Anda di halaman 1dari 9

Hidup penuh teka-teki yang sulit ditebak. Kenyataan yang kadang tak masuk akal.

Semuanya sering disebut sebagai kebetulan. Waktu yang tak kutahui dan mungkin ia
pun tak tahu, kadang menyatukan kami di tempat yang sama. Kadang Seperti sebuah
magnet yang kembali menyatu dalam ruang, tanpa disengaja dan sekali lagi itu
kebetulan.

Bila tak ingin bertemu, kebetulan itu bahkan selalu mempertemukan. Aku pernah
memperlambat waktu agar tak bertemu dengannya, tapi kebetulan itu membuatku bertemu
dengan sosoknya dari jarak terdekat hingga kulit kami bersentuhan tak sengaja.
Melangkah pelan agar tak melihat sosoknya yang beberapa menit sebelumnya terlihat
berjalan. Namun karena kebetulan dia berbalik arah dan akhirnya tetap bertatap muka
denganku. Kebetulan yang terus menerus terjadi begitu saja membuatku berfikir apa
kami berjodoh?.

Hingga suatu hari, kebetulan tak lagi menghampiri kami. kebetulan bukan seperti
magnet lagi, bahkan karena kebetulan kami tak lagi bertatap muka. Aku terlambat
menikmati kebetulan yang selama ini terus menghantuiku. Bahkan ketika aku dengan
sengaja ingin berada satu ruangan dengannya itu tak pernah terjadi. Bila aku masuk,
kebetulan dia keluar. Terlambat menyadari kalau ternyata kebetulan itu suatu hal
ajaib. Ternyata selama kebetulan kemarin, itu menyenangkan. Tuhan seperti telah
mengatur jalan agar aku dan dia bertemu di sebuah tempat, bahkan tinggal berjam-jam
di tempat yang sama.

Kebetulan itu sulit ditebak, dan tak bisa dengan mudah dirubah oleh seorang
manusia. Aku adalah manusia yang entah kenapa bisa mencinta dan membenci seseorang
dalam waktu yang relatif cepat. Hari senin mencinta, hari selasa bisa saja
membenci, itulah aku. Hari dimana aku membenci, sengaja tak pulang lebih awal
karena mendengar suaranya di luar kelas, berdiam di kelas untuk waktu yang cukup
lama. Karena kebetulan, di jalan yang tak ada siapapun lagi selain aku dan dia,
kita bertemu. Aku dan dia berjalan berlawanan arah saling menatap, tak berkata.
Kadang kebetulan seperti ini, bila benci kebetulan menyatukan aku dan dia, dan bila
rasa cinta bersemi kebetulan tak menyatukanku dengannya.

Suatu hari, aku pernah datang pagi sekali jam 06:15. Berjalan sendiri di tempat
yang sepi, hanya ada ibu kantin yang terlihat sibuk dengan dagangannya. Ketika itu,
seseorang muncul dari lorong begitu saja. Siapakah dia? Benar dia, yang selalu ada
dalam kamus kebetulanku. Kami berjalan berdua di tempat sepi, dalam kata kebetulan
lagi. Biasanya dia datang paling siang bahkan kadang-kadang dihukum di depan kelas
karena selalu terlambat. Tapi dengan kebetulan, dia datang sepagi itu.

Ketika aku muak dengan hubunganku dengannya, aku tak ingin berjalan melewati
kelasnya untuk pergi ke kantin karena tak ingin bertemu. Tapi karena kebetulan, aku
bahkan hampir bertubrukkan dengannya. Sorry ucapnya no problem balasku yang
meneruskan langkah menghiraukannya yang terus memperhatikanku. Tubuh yang aku pun
tak ingin lihat, begitu terlihat dengan jelas karena kebetulan. tak ingin saling
bertatap, tapi karena kebetulan tatapan terjadi secara spontan walau hanya hitungan
detik.

Aku kadang tak mengerti apa itu kebetulan. Sulit difahami, dan ditebak. Aku tak
becanda, bahkan apapun tentangku dengannya kebanyakan karena kebetulan. Tapi aku
yakin, tak ada kebetulan yang sia-sia. Bila kebetulan waktu itu aku melihat dia
sedang jalan bersama wanita lain, itu membuatku tahu kalau dia tak sebaik yang aku
fikirkan. Itulah kebetulan, kadang beberapa orang membenci kebetulan, tapi tak ada
yang salah dengan kebetulan. Teka-teki, ketika aku dan dia terus dipertemukan
mengarah pada hal yang jauh. Aku bahkan sempat bingung dengan kebetulan, yang
awalnya tak kuharapkan. Karena kebetulan, aku menjadi cinta dan karena kebetulan
aku jadi benci. Semuanya adalah kebetulan.
Cerpen Karangan: Renita Melviany
Facebook: Renita melviany
Lahir di Majalengka, 17 juli 2001. Seorang pemimpi tinggi, yang insyaallah dapat
meraih mimpinya.

Cerpen Kebetulan merupakan cerita pendek karangan Renita Melviany, kamu dapat
mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru
buatannya.

