Anda di halaman 1dari 8

"Runtuhan Harapan: Cinta yang Berakhir dalam Duka"

Apakah ini rasa kasihan? ataukah rasa cinta dan kasih sayang?

kalimat itu terbesit di benak ku dan sangat mengganggu

Bermula dari pertemuan di swalayan, dua mata yang tak henti menatapku saat itu membuatku sedikit
gugup. Tubuh tinggi menjuntai, kulit kuning langsat, mata lebar dan dagu lancip tak beranjak pergi dari
hadapanku. "Apa maksudnya menatapku seperti itu?". Tak lama kemudain ia pergi begitu saja, dan
beranjak semakin jauh dari pandanganku entah kemana.

Sepanjang perjalanan pulang aku masih penasaran, siapa dia yang melihatku seakan akan sudah tau
siapa aku.

Ke esokan harinya.."Rani...ayo ikut mama berbelanja"...suara mama dengan nada khasnya memintaku
menemaninya belanja. "oke ma...beri wakti untuk berisap"

Aku jalan terpisah dengan mama, karena harus mencari keperluanku yang sudah menipis. Kulewati
lorong-lorong yang teratur, rak-rak penuh dengan segala macam barang. Aku fokus dengan apa yang aku
cari di rak itu, aku berjinjit untuk mengambil salah satu shampo yang ku pilih berada di rak paling atas
dan kemudian terdengar suara "bisa saya bantu?". Aku segera memalingkan badan. Kaget dengan sosok
pria yang ada di depanku, dengan gugupbaku menjawab "iya, shampo yang berwarna hitam". Dengan
sigap ia segera mengambilnya dan diberikan kepadaku.

Saat itu juga dia mengulurkan tangan dengan menyebutkan namanya "Bagas", aku mengulurkan tangan
sembari berkata "Rani". lama dia tak melepaskan jabatan tanganku. "hhm terimakasih atas
bantuannya", segera aku meninggalkannya dengan perasaan tanda tanya apakah ini suatu kebetulan
aku bertemu dengannya lagi.

kuterima telpon dari mama yang sudah menungguku disalah satu kasir, dan betapa kagetnya aku
melihat mamaku sedang berbicara akrab dengan pria yang tadi menolongku. "Siapa dia sebenarnya?
kenapa berbincang akrab dengan mama seperti itu?".

"Ma,,aku sudah selesai" aku mencoba tidak menatap pria itu. Aku membantu membawa barang
belanjaan mama dan menuju tempat parkiran mobil. Mama pun terlihat meninggalkan pria itu
sendirian.

"Ma..siapa pria itu??"

"Oh itu Bagas, anak angkat pemilik swalayan itu"

Pembicaraan kita berhenti sampai disitu saja. Aku menyusuri jalan perlahan dengan kecepatan
60km/jam.

Sedang asyik aku menyiapkan segala tugas kerjaku, tiba tiba HP ku berbunyi. segara bergegas aku
melihat isi pesannya, terlihat nomernya baru. Aku tercengang isi pesannya adalah "Aku Bagas, maukah
kau membalas pesanku?". Aku masih bingung bagaimana dia mendapatkan nomerku. apakah mamaku
yang memberi tau?? .

Aku membalas pesannya beberapa menit kemudian

""iya...ada apa ? dari mana kamu mendapatkan nomerku?."

"Apakah itu penting untuk mengetahui siapa yang memberikan nomermu?"

sikapnya agak dingin, membuatku takut menjawab pesannya lagi. Perasaanku berkecamuk,

aku beranjak dari tempat tidur untuk menutup jendela kamarku, dan saat itu pula aku melihat rayan
berada di sekitar rumahku dan melihat persis kearah jendela kamarku. Aku mengambil HP dan
mengirimkan sebuah pesan "Apa yang kamu lakukan di sekitar rumahku?". rasa senang tiba tiba saja
muncul saat melihatnya..

"Karena kau tidak membalasa pesanku" jawab bagas.

"Apa yang kamu inginkan dariku?"

