Anda di halaman 1dari 6

“Penawar Berakhir Luka (Kecewa)”

D'Taste Cafe | 06 Mei 2017 | 14.30 WIB


“Bisa ?” terdengar sayup seseorang menyapa ke arahku
“eh iya, emm engg.. eggak !” jawab ku sontak kaget salah tingkah
“haha.. santai loh jangan kaget gitu” dia tertawa puas melihat ekspresiku

Kebiasaanku akhir-akhir ini memang sedikit aneh, duduk sendiri di pojok sudut cafe baru milik pamannya
temanku, sambil menunggu teman-teman lain yang entah kapan datangnya. Empat bulan terakhir ini kuhabiskan dengan
nongkrong & jalan bersama mereka (mereka yang sudah ku anggap seperti abang & kakak ku di rantau ini). Memang
sedari dulu aku lebih banyak berteman dengan yang usianya lebih tua dariku, mungkin karena aku lebih nyaman ketika
di jaga & di lindungi layaknya "adik" oleh mereka.
Semua kebiasaan ini mulai jadi rutinitas semenjak kepercayaan & kesetiaanku di rusak oleh dia yang selama ini
menjadi tempatku mengadu, tempatku bergantung. Iya Dia, laki-laki pertama yg membuat ku jatuh hati & telah ku
habiskan 5 tahunku sia-sia bersamanya. Ah sudah lah, terlalu sakit rasanya jika mengingat hal itu. karena selain
kehilangan pasangan, aku lebih merasakan kehilangan sesosok figur kakak laki-laki, yang selama ini selalu hadir.
Lamunan ku buyar, aku sontak kaget mendengar sapaan dari sesosok yang sebenarnya sudah ku kenali wajahnya
(Dia Chef Kepala di cafe itu). Sambil memeluk gitar yang sedari tadi ku mainkan tanpa tau caranya, aku menjawab malu
karena dia terus menatapku dengan senyuman yang tidak akan pernah bisa kulupakan itu.
"Eh iya, gak bisa tapi pingin bisa" jawabku salah tingkah (masih memeluk gitar)
"Loh mau belajar ? Sini di ajarin kalau mau" tuturnya masih senyum-senyum melihat gemas ke arahku
"Emang boleh ? Gapapa ? Beneran mau ngajarin ?" Tanyaku antusias
"Iyah.. Tapi harus beneran mau belajar, biar di ajarin" jawabnya masih dengan senyum manis itu.

Sejujurnya meski awalnya ku tidak tertarik untuk mengenalnya tapi tatapan & senyuman itu membuat ku
penasaran & salah tingkah tak karuan. Tanpa ku sadari dia menjulurkan tangan nya.
"Sini.. " katanya

Reflek ku ikut menjulurkan tangan juga (dia ingin memperkenalkan diri pikirku). Tanganku sudah tepat di atas
tangan nya, lalu dia terkekeh menahan tawa.
"Gitar nya sini.." katanya sambil tertawa gemas menunjuk ke arah gitar yang sedari tadi ku peluk
“Duhhh tuhaan, malu nyaaaa..” (gumamku dalam hati)

Wajah ku merah padam layaknya kepiting rebus sudah, ku serahkan gitar yang ku peluk sedari tadi. Perasaanku
masih sulit ku gambarkan. Kaget, malu & bingung, semua terasa tiba-tiba tapi dia malah dengan santainya ingin
mengajariku. Padahal dari tadi dia belum memperkenalkan diri nya.
“Sudah pernah belajar gitar sebelumnya ?” Tanyanya
“Pernah dulu, SMA. Tapi gak bisa-bisa jadi gak belajar lagi haha" jawabku antusias
“Gapapa sekarang asal ada kemauan pasti bisa, nanti di dampingi sampai bisa " jawabnya santai

Sambil ku lihat dia menuliskannya kunci dasar gitar di stick note. Perlahan ku mulai menyadarkan diriku dan
berusaha bersikap senormal mungkin. Ku beranikan diri untuk menanyakan dia
"Eh, abang ini mau ngajarin aku, tapi belum kenal aku nya loh" kataku mencoba terlihat santai
"Udah kenal, tapi belum dekat aja" jawabnya tidak kalah santai
"Siapa coba kalau kenal ?" Tantangku.
"Manda kan ? Tiap kali kesini selalu mojok disini sambil nunggu kakak² & abang² lain datang, kadang suka nangis
sendiri sambil nyanyi2 liat hape" jawabnya masih fokus menulis kunci dasar gitar
"Eh ???" Aku kehabisan kata-kata mendengar ucapannya.

