataupun mengajakku
bertemu. Aku menjalani hidupku seperti biasa sebelum aku bertemu
dengan dia. Di awal sangatlah sulit, dimana biasanya setiap
kegiatan melibatkan dia dan setiap harinya berkomunikasi dengan
dia. Kini harus terbiasa tanpa dia, tanpa perhatian dia, tanpa
kehadiran dia, dan aku perlahan-lahan belajar melupakan dia.
Hatiku tak lagi merasakan perasaan dulu yang disebut cinta. Hati ini
terasa kosong dan hampa. Tapi, aku baik-baik saja sekarang.

Tolong aku yang kini tak bisa


Kikiskan wajahmu tatapmu harummu
Ajariku cara lupakan semua tentang dirimu dirimu dirimu
Karena ku tak bisa sendiri
(Gisel – Cara Lupakanmu)

8 April 2017 merupakan hari bersejarah untuk dia. Dia adalah Hadi
Prasetya, mantan pacarku yang akan menikah dengan calon pilihan
orangtuanya. Hadi mengirimkan aku pesan yang berisi undangan
pernikahan dia dengan calon istrinya, namun aku tak dapat hadir
dikarenakan mereka melangsungkan pernikahan di Yogyakarta. Aku
hanya dapat berdoa dari sini, semoga ini merupakan pilihan terbaik
dari Allah SWT untuk dia dan istrinya, semoga Hadi benar-benar
mencintai istrinya lebih dari cintanya dulu padaku, dan semoga
mereka berbahagia di dunia dan akhirat. Hati ini ikhlas dan rela
melepasmu, asal kan kau bahagia dengannya.

Ku rela kau dengannya


Asal kan kau bahagia
(Armada – Asal Kau Bahagia)

Cerpen Karangan: Meiryza Wulandari


Facebook: Meiryza Wulandari
Hanya pemula yang masih belajar menulis

Cerpen Cinta Mikha merupakan cerita pendek karangan Meiryza


Wulandari, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya
untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

Kumbang Di Balik Air Terjun


Cerpen Karangan: Adisa Aulia Manda
Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Fabel (Hewan)
Lolos moderasi pada: 9 March 2018

Di sebuah hutan hiduplah 3 ekor capung yang bernama Leo, Riri,


dan Coco. Mereka bertiga memiliki sifat dan karakter yang berbeda,
meskipun banyak perbedaan di antara mereka, mereka tetap
bersahabat dengan baik.

Di pagi hari mereka bertiga pergi untuk menikmati pemandangan,


mereka merasa senang karena bisa menikmati pemandangan
bersama-sama. Di perjalanan Riri bercerita kepada Leo dan Coco.
“teman-teman apa kalian pernah melihat langsung taman di balik
air terjun?” tanya Riri kepada kedua temannya.
“apa-apaan sih Riri ini, masa’ ada taman di balik air terjun?” kata
Leo yang tidak yakin
“Riri, kata siapa dibalik air terjun ada taman?, mungkin kamu cuma
mengkhayal.” Kata Coco disertai derai tawa
“kalian ini nggak pernah percaya apa yang selalu aku katakan, aku
nggak bohong, waktu itu aku bertemu dengan seekor kumbang, dia
bernama Loly, waktu itu sayapnya terluka lalu aku menolongnya
dan mengantarkannya pulang. Saat aku tanya dimana letak
rumahnya, dia berkata kalau di balik air terjun di dalam hutan
adalah rumahnya, aku pun tidak percaya kalau di balik air terjun itu
ternyata ada taman, tetapi aku harus mengantar Loly pulang ke
rumahnya. Ternyata…” cerita Riri pun berhenti
“selanjutnya apa yang terjadi, ri..?” tanya Coco penasaran
“ya nih Riri, bikin penasaran aja.” Ucap Leo yang juga penasaran.
“teman-teman lihat it, itu adalah air terjun yang baru saja aku
ceritakan, ayo kita ke sana teman-teman.” Ajak Riri

Mereka bertiga pun pergi untuk melihat taman itu, Leo dan Coco
pun terkejut ketika melihat taman yang ada di balik air terjun itu.
Mereka berdua berhanti karena heran dengan semua ini, sedangkan
Riri terus melangkah tanpa menyadari bahwa teman-temannya
terdiam di belakangnya.

“ayo teman-teman kita main ke rumah Loly, siapa yang mau ikut?”
tanya Riri

Riri heran kenapa teman-temannya terdiam dan tidak menjawab


pertanyaannya. Riri pun membalikkan badan tetapi teman-
temannya tidak berada di belakangnya. Riri heran di mana mereka
berdua, lalu Riri pun mencarinya ke pintu masuk taman tersebut
ternyata mereka masih berada di sana seperti batu.

“Leo, coco ayo cepat kita ergi ke rumah Loly.” Ajak Riri
“ah… kalian ini kayak nggak pernah melihat taman saja.” Kata-kata
Riri ini membuat mereka berdua pun tersadar dari lamunan.
“ayo kita ke rumah Loly, akan kukenalkan kalian kepadanya.”
Sambung Riri
“ya udah kita sekarang ke sana.”

Coco dan Leo pun setuju dan mereka bersama-sama ke rumah Loly.
Mereka bertiga pun sudah sampai di rumah Loly.
“eh… Riri, mau main ya?” tanya Loly
“ya nih aku mau main, Loly kenalkan ini temanku Leo dan Coco.”
“salam kenal Leo, Coco” ucap Loly

“Loly, kamu dari kapan tinggal di balik air terjun ini?” tanya Coco
“aku sudah dari dulu tinggal di sini.” Jawab Loly
“kamu sama siapa tinggal di sini?” tanya Leo
“samua kerabat-kerabatku.”
“enak ya.. kalau rumahku di sini, ada taman dekat air terjun,
senang rasanya.” Kata Leo
“mengkhayal saja Leo ini, ayo lebih baik kita pulang sebelum petang
datang.” Ajak Riri
“udah ya Loly kapan-kapan kita main lagi ke sini, kamu juga ya
sering-sering main ke rumah kita.” ucap Coco
“ya… sampai jumpa.”

Akhirnya mereka pergi dari taman itu, setelah mereka sampai di


rumah mereka bertanya-tanya, mengapa di sana hanya ada
kumbang saja, kenapa tidak seperti di sini banyak hewan
berkeliaran.

“aku senang sekali bisa kenal dengan Loly, aku jadinya punya
sahabat lagi..” kata Riri bahagia
“ya… dia baik.” Sambung Coco dan Leo.

Mereka bertiga merasa lelah dan akhirnya mereka un tertidur.


Mereka merasa bahwa hari ini adalah hari yang sangat
menyenangkan karena dapat mengenal Loly dan mengetahui
adanya taman yang indah dan tidak pernah di ketahui siapa pun
selain mereka bertiga.

Cerpen Karangan: Adisa Aulia Manda


Facebook: Adisa Aulia M
SMPN 1 Puri
Cerpen Kumbang Di Balik Air Terjun merupakan cerita pendek
karangan Adisa Aulia Manda, kamu dapat mengunjungi halaman
khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru
buatannya

Kenangan Indah Di Pantai Bali


Cerpen Karangan: Adisa Aulia Manda
Kategori: Cerpen Liburan
Lolos moderasi pada: 9 March 2018

Namaku adalah Mira Safitri, aku duduk di kelas 1 SMP. Aku baru
pindah dari jakarta. Aku sekarang tinggal di Bali bersama dengan
kedua orangtuaku. Papaku bernama Andreani Purnama, sedangkan
mamaku bernama Amirna dewi. Aku memiliki seorang kakak
perempuan yang bernama Anita Yahra. Kakak perempuanku ini
suka memanjakanku. Aku merasa bahagia dengan adanya seorang
kakak yang selalu menjagaku dan menyayangiku.

Hari senin ini adalah hari pertamaku mengikuti hari Masa Orientasi
Siswa (MOS).
“Mira, cepat bangun. Ini sudah jam 6, apa kau lupa ini adalah hari
pertamamu sekolah.” Teriak kakaknya
“Apa…!! kenapa kakak tidak membangunkanku dari tadi, aku kan
harus ke sekolah jam 6.30.” ucap Mira dengan segera bangun dari
tempat tidurnya.
“Kakak!!” teriak Mira dari dalam kamar mandi “Aku lupa
menyeterika baju sekolahku..” sambung ucapan Mira.
“kau ini bagaimana sih Mira, apa kau tidak menyiapkan kemarin
malam?” tanya kakaknya dari depan lemari pakaian Mira.
“ah.. aku lupa” jawab Mira

Lima menit kemudian Mira keluar dari kamar mandi dan mengambil
baju sekolah yang baru diseterika oleh kakaknya. Mira dengan cepat
bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Setelah itu Mira pun keluar dari
kamar terus memanggil kakaknya agar dia mengantarnya ke
sekolah. Jam pun menunjukkan pukul 6.15, mereka pun segera
melajukkan mobil dengan cepat.

“apa kau tadi sudah sarapan?” tanya kakaknya


“oh.. aku tadi terburu-buru, jadi aku tidak sempat sarapan.” Jelas
Mira
“ya udah nanti kau sarapan di sekolahmu saja”
“ok”

Mereka pun sampai, Mira melirik jam tangannya yang menunjukkan


pukul 6.25, dia pun segera berlari menuju gerbang sekolahnya yang
kelihatannya akan ditutup oleh security. Dia merasa lega, karena
dia berhasil masuk ke dalam sekolah sebelum gerbang sekolah itu
ditutup.
“syukurlah, aku bisa masuk tepat waktu.. kalau tidak bisa dihukum
aku” ucap Mira

Bel masuk pun berbunyi, Mira pun tersentak kaget. Dia pun dengan
cepat berlari ke arah kelasnya. Ketika akan menuju ke dalam kelas,
Mira pun tidak sengaja menabrak seseorang sehingga mereka
berdua terjatuh.
“sorry, aku tidak sengaja menabrakmu.” Ucap Mira
“Oh, ya tidak masalah. Apa kau siswa di kelas ini?” tanya seseorang
itu dengan menunjuk kelas yang ada di sebelahnya.
“ya…” jawab Mira singkat

Mira pun masuk ke dalam kelas tersebut, dia memilih untuk duduk
di bangku yang paling depan. Selang berapa menit, ada sekumpulan
kelompok yang masuk ke dalam kelas Mira. Mereka beranggotakan
4 orang dan mereka pun mulai memperkenalkan dirinya kepada
para siswa yang ada di kelas tersebut.