Tiara, tunggu teriak Shinta padaku


Apa?
Mazni dan latifah bilang kamu itu penghasut kami semua
Lalu shinta pergi meninggalkanku. Air susu dibalas air tuba kesalku dalam hati.
Ini pasti mazni buat masalah, aku tak akan memaafkan mu. Sambungku lagi. Ya
Allah aku ingin lupakan dia tuk selamanya. aku tak ingin dia menjadi sahabatku
biarlah aku sama mazni berteman biasa atau musuh doaku dalam hati

Cerpen Karangan: Tiara Rinanty


Nama: Tiara rinanty
Kelas: VIIA
Kota: Dumai
Provinsi: Riau

Cerpen Lupakan Dia Tuk Selamanya merupakan cerita pendek karangan Tiara Rinanty,
kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen
terbaru buatannya.

Dunia puber memang sangat menyenangkan. Rasa ingin tahu akan sesuatu yang baru juga
sangat begitu besar. Coba ini, coba itu semuanya dijabanin. Kadang kalanya ada di
posisi yang benar dan juga kadang-kadang di jalur yang salah. Gue sedikit mau
berbagi memori terburuk dalam kehidupan percintaan gue. Saking buruknya kalau gue
nanti diberi kesempatan oleh Tuhan untuk berengkarnasi, gue mau file kehidupan gue
yang satu ini didelete aja. Kenapa harus didelete? timbul pertanyaan di otak
kalian.
Ya iyalah harus dihapus, coba kalau tidak dihapus, gue bakalan mengalami kejadian
mengerikan sepanjang hidup gue dua kali.
Dua kali mas dan mba bro, dua kali.
Apa Tuhan tega kasi gue penderitaan itu dua kali?. Bertanya pada diri sendiri
(kaya orang gila aja).

Untuk mengobati isi fikiran kalian yang sejak dari tadi bertanya-tanya file mana
sih yang mau gue hapus dari hidup gue. Baca dengan seksama cerita waktu gue SMA
dulu. Ingat setelah kalian baca kisah ini jangan menganggap gue Abnormal ya. Gue
tekankan sekali lagi gue lelaki NORMAL.

Alkisah pada suatu waktu ketika tubuh gue masih diselimuti pakaian putih abu-abu.
Masa peralihan dari bercelana pendek ke sekolah menjadi celana panjang. Masa ketika
suara masih cempreng berubah menjadi suara ngebass berat. Serta tonjolan ditengah-
tengah leher juga mulai keluar. Dari rambut belah tengah yang yang mengkilat-kilat
karena dilumuri minyak goreng oleh ibu sebelum pergi ke sekolah berubah menjadi
rambut kering acak-acakan kerena tiupan angin khas pete-pete (angkot) pagi saat
berangkat sekolah.
Semuanya berubah total. Dan hal paling gue senangin juga yaitu perubahan dari
senang bolos sekolah hanya untuk maen PES di tempat rental, berubah menjadi senang
naksir cewek. Yups, naksir cewek hal terindah kedua yang gue rasa paling
menyenangkan setelah nyontek saat ujian ga ketahuan sama pengawas.
Dengan muka yang agak kesal dia pergi. Langkah pertama gatot (gagal total). Gue
kesal pada diri sendiri. Kenapa gue ga berkutik di depan cewek. Selang beberapa
minggu gue baru tau kalau ternyata Chika udah punya MONYET, si Anto, simuka pas-
pasan kalau diobral juga ga bakalan laku mukanya. Gue piker kalau mukanya
digratisin juga ga ada yang bakalan mungut. Tapi satu hal yang buat Chika mau jadi
pacar Anto the beast yaitu motor KAWASAKI NINJA RR yang menjadi daya tarik Anto.
Cewek kampret.
Cerita cinta tentang Chika berakhir tanpa dia tau kalau gue suka sama dia. Biar
aku, Tuhan, dan buku diary pinkku yang tau.

Pasca tragedi CIDAHA ke Chika. Beberapa bulan hati gue lowong. Sampai gue temukan
cewek pengalih dunia gue. Dinda. Manis-manis gulali, itulah pendeskripsian buat
Dinda. Teman sejawat di kelas III tapi beda kelas. Dia berada di kelas IPA.
Sementara gue berada di kelas spesialis tukang ngitung-ngitung ala tukang kredit
IPS.

Sebenarnya gue kenal Dinda itu sejak dari kelas I, tapi gue baru naksir baru di
kelas III. Cinta memang ga bisa ditebak. Berhubung kita sudah saling kenal, jadi
proses malu-malu bisa dihilangkan dengan cepat. Proses PDKT berjalan sesuai
rencana. Gue bisa tebak kalau Dinda suka sama gue. Gue juga tau kalau Dinda
bukanlah tipe cewek pantat bensin. Buktinya gue ajakin jalan pake sepeda aja dia
mau, cewek yang perfect.

Belum sempat gue bilang suka sama Dinda, kegalauan menghampiri. Untuk pertama
kalinya dalam hidup gue ada yang naksir gue duluan. Gue gamang.

Cewek misterius yang khilaf naksir gue itu bermula saat gue asyik di rumah lagi
kerjain PR Matematika (lebih tepatnya nyalin dari buku teman ke buku gue, karena
gue ga mau repot-repot mikir, toh hasil mikir gue juga nantinya sama dengan hasil
dari pemikiran teman gue, jadi tinggal salin aja punya dia, lebih simple). Hp gue
berontak berkali-kali akibat gangguan dari nomor baru misterius. Tiap kali gue
angkat pasti dimatiin. Begitu seterusnya.