"Bisakah aku mengenalmu lebih dekat?, besok aku akan ke rumahmu untuk menjemputmu jika kamu
mau?"

"Tidak, jangan ke rumahku". aku menolaknya karena mama dan papaku adalah salah satu dari sekian
orangtua yang masih kolot mengenai pergaulan dengan lawan jenis. dan yah hal itulah yang membuatku
sampai saat ini belum pernah berpacaran.

"oke, aku tunggi di cafe merrys jam 4 sore"

Suasana cafe saat itu tidak banyak pengunjung, aku mencari cari dimana rayan duduk, dan tiba tiba saja
ia dibelakangku dan mengajaku duduk di pojokan area cafe. Rasa canggung menyelimutiku. sesekali aku
memandang matanya, bola matanya berwarna coklat. Ini pertama kalinya aku menemui seorang pria
yang tidak aku kenal sama sekali.

"Selamat ya sudah keterima kerja, bagaimana lingkungan kerjanya? membuatmu nyaman?" kata rayan.
Bagaimana dia tau tentangku

"iya, masih dalam proses adaptasi" jawabku singkat

"sejak pertama aku melihatmu ke swalayan bersama mamamu, aku ingin mengenalmu"

"Apakah kau mengenal mamaku?" tanyaku

"Aku kenal, hanya sekedar beberapa kali membantu mebawakan belanjaanya ke mobilnya, dan yah dia
sering menggumam tentang kamu yang kuliah diluar kota sehingga tidak bisa menemani mamamu
berbelanja"

"Terimakasih sudah membantu mama" ucapku sambil tertawa mendengar cerita tentang ibunya yang
mengeluh tentangnya.
percakapan menjadi semakin akrab, aku mulai menjalin pertemanan baik denganya. sekedar kirim pesan
menanyakan kabar dan makan siang bersama. Aku menceritakan banyak hal pengalaman hidupku dan
bagaimana kekolotan orangtuaku yang membuatku tidak pernah menjalin hubungan dengan siapapun.
Dan aku bertanya "bagaimana denganmu? Ayah? Ibumu?"

Bagas pun terdiam, senyumnya memudar, matanya mulai berkunang kunang, tak lama kemudian ia
mengatakan

"Ayah kandungku..ia pemabuk berat,ia pergi begitu saja lebih memilih wanita lain, daripada aku dan
ibuku. Dua minggu kemudian seseorang menemui ibuku dan memberi kabar kalau ayah meninggal di
tempat saat kecelakaan" tanpa terasa air mataku menetes.

Bagas melanjutkan kisah, ibunya jadi sakit sakitan dirawat oleh keluarganya, sehingga dia di adopsi oleh
pemilik swalayan. Beradaptasi dengan lingkungan keluarga yang mengadopsinya juga tidak semudah itu.
Mendengar perjalan hidupnya hatiku semakin terenyuh, tak ingin melihatnya meneteskan air mata dan
tidak mau meninggalkannya. Hidupnya tak seberuntung hidupku, aku ingin membuatnya bahagia.
Muncul pertanyaan dalam pikiranku "Apakah ini rasa sayang atau aku hanya kasian padanya?"

Hingga pada malam itu, rayan menyatakan cintanya, "maukah kau menjalin hubungan denganku?". Aku
tidak bisa manjwab, karena aku masih bingung dengan perasaanku sendiri. Aku tidak mau menjalin
hubungan hanya karena kasihan bukan karena rasa cinta. Aku meminta waktu untuk memastikan
perasaanku.

Lama bagas tidak menghubungiku setelah itu. Muncul rasa rindu dan kehilangan. Ini bukan kasihan, tapi
aku mulai menyayanginya, seorang pria yang sejak kecil mengalami cobaan hidup yang luar biasa. Aku
tidak ingin melihatnya bersedih lagi. Aku beranikan diri mengirim pesan kepada rayan.

"Apakah kamu marah padaku? sehingga lama sekali tidak menghubungiku?"

"Aku akan menunggumu di cafe marrys" jawab bagas.