“Loh, dia merhatiin aku ? Sejak kapan ? Kok aku gak sadar ? Apa dia tertarik padaku ? Apa dia menyukaiku ?”
(Terus saja berbagai pertanyaan berkecamuk di pikiranku tanpa bisa ku utarakan)

"Nah udah selesai, kita mulai dari kunci dasar aja kali ya" tuturnya memecahkan lamunanku.
"Engg.. iya, gimana? Ini apa? gimana metik senar gitar nya? Aku langsung yang mainkan? Atau abang duluan?
Gimana? Contoh nya gimana?” tanyaku bertubi-tubi.
"Santai buk, satu satu hahaha" jawabnya sambil tertawa gemas melihat tingkah polos yang lebih seperti kebodohan
yang terlihat jelas dari wajahku.

Duhhh... Malunya, kenapa sikapku yang biasanya sering di kira cuek, bahkan lebih sering di kira sombong oleh
banyak orang, hari ini malah berbanding terbalik. Siang menjelang sore itu terasa berlalu lebih cepat hingga tiba saatnya
cafe mulai didatangi pengunjung, dia pun pamit ke ruang dapur untuk mulai menyiapkan menu pesanan pengunjung hari
itu. Teman-temanku yang biasanya nongkrong disitu pun mulai berdatangan satu per satu menyapa. Sebelum dia
kembali ke ruang dapur sempat ku tanya namanya.
"Nama abang siapa ?" Tanyaku melihat dia bangkit dari duduknya
"Nanda" Jawabnya singkat
Lagi-lagi dengan senyum itu dia berlalu meninggalkan ku bersama teman-teman yang sudah selayaknya kakak
& abangku ini.

Kamarku | 08 Mei 2017 | 22.17 WIB


Notifikasi messanger FB ku berbunyi. Dengan mata sembab (tentu saja karena menangis) ku lihat layar HP.
(N) : Manda ya ? Nanda ini dek

“Nanda ?” (batinku). Dengan mata yang masih basah aku mencoba mengingat siapa temanku yang bernama
Nanda. Kulihat profilnya, "Deg" jantungku tiba-tiba berdetak cepat bingung bagaimana menjelaskannya. Antara takut
jika dia berniat mendekatiku (aku belum siap) atau karena terlalu senang dia menyapaku. Seperti biasa aku menghujani
dia pertanyaan-pertanyaan yang padahal bisa ku tanya satu per satu.
(N) : “Ya ampun lucu banget sih kamu dek, tarik nafas dulu loh..
Tanya satu² pasti di jawab kok wkwk..”
Hihi,, iya sorry. Eh btw nama kita sama loh” : (M)
(N) : “Iya kah ? Memang nama lengkapnya siapa ?”
“Meyrissa Devi Ananda, sama² ada Nanda nya,: (M)
(N) : “Eh iya, aku Nanda Fhireyza. Wah fix jodoh sih ini wkwk”

Percakapan kami malam itu berlalu dengan penuh canda tawa, bahkan aku yang selama 5 tahun terakhir ini
terlalu kaku dengan orang baru tapi tidak berlaku dengan dia. Obrolan kami terlalu complicated, mulai dari perkenalan,
pembahasan gitar sampai menyinggung tentang karakter, sifat dan kebiasaan kami. Bahkan tanpa sengaja aku
menceritakan sedikit tentang penyebab aku selalu terlihat sedih menyendiri di cafe dan juga aku di buat malu ternyata
gitar yang selalu ku pegang juga ku peluk itu adalah milik nya.