Setelah kak Fahmi menutup sambutannya sebagai ketua panitia HUT RI di kampus.
seluruh mahasiswa membentuk grup masing-masing, ada yang segerombol satu angkatan,
ada yang hanya dua orang atau tiga orang seperti kami. Aku, Fitri dan Irma.
Kawan-kawan, bagaimana kalau kita diskusi di depan gedung kemahasiswaan saja, di
sini riuh sekali Irma menggandeng tangan kami dan sesekali mengibaskan rambutnya
yang terurai berponi depan karena kegerahan.
Baiklah, ditambah es cendolnya Bu Rahma pasti langsung cless otak ini..
Siipppz, tapi kamu ya Fit yang traktir hehehe

Bangun pagi kuterus mandi tidak lupa menggosok gigi abis mandi kutolong ibu
membersihkan tempat tidurku Alarm handphoneku berbunyi kencang di telingaku,
karena semalam aku lupa mencabut headset dari telingaku sampai aku ketiduran.
Dengan langkah gontai aku berjalan ke kamar mandi, dengan santainya aku mandi. Pagi
ini udara begitu segar, membuatku bertambah semangat untuk melanjutkan hari-hariku.
Karena terlalu keasyikan dengan berjuta-juta khayalan aku terlalu santai pagi ini,
dan baru sadar setelah melihat jam weker di atas meja belajarku. jam 06.45? hah..
telat dong! Aduh gimana nih?. Buru-buru aku mencari pakaianku dan sesegera aku
memakainya. Untung semua keperluan sekolah telah aku siapkan dari malam hari.

Hari ini aku begitu sial, sampai di sekolah telat, aku juga lupa ada ulangan, dan
saking terburu-burunya tadi, aku lupa membawa rekaman presentase ka miskal yang dia
titip semalam. Jadi aku kena omelan habis-habisan hari ini. Susahnya jadi kembaran
seorang ketua osis terkenal di sekolah. Tapi aku heran, kenapa juga aku
ditinggalkan sendiri tadi di rumah, kan sekolahannya sama. Kenapa gak barengan
coba? Tapi jawabannya terlalu jelas, ya karena aku sering telat. Makanya orang tua
beliin kita masing-masing kendaran, biar gak ada yang berantem-beranteman. Tapi gak
ngaruh aah.. aku tetap sering berantem juga sama tuh anak!

Aku dan miskal tak pernah berpisah, secara dia adalah sudara kembarku. Tapi karena
dia terlalu pintar, dia langsung lompat kelas saat kita SMP dulu. Jadi aku bukan
hanya adik dalam keluarga, tapi adik kelasnya juga. Banyak yang tak percaya jika
aku bilang dia adalah saudara kembarku. Aku sangat berbeda dengannya di lihat dari
fisik.

