Anda di halaman 1dari 18

Untuk Perempuan Yang Sedang Di

Pelukan

Hari ini rutinitasku agak berbeda seperti yang


akhir-akhir ini kulakukan. Saya tidak pergi ke
kampus untuk berkosultasi atau ke
perpustakan untuk mencari refensi. Aku
duduk diam di dalam kamar. Maksudku
benar-benar diam. Aku menemukani
pengampunanku, agaknya aku sudah
memasuki fase depresi gara-gara skripsi.

Begini, betapa bodohnya aku yang pertama.


Kemarin aku menyetujui untuk bertemu
dengan Niagara. Ingat, keadaanku tidak
sesantai itu.

Betapa bodohnya aku yang kedua. Setelah


menyetujui, aku tidak tahu dimana dan kapan
kita akan bertemu. Sedangkan Niagara telah
pergi.
Betapa bodohnya aku yang ketiga. Aku tidak
punya cara bagaimana menghubungi Niagara.
Mau tanya Ibu atau Ayah, bisa mati. Mereka
tidak tahu rencana pertemuan kami.

Betapa bodohnya aku yang keempat.


Sekarang, aku diam duduk di dalam kamar
dengan rambut yang ku sisir apik dan baju
yang rapi. Wajahku pun sudah kurias. Aku
sudah mulai sejak tadi bangun tidur. Tidak
pergi ke kampus, tidak pergi ke perpustakaan.

Bodoh!

Bosan, aku mengambil ponselku. Dan


akhirnya semua akun jejaring sosial
menimbang-mimbang dan akhirnya aku
membuka semua akun jejaring sosial yang
kupunya. Memasukkan kata kunci 'niagara' di
kolom pencarian.
Saat saya tiba di Instagram dan berhasil
login, banyak notifikasi bermunculan.
Kebanyakan mention tidak jelas dari teman-
temanku dan spam like dari-aku tidak tahu
siapa. Meneliti, saya menemukan satu nama
di antara barisan nama-nama akun yang meng
like fotoku. Aku mengerjap, benar-benar
memastikan.

Dia, Duta, mantan tersayang. Yang kubilang


masih kusayang. Menyukai satu foto di
akunku. Saat kubuka, itu adalah foto bersama
teman-temanku di acara tahunan kampus.
“Tunggu! Itu foto sudah lama sekali”.

Mungkin foto urutan ke 89 dari yang ku


upload ke Instagram. Itu sudah sebelas bulan
yang lalu.
pikiranku jadi kemana-mana. Prasangkaku
juga jadi bergerak bebas. Apalagi fantasiku,
sudah pasti meninggi. “Duta, Duta, Duta”.
Duta menyukai foto yang ku upload sebelas
bulan yang lalu.

Artinya,” dia pernah menguntit akunku


setelah putuskan? “ Aku putus dengan Duta
dua bulan yang lalu dan berdasarkan
notifikasi yang muncul dia menyukai foto itu
seminggu yang lalu.

Pertanyaannya, dia sengaja atau tidak. ”Jika


tidak sengaja, aku senang sekali. Jika sengaja,
aku juga senang, tapi bingung. Apa
maksudnya?”.
“ Hah! Aku benci masih sayang dengan
Duta”. Bisa dibilang, dia mantan terbaik
sepanjang masa. Secara keseluruhan, kita
putus bukan gara-gara suatu konflik atau
alasan apa pun yang dibuat sebagai penyebab
kita putus.

Kita putus bukan karena kalimat 'kita tidak


cocok lagi' atau 'kamu terlalu baik buat aku'.
Bukan karena 'ada cewek/cowok lain yang
aku suka' atau 'aku bosen sama kamu! Juga
bukan karena 'aku mau fokus skripsi'.

Kita putus karena hubungan kami tidak


direstui. Oleh sahabat Duta sejak kecil, yang
paling menyebalkan, dia seorang perempuan.
Pertamanya aku menolak habis-habisan atas
permintaan Duta untuk putus. Bahkan aku
sempat marah padanya selama hampir tiga
hari. Tapi aku menyerah dan pasrah setelah
merenung, dan semakin pasrah saat
mendengar penjelasan Duta.