Kamarku | 19 Mei 2017 | 23.50 WIB


Kedekatanku dengannya mulai terlihat sangat intens, setiap pulang kerja atau hari libur aku berusaha untuk tetap
mampir ke cafe itu, meskipun abang & kakakku yang lain tidak ada. Keseharianku sudah teralihkan dengan belajar gitar
bersamanya, tentu saja bukan hanya karena itu. Jelas terlihat aku benar-benar menjadi sosok yang berbeda, aku menjadi
diri sendiri saat berhadapan dengannya.
Ah iya, aku lupa menceritakan kalau kami sudah tukaran kontak WA saat itu. Baru saja kita chatingan & dia
tiba-tiba ingin menelpon, katanya ada hal penting yang ingin di bicarakan. By phone ..
“Assalamualaikum cantik.." sapa nya
“Waalaikumsalam ganteng, hihi.." balas ku bercanda

Malam itu dia mengutarakan semua perasaannya atas hadirnya aku dalam hidupnya, dia tidak menyangka bahwa
dengan kepolosanku itu, aku juga bisa begitu peduli padanya, tak luput sampai kesehatannya juga selalu ku pantau.
Bahkan setelah dia memberitahukan semua kekurangannya & tentang masa lalunya pun aku masih bersikap yang sama.
Juga dia sampaikan tentang kekhawatirannya akan aku yang terluka di masa lalu, dia takut kalau aku jatuh ke tangan
yang salah lagi. Dia menjelaskan panjang lebar sambil sesekali bercanda.
“Kamu terlalu polos dek, abang merasa kedekatan kita akhir² ini buat abang ikut bertanggung jawab untuk ngejagain
kamu" ungkapnya mencoba menjelaskan
"Iya abang, makasi uda begitu peduli sma manda" jawabku lirih menahan airmata mendengar semua yg di utarakannya.

Ingatanku jauh menerawang berharap ini diucapkan oleh Dia (yang 5 tahun lalu bersamaku). Tapi bukan, ada
orang lain lagi yang jauh lebih peduli & dia lah orang yang baru saja ku kenal seminggu terakhir ini. Sebenarnya aku
paham maksud dari pembicaraan ini, tapi hatiku masih sangat berat untuk di dekati siapapun lagi, aku terlalu takut
kepercayaan ku dirusak lagi, sangat takut jika harus tersakiti lagi. Padahal sebenernya dukungan penuh juga sudah ku
dapatkan dari kakak & abangku yang sadar akan kedekatan kami, tapi pikiranku masih terlalu dipenuhi ketakutan.
Sehingga percakapan kami malam itu, ku tanggapi sebatas aku memahami bahwa dia takut kehilanganku sebagai
seorang yang peduli padanya saja. Mungkin karena responku terlalu positif, malam itu dia menahan diri untuk
memperjelas bahwa dia ingin mengajakku menjalin hubungan, mungkinpun dia bingung takut salah berucap padaku
yang terlalu kaku dalam merespon dari apa yang di utarakannya.