Tring tring
Selamat sore, selamat datang di Dunkin Donuts. Silahkan mas, mau pesan apa? sapa
seorang perempuan muda pelayan toko donat yang sore itu sedang bertugas. Pelanggan
yang disapanya adalah seorang lelaki yang masih lengkap dengan seragam kantornya
yang berwarna abu-abu muda dan celana panjang hitam. Di bahunya 0tersampir tas
ransel hitam dan tangan kirinya menenteng jas berwarna senada.
Minta triple cocholate-nya satu ya mbak. Dimakan disini. Minumnya orange juice
aja, pinta lelaki itu. Perempuan pelayan toko pun mengambilkan pesanan lelaki itu
dan meletakkannya didalam nampan. Setelah semua pesanannya lengkap, lelaki itu pun
membawa nampannya ke sebuah meja yang terletak di sisi jendela. Sebenarnya meja itu
sedikit panas, karena cahaya matahari sore menyinari langsung sisi tersebut. Tapi
dalam ruangan ber-AC ini, rasa panas itu menjadi hangat, sehingga lelaki itu pun
memilih untuk duduk disana.
Tring. Tring.
Selamat sore, selamat datang di Dunkin Donuts. Silahkan mbak, mau pesan apa?
kembali perempuan pelayan toko itu menyapa pelanggan yang datang. Kali ini, seorang
gadis dengan baju batik warna hijau muda dan celana panjang hitam, serta tas ransel
abu-abu yang dibawa di pundaknya.
Mm saya mau pesan donat Peanut, mbak. Masih ada nggak mbak, ya? tanya gadis itu
ragu ketika dilihatnya rak donat isinya tinggal sedikit dan ia tak menemukan donat
yang dimintanya disana.
Maaf mbak, jenis donat yang mbak minta sudah habis. Mungkin yang lain saja mbak?
tawar perempuan pelayan toko itu. Meskipun gadis tadi tampak kecewa, akhirnya ia
memesan satu buah donat jenis yang lain beserta ice chocolate. Ia pun membawa
nampan berisi pesanannya ke salah satu meja yang masih kosong. Meskipun meja itu
agak panas, tapi menjadi hangat karena ruangan ini ber-AC.
Saat gadis itu duduk, lelaki tadi memandanginya. Mereka duduk berhadapan meskipun
berpisah meja. Saat gadis itu menyadari kehadirannya, ia sempat melemparkan sedikit
senyum yang dibalas dengan senyum seadanya oleh lelaki itu. Ia pun melanjutkan
memakan donatnya sendiri yang tinggal sepertiga lagi. Lima menit kemudian, donat di
piringnya habis dan ia pun menyelesaikannya dengan menghabiskan pula orang juice-
nya. Ia pun berdiri dan menyandang kembali tas ransel serta jas-nya. Seraya
melangkah ke pintu keluar, ia menoleh lagi pada gadis itu lalu tersenyum kecil yang
dibalas oleh gadis itu.
Tring tring
***
Tring tring
Selamat sore, selamat datang di Dunkin Donuts. Silahkan mbak, mau pesan apa?
tanya pelayan toko donat, seorang pria berwajah oriental. Pelanggan yang disapanya
yaitu seorang gadis berkemeja ungu muda dan rok hitam selutut, masih lengkap dengan
tas ranselnya.
Saya mau pesan donat Peanut, mas. Masih ada nggak mas? tanya gadis itu sambil
celingukan melihat ke rak donat.
Maaf mbak, kalau jenis donat yang itu memang paling cepat habisnya, apalagi kalau
sudah sore begini, mbak. Mungkin donat yang lain saja mbak? tawar pria penjaga
toko donat itu. Dengan ragu akhirnya gadis itu menunjuk salah satu jenis donat yang
masih tersedia di rak. Ia pun membawa nampan berisi pesanannya ke meja yang masih
kosong. Dipandanginya sejenak donat yang ada dihadapannya, lalu dengan enggan ia
memotong donat itu dan menyuapkannya sendiri. Sementara itu, pandangannya
menerawang ke lalu lintas jalan raya yang ada diseberang toko ini.
Tringtring
Selamat sore, selamat datang di Dunkin Donat. Silahkan mas, mau pesan apa? tanya
pria pelayan toko donat pada seorang lelaki yang baru saja memasuki toko donat itu.
Raut lelah jelas tampak di wajah lelaki itu, dan ia sempat menghembuskan nafas
keras-keras sebelum menyebutkan pesanannya.
Saya mau beli donat-nya setengah lusin, mas. Tolong pilihkan semuanya yang serba
cokelat, tapi dikasih satu-satu saja ya setiap jenisnya, pesan lelaki itu. Pria
oriental pelayan toko pun mengikuti permintaannya. Sambil menunggu pesanannya
lengkap, lelaki itu mengedarkan pandangannya ke dalam toko. Ketika dilihatnya
sesosok gadis yang duduk di meja di dekat jendela, ia tak mungkin salah kalau gadis
itu adalah gadis yang sama dengan yang kemarin duduk berseberangan dengannya di
toko ini juga. Tapi yang membuatnya heran, ia melihat gadis itu hanya memain-
mainkan garpu dan pisau yang digunakan untuk memotong donat tanpa sedikitpun
menyentuh donat yang ada dipiringnya. Ia tahu jenis donat itu, double cocholate.
Tapi kenapa tak dimakan olehnya? Tak lama gadis itu pun meraih ranselnya dan
melangkah keluar tanpa menyadari bahawa ia sedang diperhatikan. Saat gadis itu
telah menghilang dibalik pintu, lelaki tadi berjalan mendekati mejanya. Benar
tebakan lelaki itu, donatnya hanya dipotong sedikit dan sisanya tak dimakan. Hanya
air minum saja yang habis.
Maaf, mas. Saya mau tanya. Gadis yang tadi duduk di meja itu, dia pesan donat apa
ya mas? tanya lelaki itu pada pria oriental pelayan toko.
Ooh dia tadinya mau pesan donat Peanut, tapi sudah habis mas. Jadinya dia pesan
donat double chocolate, jelas pria pelayan toko itu.
Donat Peanut? Masih sama dengan pesanannya waktu itu, gumam lelaki itu dalam
hati. Setelah pesanannya selesai diambil, ia pun membayarnya dan bergegas keluar
dari toko itu.
***