Terlihat bagas dengan wajah tanpa senyum menungguku di tempat biasanya. Aku mendekat dengan
detak jantung berdetak kencang. Aku merindukannya, aku menyayanginya, aku mecintainya.

"Kamu sudah menunggu lama?" tanyaku

"Aku masih menunggu jawabanmu" ucapnya

"Tidak kah kau bisa menebak jawabanku sehingga aku mau datang ke cafe ini?" tanyaku

Kulihat senyum Bagas yang mulai merekah, sepertinya dia bisa menangkap apa yang aku ucapkan.

Kamipun menjalin hubungan lebih dekat, sering bertemu dan banyak hal baru yang aku belajar darinya.
Ia membawaku ke tempat tempat indah yang belum pernah aku kunjungi. Mengenalnya menjadikanku
menjadi orang yang lebih bersyukur dengan yang aku miliki. Bagas adalah pacar pertamaku, cinta
pertamaku.

Kami menjalani hubungan ini sudah hampir satu tahun. Beberapa kali Bagas membawaku bertemu ibu
kandung dan keluarga besarnya. Keluarga besarnya menaruk harapan banyak pada hubungan kami.
Karena melihat perubahan bagas yang tidak lagi murung dan bersedih karena sudah mengalami banyak
cobaan hidup.
Sepulang dari perjalanan rumah keluarganya. Bagas tiba tiba bertanya

"Kapan kamu akan berbicara dengan orangtuamu tentang hubungan kita?"

"Aku minta waktu, kau tau bagaimana mereka..."

"Hampir satu tahun aku menunggu, masih kurang waktu selama itu?"

Bagas memintaku untuk berterus terang ke orangtuaku jika kita sudah menjalin hubungan selama satu
tahun. tetapi aku masih belum berani untuk menceritakan kebenaran ini. aku belum siap dengan respon
orangtuaku. Bagas meyakinkanku bahwa orangtuaku pasti akan setuju, karena mamaku mengenalnya.
Tetapi aku tetap menolak permintaanya. Bagas belum mengenal betul orangtuaku. hingga kami
bertengkar hebat. Tibalah kami di dekat rumah dimana ia biasanya mengantarku. Aku hendak
meninggalkannya tanpa berkata apapun, kemudian ia berkata "kita sudahi saja hubungan ini". Aku
menahan air mataku, aku tidak mau menangis didepannya. Dan aku tidak ingin orangtuaku curiga.

Aku masuk ke dalam kamar, aku menangis hebat, beginikah rasanya sakit hati karena cinta pertama kali.
malam itu aku tidak bisa tidur, mengingat ucapan mama papa yang menentukan kriteria suami bagiku,
mulai dari bibit,, bebet, bobot, harus begini harus begitu. Sedangkan rayyan hanya anak angkat dari
pemilik swalayan dan memiliki seoramg ayah pemabuk dan selingkuh. Hal itu sudah pasti akan ditolak
oleh orangtuaku

Keesokannya tidak ada pesan yang memberikan semangat untuk bekerja. Aku menahan untuk tidak
menghubunginya terlebih dahulu. Saat makan pagi bersama dimeja makan aku banyak diam. Masih
belum punya keberanian untuk memberitahukan yang sebenarnya.

Pukul 4 sore ada telpon berdering, Rayyan menelponku, aku segera mangangkatnya,

"Rani, Bagas kecelakaan ada di UGD", ucap seseorang yang aku tak mengenalnya. Tanpa berfikir panjang
aku menuju UGD tempat dia dirawat. Aku melihatnya berbaring di UGD mengalami luka ringan. Aku
memegang tanganya "apa yang terjadi?" tanyaku

"Kau masih tidak mau berbicara dengan orangtuamu?" tanyanya

"Jangan membahas hal ini dulu". pintaku

Dia memalingkan muka dan melepaskan tanganku. Aku melihatnya meneteskan air mata. Seorang laki
laki yang dari kecil kurang kasih sayang dari orangtuanya. Dan membuatnya selalu merasa menjadi pria
yang bernasib buruk. Hatiku serasa sakit melihatnya seperti ini. Aku tak ingin membuatnya bersedih.

