Anda di halaman 1dari 6

Namaku Dilla Safdia, biasa dipanggil Dilla.

Aku kelas 3 SMK di Kecamatan


Bendahara Kabupaten Aceh Tamiang. Ini adalah kisahku yang teragis dan mungkin bisa
dibilang sepele. Namun dari kejadian ini, aku lebih berhati-hati lagi saat berbicara.

Setiap harinya ketika aku melihat temanku yang bernama Safitri, aku selalu ingat
dengan kejadian itu. Sepele memang, sungguh benar-benar sepele tapi tak pernah bisa
terlupakan.

Kejadiannya kurang lebih sebulan yang lalu. Pada saat itu di kelas pagi hari saat ingin
memulai pelajaran, aku sedang bercermin dan membenahi jilbab.

Temanku memang orangnya mudah tersinggung, kadang aku berbicara langsung


dipatahkan oleh nya.

Tapi aku tak masalah, aku anggap semua hal itu hanyalah sifat seseorang yang biasa
ada. Itu sudah aku jadikan kebiasaan sehari-hari kami yang hidup di gedung bersama, apalagi
dia adalah teman sekelas denganku.

Tapi karena mulutnya yang terlalu cerewet, sebuah kecelakaan,- emm mungkin lebih
tepatnya kejadian yang tak terduga, itu bermula. Tidak ada niatan diantara kita untuk saling
menjatuhkan atau merendahkan. Kami hanya ingin saling mengingatkan sesama teman

Saat itu, guru tidak masuk karena ada MGMP aku pun kurang tahu dimana.dan ternyata
guru tersebut memberi bahan ajaran sebuah catatan dan guru tersebut akan memberikan
hukuman bagi siapa yang tidak menulis.Safitri sebagai sekretaris kelas memang sudah menjadi
tugas nya untuk mencatat pelajaran tersebut.

Sampai ketika dia ingin menuliskan catatan tersebut seorang temannya yang bernama
Risma meminta Safitri untuk menemaninya pulang kerumah untuk mengambil ijazah yang
terakhir dikumpul hari ini. Lalu seketika itu aku berbicara

“Safitri yasudah tulis terus mau kemana kamu kan udah dikasi kepercayaaan sebagai sekretaris
kelas tugas mu sebagai pencatat di papan tulis”
“Kau kenapa Dila ,kau iri ya kalau aku jadi sekretaris”

seketika itu pun dia marah karena tidak terima dengan omongan ku, raut muka yang
kelihatannya sangat kesal dengan omonganku dia pun sambil menulis di papan tulis sambil
ngeromet sempat laga mulut.Ketika itu, dia mengakata-katakan tentang ku yang tidak-tidak.
tapi aku tidak terlalu ambil pusing

Waktu itu pun aku langsung pindah ke kursi ku dan mengambil buku untuk menulis
catatan tersebut agar menghindari hukuman yang akan diberikan oleh guru, tapi disela waktu
senggang itu,Safitri terus ngeromet sambil ketawa dan berkata

“Apa kau Dilla kau cuman beraninya pas ada kawan-kawan kau nya tapi apa ini gak ada kawan
kau gak berani nya kau ngomong”

sambil meremehkan aku.saat itu aku rasanya tidak tahan lagi untuk diam aku cuman balas

“ udahlah Safitri aku cuman mengingatkan kau nya bukan maksud yang lain,apa salah yang
aku bilang tadi?”

padahal dalam hatiku sudah jengkel mendengar ocehan dia yang sangat membuat sakit
hatiku.Ingin sekali merobek-robek mulutnya.

“Yah memang sudah begitu sifat dan karakter manusia tetapi sebagian manusia saja
tidak semua manusia seperti itu.Hidup ini dibawa santai aja mau gimana pun kalaun orang yang
bersalah ya tetap bersalah. Kita sebagai manusia hanya bisa menasehati orang-orang seperti itu
lambat laun toh dia juga sadar dengan apa yang telah dibuatnya.” Ujar ku

Selang beberapa waktu Safitri pun bertengkar dengan teman-teman yang biasanya
dekat dengannya karena salah paham sama seperti apa yang kualami. Teman-teman nya meras
kewalahan karena sikap keegoisannya yang hanya mau menang sendiri.Pada akhirnya dia tidak
mau berteman dengan teman akrab nya seperti biasanya karena merasa malu atas apa yang
telah diperdebatkan nya.
Dan pada akhirnya dia berteman dengan teman-temanku , dia mengambil teman-
temanku dia sangat pintar sekali mengambil perhatian teman-temanku.Dan pada akhirnya aku
sudahg malas berteman dengan teman-teman ku karena ada dia yaitu Safitri.