Tring tring
Selamat sore, selamat datang di Dunkin Donuts. Silahkan mas, mau pesan apa? sapa
seorang perempuan muda pelayan toko donat yang sore itu sedang bertugas. Pelanggan
yang disapanya adalah seorang lelaki yang masih lengkap dengan seragam kantornya
yang berwarna abu-abu muda dan celana panjang hitam. Di bahunya 0tersampir tas
ransel hitam dan tangan kirinya menenteng jas berwarna senada.
Minta triple cocholate-nya satu ya mbak. Dimakan disini. Minumnya orange juice
aja, pinta lelaki itu. Perempuan pelayan toko pun mengambilkan pesanan lelaki itu
dan meletakkannya didalam nampan. Setelah semua pesanannya lengkap, lelaki itu pun
membawa nampannya ke sebuah meja yang terletak di sisi jendela. Sebenarnya meja itu
sedikit panas, karena cahaya matahari sore menyinari langsung sisi tersebut. Tapi
dalam ruangan ber-AC ini, rasa panas itu menjadi hangat, sehingga lelaki itu pun
memilih untuk duduk disana.
Tring. Tring.
Selamat sore, selamat datang di Dunkin Donuts. Silahkan mbak, mau pesan apa?
kembali perempuan pelayan toko itu menyapa pelanggan yang datang. Kali ini, seorang
gadis dengan baju batik warna hijau muda dan celana panjang hitam, serta tas ransel
abu-abu yang dibawa di pundaknya.
Mm saya mau pesan donat Peanut, mbak. Masih ada nggak mbak, ya? tanya gadis itu
ragu ketika dilihatnya rak donat isinya tinggal sedikit dan ia tak menemukan donat
yang dimintanya disana.
Maaf mbak, jenis donat yang mbak minta sudah habis. Mungkin yang lain saja mbak?
tawar perempuan pelayan toko itu. Meskipun gadis tadi tampak kecewa, akhirnya ia
memesan satu buah donat jenis yang lain beserta ice chocolate. Ia pun membawa
nampan berisi pesanannya ke salah satu meja yang masih kosong. Meskipun meja itu
agak panas, tapi menjadi hangat karena ruangan ini ber-AC.
Saat gadis itu duduk, lelaki tadi memandanginya. Mereka duduk berhadapan meskipun
berpisah meja. Saat gadis itu menyadari kehadirannya, ia sempat melemparkan sedikit
senyum yang dibalas dengan senyum seadanya oleh lelaki itu. Ia pun melanjutkan
memakan donatnya sendiri yang tinggal sepertiga lagi. Lima menit kemudian, donat di
piringnya habis dan ia pun menyelesaikannya dengan menghabiskan pula orang juice-
nya. Ia pun berdiri dan menyandang kembali tas ransel serta jas-nya. Seraya
melangkah ke pintu keluar, ia menoleh lagi pada gadis itu lalu tersenyum kecil yang
dibalas oleh gadis itu.
Tring tring
***
Tring tring
Selamat sore, selamat datang di Dunkin Donuts. Silahkan mbak, mau pesan apa?
tanya pelayan toko donat, seorang pria berwajah oriental. Pelanggan yang disapanya
yaitu seorang gadis berkemeja ungu muda dan rok hitam selutut, masih lengkap dengan
tas ranselnya.
Saya mau pesan donat Peanut, mas. Masih ada nggak mas? tanya gadis itu sambil
celingukan melihat ke rak donat.
Maaf mbak, kalau jenis donat yang itu memang paling cepat habisnya, apalagi kalau
sudah sore begini, mbak. Mungkin donat yang lain saja mbak? tawar pria penjaga
toko donat itu. Dengan ragu akhirnya gadis itu menunjuk salah satu jenis donat yang
masih tersedia di rak. Ia pun membawa nampan berisi pesanannya ke meja yang masih
kosong. Dipandanginya sejenak donat yang ada dihadapannya, lalu dengan enggan ia
memotong donat itu dan menyuapkannya sendiri. Sementara itu, pandangannya
menerawang ke lalu lintas jalan raya yang ada diseberang toko ini.
Tringtring
Selamat sore, selamat datang di Dunkin Donat. Silahkan mas, mau pesan apa? tanya
pria pelayan toko donat pada seorang lelaki yang baru saja memasuki toko donat itu.
Raut lelah jelas tampak di wajah lelaki itu, dan ia sempat menghembuskan nafas
keras-keras sebelum menyebutkan pesanannya.
Saya mau beli donat-nya setengah lusin, mas. Tolong pilihkan semuanya yang serba
cokelat, tapi dikasih satu-satu saja ya setiap jenisnya, pesan lelaki itu. Pria
oriental pelayan toko pun mengikuti permintaannya. Sambil menunggu pesanannya
lengkap, lelaki itu mengedarkan pandangannya ke dalam toko. Ketika dilihatnya
sesosok gadis yang duduk di meja di dekat jendela, ia tak mungkin salah kalau gadis
itu adalah gadis yang sama dengan yang kemarin duduk berseberangan dengannya di
toko ini juga. Tapi yang membuatnya heran, ia melihat gadis itu hanya memain-
mainkan garpu dan pisau yang digunakan untuk memotong donat tanpa sedikitpun
menyentuh donat yang ada dipiringnya. Ia tahu jenis donat itu, double cocholate.
Tapi kenapa tak dimakan olehnya? Tak lama gadis itu pun meraih ranselnya dan
melangkah keluar tanpa menyadari bahawa ia sedang diperhatikan. Saat gadis itu