D'Taste Cafe | 30 Mei 2017 | 19.35 WIB


Ku parkir motorku di tempat biasa. Ku masuki ruang tengah cafe, sambil lalu ku sapa waiters dan beberapa
karyawan lain. Terlihat belum terlalu banyak pengunjung. Malam ini aku ingin menanyakan hal serius padanya, setelah
4 hari terakhir dia terlihat menjauhiku, entah apa penyebabnya. Sebenarnya satu minggu yang lalu, dia ingin
mengajakku jalan pada tanggal 28 May. Tapi entah mengapa semenjak empat hari lalu dia terlihat menghindar,
mengarang alasan untuk membatalkan janji itu & bahkan melarangku untuk sementara ke cafe.
"Kak, Nampak bg nanda ?" Tanyaku pada kak ita (kasir cafe)
"Kayaknya masih di dalam dek, itu ada bg wahyu suruh panggil aja" jawab kak ita
Ku alihkan pandangan ke arah bg wahyu, terlihat sekali keinginanku untuk segera bertemu pemilik gitar yang
memiliki senyum indah itu. Aku meminta bang wahyu yang sedari tadi sibuk merapikan rambut di cermin dekat pintu
kamar karyawan untuk membantu memanggilkan dia untukku. Bang wahyu hanya melemparkan senyum tanda
mengiyakan permintaanku, aku pun berjalan menuju bangku sebelah kamar karyawan menunggu kedatangannya. Selang
beberapa menit, orang yang ingin ku temui datang. Jelas sudah, dia terlihat tidak nyaman menemuiku. "Kenapa
sebenarnya, apa yg terjadi ?" (aku membatin)
Aku berusaha seramah mungkin menyapanya. Tak seperti biasanya malam itu terasa kaku, aku terus tampak
mencari pembahasan & dia juga hanya menjawab sebisanya. Keinginan ku untuk menanyakannya sudah tidak
tertahankan lagi. Ku bulatkan tekat, aku harus tau penyebab dia menjauh.
"Abang marah sama manda ? Manda ada salah kah ? Cerita ya ada apa ?” Tanyaku penasaran
"Ga kenapa² adik ku" Dia berusaha menatap & tersenyum padaku (terlihat sekali itu terpaksa)
"Abang.. jangan gitu, kamu gak mau temenan sama manda lgi ? Katanya abang gak mau manda sedih lagi, abang bakal
support manda terus" aku berucap berharap dia memberi jawaban.

Dia menatap ku lama, diam tak menjawab. Lalu dia menarik nafas sebelum akhirnya dia bersuara.
"Temenan dek ? (dia tersenyum getir) Sepolos-polosnya kamu dek, kamu pasti tau abang itu uda mulai takut kehilangan
perhatian kamu, lebih tepatnya abang memang gak mau kehilangan kamu. Tapi seolah-olah semuanya hanya sebatas
pertemanan bagi adek" jawabannya tersenyum pelan tapi menusuk hati ku.

Mata ku berlinang-linang, ada perasaan yang tidak bisa kujelaskan. Takut & menyesal campur aduk.
"Abang, kamu kan tau 5 bulan yang lalu manda baru putus dengan cara menyakitkan. Manda takut semuanya akan
terulang lagi. Bohong rasanya kalau manda bilang mau kehilangan kamu. Tapi rasa takut ini terlalu besar" Tangisku
tak terbendung, suaraku parau tak tertahankan lagi

Dia terlihat bingung juga penuh sayang menatapku menunduk menyapu airmata yang sedari tadi terus mengalir.
Ragu-ragu dia meraih tanganku.
"Dek,, jika memang perasaan takut itu masih sulit untuk kamu hindari, ada abang disini yang akan bantu. Tapi kamu
harus coba dulu untuk lepaskan diri kamu. Mau sampai kapan kamu terus mengingat dia, kamu harus keluar dari rasa
takut itu, kamu harus sembuh. Abang akan janjikan kebahagiaan yang gak akan pernah kamu dapat dari laki-laki
manapun. Tapi kamu juga jangan terus²an membatasi kedekatan kita hanya sebatas pertemanan. Kalau kamu terus²an
gini, abang harus menjauh bukan karna abang gak sayang & gak peduli lagi. Tapi abang juga harus tau diri &
menghilangkan perasaan ini" jelasnya lembut memberiku pengertian.

"Tapi September ini manda uda gak disini lagi bang, manda lanjut kuliah lagi ke luar kota. Apa abang bisa berjauhan?"
Tatapku mengiba, menahan takut jika dia akan semakin ingin menjauhiku.

"Kamu lanjut kuliah lagi dek ? Kenapa kamu gak pernah ngasi tau abang ?" Tanyanya baru tahu.

"Iya, mungkin ini salah satu alasan manda untuk membatasi hubungan kita. Manda belum sanggup dengan kenyataan
bahwa harus ninggalin abang kuliah ke luar kota jika kita bersama" tuturku menyeka airmata.