Dan pada akhirnya kami sepakat untuk saling memaafkan. Kelihatannya dia sangat
enggan untuk berbicara denganku karena masalah tadi, mungkin dia merasa bersalah lama
kelamaan dia yang duluan berbicara padaku, itupun karena ada tugas kelompok dan dia satu
kelompok dengan ku. Mungkin dia merasa tidak memahmi materi tersebut dan tidak tahu mau
bertanya pada siapa.

Aku bingung dalam keadaanku seperti ini, apa yang harus aku perbuat.
Meminta maaf dan bilang kalau itu adalah salah ku? itu tidak mungkin. Aku
tidak berani

Aku tidak bisa berkata apa-apa, tubuhku kaku tak bisa bergerak, mulutku
bagai ada yang memborgol, dadaku sesak, jangtungku berdenyuk kencang
saking ketakutannya. Apa yang harus ku perbuat Ya Tuhaann?

Aku merasa bersalah dan aku tidak mengucapkan maaf kepadanya, sungguh
aku tak bisa. Aku sama sekali tak bisa bilang kepada wanita untuk meminta
maaf. Bahkan aku tak pernah punya masalah dengan wanita.

Setelah ku pandangi beberapa menit, dia pergi dengan sedikit berlari menuju
jalan kecil di antara rumah-rumah warga lalu menghilang.

Aku masih berdiri kaku. Rasa bersalah yang bercampur aduk ini sungguh tak
karuan. Baru kali ini perasaan yang aneh seperti ini datang. Tak pernah sama
sekali dalam hidupku aku memiliki perasaan yang seperti ini.

Apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus menyalahkan temanku yang

menjailiku? toh juga dia yang mulai, sehingga aku membalasnya yang ku kira
itu adalah bukunya.

Apa aku harus pergi kerumahnya dan bilang kalau itu tadi adalah
perbuatanku? Mustahil.
“sudahlah tak apa-apa, besok aku akan bantu bicarakan. Sekarang ayo kita
pulang.” kata temanku berbisik pelan.

Aku masih tidak percaya dengan kajadian tadi. Tubuhku tetap saja membeku,
tapi temanku memaksaku berjalan, dan tanpa sadar aku sudah di depan
rumah. Aku masih memikirkan hal tadi.

Hari demi hari berlalu.

Sampai sekarang, aku belum juga meminta maaf kepadanya. Mungkin juga
dia sudah lupa, toh juga itu kejadian dua tahun yang lalu. Tapi entah kenapa
hati ini tak bisa melupakanya begitu saja. Masih ada rasa bersalah yang harus
diungkapkan.

Aku pernah berjanji, sebelum lulus SMA, aku harus sudah meminta maaf
darinya. Karena bila masih saja belum dapat maaf darinya, maka setiap aku
melihat buku pasti akan muncul rasa bersalah itu kembali.

Hari menjelang ujian nasional semakin dekat. Aku mencari waktu yang tepat
agar bisa meminta maaf kepadanya tanpa di ketahui anak-anak yang lain.

Aku sering mencarinya dan memperhatikannya. Nampaknya dia bahagia saja


tanpa adanya maaf dariku. Kadang dia berada di kelas membaca buku,
kadang dia bergurau dengan teman yang lain, sepertinya dia sudah benar-
benar lupa dengan kejadian itu.

Pada hari selasa, sekitar jam 15.30 aku mendapati dia masih berada di kelas
sendirian. Dia sedang asik dengan bukunya. Dia juga tak tau kalau aku
memperhatikannya dari hari-hari kemarin.

Mungkin ini adalah waktu yang tepat untuk meminta maaf. Tapi kenapa rasa
hati ini berdebar-debar, seperti ada rasa yang lain selain rasa bersalah.

Apakah ini cinta? Apakah aku salah memperhatikannya terus menerus? Aku
hanya ingin mencari waktu yang pas agar bisa meminta maaf kepadanya, tapi
karena itu juga aku kadang tersenyum-senyum sendiri ketika
memandanginya.