telah menghilang dibalik pintu, lelaki tadi berjalan mendekati mejanya. Benar
tebakan lelaki itu, donatnya hanya dipotong sedikit dan sisanya tak dimakan. Hanya
air minum saja yang habis.
Maaf, mas. Saya mau tanya. Gadis yang tadi duduk di meja itu, dia pesan donat apa
ya mas? tanya lelaki itu pada pria oriental pelayan toko.
Ooh dia tadinya mau pesan donat Peanut, tapi sudah habis mas. Jadinya dia pesan
donat double chocolate, jelas pria pelayan toko itu.
Donat Peanut? Masih sama dengan pesanannya waktu itu, gumam lelaki itu dalam
hati. Setelah pesanannya selesai diambil, ia pun membayarnya dan bergegas keluar
dari toko itu.
***
Makasih ya donatnya, sob! seru Marcel sambil menggigit dalam potongan besar donat
triple chocolate. Yuda, salah satu penghuni kontrakan K15 komplek Taman Lestari,
yang mentraktir donat, membalasnya dengan senyuman. Setelah meletakkan tasnya
dikamar, ia mengganti pakaian kerjanya dengan celana pendek dan kaus cokelat tanpa
lengan.
Besok giliranku deh traktir burger, usul Jimmy yang langsung diiyakan oleh
Marcel. Sebagai satu-satunya penghuni di rumah itu yang berbadan besar, ia tak
pernah menolak segala jenis makanan yang diberikan padanya, apalagi kalau gratis.
Yuda mengambil air dingin di dalam kulkas lalu menuangkannya kedalam gelasnya
sendiri. Pikirannya masih melayang kepada gadis tadi. Kenapa hanya donat kacang
yang dicarinya? Kenapa dia sebegitu tidak senangnya dengan jenis donat lain? Kalau
memang dia tak ingin makan donat yang lain, bisa saja dia tidak memesannya kalau
ternyata hanya dimakannya sedikit. Sebagai orang yang paling anti melihat makanan
terbuang, ia sangat tidak setuju dengan ulah gadis tadi yang tidak menghabiskan
donatnya. Terlebih lagi, donat termasuk salah satu makanan kesukaannya.
Kok diam, Yud? Nggak mau makan donatnya? tanya Marcel yang baru saja menelan
donat jatahnya yang terakhir. Yuda tersentak kaget, lalu mengambil satu donat
double chocolate didalam kotak. Ia sempat memperhatikan donat itu, lalu pikirannya
kembali pada gadis tadi. Ini adalah jenis donat yang tadi dipesan oleh gadis itu
dan tidak dimakannya. Apa yang salah dengan donat ini, gumamnya dalam hati.
Kalau donatnya ngak mau dimakan, sini biar aku yang makan! ujar Marcel sambil
pura-pura hendak merebut donat di tangan Yuda. Buru-buru lelaki itu menghindarkan
donatnya dari jangkauan Marcel, dan langsung menggigitnya hingga mulutnya penuh
terisi. Jimmy yang melihat aksi perebutan donat itu hanya bisa tertawa. Donat
jatahnya masih sisa setengah, tapi ia sudah keburu kenyang karena sebelum pulang
tadi ia sempat singgah di kedai siomay bandung disamping kantornya. Akhirnya ia pun
memberikan donat itu pada Marcel yang langsung disambut pria tambun itu dengan suka
cita.
Besok Minggu kan? Kalian mau kemana? tanya Jimmy sambil meneguk air dingin dari
gelasnya.
Mancing yuk! Minggu kemarin kan kita tak jadi pergi, usul Marcel kemudian. Yuda
masih belum menyahut ajakan kedua temannya, karena tiba-tiba saja ia telah punya
rencana sendiri untuk besok.
Aku nggak ikutan deh ya. Lagi mau nyelesaikan proposal untuk ajuan kegiatan kantor
bulan ini. Sorry, sesal Yuda sambil menatap kedua temannya. Marcel mendelik
sedikit, sedangkan Jimmy hanya mengangkat bahu.
Eh, tapi nggak usah aja deh. Dirumah sajalah kita. Besok pagi kita jogging, terus
siangnya kita sewa DVD, nonton dirumah. Bagaimana menurutmu, Jim? tanya Marcel
meminta persetujuan. Jimmy tampak menerawang sebentar sebelum akhirnya mengangguk
setuju. Wajah Marcel pun sumringah, dan ia kembali bersemangat mendiskusikan daftar
film yang akan mereka sewa besok. Yuda tersenyum kecil menanggapi obrolan mereka
tanpa minat, karena ia sudah merancang apa yang akan dilakukannya besok.
***
Sudahlah, Qanita Setiap hari kamu selalu pergi kesana. Kalau memang nggak ada,
berarti memang nggak ada lagi donat jenis itu jam segitu. Ngotot banget sih?
gerutu Alya ketika dilihatnya Qanita, adiknya, sedang bersiap-siap untuk pergi.
Qanita yang sudah terbiasa dengan omelan kakaknya itu hanya tersenyum kecil, lalu
sambil menenteng tas kecilnya ia melewati kakaknya dan menyalaminya sebentar.
Aku hanya mau makan donat itu sebanyak-banyaknya sebelum aku kehabisan waktu,
kak, ujarnya pelan. Tubuh Alya membatu, lidahnya kelu hingga ia hanya bisa
menyahut ketika adiknya mengucapkan salam. Dipandanginya tubuh adiknya yang menjauh
seiring dengan sepeda motor yang dikendarai. Perlahan kesedihan itu kembali
menyeruak, meskipun selama ini ia selalu berusaha untuk menekannya agar ia lupa