Dia diam, melepaskan genggaman tangannya. Sebenarnya sedari tadi dia di panggil untuk membuat pesanan
pelanggan, tapi sudah ada chef lain yang mem-backup karena pengunjung tidak terlalu ramai malam itu. Kami terdiam
lama, dia terus menatap ku, aku terus menunduk menghindari tatapannya.
"Kalau abang memang serius, manda mau hubungan ini gak hanya sebatas hubungan sementara, manda mau kita
punya tujuan bang. Manda mau hubungan ini yang terakhir, manda takut sakit lagi, bener² takut bang. Dan satu lagi,
apa abang sanggup kita LDRan dulu selama 2 tahun kedepan ?" Tanya ku mencoba memberi solusi, dengan mata
berlinang²

"Abang bingung, rasanya harapan abang seperti di tarik ulur. Baru kemarin abang bahagia mengenal kamu yang
begitu polos namun sangat perhatian, tapi semuanya terasa berat ketika abang harus memilih antara maunya hati atau
logika nya abang sekarang" jawabnya dengan kata-kata yang sebenarnya ambigu untukku.

Lagi, tangisku tak dapat ku bendung lagi. Entah apa yang membuatku terus saja tidak bisa menahan airmata
mendengar ucapannya itu.
"Hey jangan gini " seru nya panik (Sebelah tangannya meraih tanganku, sebelahnya lagi berusaha mengelus kepalaku
yang ku tundukkan di atas meja)
"Iya abang paham. Abang sanggup LDRan, abang bisa, abang juga gak mau kehilangan kamu, abang juga mau jadikan
kamu yg terakhir dek. Jangan nangis lagi, maafin abang. Kamu mau kan dek? Abg serius" sambungnya menenangkanku

(Hening) aku mencoba mencerna ucapannya & perlahan meredakan tangisku. Ku angkat wajahku menatapnya
"Tapi abang beneran yakin ? Manda rumit bang, manda takut kamu gak sanggup, manda takut ditinggal & kehilangan
lagi" kataku mengiba
"Enggak, gak akan pernah terjadi kita akan lewati semua nya sama². Kita jadian ya, o iya tanggal berapa ini ? 30 May
2017 21.54 WIB hari dimana adek jadi milik abang, akan abang perjuangankan & akan abang jaga sampai akhir"
ucapnya tersenyum masih mncoba menenangkan ku
"Hu umm,, iya abg" jawab ku terharu tak bisa berkata-kata, namun juga masih di hantui ketakutanku jika yang
sebelumnya akan terulang lagi. mata ku berkaca-kaca menahan tangis.

Pasir Putih | 03 September 2017 | 11.25 WIB


Semenjak hari itu, sakitku mulai berangsur pulih bahkan aku seperti lupa jika pernah di patahkan. Perubahan
drastis juga kudapati dari bang Nanda, dia mulai rajin ibadah bahkan mau untuk terus belajar memperbaiki diri. tak
jarang juga dia yang duluan mengingatkanku. Aku bahagia & bersyukur atas perubahannya itu.
Benar, memang kehadirannya membuatku seperti memulai kehidupan baru, bahkan bisa dibilang sebenarnya dia
lah pacar pertamaku. Mengapa begitu ? Karena memang dialah yang memperlakukanku selayaknya kekasih, sedangkan
hubungan yang dulu kukira jalinan kasih sepertinya hanyalah sebatas hubungan antara seorang kakak & adik. Aku
bersama nya, aku takut kehilangan dia yang dulu karena aku takut kehilangan figur sesosok kakak laki-laki. Sampai
pada akhirnya dia menemukan jodoh nya, meski mungkin caranya yang salah & menyakitiku.
Sejujurnya, Bang Nanda adalah laki-laki pertama yang dengan berani ku panggil "Sayang". Bahkan banyak
kebiasaan konyol yang umumnya dilakukan oleh sepasang kekasih, pertama kali nya kulakukan hanya bersamanya. Pada
akhirnya, aku yakini bahwa bang Nanda adalah cinta pertama ku juga pacar pertama ku.
Tiga Bulan berakhir, persiapan masuk kuliah mulai merepotkanku. Setiap hari nya aku ingin bertemu bang
Nanda, pujaan hatiku. Rasanya mulai berat jika harus berpisah, bahkan pernah terbesit dalam pikiranku untuk
membatalkan kuliah ku itu. Tapi ku urungkan karna dukungan bang Nanda begitu besar untukku.
Sampai tibalah siang itu di sela suara debur ombak saat kami di pantai, bang Nanda memberitahukanku bahwa
dia juga mendapatkan tawaran untuk bekerja di luar negeri 2 sampai 3 Tahun kedepan. Awalnya aku tidak
mengizinkannya, karena dengan aku kuliah di luar kota saja akan membuat kami kesulitan untuk bertemu, bagaimana
lagi jika berbeda negara. Tapi Dia berusaha membesarkan hatiku dengan menjelaskan bahwa ini demi menunjang skill
memasaknya & juga untuk mencukupi tabungannya menikahiku selesai kuliah ku nanti. Sungguh berat rasanya tapi pada
akhirnya ku iyakan permintaan nya itu, tentu saja dengan aksi cengengku yang tak pernah luput.
"Gak akan lama sayang. Abang janji selesai adek kuliah, abang akan pulang & kita nikah. Kamu satu-satunya sayang,
abang janji akan setia" ucapnya meyakinkan ku.
Airmata ku mengalir tak terbendung lagi, bang Nanda yang sedari tadi disamping hanya bisa mencoba
menenangkan sambil memelukku.