“Saya selaku ketua anggota akan memperkenalkan nama anggota-


anggota saya, aku adalah Marcelino Putra, dia adalah Natari Dwi, di
sebelahnya Sartika Dewi dan disebelahnya adalah Kevin Rito. Kami
di sini akan memberikan kalian meteri dan mengajak kalian untuk
bermain suatu game.” Jelas Marcel selaku ketua anggota
“aku akan memilih seseorang untuk memperkenalkan dirinya di
depan teman temannya” ucap sartika “Apa ada yang ingin maju
duluan?” sambung sartika
Semua siswa yang ada dalam kelas pun terdiam, karena mereka
malu untuk memperkenalkan diri pada teman-temannya.

Dan kemudian seseorang pun berdiri dan maju ke depan, dia adalah
Mira.
“Kak, aku akan memperkenalkan diriku terlebih dulu.” Ucap Mira.
“Hi teman-teman Namaku adalah Mira Safitri, aku tinggal di Bali
bersama dengan kedua orang tuaku dan seorang saudara
perempuan yang sangat baik, hobiku adalah menggambar dan
menari. Aku baru pindah dari Jakarta. Aku harap kalian mau jadi
teman baikku. Sekian terima kasih” Mira pun kembali duduk di
bangkunya

Waktu pun berakhir sudah, sekarang adalah saatnya mereka


pulang. Mira pun keluar ruangan kelas menuju parkiran. Dia
menuggu kakaknya menjemputnya, di saat menunggu jemputan
Mira bertemu dengan laki-laki yang ditabraknya tadi di depan kelas,
marcel.

“Hai Mira..” sapa Marcel “apa kau tidak pulang” tanya nya lagi
“aku… lag..” ucapannya pun terpotong dengan ucapan Marcel
“pasti kau belum dijemput kan? Yaudah kau pulang saja
bersamaku”
“Baiklah, terima kasih.”
“sama-sama.” Jawab Marcel
Sesampai mengantar Mira, Marcel pun langsung pulang. Mira pun
masuk ke dalam rumah, dia melihat kakaknya sedang tertidur di
sofa ruang tamunya yang luas. Mira pun membangunkan kakaknya
dan menyuruhnya untuk tidur di kamar tidurnya.
Mira pun menuju kamarnya, dia menjatuhkan tubuhnya di tempat
tidur, Mira terlihat sangat bahagia sekali.

Tiba-tiba terdengar getaran ponsel Mira yang menandakan pesan


masuk, dan langsung bergegas untuk membukanya.

To Mira
Hi Mira, bagaimana kabarmu di sana dan bagaimana hari
pertamamu sekolah, apa menyenangkan?
From: dinda

Setelah membaca Mira pun segera mengetik sesuatu untuk


membalas pesan dari temannya itu.

To Dinda
Aku baik, bagaimana denganmu?. Hari pertamaku sekolah sangat
menyenangkan
From : Mira

To Mira
Aku baik, yaudah ya Ra, aku mau keluar dengan orangtuaku. Bye…

Sebulan sudah Mira bersekolah, hari ini Mira pun ingin segera
berangkat ke sekolah sebelum jam 7.15 pagi, karena hari ini kelas
Mira akan berlibur ke pantai Kutha. Sehingga membuat Mira ingin
berangkat lebih awal.
Mira pun selesai mengamasi barang-barang yang akan dibawanya
ke Bali. Setelah itu dia memanggil kakaknya dari teras rumah.

“ayo kak, nanti aku ditinggal busnya.” Teriak Mira


“sebentar kakak belum mengunci rumahnya.’

Setelah mengecek semua rumahnya aman mereka pun segera


menuju ke sekolah. Setelah sampai di sekolah. Mira pun segera naik
ke dalam bus. Mira pun memilih duduk di belakang karena
bangkunya kosong. Ketika Mira akan duduk tiba-tiba ada seorang
laki-laki yang duduk di sana. Dia adalah marcel kakak kelas Mira.
Emang liburan ini yang mengadakan kelas Mira, tapi wakil kelas
Mira juga mengajak beberapa anggota Osis untuk ikut Seperti
Marcel, dan Natari. Mira pun akan berpindah ke tempat lain tapi
sayangnya sudah tidak ada lagi bangku yang kosong, sehingga dia
terpaksa untuk duduk dengannya.

Sesampainya di pantai Kutha mereka pun berlari ke arah pantai,


mereka sangat senang sekali. Mereka bermain, bercanda, dan
tertawa bersama-sama.
“ini adalah kenangan yang sangat indah bagiku, karena hari ini aku
dapat menikmati indahnya pantai Bali bersama teman-temanku.”
Ucap Mira dalam hati

Mereka pun mengabadikan moment dengan berfoto bersama disaat


matahari terbenam. Ini benar-benar kenangan yang sangat indah
bersama teman.

Tamat

SMPN 1 PURI

Cerpen Karangan: Adisa Aulia Manda


Facebook: Adisa Aulia M

Cerpen Kenangan Indah Di Pantai Bali merupakan cerita pendek


karangan Adisa Aulia Manda, kamu dapat mengunjungi halaman
khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru
buatannya.

Mysterious Admirer
Cerpen Karangan: Diana Fitri
Kategori: Cerpen Misteri
Lolos moderasi pada: 9 March 2018

Siapa yang tak kenal dengan Carl, cewek yang paling populer di
sekolah terelit di pusat ibu kota. Tiada yang tau seperti apa
keluarganya, tetapi dilihat dari cara berpakaian dan tunggangannya,
dia terlihat seperti orang tajir dengan paras yang apik. Dia juga
cewek yang pandai yang selalu membawa nama baik sekolah elit
ini.

Seperti biasa, tiga orang cowok yang terlihat sempurna namun


menakutkan berjalan ke kelas Carl, pemimpin mereka bernama
George. Mereka menyimpan rahasia yang cukup tabu dari sekolah
ini untuk diungkapkan. Mereka sering kali menghabisi anak culun di
sekolah ini sehingga mereka terpaksa untuk pindah sekolah. Tidak
satupun kasus yang mereka perbuat terungkap ke rana publik.
Ternyata Carl telah mengenal mereka dengan baik. Kali ini mereka
menjemput Carl di kelasnya, orang-orang seantero sekolah
menyangka kalau Goeorge mempunyai hubungan spesial dengan
Carl.

Tatapan Carl tajam terhadap George yang sedang melangkah


melewati pintu kelas dan *mulai mendekati dirinya “Hei! ini setoran
untuk hari ini, cukup?.” Ucap George dengan santainya sambil
menyodorkan uang yang terbungkus rapi di genggamanya. “Hmm
kelihatanya cukup untuk makan di warteg sebelah.” jawab Carl
sambil mencela uang itu. “Apalagi? Masa gue harus memungutnya
dari kunyuk-kunyuk itu?.” ujar George mengeluh yang lalu menarik
tangan Carl mengajaknya keluar.
Mereka berjalan santai menuju gudang usang di belakang sekolah.
Kau dapat mendengar suara jotosan dan pekikan meminta uang
dengan paksa dari anak buah George. Carl dan George pun tiba dan
menyandarkan diri mereka dengan santainya di tembok usang di
samping pintu gudang “Bisnis kita selalu berjalan dengan lancar.”
Kata George dengan senyum tipis yang siap mengiris iris
korbannya. Kali ini banyak sekali korban dari kekerasan mereka
karena, keadaan ekonomi yang sedang kritis. George, anak
buahnya dan Carl selalu menggunakan uang kotor itu untuk pergi
kencan, bersuka ria di club dan membayari supir sewaan Carl yang
membuatnya terlihat seperti ratu di sekolah ini.

Matahari mulai tenggelam waktunya Carl untuk pulang dengan


banyak uang di sakunya. Ia selalu membuka lokernya untuk
mengambil kosmetik. Dia berdandan sebelum pulang ke rumah.
Saat itu dia menemukan segulung kertas di dalam kotak bedaknya,
dia mengambil kertas itu pelan-pelan diikuti dengan rasa
penasaranya “Hah? Mungkin dari orang-orang tak berguna itu. Ah
gue buka ajalah.” isi kertas itu adalah “Hai gadis cantik. Kau mau
uang? Ambil saja uangku. Pergi ke bangku di baris paling depan
nomor 2 paling kanan di kelas XI-A.” Carl menelan ludahnya dengan
nikmat “Wah kapan lagi gue dapet kesempatan ini Pasti George
sudah berhasil memperdayanya. Ambil ah.” Langkah kaki Carl
menuju kelas itu makin kencang karena ia melihat lampu sekolah
sudah mulai dinyalakan. Ia mulai mencarinya dengan gugup dan
penasaran merogoh bangku yang ditunjukkan surat itu. Dan benar
ada sebuah amplop yang tertera sebuah huruf “R” dia merobek
amplop itu dan isinya pun memuaskan dan juga penuh teka teki,
uang senilai 100.000 dan kacamata minus berwarna merah. Dia
tidak tahu apa arti dari kacamata itu. Tapi dia rasa dia belum
pernah melihat cowok berkacamata seperti itu. Ia bergegas pulang
setelah mengambil uang itu dan memilih untuk meninggalkan kaca
mata itu di tempatnya semula.

Langkahnya terhenti saat melihat lokernya yang terbuka. “Perasaan


udah gue tutup kenapa terbuka lagi? Ah mungkin gue lupa ngunci.
Pasti ulah penggemar gue.” Di dalamnya ada sebuah boneka
berbentuk hati yang merah menyala dengan mawar berwarna putih
bersih. “Banyak hadiah dari penggemar gua tapi biasa-biasa aja.
Tapi ini aneh. Hati merah dan mawar putih? Past orangnya
romantis. Mending gua bawa ajalah.” Carl membawanya dan lagi
lagi dia menemukan kacamata itu. “Pasti cowok kacamata itu yang
ngasih. Hmm aku punya rencana nih.” Carl pulang dengan supir
sewaanya. George kali ini tak menemaninya. Tetapi sampai larut
malam ia menceritakan kejadian tadi sore di sekolah dengan kepada
George lewat messenger. Tak ada angin tak ada petir, sebuah buku
di rak bukunya jatuh. Jarinya yang sedang lincah memencet hape
terhenti dan ia mulai beranjak dari tempat tidurnya. Ia melihat ada
yang sedikit asing dari buku yang jatuh itu. Covernya bertuliskan
huruf yang ditulis dengan darah segar “Aku anak baru di XI” lalu
dilanjutkan judul buku itu IPA. Seketika Carl melepaskan sentuhan
tanganya ke buku itu, jantungnya pun berdetak sangat kencang.
“Apa lagi ini? Apa jangan-jangan ada hubunganya sama.. Ah paling
itu ulah orang iseng. Eh tapi kapan ada orang lain masuk ke kamar
gua? Better gua tidur aja”.

Tidak biasanya George dan Carl tiba di sekolah sepagi ini.