bahwa telah ada kenyataan pahit yang menantinya sebentar lagi.
Tring tring
Selamat siang, selamat datang di Dunkin Donuts. Silahkan mas, mau pesan apa?
tanya seorang pria berlogat jawa kental yang jadi pelayan toko siang itu.
Tring tring
Selamat siang, selamat datang di Dunkin Donuts. Silahkan mbak, mau pesan apa?
tanya seorang perempuan hitam manis pelayan toko donat siang itu.
Mbak, saya mau pesan donat Peanut. Masih ada nggak mbak? tanya Qanita sambil
mengamati rak donat. Seketika wajahnya cerah melihat donat kacang yang selama ini
dicarinya masih ada.
Ada mbak, mau pesan berapa? tanya perempuan pelayan toko itu.
Satu aja, mbak. Minumnya chocolate ice ya mbak, pesan Qanita bersemangat.
Donat double chocolate-nya satu mas. Minumnya coffee ice aja, pinta Yuda. Sesaat
kemudian ia menoleh, dan didapatinya gadis yang kemarin dilihatnya di toko donat
ini juga sedang memandangnya. Gadis itu tersenyum hangat, dengan wajah yang lebih
ceria daripada kemarin.
Hai, sapa gadis itu. Yuda membalas tersenyum, lalu membawa nampan pesanannya ke
meja yang sama dengan waktu dia datang kesini beberapa hari yang lalu. Hanya
bedanya, kali ini dia datang di siang hari, sehingga meja itu tidak panas. Gadis
yang tadi menyapanya juga duduk dimeja yang sama, yaitu di meja yang berseberangan
dengan mejanya. Mereka pun duduk berhadapan seperti waktu itu, lalu masing-masing
mulai sibuk memakan donat pesanannya. Yuda sempat melirik kearah gadis itu. Tampak
gadis itu makan donat dengan bersemangat dan wajah yang ceria, sangat beda sekali
dengan wajah yang dijumpainya beberapa hari yang lalu. Dalam waktu 10 menit, donat
dipiringnya sudah habis, dan gadis itu pun bangun dari duduknya.
Yuk, pamit gadis itu seraya melemparkan senyuman. Ia pun melangkah keluar.
Sementara itu, Yuda memperhatikan piring bekas makan gadis itu yang kini telah
kosong. Sepertinya ia sangat menyukai donat itu, gumam hati Yuda.
Mas, saya bisa pesan sesuatu nggak? kata Yuda pada pria berlogat jawa pelayan
toko itu.
Iya, mas. Ada apa ya mas? tanya pria pelayan toko itu heran.
Kalau gadis yang tadi datang lagi besok atau hari-hari berikutnya, tolong sisakan
satu donat peanut seperti pesanan gadis itu ya mas. Dia biasanya datang sore,
makanya suka kehabisan donat peanut. Sisakan saja satu ya mas, kalau dia datang,
langsung saja dikasih donat itu. Bisa kan mas? pinta Yuda. Pria pelayan toko itu
akhirnya mengangguk setuju meskipun masih bingung juga dengan pesan Yuda.
Memangnya mbak yang tadi itu saudaranya mas ya? tanya pria pelayan toko itu
penasaran. Yuda tertawa kecil sambil membenarkan letak jaket dibadannya.
Bukan, dia teman saya, kata Yuda singkat, lalu meninggalkan toko itu.
***
Tinggal dua minggu lagi, Nita, ujar Om Baskoro, adik ibunya sekaligus dokter yang
merawatnya selama lima bulan ini. Nita tersenyum lalu menyentuh tangan pamannya
dengan lembut.
Aku nggak apa-apa, om. Aku juga sudah siap, ujar Qanita pelan seraya tersenyum.
Om Baskoro mengamati wajah anak tunggal kakaknya itu, dan seperti sebuah siluet
bayangan masa kecil ketika Qanita baru lahir di suatu musim dingin di negeri Sakura
saat itu, lalu ketika gadis itu melalui masa anak-anak, remaja hingga ia mencapai
usianya yang sekarang nyaris membuat lelaki itu menangis. Tapi dia tak akan
menangis didepan anak ini, karena sejak Qanita divonis penyakit mematikan ini pun
sama sekali ia tak pernah melihat Qanita meneteskan air mata. Anak ini memang tegar
seperti ayahnya, yang memang telah meninggal oleh penyakit yang sama dengan Qanita.
Om mau makan donat? ajak Qanita kemudian. Tanpa berpikir panjang lagi, Om Baskoro
mengiyakan ajakan keponakannya itu. Qanita menggelayutkan tangannya di lengan
lelaki itu dan mereka berjalan beriringan keluar ruangan.
Tring tring
Selamat siang, selamat datang di Dunkin Donuts. Silahkan mbak, mau pesan apa?
tanya perempuan pelayan toko donat siang itu. Tapi sedetik kemudian ia langsung
meralat kata-katanya, Mbak pasti mau pesan donat kacang kan? Kebetulan masih ada
mbak! seru pelayan toko itu dan cepat-cepat mengambilkan donat kacang yang
disimpannya di rak bertutup paling bawah. Qanita sempat heran ketika mendapati
donat kesukaannya masih ada pada jam ini.
Makasih ya mbak. Om mau pesan apa? tanya Qanita pada Om Baskoro. Lelaki itu pun
memilih sebuah donat almond. Untuk minum, mereka sama-sama memesan cappucino.
Qanita suka makan disini? tanya Om Baskoro sambil mengunyah donat-nya sendiri.
Qanita mengangguk sambil menyendok serpihan kacang yang bertaburan di piringnya.