Pantai Bangka | 09 Agustus 2020 | 15.10 WIB


Tiga Tahun berlalu, hari-hari kami lalui selayaknya pasangan pada umumnya yang LDRan. Kadang penuh cinta,
kadang juga berdebat parah seperti tak ingin bersama lagi. Ku akui, sikapku yang kekanak-kanakan sering membuatnya
jenuh. Aku yang terlalu egois, keras kepala, bahkan aku hanya ingin di mengerti tanpa mau mengerti dia. Dia begitu
sabar menghadapi kelakuanku, aku yang selalu marah & menangis tanpa sebab. Kadang terlalu mudah aku
mengucapkan kata "putus" meski kemudian aku juga yang menangis memohon untuk kembali. Dia begitu sabar, sangat
sabar menghadapiku. Dia selalu menunjukkan betapa dia mencintaiku & dia selalu menepati janjinya untuk tidak akan
meninggalkanku atas semua kekurangan yang ku miliki. Selama itu juga aku begitu akrab dengan keluarganya, meski
aku tidak bisa bertemu dengan bang nanda. Tapi setiap lebaran dan moment-moment tertentu selalu ku sempatkan untuk
mengunjungi Mama & adik-adik nya. Mama nya memperlakukanku begitu baik dan sangat menyayangi ku.
Bulan ini, Agustus 2020 hari pertama ku bertemu dengan bang Nanda sepulangnya dari luar negeri. Kini aku
sudah menyelesaikan kuliah ku, pun sudah mulai bekerja menjadi ASN di kota lain yang tidak begitu jauh dari kota
kelahiran kami. Bang Nanda juga mendapat tawaran bekerja menjadi Sales Marketing di salah satu perusahaan produk
makanan sepulangnya ini. Ah iya, aku lupa menceritakan, sepulangnya bang Nanda dari luar negeri dia memutuskan
untuk berhenti bekerja sebagai Chef. Terlepas dari apapun alasan nya, aku akan selalu mendukungnya.
Pertemuan kami berlangsung begitu membahagiakan juga haru, bagaimana tidak akhirnya kami bertemu setelah
sekian lama hanya berkomunikasi & melepas rindu secara virtual. Dan juga hari itu bertepatan dengan hari ulang tahun
ku. Demi apapun, hari itu aku sangat bersyukur karena telah dipertemukan dengan nya 3 tahun lalu. Bahkan aku berjanji
pada diriku sendiri untuk membahagiakannya dan merubah segala sikap burukku yang selama ini merepotkannya.
•••
Satu tahun berjalan.. Benar saja, sikapku berangsur mulai berubah setahun terakhir, aku mulai menunjukkan &
menghujaninya dengan cinta. Apapun yang di katakan bang Nanda selalu berusaha kuturuti, aku mulai benar-benar
melemah di hadapannya. Karna pikirku, dia adalah calon suamiku yang kelak akan jadi pemimpin rumah tangga kami.
Tidak seharusnya aku bersikap kekanak-kanakan & egois lagi, yang mungkin nanti akan membahayakan rencana
pernikahan bahkan rumah tangga kami.
Tapi tanpa kusadari bukan hanya aku yang berubah, bang Nanda juga. Dia mulai berani mendekati banyak
perempuan (meski tidak di pacari nya) juga ucapannya sering diluar kendali ketika lelah menghampiri. Aku mencoba
memahaminya ketika terus di salahkan dan sering di marahi karna kesalahan kecil, mungkin semua ini karena dia
kelelahan bekerja. Sehingga aku tetap biarkan dan ikuti apapun yang ingin dia lakukan, bahkan aku mulai sering diam
menahan diri meski rindu untuk meredam smua nya, asal dia tidak akan pernah meninggalkan ku. Pikirku
Kamarku | 25 Juli 2021 | 21.30 WIB
Malam itu aku berdebat cukup alot dengan bang Nanda, pertunangan kami di tunda. Papa ku mengkhawatirkan
jarak pertunangan yang terlalu jauh dengan pernikahan, karena aku harus melanjutkan kuliah profesi ku sebagai syarat
yang harus ku penuhi untuk bisa pindah lokasi bekerja ke kota kelahiran kami. Sehingga diputuskanlah kami untuk
langsung menikah setelah aku selesai kuliah nanti tanpa diadakannya pertunangan lagi. Awalnya bang nanda setuju saja,
tapi hari-hari menjelang aku kuliah sikapnya berangsur berubah. Aku mencoba memahami dia, mungkin dia kecewa
karena di tundanya pertunangan ini pikirku. Aku berusaha untuk selalu ada agar bang nanda tidak terlalu merasakan
kehilangan atas kepergianku ini. Tapi ternyata tidak dengan apa yang dipikirkan bg Nanda.
“Kamu sendiri yang memilih untuk mengejar karirmu di bandingkan pernikahan yang sudah aku persiapkan sedari
dulu! Sekarang pertunangan kita pun harus di tunda karena keegoisanmu" Bentak nya penuh emosi