Pandangan mereka tertuju pada loker Carl dan badan mereka
tersembunyi di belakang tembok. Tidak ada yang aneh dari loker
Carl setelah mereka menunggu sangat lama. Mereka pun memilih
untuk mengakhiri tingkah anehnya. Saat jam istirahat Carl mencoba
untuk mendatangi lokernya lagi. Dan lagi-lagi ada yang lebih
janggal “Kau mau lihat seperti apa aku? Habisi George!!.” Carl
tersentak saat membaca isi gulungan kertas yang lagi lagi ada di
kotak make upnya.

Dengan paniknya ia mencari di mana George. Ia pergi ke kantin tapi


tidak ada, ke gudang tidak ada, ke lab ipa juga tidak ada. Lalu ia
pergi ke kelas XI-A untuk mencari sesuatu di bangku R itu. Mata di
kelas itu semua tertuju padanya. Ia menemukan sesuatu lagi di
bangku kosong itu sebuah kertas lagi yang bertuliskan “Hai cantik?
Kita ketemuan di belakang sekolah yuk?” Sebelum ia pergi, ia
mencoba menanyakan sesuatu tentang pemilik bangku kosong itu
kepada orang-orang di kelas. Mereka bilang kalau pemilik bangku
itu kelihatanya anak baru. Tapi sudah beberapa hari tidak masuk
sekolah. Carl berusaha menyelidikinya, ia takut kalau si “R” itu
adalah seorang psikopat.

Ia berlari menuju belakang sekolah. Disana ada George yang


membawa sebuah pisau dengan menancapkanya berulang kali ke
dinding. “George, apa yang sedang lo lakuin?.” Carl menanyakanya
dengan sedikit panik “Kenapa kau tewas?, kenapa kau tewas
kenapa kau tewas!!.” George terus mengulangi kata-kata itu.
“Maksud lo apa George. Jawab??.” Teriak Carl sambil mendekati
George pelan-pelan. George akhirnya membalikkan badanya dan
menghadap tepat di wajah Carl “Carl apakah kau mencintainya?
Apakah aku boleh menghabisinya?.” George terus mendekati Carl
dan Carl mundur langkah demi langkah. “Gue nggak ngerti apa
yang lo maksud George. Apakah kau tahu siapa dia.” Bentak Carl
sambil berhenti dari langkahnya dengan kacamata merah yang ia
tunjukkan kepada George. “Oh. Lo tahu? Dia udah ngerebut hak
gue. Dia udah ngelanggar aturan di sekolah ini kalo yang boleh
deket sama lo cuma gue. Lo milik gue!.” Ujar George dengan sedikit
membentak “Nggak. Gue nggak pernah nganggep lo apa-apa. Lo
hanya partner bisnis haramku itu! Jadi gue nggak pernah ada
perasaan sama lo. Inget!!. Cepet bilang, lo udah apain dia?.” Bentak
Carl sambil menunjuk nunjuk wajah George “Ah lu mau tahu. Dia
udah tewas.. Didalam tembok yang gua tusukin itu. Tidak akan ada
yang tahu apa yang udah gue lakuin. Kalo lo ungkap semuanya
nasib lo bakal kayak dia.” ancam George sambil mencengkram pipi
Carl.

Dengan sigap tangan Carl melepaskan cengkraman tangan George.


Dengan cepatnya ia berlari ke manapun ia bisa. Sembari George
mengejarnya. Langkah Carl terhenti saat ia tiba di toilet. Ia
bersembunyi di salah satu kamar toilet wanita.

George membuka satu persatu pintu kamar mandi dengan


pekikanya yang menakutkan “Carl sayang.. Kemarilah. ” dan pintu
pun tepat terbuka di tempat Carl bersembunyi. Tetapi janggalnya
tiba tiba George berteriak tanpa sebab “Pergi lo pergi!.” lalu dia
berlari menuju luar ruangan. Carl heran kenapa itu terjadi tapi dia
memastikan keadaan kalau George telah benar-benar pergi.

Saat ia ingin keluar dari pintu kamar mandi tiba-tiba ada tangan
yang menariknya ke dalam. Saat dia di dalam di sana tidak ada
siapa-siapa dan ternyata George telah kembali. Dia kembali
memekikkan suaranya seperti tadi. Dan kemudian ia kembali
merasa takut dan teriak teriak tidak jelas. Saat berusaha keluar Carl
melihat George berteriak “Mampus lo mampus!.” Sambil menyakiti
dirinya sendiri dengan pisau yang ia bawa. Anehnya, terkaadang
Carl melihat sosok pria berkacmata itu merasuki tubuh George.

Tak lama kemudian George melemah karena ia kehabisan darah.


Carl hanya bisa terbengong melihatnya tak lama kemudian ia
menangis “Kumohon hentikan itu! Kumohon..”. Lalu ia kembali ke
kelasnya dengan air mata yang bercucuran. Kali ini ada seikat
bunga kamboja untuknya yang bertuliskan surat “Berikan ini kepada
kunyuk itu. Berhenti mengambil uang mereka atau aku akan terus
mengagumimu!.” Carl melaporkan semua kepada polisi.
George tidak bisa bertahan lagi karena ia kehabisan darah. Carl
menaruh bunga itu tepat di samping jenazah George yang dibawa
oleh polisi. Carl juga memberikan balasan surat kepada Rangga. Ia
menaruhnya di atas bangku Rangga “Terima kasih. Baru kali ini aku
merasakan cinta yang sesungguhnya.”. George dan Rangga adalah
sahabat sejak kecil. Memang George telah terganggu kejiwaanya.

Cerpen Karangan: Diana Fitri


Facebook: Diana Fitri

Cerpen Mysterious Admirer merupakan cerita pendek


karangan Diana Fitri, kamu dapat mengunjungi halaman khusus
penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

Anakku Sayang, Maafkan Mamah


Cerpen Karangan: Nurul Fahmi Salemba
Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 7 March 2018

Suatu Kota Bekasi seorang remaja yang bernama Andi Bagas yang
biasa dipanggil Agas kini berusia 18 tahun. Kini dia kuliah PTS di
salah satu universitas favorit ternama di Bekasi, pulang kuliah
jadwalnya menghabiskan waktunya main games di warnet selama 3
jam.

Ketika sedang asyiknya pacarnya Agas menelepon.


“Sayang kamu kemana? aku sms, telepon, bbm, sama line kamu
gak ada jawaban satu pun, ini baru kamu jawab”
“aku lagi main game di warnet maaf ya”
“sekali dua kali aku maafin tapi kan kamu sering ngelakuin terus,
aku didiemin sama kamu sampe kapan?”
“sampe kita nikah sayang aku gak main warnet lagi. Mending mana
aku main warnet apa aku mainin perasaan kamu?”
“mending main warnet aja sayang, tapi kamu waktu mainnya
kurangin dong sayang fokus ke kuliah kamu, udah punya PC,
laptop, wifi masih aja kamu main warnet”
“gak seneng ya aku main warnet?”
“iya aku seneng tapi kamu jangan marah gitu, maaf aku ganggu
kamu main warnet”
Tanpa ada jawaban Agas pun langsung mematikan hpnya dan
melanjutkan main game.

5 menit kemudian mamanya agas menelepon tanpa melihat


panggilan masuk agas pun menjawab dengan nada marah.
“Sayang udah dong aku lagi main warnet jangan ganggu”
“sayang-sayang hellow, ini mamah, bagus ya pulang kuliah
bukannya pulang malah main warnet, jadi selama ini kamu
bohongin mamah”
“Agas gak bohong, mangnya selama ini agas ngerjain tugas di
warnet di rumah tidak enak sendiri jadi tidak konsen, Setiap ada
tugas dari dosen agas kasih bukti ke mamah sama ayah”.
“mamah gak suka kamu kecanduan main game online, padahal di
rumah udah enak banget tinggal kamu manfaatin malah kamu sia-
siain, mamah kelewat batas cabut juga nih speedy Telkom di kamar
kamu”.
“Terserah mamah, yang jelas aku gak bate di rumah, selesai main
game online agas langsung pulang”.

Agas puas main game online lalu lanjutkan jalan pulang, selama di
perjalanan pulang ada orang lain yang seumurannya mengajak
balapan liar namun agas menolaknya. Orang tersebut meninggalkan
agas.

Setibanya di rumah Agas pun dimarahi sama mamahnya.


“Kapan tobatnya sih nak main game online terus mamah harus
gimana lagi sama kamu” ujar mamah agas
“mah agas tuh main warnet supaya ngilangin bête aja, belum lagi
harus ngerjain tugas, baca buku dikira otak Agas gak pusing apa!”
Agas menjawab dengan perasaan emosi
“Udahlah mah, biarin aja selama Agas main warnet itu Cuma main
game online sama ngerjain tugas kuliah berpikir positif aja sih” sang
ayah yang membela Agas
“Agas bisa aja kerjain tugas di rumah tapi di kamar Agas sepi,
ngajak temen ke kamar kalau dia berantakin kamar agas gimana?
kan mamah tau sendiri Agas males rapihin tempat tidur. Mangnya
mamah mau rapihin tempat tidur agas, kalau ada pembantu kan
masih mending. Agas suka keramaian jadi Agas lebih konsen belajar
disaat lagi ramai orang-orang”. Langsung meninggalkan kedua
orangtuanya melangkahkan kaki menuju ruangan kamar tidur.

“tuh liat ayah kelakuan anak kita makin kesini makin gak berubah”
“selama itu positif ayah biarkan, kecuali udah salah pergaulan baru
ayah akan lakukan tindakan”
“terserah ayah!!”

Kedua adik Agas dari tangga atas melihat perselihan antara Agas,
ayah dan Ibunya membuat perasaan adik-adiknya menjadi sedih.
Agas tiba di lantai atas tak menghiraukan perasaan kedua sang
Adik, lalu menutup pintu kamar dengan keras membuat perasaan
adik-adiknya menjadi takut.
Ketika mamah Agas memanggil Agas untuk makan tak ada jawaban
sama sekali membuat cemas dengan kesehatan Agas, berusaha
membuka pintu kamar Agas ternyata dikunci.