Iya om, suka banget. Dan aku suka sama donat peanut ini. Tapi karena aku suka
datang sore, jadi biasanya keburu kehabisan. Makanya aku kaget aja begitu si mbak
tadi bilang kalau donat ini masih ada. Mm apa dia sampai hapal ya karena aku
sering banget pesan donat ini? Hehehe, tawa Qanita kemudian. Om Baskoro tersenyum
mendengar penuturan keponakannya itu. Ia pun tampak sangat menikmati donat yang
dipesannya.
Papa dulu pernah bilang, makan donat ini seperti satu dari sekian banyak kisah
hidup kita. Kalau donat ini manis, jadi donat itu seperti kisah hidup kita yang
menyenangkan. Kalau menurutku, donat kacang ini punya arti tersendiri. Kacang yang
ditaburin diatasnya ini adalah kita, manusia. Kita hidup menyebar dimana aja,
diseluruh dunia. Hidup dengan kisah yang berbeda-beda. Impian paling sederhana yang
kita punya adalah hidup senang dan bahagia dari awal sampai akhir, makanya kita
memilih untuk hidup diatas cokelat ini, karena dengan makan cokelat sedikit aja
kita bisa merasa senang dan mood kita yang awalnya jelek jadi bagus lagi. Sebegitu
sederhananya keinginan kita, sama dengan sederhananya tepung yang dipakai untuk
adonan donat ini. So, its very complete, like a package with full of happines.
Dan, ucap Qanita tertahan. Ia tampak merenung sejenak sambil memandangi donat
miliknya yang tinggal setengah. Om Baskoro menatap dengan pandangan menyelidik. Ada
perasaan tak enak menggelayut tiba-tiba dihatinya.
Dan, kalau dengan makan donat peanut ini aku bisa merasa bahagia sampai akhir
hidupku, aku hanya ingin makan donat peanut ini sebanyak mungkin tanpa merasa
sedih, lanjut Qanita kemudian. Lalu ia tersenyum sambil menatap Om Baskoro,
sementara lelaki itu hanya bisa terdiam. Ia tahu, Qanita sedang berjuang pula
menahan rasa sakitnya, mencoba untuk merelakan semua yang ia punya untuk
ditinggalkannya lebih awal dari waktu yang dikiranya masih panjang. Memang kita tak
bisa memilih kapan waktunya untuk kita akan pergi, tapi kita hanya bisa berharap
ketika kita pergi tak akan ada lagi beban yang tak kita lepaskan disini.
***
Tring tring
Selamat siang, Mas Yuda, sapa pria berwajah oriental pelayan toko donat sore itu.
Hampir semua pelayan toko donat telah mengenalnya karena kini ia termasuk pelanggan
tetap di toko itu.
Hai, Pram. Panas banget cuaca diluar. Pas masuk kesini jadinya adem, bikin betah,
canda Yuda yang disambut Pram, pria pelayan toko itu dengan tawa kecil.
Mau makan donat mas? Oya, tapi ada titipan untuk mas. Baru aja tadi pagi diantar
kesini. Dan dia minta dikasih donat ini untuk mas, kata Pram sambil menyerahkan
sebuah amplop kecil berwarna kuning dan sebuah donat kacang. Mendadak perasaan Yuda
menjadi kacau. Dengan ragu diambilnya amplop itu, lalu dibaliknya. Sebuah nama
Qanita tertulis di amplop itu.
Namanya Qanita, mas. Gadis yang suka pesan donat peanut itu, kata Pram kemudian.
Yuda melirihkan kata terima kasih, lalu duduk di meja yang selalu ditempatinya
setiap kali datang kesana. Dipandanginya amplop kuning ditangannya, antara ragu
dengan tidak akhirnya ia memutuskan untuk membacanya.
Untukmu
Terima kasih sudah menyediakan donat kacang ini setiap hari. Inginnya setiap hari
aku mencicipi nikmatnya, tapi maaf Kali ini kembali kutitipkan donat kacang ini
padamu. Karena aku tak lagi bisa merasanya. Jika aku selalu merasa bahagia setiap
memakan donat kacang ini, maka kini kebahagiaan itu kuberikan padamu. Anggaplah
sebagai ucapan terima kasih yang tak akan pernah kusampaikan dalam nyata. Sampai
bertemu di dunia lain, dan aku masih berharap di dunia itu nanti,
kita bisa makan donat peanut ini berdua.
Thankyou ^_^
Yuda tersenyum membaca isi surat itu. Meskipun ia tak akan pernah menemui gadis itu
lagi, tapi dengan mengetahui bahwa gadis itu bahagia dengan donat kacang yang
selalu tersedia di toko ini setiap hari, ia pun yakin kalau gadis itu akan terus
bahagia hingga ia telah tinggal di dunia lain.
Masih banyak cara untuk menemukan kebahagiaan di dunia ini. Bahkan hanya dengan
hal-hal kecil dan sederhana saja kita bersyukur karena bisa merasakan bahagia itu.
Yang perlu kita lakukan hanyalah membuka mata dan hati kita untuk melakukan
kebaikan sebanyak-banyaknya, karena itu akan berdampak positif dan memberikan
kebahagiaan yang berkelanjutan untuk semua orang di bumi ini.***

Cerpen Cinta Sepotong Donat merupakan cerita pendek karangan Asih Perwita Dewi,
kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen
terbaru buatannya.

Anda mungkin juga menyukai