" Ya Allah sayang, bukan karir sayang, bukan karir. Adek harus menyelesaikan pendidikan ini demi bisa hidup bersama
kamu setelah menikah nanti, adek gak sanggup lagi LDRan sayang, cukup 4 Tahun adek terus berjuang menahan rindu,
adek gak sanggup lagi. Adek mau di samping kamu dan merawat kamu terus setelah kita menikah nanti" jelasku dengan
tangis sesegukan

"Terserah!! Cukup !! Hari ini kita pisah & jangan pernah muncul lagi di hadapan ku. Aku muak sama perempuan yang
lebih mementingkan karir nya di banding pasangan nya sendiri" Bentak nya lagi, sambil lalu mematikan telpon.

Seketika aku cek semua kontak & sosial mediaku di block. Dia benar-benar marah & meninggalkan ku.
Tangisku sudah sampai batasnya, tak bersuara lagi tapi sakit di dadaku kian menghujam bertubi-tubi. Aku sudah
mencoba berbagai cara menghubunginya untuk terus memohon agar dia tidak meninggalkan dan memutuskan hubungan
kami. Tak bisa ku utarakan bagaimana sakitnya ketika setelah semuanya yang kulakukan hanya untuk kebahagiaannya,
harus di salahkan & dianggap sebagai keegoisanku semata. Umur, waktu, perasaan dan penantianku selama 4 tahun ini
semua terasa sia-sia. Lagi
Aku menahan diri untuk menghubungi keluargaku juga keluarganya, aku tidak ingin mengadu. Harapanku
hanya ingin waktu cepat berlalu tanpa kedua keluarga ketahui. Biarlah mereka tahu nya bahwa pertunangan kami hanya
ditunda & akan dilanjutkan tahun depan langsung ke pernikahan. Aku hanya berpikir untuk segera menyelesaikan
pendidikan ku secepat mungkin & kembali untuk bang Nanda. Meski sejujurnya terlalu sakit & hampa rasanya jika
harus melalui hari-hari ku kedepan sendiri tanpa hadirnya bang Nanda.