Sore hari menjelang malam dengan keadaan kamar yang


berantakan hp yang bergetar terus kurang lebih setengah jam
membuat Agas bangun dari tidurnya. Begitu dilihat hp, pacar Agas
menelepon sebanyak 12 kali
“Maaf ya sayang aku ketiduran tadi cape banget, aku sampe rumah
debat lagi sama mamah” lalu Agas menceritakan perdebatan antara
Agas dengan mamahnya kepacarnya. Sang mamah yang sedaritadi
memanggil Agas tak dihiraukan, pacar Agas untuk meminta selesai
teleponan, Agas pun menolaknya.
Agas menuruti permintaan mamah keluar dari kamar tidur untuk
makan malam bersama keluarga, seketika itu Agas baru ingat akan
ada acara liburan ke puncak Bogor selama 2 hari sebelum
menghadapi UAS. Jawaban sang mamah menolak, Agas
membanting sendok yang ada di tangannya, adik-adiknya
mengumpat di belakang ayah. “Ini itu gak boleh terus aja, Agas tuh
bukan anak kecil lagi. Agas udah dewasa tahu mana baik dan
buruk, ayah juga tau. Ayah juga pernah seperti aku dulu, kalau aku
anak kecil gak mungkin ada adik 2 kaya gini, gak mau tau besok
Agas akan tetap pergi, lagian juga pergi tidak sendiri” dengan nada
emosi Agas tidak nafsu makan pergi ke kamar tidur dan
merenungkan sifat mamah yang berubah.

“Terserah Agas, pulang dari liburan jangan pulang ke rumah pake


uang sendiri” mamah dengan pasrah melihat tingkah laku Agas. Di
kamar tidur Agas menelepon pacarnya untuk ketemuan di lobi
kampus.

Keesokan harinya Agas mempersiapkan diri dan merapihkan barang


bawaan yang akan dibawa untuk liburan di puncak. Selesai semua
Agas meninggalkan rumah pergi ke kampus. Di halaman kampus
ada 3 orang temannya baru tiba, 5 menit kemudian pacar Agas
datang langsung ke dalam lobi kampus
“kamu ngapain ngajakin aku ketemuan di lobi kampus, gak ada
jadwal masuk kuliah juga”
“aku kangen kamu, salahkah aku ketemu kamu walaupun Cuma
beberapa jam, kan kita gak tau apa mungkin ini pertemuan terakhir
kita”.
“apaan sih kamu kalau ngomong, jangan lama-lama ya aku mau
diajakin pergi sama keluarga aku, keponakan aku yang kecil hari ini
ultah di kebun binatang ragunan”.
“ya sayang gak lama, aku gak kuat nahanin rasa kangen ke kamu”.
“hahaha bisa saja gombalin aja aku terus, sudah berapa banyak
cewek yang kamu gombalin? kita masuk kuliah juga sering ketemu”
“Cuma 1 orang yang aku gombalin yaitu kamu, oh iya doain aku
semoga selamat sampai tujuan, aku liburan ke Puncak Cuma 2 hari
aja”
“iya sayang aku pasti doain kamu”.

Sedang asyiknya Agas dan pacarnya mengobrol tiba-tiba temannya


Agas memberi komando untuk berangkat ke puncak. Mereka berdua
melakukan perpisahan di gerbang kampus. Perasaan Agas pun
senang akhirnya bisa berangkat liburan ke puncak sama teman-
temannya. Tiba di puncak ada orang lain yang ingin bertarung
balapan liar, Agas melihat wajah orang itu yang sebelumnya pernah
lihat ketika pulang dari warnet dan kini bertemu kembali. Dengan
perasaan kesal Agas menerima tantangan dari orang itu meskipun
teman-temannya melarangnya tetapi Agas tak mempedulikannya
dengan rute jalan raya Jakarta hingga masjid At-taawun.

Pacar Agas yang sedang diperjalanan menuju kebun binatang


Ragunan merasakan sesuatu tidak enak yang akan terjadi kepada
Agas, lalu menelepon begitupun dengan mamahnya yang sudah
panik, mamahnya menelepon pacar Agas menjawab tidak ada
jawaban apapun dari Agas. Pacar Agas menjadi kebingungan apa
yang akan dilakukannya dan membuat wajahnya menjadi pucat.
Ketika balapan liar berlangsung teman-temannya Agas mengikuti
dari belakang untuk menghentikannya.

400 meter sebelum taman safari polisi lalu lintas melihat 2 orang
remaja yang sedang balapan liar, tiba-tiba polisi mengejarnya. Tiba
di tempat pertigaan rekreasi taman safari Bus pariwisata keluar dari
area taman safari melanjutkan perjalanan menuju puncak pass.
Agas dengan kagetnya menabrak bagian belakang Bus Pariwisata
tersebut dan terpental jatuh sejauh 200 meter, orang yang
mengajak Agas balapan liar melarikan diri masih dikejar oleh polisi.
Kejadian tersebut Agas dilarikan ke rumah sakit Cisarua teman-
temannya menelepon keluarga dan pacarnya Agas. Salah satu dari
teman-temannya Agas dibawa ke kantor polisi terdekat untuk
diminta keterangan dengan membawa bukti video bahwa Agas tidak
bersalah. Keluarga Agas tiba di rumah sakit cisarua pukul 16:18, 10
menit kemudian pacarnya Agas datang untuk menjenguk dengan
membawa keluargnya.

Dari kejadian tersebut keesokan harinya Agas mulai sadar


menyebut nama mamahnya kemudian nama pacarnya.
“mah aku minta maaf, mah kalau aku tidur selamanya ambil surat
di tas aku tempat simpan alat tulis bagian depan. Sayang jaga diri
kamu baik-baik ya, cari cowok lain ya supaya kamu gak sedih lagi”.
“ya nak mamah minta maaf, iya nanti mamah buka surat dari
kamu”
“mamah, ayah, semuanya aku pamit pergi ya” ketika Agas belum
selesai membaca 2 kalimat syahadat tiba tiba mesin deteksi jantung
berjalan lurus, Orangtua Agas memanggil bantuan dokter agar
cepat dibangunkan kembali, Orangtua Agas dan pacarnya untuk
keluar dari kamar pasien. Dokter sudah berupaya agar Agas kembali
hidup namun hasil dokter tidak berhasil.
Ketika dokter keluar dari ruangan pasien dengan wajah sedih,
bilang ke orangtua Agas “Kami sudah berusaha semaksimal
mungkin, tapi … ”
“Tapi Apa dokter?” mamah Agas yang mulai penasaran.
“Pasien yang bernama Agas tidak bisa diselamatkan, kami turut
berduka cita. Mohon maaf, permisi” dokter pun meninggal keluarga,
pacarnya dan teman-temannya Agas

“Agas sayang bangun” mamahnya menggerakkan tubuh Agas, yang


mulai merasakan kesedihan dengan anak laki-laki pertama.
Pacarnya dan teman-temannya pun tak kuasa menangis atas
kehilangan Agas. Teringat kembali mama Agas membuka tas bagian
depan dan membaca surat yang dituliskan Agas.

“Dear mamah sayang,


Mah, aku ini udah dewasa, aku bukan anak-anak lagi. Aku malu
banget harus dikekang sama mamah, sama ayah aja boleh kenapa
sama mamah gak boleh?
Aku ingin menikmati masa muda supaya nantinya aku bisa bercerita
yang menyenangkan kepada anak ku nanti sama seperti ayah
menceritakan masa mudanya dulu ke Agas. Mah di dalam lemari
ada celengan, uang itu untuk nikah sama pacarku yang ada di
samping mamah, karna aku udah pamit tinggalkan kalian jadi uang
itu sedekahkan saja semuanya.
Aku ini sebenernya terlalu dikekang sama mamah dan itu yang
membuat aku jadi gak suka, menjadikan aku seperti anak kecil.
maaf ya mah udah bikin kecewa. Love you mamah”

Selesai membaca surat Agas mamanya pun tak berhentinya


menangis
“Agas maafin juga mamahmu ini yang terlalu mengatur kamu ini itu
membuat kamu jadi gak suka, sayang ayo bangun mamah janji gak
akan ulangin lagi dan mamah akan kasih kebebasan” ujar mamah
Agas yang mulai merasakan penyesalan.

Cerpen Karangan: Fahmi Salemba


Blog: Nurulfahmisalemba.blogspot.co.id

Cerpen Anakku Sayang, Maafkan Mamah merupakan cerita pendek


karangan Nurul Fahmi Salemba, kamu dapat mengunjungi
halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru
buatannya.

Red Dragon and Blue Eagle


Cerpen Karangan: Arifanda Farhan Rizqillah
Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi), Cerpen Thriller (Aksi)
Lolos moderasi pada: 7 March 2018

Namaku adalah Ruli aku adalah murid SMA aku tinggal di kota
Centropolis, aku hanya hidup bersama ayahku ibuku telah
meninggal Karena kecelakaan, ayahku adalah seorang pedagang
biasa dan aku pun menjalani kehidupanku dengan menjadi seorang
murid yang baik.

Pagi ini Ruli akan berangkat ke sekolah, jarak rumah Ruli ke sekolah
pun tidak jauh jadi hanya jalan kaki saja jika berangkat ke sekolah,
saat Ruli sampai di sekolah suasana masih terasa sepi Ruli pun
menunggu di luar kelas karena kelas Ruli masih dikunci, setelah
beberapa menit murid ternakal pun datang dia adalah murid
ternakal di sekolah dia bernama Dika.

“Huhhh apa apaan ini mengapa kelas masih dikunci?” Ucap Dika
dengan kesal.
“Ini kan masih jam 5 pagi bodoh kelas kita kan dibuka jam 6”
jawabku.
“Kamu tadi bicara apa, kau bilang aku bodoh?!!!” Dika berkata
sambil marah.
“Aku hanya memberitahu kamu bodoh tidak disangka ternyata
murid ternakal di sekolah gampang marah.” ucapku.
“Diem kau atau nanti kamu akan kupukul habis habisan!!!” Dika
mengancamku.
Ruli pun langsung mengajak berantem Dika, pertengkaran itu ada di
hutan di sebelah sekolah mereka, Ruli tidak melihat apa yang ada di
belakangnya, ternyata yang ada di belakang Ruli itu adalah sebuah
lubang dan akhirnya Ruli masuk ke dalam lubang itu.
“AAAAAAAAAAAA” Teriak Ruli dan dia pun berpindah waktu

“Di mana ini? mengapa aku ada di pasar? dan di pasar ini banyak
perlengkapan perang seperti armor, pedang, perisai.” Ruli sangat
bingung.

“Hey kau mengapa kau duduk di tengah pasar?” Ucap seorang


remaja.
“Emmm tadi aku sangat pusing dan aku pun pingsan” Ruli
menjawab.
“Oooo begitu, aku Niko namamu siapa?” Niko bertanya.
“Aku Ruli senang bertemu denganmu” Ruli memperkenalkan diri.

Lalu ada 4 orang yang berjalan berjajar di pasar tersebut dan Niko
pun memeberitahu Ruli bahwa 4 orang itu adalah The Big Four.
“berhati-hatilah dengan mereka, mereka itu sangat kejam biasanya
mereka menantang orang untuk battle dengan mereka berempat.”
Niko memberitahuku.