Semuanya membuat sadar, novel-novel yang


kubaca, film-film yang ku tonton, seolah
membuatku merasa bersalah. Membuatku
menjadi seorang tokoh antagonis yang
merusak hubungan persahabatan yang sudah
mulai sejak lama. Teman-temanku
mengatakan aku terlalu baik dan
mempengaruhi novel-novel yang terlalu
khayalan dan film yang terlalu fiktif. Tapi
mau bagaimana? Aku terlanjur membawa
perasaan. Pikiranku saat itu sudah mencapai
khayalan tertinggi, 'bagaimana perasaanku
jika nanti Duta pergi demi sahabatnya
sementara aku ini istrinya juga membutuhkan
dia?'

Pikiran itu muncul begitu saja. Dan aku


mengambil kesimpulan, sebaiknya memang
diakhiri sekarang. Jika saat ini aku sebagai
pacar saja begitu tersakiti apalagi saat
menikah? Aku tidak sanggup
membayangkannya.

Jadi berakhir. Tapi aku masih


menyayanginya, juga cinta.

"Ari! Ada tamu!"


Teriakan Ibu memang dahsyat, dia
menyadarkanku dari lamunan dengan
teriakannya yang kutebak berasal dari ruang
tengah di lantai bawah. Aku sebal, tapi terima
kasih juga. Untung aku sadar dari lamunan
lebih awal. Jika tidak, udara yang menumpuk
di akuarium akan tumpah. Aku mendongak
dan cepat- cepat mencari jaringan.
Bahayanya bisa merusak riasanku.

"Ari!"

"Iya Ibu!"

Hah! Segera aku menuruni tangga, disana aku


bertemu Ibu dengan senyum yang
mengembang. Lalu aku sadar itu sinyal
bahaya, aku yang tadi berlari menuruni
tangga kini berjalan sangat lambat ketika
hampir menyentuh lantai.

Damn! Aku mengumpat dalam hati. Saat aku


menoleh ke belakang, seakan terjerembab
saat menuruni tangga lebih baik daripada
melihat Ibu menari. Maksudku benar-benar
menari ala MJ atas kesenangannya. Lalu aku
kembali berjalan ke ruang tamu sambil tak
henti mengumpat. Untung saja Ayah sudah
berangkat bekerja.

Dan, ya! Niagara yang otaknya disekolahkan


agar menjadi dokter itu dengannya gesrek
terpaku di ambang pintu. Wajahnya jelas juga
menampilkan ekspresi menyesal dan
bersalah.
"H-ai, Ari. Hehe" ucapnya kaku, senyum
kikuk juga tampil disana. Di wajah
tampannya yang kini tampak idiot.

Wah! Aku sudah pasti mengumpatinya


dengan keras jika saja aku tidak merasa ada
kehadiran seseorang di balik dinding pemisah
ruang tamu dan ruang tengah. Jadi aku harus
menelan umpatanku sendiri dan sedikit
mempraktekkannya. Jari tengah tangan kiriku
teracung di depan perut dan mulutku
mengucap kata 'fvck you' tanpa suara.

"Tunggu sebentar, aku ambil tas dulu" jari


tengahku masih teracung hingga akhirnya aku
berbalik. Tubuhku hampir bertubrukan
dengan Ibu yang hatinya sedang berbunga-
bunga di balik dinding.
Aku hanya tersenyum dan lari menuju keatas.
Tidak akan kubiarkan satupun pertanyaan
dari Ibu lolos menembus kupingku. Begitu
juga saat aku kembali turun ke ruang tamu,
aku berlari melewati Ibu yang berdiri di
ujung tangga.

"Bu keluar dulu, nggak usah, kita ngobrol di


kuar aja. Terimakasih, muah!”. Karena aku
bisa menebak Ibu akan berkata “kenapa
nggak dirumah aja ketemuannya”.