Kamarku | 5 September 2021 | 20.00 WIB


Satu bulan lebih berlalu, hari-hari ku lalui dengan menenangkan pikiran & terus berdoa yang terbaik untuk kami
berdua. Harapanku masih besar kembali bersamanya. Bagaimana tidak, dia satu-satunya orang yang sedari awal
menjanjikan kebahagiaan untuk menikahiku & juga dia yang berhasil merubah sikap keras kepalaku menjadi sangat
patuh padanya. Sejujurnya hatiku masih sepenuhnya untuknya. Meski banyak hal menyakitkan & mengecewakan ku
selama menghadapi perubahan sikapnya satu tahun terakhir ini. Aku tetap mencintainya, meski kini aku tak bisa
menunjukkan nya lagi.
Bak di sambar petir, ku dengar kabar dari teman dekatnya. Bahwa dia sudah menjalin hubungan dengan
perempuan lain. Bahkan mereka menjalin hubungan seminggu lebih setelah berpisahnya kami (mungkin pun itu
bertepatan di hari kelahiran ku satu bulan yang lalu)
Dada ku sesak, sulit menjelaskan bagaimana sakitnya. Seperti di tekan kuat tanpa ampun. Sakit itu makin
menyiksa terlebih lagi setelah ku tahu perempuan itu adalah seseorang yang pernah dekat dengan bang Nanda ketika dia
sekolah di SMK dulu. Rasanya semua beban berjatuhan tepat di ubun-ubun kepalaku. Kepala ku pusing, penglihatanku
remang. Seperti seluruh dunia menghukumku.

“Bagaimana bisa secepat itu? Dengan perempuan yang pernah diceritakannya dulu padaku? Bagaimana dengan aku?
Bagaimana dengan kesetiaan dan penantianku? Bagaimana bisa mereka kembali dekat? Sejak kapan, Apa aku
terlupakan? Bagaimana dengan 4 tahun kebersamaan kami? Bagaimana dengan rencana pernikahan kami? Bagaimana
semudah itu?” Semua pertanyaan itu berkecamuk menusuk-nusuk kepala ku, terlalu banyak pertanyaan atas kenyataan
yang bahkan tak bisa ku mengerti.

Aku hanya bisa menangis semalaman, meredam semua rasa sakit dan kekecewaanku. Sangat ingin rasanya ku
datangi dia menanyakan tentang semua ini, tapi kekecewaanku terlalu besar dan membuatku tak berkutik menerima
kenyataan ini. Malam itu kuhabiskan dengan menangisi dia atas sajadah yang sedari tadi ku tiduri.
Apapun yang telah dilakukannya dengan semua rasa sakit ini, yang kutahu aku masih sangat mencintainya, tidak
akan pernah tergantikan. Tapi ku sudahi hari ini dan untuk selamanya. Aku menyerah, tidak mampu lagi ketika
kesetiaanku di duakan. Aku tidak mengharapkannya kembali lagi, aku memaafkan nya. Berbahagialah

"Jika dengan meninggalkan ku bisa membuatmu bahagia. Pergilah sayang ..


Seperti janji ku dulu, aku akan mementingkan kebahagiaan mu di atas kebahagiaan ku sendiri"

•••
Biodata Penulis

Nama : Maulidia Gustiananda


No. Hp : 0811 6369 894
Twitter : @Maulidiaananda_
Instagram : @maulidia.ananda_ / @maulidya.ananda_
Judul Karya / Tanggal : Penawar Berakhir Luka (Kecewa) / 10 September 2021
Alamat : Jalan Banda Aceh – Medan, Gang Jurnalis No. 3 (Samping Warung Ndoro) Alue Dua Bakaran
Batee, Langsa Baro, Kota Langsa, Aceh

Anda mungkin juga menyukai