Dan keempat orang itu menghampiri Ruli dan Niko.


“Hey kalian! Apa yang kalian lakukan di situ bodoh?!kalian hanya
menghalangi jalan ku saja!!!” Ucap Garrix
“memangnya ini jalan punya lu?! ini jalan umum!” ucapku sangat
kesal
“Berani sekali kau berkata sangat kencang kepadaku!” ucap Garrix
“ya jelas berani lah, memangnya kau siapa?” ucap ku.
“aku adalah Garrix! mari kita battle!” ucap Garrix.
“sepertinya ini bakal seru.” ucap Ruli.

Lalu Ruli dan Niko mempersiapkan diri mereka


“Ruli apakah kau mempunyai armor?” Niko bertanya
“Hah? armor? aku tidak mempunyai armor” Ruli pun bingung.
“Ya sudah kalau begitu kita harus membeli armor sekarang” Niko
mengajak Ruli.

Saat di toko armor mereka melihat armor, senjata dan perisai yang
bagus.
“Selamat datang di G-Fort Armor Shop, apa yang kalian cari?”
pemilik toko bertanya.
“Kami mencari Armor, Senjata dan perisai.” Ruli menjawab
“Kekuatan apa yang kau pilih dan Elemen apa? jika kau ingin
menambah skill kami akan langsung menempanya dengan cepat”
Ucap pemilik toko
“Aku memilih kekuatan Naga dengan elemen api skillnya adalah Fire
Blast, Dragon Fire Boom, Final Max Dragon Blast!!!” Ucap Ruli
dengan semangat.
“Aku memilih kekuatan Elang dengan elemen Listrik skillnya adalah
Eagle Eye Shoot, Lightning Blast Shoot, Final Eagle Eye Perfect
Shoot!!!” Ucap Niko dengan semangat.
“Baiklah aku akan menempa kedua armor itu plus perisainya dan
senjata yang kalian pilih apa?” Pemilik toko bertanya.
“Aku memlih senjata Destiny Sword!!!” Ruli menjawab dengan
semangat.
“Aku memilih senjata Maximum Long Spear!!!” Niko berkata.
“Ok orderan kalian akan saya tempa silahkan tunggu dalam 1 jam.”
ucap pemilik toko.

Satu jam pun berlalu.


“Ini armor dan senjata kalian total semuanya adalah 100.000 gold”
ucap pemilik toko.
“Ini uangnya.” Niko memberikan uang 100.000 gold
“Terima kasih” pemilik toko berkata
Lalu mereka bersiap-siap untuk battle melawan The Big Four.
“Kita sudah siap, sekarang kita berangkat” Niko mengajak Ruli.

Mereka pun berjalan dan The Big Four sudah ada disana menunggu
mereka. Lalu Niko menyerang Garrix dengan tombaknya,
tombaknya pun hampir mengenai kepala Garrix.
“Hahahaha Luput.” Ucap Garrix.
Dan Ruli mengeluarkan skill pertamanya Fire Blast ke arah 3
anggota geng.
“Fireee Blasttt!!!” Skill Ruli pun dikeluarkan
Ketiga anggota geng itu pun menghindar dari skill Ruli dan 3
anggota geng bersatu menjadi Perfect Armor Bear.

“Kami bersatu menjadi Perfect Armor Bear!!! kau tidak bisa


mengalahkan kita bertiga!!!” ucap mereka bertiga.
“Kau pikir hanya kau saja yang bisa bersatu dan berubah? aku juga
bisa!!! Destiny Red Dragon Armor!!!” Armor Ruli pun berubah dan
kekutannya pun bertambah menjadi 3x lipat armor sebelumnya.
“Big Iron Bear Blasterrrrr!!!” Skill mereka bertiga pun dikeluarkan.
Ruli bisa menghindarinya dengan cepat, lalu Niko masih kesulitan
melawan Garrix

“Hos hos hos hos kau ternyata hebat juga!!!” Niko berkata dengan
sangat kecapean.
Niko sangat kesulitan melawan Garrix padahal mereka berdua
belum mengeluarkan skill sama sekali armor mereka hanya tergores
saja.
“Night Roar Wolf!!!” skill pertama pun dikeluarkan.
Niko nyaris mendapatkan serangan itu dan Niko membalas
mengunakan skill Eagle Eye Shoot.
“Eagle Eye Shoot!!!” Niko mengeluarkan skillnya dari tombaknya
dan akhirnya lengan Garrix pun terluka, Garrix menggunakan
teleportasi dan muncul di belakang Niko, Niko pun kebingunan
karena Garrix tiba-tiba menghilang padahal Garrix ada di belakang
Niko dan mengeluarkan Skill Wolf Shadow.
“Wolffff Shaadowwww!!!” Skill kedua dikeluarkan.
“Arghhhhhhhh!!!” Niko sangat kesakitan.

Lalu Niko merubah armornya menjadi Blue Eagle X Armor


kekuatannya setara dengan armornya Ruli yang sudah berubah.
“Hahahahaha tidak ada gunanya kau merubah armormu!!!kalau
begitu aku juga akan merubah armorku!!!” Ketua geng segera
merubah armornya. “Wolf Saber Zero Armor!!!” armor Garrix pun
berubah. Niko sangat terkejut karena armornya lebih kuat 5x lipat
dari armornya Niko mereka pun bertempur sampai kelelahan, lalu
kekuatan Perfect Armor Bear tinggal sedikit lagi mereka bisa kalah
jika diberi 2 serangan skill lagi.
“Dragon Fire Boommmmm!!!” skill kedua Ruli dikeluarkan dan
Perfect Armor Bear menangkis skill tersebut dengan perisai tapi
perisai itu bisa ditembus dengan mudah dan mengenai tubuh
Perfect Armor Bear satu skill lagi Perfect Armor Bear bisa
dikalahkan.
“K…au sangat kuat!!!” Perfect Armor Bear berkata. Lalu Ruli
mengeluarkan satu skill lagi.
“Final Max Dragon Blast!!!” Skill terakhir dikeluarkan dan”
Boooooommm” Perfect Armor Bear telah dikalahkan lalu Ruli segera
pergi ke tempat Niko bertarung saat Ruli sampai di sana Niko telah
tergeletak bergelimang darah.

“Nikooooo!!!” ucap Ruli.


“Hahahahaha, sahabat kau telah mati!!!” Garrix tertawa karena Niko
telah mati. Lalu Niko menjelaskan bahwa ketua Garrix itu sangat
berbahaya skill terakhir dia sangat maut dan mematikan berhati-
hatilah dengan skill itu Niko pun menghembuskan nafas terakhir,
Ruli pun sangat marah kepada Garrix dan armor Niko pun diambil
oleh Ruli dan di Enchance ke armor Ruli, seketika armor itu pun
menjadi Destiny X Dragon Eagle Armor, armor itu kekuatannya 2
kali lipat armor Wolf Saber Zero Armor dan tiba tiba muncul seekor
Pet, Pet itu muncul saat kedua Armor di Enchance, Ruli sangat
terkejut karena muncul seekor pet yang sangat aneh itu seperti
campuran antara elang dan naga, lalu mereka pun bertarung
dengan sengit.

“Red Blaster Blue Shootttt with Pet Blast!!!” Skill Ruli dikeluarkan
dan seperempat Wolf Saber Zero Armor hancur lebur.
“Arghhhhhh skillnya sangat kuat!!!” ucap Garrix.
“Eagle Eye shoot Dragon Boommm!!!” dan seperempat Wolf Saber
Zero Armor hancur lagi.
“Aku bisa mati jika begini aku harus mengeluarkan skill yang
membuat niko mati!!! Xtreme Blaster Wolf Boommm Plasmaaaa!!!”
skill Wolf Saber Zero Armor dikeluarkan dan Ruli bisa
menghindarinya Garrix pun sangat kaget lalu Ruli mengeluarkan
skill terakhirnya.
“Blaster Plasma Dragon Gatling Gunnnnn with Pet Puple Lightning
Blasterrrr!!!” skill terakhir dikeluarkan dan” Jedarrrrrr” Wolf Saber
Zero Armor pun telah hancur Ruli sangat senang sekali dan
“Bummmmm” Ruli berada di hutan yang deket sekolah tadi dengan
cepat Ruli melihat jam dan sekarang sudah jam setengah 7 untung
sekolah mulai jam 7 jadi Ruli tidak terlambat sekolah, Ruli teringat
dengan Niko, Ruli sangat rindu kepadanya.

Tamat

Cerpen Karangan: Arifanda Farhan Rizqillah

Cerpen Red Dragon and Blue Eagle merupakan cerita pendek


karangan Arifanda Farhan Rizqillah, kamu dapat mengunjungi
halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru
buatannya.

Pengorbanan Ibu Rusa Demi


Anaknya
Cerpen Karangan: Audy Permata Sari
Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Nasihat
Lolos moderasi pada: 7 March 2018

Pada suatu hari hiduplah seekor rusa betina dengan satu ekor
anaknya. Mereka tengah makan rumput segar di padang rumput. Si
anak rusa melihat seekor kupu-kupu yang cantik lalu si anak rusa
mengikuti kupu-kupu tersebut.

Telah jauh si anak rusa berjalan tiba-tiba datanglah seekor serigala


yang lapar. Ketika si serigala akan menerkam si anak rusa, tiba-tiba
singa menghadang serigala tersebut. Tak lama ibu rusa pun datang
sebagai pahlawan untuk anaknya. Saat serigala dan singa tengah
bertengkar, ibu rusa tersebut memanfaatkan kesempatan tersebut
untuk kabur dari ancaman hewan buas tersebut.
Ketika telah jauh berlari terdapat sungai yang cukup dalam untuk
dilewati anak rusa. Ibu rusa tidak memikirkan keselamatannya
sendiri, yang terpenting adalah keselamatan anaknya. Dari
kejauhan tampak dua hewan tadi tengah berlari mengejar anak dan
ibu rusa. Ibu rusa melempar anaknya sampai ke tepi sungai, tetapi
ibu rusa tak dapat melewati sungai tersebut karena air tambah
deras dan tinggi.

Setelah serigala dan singa telah sampai di daerah ibu rusa, serigala
dan singa pun tak segan untuk memangsa ibu rusa. Tapi ibu rusa
tak mau kalah di sana terdapat pertengkaran hebat antara ibu rusa
dan dua ekor hewan buas. Akhirnya kemenangan diraih kedua
hewan buas tersebut dan segera memangsa sang ibu rusa. Anak
rusa tampak sedih dan terpuruk atas kematian ibunya.