Diruang tamu aku berseru pada Niagara yang


malah duduk di sofa. Setelah itu aku berlari
keluar rumah mendahuluinya. "Ayo!"

**
Mobil Niagara berhenti dan terparkir di
dalam area taman yang berjarak beberapa
blok dari rumahku. Saat dia menghentikan
mobilnya tadi aku amat terkejut dan bingung.

Aku telah berdandan dan menunggu sejak


pagi hanya untuk pergi ke taman kompleks.
ku menghela nafas dan melihat ke arah jalan
keluar taman, dimana ada Niagara dan
seorang wanita disana. Entah siapa aku tidak
tahu, dia menaiki sepeda.

What the hell! Dia tidak tahu aku sedang


was-was jika ada tetangga dekat rumah yang
kebetulan sedang berada disini. Ya meski
rumahku berada di perumahan, tapi
penghuninya tidak individualis mengenai
urusan orang lain. Ya kalian tahu, para ibu-
ibu.

Aku mendengus sebal melihat mereka malah


berbincang. Lalu saat mata kami-
Niagara,aku, dan wanita itu, bertubrukkan
aku segera membuat ekspresi mendesis.
Niagara mengangkat tangannya, tanda dia
menyuruhku menunggu sebentar. Dasar!

Aku mendengus lagi untuk yang kedua kali.


Niagara datang ke arahku dengan berlari.

"Sorry" ucapnya tanpa melihatku, dia sibuk


membersihkan daerah bangku yang mau dia
duduki.
"What the-"

"Eh! Puasa, hehe" dia memotong ucapanku


yang sudah kentara bahwa itu adalah
umpatan. Bagian paling menyebalkan adalah
tawa yang di belakang setiap kalimatnya.

"Aku nggak puasa! Bebas!" Aku mengambil


nafas dalam. Bersiap berbicara tanpa
memberi dia kesempatan untuk menyela.

 "What the heck are you doing! Kamu


ngapain malah datang ke rumah?
Untung nggak ada Ayah, emang kamu
mau di kejar pertanyaan lagi kayak
dulu? Kita ketemu kan mau cari cara
buat keluar dari acara jodoh-jodohan
itu! Hah! Gila! Nggak tau lagi deh
nanti kalo pulang gimana, Ibu pasti
semakin semangat aja karena ngira
kita jadi deket sampe jalan bareng!"
Kalimatku tandas, benar-benar tanpa
cela buat kalimat Niagara. Aku
sampai ngos-ngosan mengambil dan
mengeluarkan nafas.

"Udah?" Huh! Makin sebel saja. Kenapa dia


malah tanya begitu. Tapi aku mengangguk
juga.

"Kamu punya pacar,nggak?"

Deg!

Baru tadi aku hampir menangis mengingat


kisah tragis percintaanku dengan Duta.
Kenapa dia tanya-tanya? Mau bikin alasan
buat ngeyakinin para orang tua, ya? Nggak
yakin akan berhasil kalau alasannya cuma
karena kami masing-masing sudah memiliki
pacar karena Ibu dan Ayah tahu aku baru
putus dengan Duta.

"Ng-nggak" jawabku ragu.

Niagara menghembuskan nafas keras, seperti


karena lega. “Apa-apaan? Bukan ini ya
rencananya?”

"Aku mau"

Apa? Aku mengangkat bahu.


Apa? Aku mengangkat bahu.

"Ya aku mau perjodohan itu. Nikah sama


aku, Ari"

MasyaAllah, hamba mau minum air.

Hamba tersedak ludah Ya Allah.


Dari cerita ini ada sebuah gambaran bahwa
kerinduan terhadap seseorang yang pernah
mereka kenal dan bisa mencerminkan
perasaan cinta dan kegelisahan dalam
hubungan, dan hanya dengan melihat wajah
dan memuluk orang yang kita cintai, kadang
cukup membuat hati kita Bahagia selalu.

Anda mungkin juga menyukai