Aku juga heran, kenapa bisa aku ikut bahagia ketika dia sedang asik
bercanda dengan teman-temannya. Kenapa juga aku harus membuntutinya
dan menghawatirkannya, toh juga dia sudah lupa.

Saat itu juga aku mengetuk pintu kelas dan berdehem kepadanya memberi
tanda kalau aku disana.
Dia menengok dan melihatku lalu berkata.

“oh hai Roy, kau belum pulang?”

“Belum” jawabku polos.

“aku yang kau lakukan di sini, sepertinya teman-temanmu sudah pulang


semua”

“iya aku tau, kau juga kenapa belum pulang?”

“aku ingin belajar lebih hari ini, ada beberapa bab yang aku masih belum
menguasainya.”

“emm Diana, ada yang ingin aku omongkan denganmu, boleh aku meminta
waktumu sebentar?” Kataku dengan cepat, tepat ketika dia mengakhiri
kalimatnya.

“iya silakan”

Aku menceritakannya dengan ragu dan malu-malu. Aku juga bingung harus
dimulai dari mana, kejadian itu sudah cukup lama, apa pentingnya kalau dia
tau.

Tapi karena desakan hatiku yang terdalam, akhirnya aku langsung


menceritakannya dari awal. Dia pun mendengarkan seluruh ceritaku. Lalu
tiba-tiba dia mengatakan sesuatu yang aku tidak pernah menyangkanya.
“Ohh kejadian itu, aku mengingatnya. Aku tidak akan bisa melupakanya kalu
kau yang telah membuang buku catatanku.”

Ketika kalimat itu terucap, aku merasa semakin bersalah.

“aku juga sebetulnya sudah tau dari awal kalau kau yang membuang buku
milikiku. Karena ketika kau membuangnya, aku berada agak jauh di
sampingmu dan kau tak melihatku. Aku juga heran kenapa setelah kau
membuang buku tersebut kau malah tersenyum bahagia. Ku kira kau
membenciku, sebab itulah aku menangis.”

“emm.. maafkan aku” kataku pelan.

“iya tak apa-apa” jawabnya.


Ada sedikit keganjalan menurutku darinya. Kenapa dia bisa menganggapku
benci kepadanya padahal kita saat itu belum kenal akrab, bahkan bicarapun
tidak pernah. Akhirnya aku beranikan untuk tanya kepadanya, dan dia
menjawab.

“Kalau Roy tau, dari dulu aku mengagumi dirimu. Sikap cuekmu, gaya
tertawamu dan semua yang ada pada dirimu.”

“ehh,, hehe.. apaan sih”

“Aku itu suka sama kamu Roy sejak kita pertama bertemu.”

Deg,.. Jantungku seketika itu berhenti.

Mungkin jika hal itu dibiarkan sedikit saja lebih lama, aku sudah tidak ada di
dunia ini.

Tiba-tiba saja dia bilang hal semacam itu kepadaku. Dia tak tau perasaanku
yang setiap hari dihantui olehnya karena rasa bersalah. Lalu dia tiba-tiba
bilang suka?

Dalam hati terdalam antara rasa senang dan bahagia bercampur aduk
dengan gerogi serta bingung. Aku tidak tau kenapa dia langsung bilang
seperti itu.

Setelah beberapa lama, aku hanya menanggapinya dengan biasa. Aku masih
bingung mau menjawab apa, lalu aku pamit pulang.

Disisi lain aku merasakan lebih percaya diri untuk mendekatinya melalui
ponsel. Setiap hari kita SMS membahas semua hal, dari tugas yang diberi
oleh guru, tanya jam berangkat sekolah, sampai mau lanjut kemana setelah
selesai dari SMA ini.

Setiap malam ada perasaan bahagia karena selalu menantikan SMS darinya.
Kadang juga aku yang memulai duluan, dan ternyata kita ingin memasuki
kampus yang sama.

Lambat laut karena perasaan ini yang bergejolak, akhirnya aku


mengungkapkan rasa cinta kepadanya. Kabar baiknya, dia menerimaku
dengan senang hati, dan dari situlah kisah cinta kita bermula.

Anda mungkin juga menyukai