Nah, amanat atau pesan yang dapat kalian ambil dari cerpen
karangan saya adalah, seorang ibu rela mengorbankan dirinya demi
keselamatan anaknya. Maka kalian harus bersikap baik kepada ibu
kalian karena berjasa terhadap kita, dan yang telah membesarkan
kita hingga sekarang.
Terima Kasih Ibu

Cerpen Karangan: Audy Permata Sari


Facebook: Audy Permata Sari
umur saya 13 thn
saya sgt senang membuat cerpen, pantun, puisi, komik dan lainnya.
Selain itu saya juga suka dengan seni menari tradisional dan
modern, seni tarik suara dan seni rupa seperti menggambar. Bagi
saya seni adalah sebagian jiwa yang berwarna… semoga kalian
senang atas cerpen yang saya buat
Cerpen Pengorbanan Ibu Rusa Demi Anaknya merupakan cerita
pendek karangan Audy Permata Sari, kamu dapat mengunjungi
halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru
buatannya.

Tersenyum Dalam Kesedihan


Cerpen Karangan: Kartika Wijayanti
Kategori: Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 6 March 2018

Tetesan air mata kian deras membasahi seragamku, kini ku sendiri


melamun tanpa arah hatiku terasa hampa bukan karena harta
melainkan karena teman.
Akhir-akhir ini aku tidak mood ke sekolah bagai debu yang dianggap
kecil aku terisak isak dalam tangis, dikucilkan, diremehkan, bahkan
direndahkan layaknya hantu.

Namaku Riska aku duduk di bangku kelas 8 SMP, aku mengikuti


berbagai organisasi seperti basket, osis, dewan pramuka dll. Dibalik
semua itu aku merasa selama ini aku telah dikucilkan oleh teman
temanku.

Dulu waktu aku kelas 7 aku orangnya humoris dan ceria banget
saat itu mungkin aku sedang semangat semangatnya belajar namun
hari demi hari pelajaran kian sulit dan akhirnya aku dalam ujung
kesedihan ketika sahabat dekatku mulia egois, pada mulanya
kukuira sahabatku ingin mengajariku lama kelamaan temanku
sepertinya bosan duduk di sebelah orang bodoh seperti diriku. Aku
terus usaha dan usaha sehingga kami naik di kelas yang sama
namun karena aku sulit belajar aku kebanyakan melamun di kelas
saat itu aku kecewa dengannya ada tugas mading dia malah
mengajak teman kursi depan untuk membuat skor tambahan.
“Ra yuk besok buat mading.” Bujuk vitra sahabatku “Hee yo besok
sabtu ya di rumahmu.” Jawab Clara teman depanku “heh aku juga
ikut ya.” Kataku ramah sambil tersenyum. Namun mereka sama
sekali tak meresponku aku pikir mereka tak dengar, namun ketika
hari itu tiba ternyata sahabatku telah membuat rencana tersendiri
bahwa dia akan mentraktir seblak kepada Clara.

Sekali lagi aku bilang keras ingin ikut namun mereka pura pura tak
dengar, hal hampir sama juga kualami saat rapat osis ketika itu aku
datang paling awal namun pada saat pembagian koordinator aku
sama sekali tak dianggap seperti hantu padahal jelas jelas ketosnya
memandangku, aku memang senagaja diam biar dia peka namun
dia sama sekali tak peka padahal aku teman sekelasnya dan
menurutku aku anggota aktif setiap rapat aku selalu datang
memang di kelas 8 ini aku lebih pendiam namun tidakkah ada yang
bisa mengertiku? Bahkan anggota pasif telah ia sebutkan.

Juga pada saat aku menjadi dewan pramuka temanku menjelaskan


dan aku tidak dikasih jatah separuhpun untuk membibing adik
kelasku, pada saat aku membagikan nilai morse “Kevin maju ini niai
morsemu yang kemarin.” dengan suara lantang aku memanggilnya.
“Set” dengan tajam cika menatapku dan menyawut kertasnya
emosiku meluap luap dalam hati.

Dua tahun aku mengikuti pramuka tapi teman temanku dewan


galang tak ada yang memberi kesempatan ku sedikitpun untuk
melatih kepemimpinanku, sekarang setiap aku menatap adik kelas
aku sangat malu karena di hadapanya aku tidak galak, ataupun
penting, bayangkan mereka temanku di depan dengan santainya
cengingas cengingis bahagia sedangkan aku aku tersenyum dengan
senyum palsuku yang malah memperparah keadaan hatiku. Aku
sadar aku harus berubah lebih baik dan aku mendoakan mereka
agar mereka juga tahu letak kesalahan mereka.

Cerpen Karangan: Kariska Wijayanti

Cerpen Tersenyum Dalam Kesedihan merupakan cerita pendek


karangan Kartika Wijayanti, kamu dapat mengunjungi halaman
khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru
buatannya.

The Kite Master


Cerpen Karangan: Alex Sudrajat
Kategori: Cerpen Bahasa Inggris
Lolos moderasi pada: 6 March 2018

It was dry season; everyone spent the noon by sleeping or watching


TV because it was very hot out there. However, it was not what kids
felt, they had more and more amusing way to spend it. The sky was
so clear, looked so blue like an ocean without edges, the grasses
and leaves looked like painted by bucket gold paint in their eyes.
They enjoyed what nature gave to them.

Smelling the baked soil by the sun and enjoying the wind, Sastro
ran quickly chasing the flown kite with other kids happily. The rule
was one, “the runner who gets the kite first is the owner of it”. He
spiritfully ran and yelled, imaging that he was a power ranger, the
blue ranger of power ranger turbo. He was keeping ran and smiling
realizing that he was the fastest. The kite fell down and almost
came to the field but unfortunately, the wind blew it to the top of
the tree. Well, there was it, hanging on the tree, the coconut tree.
Sastro walked to the tree, kept looking to the kite and waited
someone who wanted to pick the kite up to him.

“Hey, look! That’s the kite!” The other kid yelled.


“That’s mine!”
“No! It belongs to me!”
“Why don’t you take it? Can you climb it?”
“I cannot”
“That’s why it belongs to me. I can climb coconut tree.”
“Well, it is yours.”

“Hahaha… Why don’t we play it together?”

The kids ran and yelled happily for the kite they found. They tied
the nylon string and then flew it by the wind from the west. Smiles
and laughs arose when the kite swing again in the sky beautifully.
Sastro learned that it was better to enjoy the happiness together.

In the next dry seasons, Sastro was growing older. He was a


teenager but he still loved kite. As usual, in the Sunday morning, he
came to the rice field. Nothing he could find else a drained field.
There were no fishes, rice, crabs, or shrimps. Then Agus came
approaching him.

“What are you doing here Sastro?”


“Nothing. I am wondering where the fishes hid? I love fishes.”
“Hey, this is dry season, they are all disappeared and will return at
wet season.”
“Yeah you are right.”

“So, are you come with me?”


“Where do we go?”
“I have got a new kite, my father bought me yesterday. I need your
help.”
“Really? Of course!”
Sastro happily followed Agus to see the kite. He was shocked
because there was a big kite colored black and red with very long
tails in the bottom. Mr. Bromo approached them and asked whether
Sastro like or not. Sastro replied that he loved it so much. Then
they went to the field to fly it. The first trial was not working
because there was no enough wind. Mr. Bromo and Agus seemed
confused but Sastro had a clever idea. He asked Mr. Bromo to walk
more and further to make an enough distance for reaching the top
wind. Agus and Sastro held the kite carefully until Mr. Bromo gave
the sign. The nylon lined between them so strong and then the two
kids released it by the sign given. Slowly and steady, the kite was
reaching the sky where the wind blew.

“Want to drive it?”


“Yes, of course.” Said the boys happily

“Sastro, how do you know it if it will be worked?”


“I don’t know Sir, I just imagine it.”
“Well, that’s genius.”
“That’s why I ask him to help us Dad.”

“I just love kite. That’s it hehehe.”

Sastro loved kite so much. He was always excited when many kites
flew in the sky, arranging a randomly but beautifully pattern that
seemed like stars in the noon. Unfortunately, Sastro did not have
any kite because his parent would never allowed him to buy or
make it, worrying that he would play rather than study. Sastro knew
it and had no choice. Nevertheless, today he was so happy because
he could play a big kite, the biggest kite he had ever seen. It was
enough for him, remembering years where he just could saw the
kite and today he drove it. Pulling the nylon felt like fishing in his
imagination. It was hard for him for the first time; he could not
handle it when the top wind blew faster and faster. The deeper he
pulled, the heavier it would. Moreover, the kite almost dragged him
to somewhere. That was the very moment to him.

The day was going to noon, Sastro decided to go back to home


because he knew that usually his mother would be angry. He walked
slowly and slowly reaching the door. Quietly he opened the door,
without any noisy sound. The door was opened, he looked around
and no one there. The first stage was successful. Then he moved to
his room, again, slowly and quietly. When he tried to open his room,
the smell of his favorite food was reminding him that he had not
had his breakfast at the morning. He reached the dining room,
found the pot, opened it, and smiled. Then he saw legs under the
curtain and recognized it. The last stage was not successful by the
unbeaten distracter, the soup.

“I am sorry Mom.”
“How do you know it?” The curtain opened.
“I see your legs.”

“Where have you’ve been?”


“Agus’s house”

“You must be playing kite!”


“I can’t play kite in the house Mom.”
“Oh, that is good.”
“But I played it in the field.”

“Oh, come on, you are in the third grade now! You will have national
examination, won’t you?”
“It is my hobby Mom; I will be the kite master in the competition.”
“Hmm… Enough, it is better to eat your soup now.”
“Okay Mom.”

Dry season in this time brought hotter waves. The river, the grass,
the leaves, and the others were quickly dried. It was hard to get
clean water because the well was getting dried too. Everyone in the
village needed and looked for the same thing, water, as the most
important element in their life. All of people knew if there was one
way to solve it. A pump well was not dag by human but machine, so
that they could reach the underground water. Unfortunately, the
cost was too expensive for people like them.
Sastro was wondering how to get very much money at instance. He
walked around the house, hung in the tree, and finally sat down
under the tree and closed his eyes imaging something. He saw a
bamboo, nylon, paper, and plane. The plane was so huge and
beautiful. It flew around the sky, showed its shines and glory. Then
a giant comes, trying to break the plane and chasing him. He
screams aloud but no one listen. Finally the giant grabs him by
hand.

“Woooaaaa!!!” Sastro screamed aloud.

“Hey Sastro wake up, it is me, Agus.”


“I saw something!”
“I saw a stupid boy sleeping alone under the tree.”

“I was not sleeping.”


“Yes, you were. What did you see?”

“Bamboo, nylon, paper, and plane. And a giant like you hahaha.”
“Very funny. Well, you must be dreaming too.”
“Yup, maybe. What are you doing here?”
“What do you think about the kite competition? Will you join it?”
“I really want it but you know, my parent will not allow me.”
“Oh come on, it is just a few days and we will get a much prizes.”

“Like what?”
“A collection of combat kite of course and the most valuable one,
the cash”
“How much?”
“I am not sure but the rumor said that it is enough to build a pump
well.”

Six days later, Sastro and Agus came to the kite competition
committees for the first time. They wondered to follow the
competition and win it. Surprisingly, the two boys also saw the
champions and their kites surrounded by people, seemed very
happy, and enjoyed their popularity. How great the kite competition
they thought. They registered at beautiful kite contest, the contest
that allowed the participants to make a unique kite based on their
creativity. The rule was so simple; it must be original and could fly
steadily in the sky.

The kite competition held in every dry season where there was no
rain and wind blew more often. It was the most popular event
among the villages, included the village where Sastro and Agus
lived. There were hundreds of participants and thousands of
audience. The winner of each branch of competition will get title
“master” until the next competition and they were not allowed to
join the competition until new “master” chosen. For the prize, it was
always been a mystery because the committee thought that a prize
should be a surprise and no one should know. Nevertheless, all of
people always enjoyed it and the participants were not too thinking
about the prize because being a master was an honor.

The date of competition was about a month again. Sastro had much
time to prepare but too short to make his parent allowed him to
follow the kite competition. One day in the night, he tried to talk
about it again.

“Mom…”
“Yes…”
“May I talk to you?”
“I know and the answer is still no!”

“Why?”
“The national examination is two weeks after the competition, you
must choose to study rather than your competition.”
“But I could do both of them Mom, every teenagers join it.”
“They don’t think about future.”

“The masters are so famous Mom.”


“Does famous pay your school?!”
“No”

“You know what! life is so hard in the dry season. We are lack of
clean water and the prices of some needs arise. Please, don’t waste
what we have been collected for you.”
“Yeah I know it.”

Sastro locked himself in the room and felt so depressed because of


it. He knew that national examination was very important but the
situation around him was more important. Other villages might be
still having clean water supply. What about his village? No one had
a pump well, so that people should go too far away to find the clean
water including his family. He hoped so much for the prize of
competition .
“Knock… Knock… Knock….” somebody knocked the door from the
outside.
“Ehemm… May I come in?”
“Yes”

“Do you like kite?”


“Yes, of course.”
“Mee too.”
“Really?”
“Yeah, I was also a master when I was young.”
“Then why do you forbid me to play it father?
“I become so lazy and I only think about my kite when the dry
season comes. I got bad marks for some subjects. I ignore it, feel
like nothing is happened until I graduated and find that looking for a
job is not easy.”

“I know it and I know mother does not believe me that I could


manage my time and keep study hard.”
“Yeah, that is you mother should be but you can prove it.”

“What do you mean father?”


“I believe that you could be the master and pass the national
examination well.”
“Really? Thank you Papa.”

Sastro and Agus worked hardly to make their kite. They tried to
measuring and weighing precisely to get the perfect shape. Several
testing were done, some of them were failed but they were not
surrender. Sastro studied harder than before. He always woke up at
03.00 a.m to pray and study because after school he should finish
his project with Agus. After 3 weeks and 4 days, the kite was ready.
They smiled and were not patient to show it in the competition.

The day of competition came. Sastro and Agus, the two boys felt so
nervous because their competitors had a very beautiful kites. They
walked to the edge and waited their turn to fly the kite and then the
competition was begun. The audiences yelled happily, when the
kites of the participants started to fly one by one. Sastro and Agus
were excited too and they were still not believe if today they were
join it as the participants. Unfortunately, bad thing happened.
Sastro forgot to bring the nylon and the time was 10 minutes left.
He got shocked and Agus tried to calm him. However, Sastro still
looked so confused until someone approached and called him.
“Do you forget it?”
“Mom?”
“Ya… I know that you always forget to bring something in your big
day.”

“But Mom, why do you coming here?”


“Papa ask me to enjoy the competition and want to see your kite.”
“Thank you Mom.”

Sastro and Agus prepared the kite in the field. Then it was their turn
to fly. Everyone looked so shocked to see what they made. Some
kids yelled happily to see the uncommon kite. Well, they were not
build kite at all, they built a plane. A very beautiful plane that
amazed thousands eyes of people, which fly as the distinction
among the others. The plane flew beautifully and steadily in the sky,
inviting the good comments from the people.

“Fantastic!”
“That is great! Yahoo!”
“Good job fellas!”

The competition was over, Sastro and Agus became the master for
their genius work. They got a series of combat kite and a cow. Agus
thought that they must be held a party by roasting the cow together
with the entire village’s people but Sastro had a more brilliant idea.
He asked to sell the cow and then build a pump well for village’s
people. So, they would be easier to get the clean water. Agus
agreed and then they talked the plan to the people in the village. As
what they expected, all of the people were very happy.

Cerpen Karangan: Alex Sudrajat


Blog: www.englishcounter.id
Facebook: alex sudrajat

Nama: Alex Sudrajat


Instagram: @alex.sudrajat @englishcounter.id
Pinterest: www.englishcounter.id

Cerpen The Kite Master merupakan cerita pendek karangan Alex


Sudrajat, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya
untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

Apa Yang Terjadi?


Cerpen Karangan: Shifa Putri D
Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi), Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 6 March 2018

Tertidur. Itulah yang sedang dilakukanku tetapi, siapa aku? Di mana


aku sekarang? Dan siapa dia? Apa yang terjadi denganku? Dan
benda apa ini?

“Bertahanlah!”
Apa yang ia maksud ‘Bertahanlah!’? Siapa yang ia suruh bertahan?

“Apa kau sudah sadar? Syukurlah. Aaaghh!”


Lalu, siapa yang menyerang dia? Dan mengapa ia menyakiti kita
berdua?

“Cepat pergi dari sini!”


“Kau sedang bicara dengan siapa?”
Mengapa dia menarikku pergi menjauhi tempat itu?

“Siapa kamu?”
“Apa kau lupa? Ini aku Margi!”
Margi? Siapa dia?
“Tidak apa-apa jika kau lupa yang penting sekarang kita harus
segera bersembunyi”.

“Kita sudah sampai”.


“Di mana kita?”
“Sekarang kita di rumahmu”.
Rumahku? Apa itu rumah? Abaikan.
“Tolong jaga dia, dia belum sembuh sepenuhnnya!” Katanya
“Baik!” Jawab seseorang

“Siapa kamu?” Tanyaku


“Aku temanmu, Tania”. Jawab orang yang bernama Tania itu
“Maaf aku lupa dengan kalian semua”. Jawabku “aku juga tidak tau
apa yang terjadi dan siapa aku”.
“Tidak apa-apa istirahatlah”. Kata Tania. Aku hanya mengangguk.

Aku pun tertidur kembali. Saat tidur, aku mendapat mimpi yang
aneh. Disaat itu, aku lihat keadaan yang aman dan tentram. Di
suatu rumah, ada beberapa anak yang sedang bermain sekitar
berumuran 4-5 tahun dan beberapa orang tua yang sedang
berbincang-bincang di teras rumah tersebut.

“Ayo tangkap aku, Gi! Apa kau bisa?”


“Ayolah kalian jangan curang!”
“Yah, kalau tidak seperti itu tidak seru!” Kata seorang anak
perempuan.
“Hei, Ikhqa! Jangan gunakan terus kekuatan anginmu! Dan kamu
juga Tania jangan berubah jadi transparan!” Kata anak laki-laki itu.

“Eehh, apa ini?” Tanyaku yang dapat sesuatu di dalam saku


celanaku. “Ini seperti wajahku. Dan nama yang tercantum ‘Ikhqa
Mahasya’. Apa ini namaku? Berarti mereka…”
“Hei, jangan bertengkar lebih baik kalian di sini saja”. Kata salah
satu orang tua di teras.
“Baik!” Kata mereka serempak.

Di saat mereka berlari ke teras rumah, tiba-tiba ada meteor yang


jatuh tepat di teras rumah tersebut.
“Ayah! Ibu!” Kata mereka.
“Bagaimana ini?” Tanya anak perempuan yang bernama Tania.
“Ayo kalian harus pergi dari sini!” Kataku tetapi, mereka tidak tahu
jika aku ada di sini. “Apa ini? mengapa mereka tidak menyadari
ini?”

“Lebih baik kita mencari pertolongan. Ayo, Margi,Tania!” Kataku


yang kecil.
“Ayo!” Jawab kedua anak itu.

Saat mereka mencari pertolongan, tiba-tiba aku berada di tempat


lain dan anak-anak itu tidak ada lagi.
“Apa ini?” Tanyaku.
“Baik, kalian akan mempelajari tentang peperangan di kelas ini.
Rata-rata umur kalian 12 tahun-kan?” Kata seorang lelaki kepada
murid-muridnya.
“Iya, pak”. Jawab mereka serempak.

“Baik kalian akan mempelajarinya yang kita mulai dengan sosial.


Jika kiamat datang atau peperangan akan datang kalian ingin
bersama siapa? Tulis di kertas lalu kumpulkan kepada bapak”.
“Baik pak!” Seluruhnya menjawab.
“Tetapi, dengan satu syarat pak”. Kata seorang murid.

“Aduh, kamu ini Ikhqa. Baiklah apa syaratnya?” Tanya guru


tersebut.
“Berarti dia itu aku?” Kataku.
“Bukan satu sih pak, tapi tiga. Gak papa-kan pak?” Tanyak saat
remaja.
“Ya. Ya sudah tidak apa-apa. Apa syaratnya?” Tanya guru tersebut.

“Yang pertama nama kita akan ditaruh di belakang kertas dan di


garis bawahi dan belakangnya baru diberi nama tersebut tidak usah
digaris bawah. Kedua nama yang akan ditulis tidak boleh dibacakan
oleh pak guru kepada kita biar itu menjadi seru. Jadi yang tempe
cuma bapak. Ketiga bapak tidak boleh marah dengan jawaban kita
apapun yang ditulis. Jadi bapak terima persyaratan itu?” Kataku
panjang lebar saat remaja.
“Baiklah. Bapak terima persyaratannya”. Kata guru tersebut.

Aku melihat semua sudah mulai menulis tetapi, ada dua orang yang
berhenti menulis salah satunya diriku dan satunya adalah seorang
anak perempuan barisan yang berbeda tetapi, satu urutan
denganku yang remaja.
“Mengapa ia berhenti?” Tanyaku.
Di saat itu, aku remaja menulis nama Dian tetapi, setelah menulis
nama itu ia menghapus kembali dan berpikir kembali.
“Mengapa ia hapus nama itu? Tetapi, biarkanlah”. Kataku dan
sekarang aku sudah berada di samping anak perempuan tersebut
karena satu meja terdiri dari 4 orang anak dan anak perempuan itu
ada di pinggir sebelah kanan dan aku remaja ada di barisan
selanjutnya. Aku melihat anak perempuan itu menulis “Ikhqa”
“Hah”. Kataku. Aku pun melihat dia membalikkan kertas itu dan
terlihat nama’Dian’. Tiba-tiba aku berada di tempat lain.

“Ayo, sekarang waktunya kita latihan!” Kata seseorang perempuan.


“Baik Tania cantik”. Kata lelaki di depannya.
“Apa kau bilang, Margi!!!” Kata perempuan tersebut yang bernama
Tania.

“Umur kita sekarang berapa tahun ya?” Tanya seseorang laki-laki.


“Eeehhm, kalau tidak salah umur kita 11 tahun deh”. Jawab laki-laki
bernama Margi.
“Bukan 11 tahun, Gi. Umur kita sekarang rata-rata 15 tahun qa”.
Jawab Tania.
“Ooohh”. Jawabku saat itu.

“Ya sudah. Ayo, kita latihan!” Kata Tania.


“Apa yang akan mereka lakukan habis ini?” Tanyaku kepada diriku
sendiri.

“Sekarang saatnya kita latihan menembak oke?” Kata seorang


pelatih.
“Wah, bapak naik pangkat nih”. Kataku saat itu.
“Kamu bisa saja, Ikhqa. Ya sudah mari kita latihan”. Kata pelatih
tersebut.
“Hhhh, ternyata bapak itu ya”. Kataku.

“Ada apa ini?” Kataku yang merasa aneh dengan itu semua. Dan
ternyata dugaanku benar, ada sebuah meteor yang tiba-tiba jatuh
dari langit. Aku langsung berlari tetapi, ada sebuah meteor yang
menujuku. Aku hanya diam dan seketika meteor itu menembusku.
“Tidak terjadi apa-apa”. Kataku dan aku langsung mencari diriku
yang berumur 15 tahun itu. Dan di sanalah aku bertemu diriku yang
ternyata sedang bersama dengan seorang perempuan.

“Kamu tidak apa-apa?” Tanya perempuan itu.


“Aku tidak apa-apa, Dian”. Jawabku 15 tahun itu.
“Apa itu Dian?” Tanyaku.
“Ayo kita harus ke tempat yang aman”. Ajaknya kepadaku saat itu.
Aku hanya terdiam dan tidak sadar jika aku sudah di tempat lain.

Di sana aku lihat jika itu adalah aku yang sama denganku yang
sekarang. Maksudnya umurku dengan Ikhqa di sana sama.
“Apa ini kejadianku sebelum aku tidur?”

“Ayo, semua kita harus mengepung mereka”. Kataku di sana.


“Apa aku berkata seperti itu?”
“Aaaggh”. Kata seseorang.
“Tolong bawa dia ke tempat aman. Bertahanlah!” Kataku di sana.

“Margi aku harus pergi ke dalam sana! Kau harus memimpin


mereka di luar sini ya?!” Kataku saat itu.
“Baik, qa”. Jawab Margi.
Aku yang berperang masuk ke dalam sebuah Gua dan aku-pun
mengikutinya.

“Hei! Ada orang di sini! Ini aku Ikhqa!” Kataku yang lain.
“Ooohhh, jadi kau sudah datang. Hahahahaha. Apa yang kau mau?
(Mengambil sebuah gulungan) Apa ini?” Kata orang itu.
“Berikan gulungan itu! Itu sangat penting bagi negara ini!” Kataku
saat itu.

“Oohhh, jadi kau lebih memilih gulungan ini daripada orang yang
kau sayangi?”
“DIAN!!! Mengapa dia ada di situ?”

Perkelahian terjadi dan aku hanya memerhatikan mereka berkelahi


dan juga perempuan yang bernama Dian itu. Dan saat itu Ikhqa
yang lain terpental jauh dari gua tersebut dan tak sengaja gulungan
tersebut terpental juga.

“Ingin bersama siapa kalian di saat kiamat datang atau peperangan


datang?”
“Apakah kau baik-baik saja?”
“DIAN!!!”

“Apa Yang Terjadi? Kenapa semua ini aneh? Aaagghh!!! Kenapa!!!”


“Hhhhhhh. Itu hanya mimpi”. Kataku
“Ada apa denganmu Ikhqa?” Tanya Tania.
“Tidak apa-apa. Aku harus pergi melawan dia. Sepertinya aku harus
menggunakan kekuatanku”. Kataku.
“Apa kau sudah ingat, Ikhqa? Tetapi, jangan gunakan kekuatanmu
karena itu melanggar hukum di negara ini! Kamu bisa terjerat
hukuman!” Kata Tania.
“Tidak, Tania! Ini berguna untuk menyelamatkan negara ini dan
juga…” Kataku berhenti dan dilanjutkan Tania “Dian?”
“Ya, Tan”.
“Di mana gulungan itu?” Tanyaku.
“Ini”. Jawab Tania dengan memberikan gulungan tersebut.
“Aku pergi dulu”. Pamitku

“Dian. Tunggu aku. Dan negara ini jangan mati dahulu!” Teriakku.
“Margi, mengapa kau sampai seperti ini? Bertahanlah, aku akan
berjuang demi kalian!” Kataku. Tiba-tiba ada yang menahan
tanganku.
“Berjuanglah!” Kata Margi.
“Eemm”. Jawabku.

“Hei! Kau ada di mana! Kemari jika kau berani!” Teriakku.


“Kau datang kembali ternyata. Sekarang aku ingin kamu mati
sekarang juga atau aku matikan dulu orang ini ya?” Katanya
“Jangan sakiti Dian!!!” Aku langsung menyerangnya dengan
kekuatan anginku.
Sehingga saat dia sekarat aku menyelamatkan Dian.

“Dian, bawa gulungan ini pergi jauh dari sini, Cepat!” Kataku.
“Tidak, Ikhqa! Aku tidak akan meninggalkanmu!” Kata Dian.
“Tidak! Cepat pergi sebelum dia kembali sadar. Cepat!” Kataku.
“Tapi…” “Sudah cepat pergi!”
“B.b..baik”. Kata Dian.

Aku langsung mengeluarkan gulungan yang ada di dalam sakuku


sejak tadi dan…
“Maafkan aku semua. Maaf. Karena aku harus pergi untuk
selamanya”. Kataku
“Aaggh”. Ternyata dia menusukkan pedangnya ke perutku.

“Apa kau belum menyerah juga!”


“Aagghh. Poren..deiman.. Mara..dama.. Mal..mala..ganta”
“A..apa yang terjadi?! Apa itu? Tidak mungkin. TIDAK!!!!!”
Teriaknya.
“Semuanya sudah baik. Selamat berbahagia kalian.” Kataku.
Kini aku telah tersedut ke dalam gulungan tersebut bersama orang
itu dan gulungan itu hilang seketika tetapi, aku masih bisa
mendengar dan melihat mereka.

“Ikhqa. Di mana dia? Apa ini?” Tanya Dian. “Apa ini surat darinya?”
‘Maaf semua aku harus pergi. Maaf. Karena aku memang harus
pergi untuk menyelamatkan kalian dan negara ini. Jagalah diri
kalian orang-orang yang aku sayang, sahabatku Margi dan Tania,
terutama kamu Dian’. Isi surat tersebut.

“Ikhqa, kenapa kamu harus pergi secepat ini?”


‘Aku tidak tahu, Dian. Tetapi, aku tetap bahagia kok’

“Umur kamu masih 18 tahun-an. Tetapi, kenapa? Aku sendirian


mulai sekarang. Tidak ada yang menemaniku. Dan sekarang kamu
di mana?”
‘Kamu tidak sendirian, Dian. Masih ada Margi dan Tania-kan. Dan
nanti kamu juga akan mendapatkan orang yang lebih baik dari aku.
Aku masih dekat denganmu yaitu di hatimu’.

“Ikhqa, jawab aku!”


‘Aku sudah menjawabnya. Tetapi, kamu tidak bisa melihat,
memegangku, mendengarku dan mencium bauku. Tetapi, kamu
bisa merasakan kehadiranku di hatimu.’

“I L U”
‘I L U T’
“Apa Yang Terjadi, Ikhqa?”

Cerpen Karangan: Shifa Putri D


Maaf ya kata-katanya berantakan. Kalu ada saran dan kritik
silahkan diberikan.

Cerpen Apa Yang Terjadi? merupakan cerita pendek karangan Shifa


Putri D, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya
untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

Nostalgia Ramadhan (Hari


Pertama Puasa)
Cerpen Karangan: Satria Nugraha
Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Lucu (Humor), Cerpen Ramadhan
Lolos moderasi pada: 6 March 2018
Namaku Ujang. Aku sekolah di salah satu sekolah swasta di
Banjarmasin. Aku baru naik kelas 6 Sd.

Waktu itu tepat jam 03.30 aku terbangun setelah mendengar


teriakan mamaku yang sangat keras. “Ujang bangunnnn!” Teriak
mama. “Iya ma iya.” Jawabku dengan kondisi setengah sadar. Aku
keluar kamar langsung menuju meja makan.

“Banyak atau dikit nasinya Jang?” Tanya mama. “Sedikit aja ma.”
Jawabku dengan lemas. “Cuci tangan dulu sebelum makan Ujang!
Kebiasaan banget langsung makan aja”. “Iya ma.” Kataku.

“Wah mama kreatif ya, sekarang kobokan ada sayur-sayurnya.”


Kupuji mama. “UJANGGGG! Itu sop bukan kobokan!” Teriak mama
dengan nada yang kesel. “Hah? Maaf ya ma faktor ngantuk sih”.

Setelah makananku habis, aku langsung ke kamar mandi untuk


sikat gigi. Tapi, ada yang beda dengan pasta giginya, terasa sangat
pahit di lidahku. Lalu kutanya mama “Ma kok pasta giginya pahit
banget? Gak kaya biasanya.” “Masa? Emangnya kamu ngambil di
sebelah mana?” Tanya mama dengan heran. “Sebelah kiri ma”.
“UJANGGGG! Itu bukan pasta gigi tapi krim malam mama! Teriak
mama. “Lahh? Salah lagi aku ya ma?” Tanyaku dengan bingung. “Ya
iyalah Ujanggg!” Teriak mama sekali lagi.

Cerpen Karangan: Satria Nugraha

Cerpen Nostalgia Ramadhan (Hari Pertama Puasa) merupakan cerita


pendek karangan Satria Nugraha, kamu dapat mengunjungi
halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru
buatannya.

Anda mungkin juga menyukai