Aku meninggalkan UGD dan menemui temanya yang menelfonku.

"Bagaimana ia kecelakaan?" aku bertanya

"Dia memikirkanmu. Dia hanya tidak ingin kehilanganmu, dia benar benar ingin menemui orangtuamu
untuk meminangmu,banyak hal yang berubah setelah kau datang ke kehidupanya, aku tidak pernah
melihat hal itu sebelumnya" ucap temanya

Aku tidak bisa menjawab apapun dari pernyataanya. Aku semakin bimbang dan frustasi.

"Kau sudah boleh pulang, aku akan mengantarmu pulang" ucapku


"Tidak perlu, aku bisa pulang bersama iwan" ucapnya

"jangan bersikap seperti ini, aku akan merawatmu"" ucapku

Meski dia diadopsi oleh orang kaya, dia tetap tidak mau merepotkan orangtua angkatnya, ia lebih
memilih bekerja di swalayan membantu orangtua angkatnya dan tinggal di rumah kontrakan

Kami mulai masuk rumah kontrakanya, dan mentatihnya ke tempat tidur.

"Katakan sesungguhnya, kau malu jika aku akan menikahimu? Karena aku tidak memiliki bibit,bebet
bobot yang layak untukmu?" suaranya terdengar serak dan penuh emosi

"Apa yang kamu katakan? Bisakah kita fokus untuk kesembuhanmu?"

"Aku tidak peduli dengan lukaku,,," ucapnya marah

Aku mengambil obat yang sudah diresepkan oleh dokter dan air minum untuknya. Kusodorkan obat
dihadapanya. Dia mengambilnya tanpa kata dan segera meminumnya. Bagas berbaring dan tak lama
kemudian memejamkan mata. Aku menyiapkan semua makanan yg dia butuhkan sebelum aku kembali
pulang. Sebelum pulang aku menatap wajahnya, air mataku mengalir tiba tiba, aku ingin bersamanya.

Dengan penuh keberanian aku menemui mama. Detak jantungku serasa berhenti, nafasku tidak teratur,
ku lihat mama sedang membaca buku di ruang keluarga..

"Ma,,ada yang aku mau bicarakan", mama menatapku sembari menutup bukunya

"Ada apa? Ya ngomong saja, akhir akhir ini kamu terlihat murung dan menjauhi mama"

"Ma..aku menyukai seseorang...." suaraku serasa mengilang, aku menatap wajah mama yang
kebingungan

"Menyukai siapa maksudnya?" tanya mama

"Mama kenal dengannya...Bagas....." seperti yang sudah aku duga, mama naik pitam mengucapkan
sumpah serapah penuh amarah. Ia tidak bisa menerima jika aku bersama bagas. Identitas dirinya yang
hanya seorang anak adopsi dan yah anak dari seorang pemabuk dan meninggalkan keluarganya untuk
wanita lain. Kebaikan dan ketulusan bagas tak dianggap oleh mama.

"Jauhi Bagas mulai saat ini, berani beraninya dia mendekatimu,,,,hanya karena dia sering mengangkat
barang belanjaan mama bukan berarti aku akan menyukainya"

Aku menangis sejadi jadinya, dan kupeluk erat lutut mama yang duduk di sofa. Aku meminta pengertian
mama, tetapi mama semakin marah sejadi jadinya. Mama berdiri meninggalkanku dan berkata "kamu
sudah sangat menyakiti hati mama"

Cinta pertamaku yang harus aku lupakan, aku tidak ingin mama bersedih dan kecewa. Status sosial
seseorang bagi mama itu nomer satu. Dalam hatiku ku berkata "mungkin belum jodoh". Mataku sembab
dan bengkak menangis beberapa hari dan tidak masuk kerjai. Aku tidak memiliki keberanian untuk
menemui Bagas. Aku tidak tau apakah lukanya sudah membaik atau belum.
"Lihat keluar jendela kamarmu" sebuah pesan singkat dari rayan. Rasa bahagia muncul diiringi rasa
khawatir akan orangtuaku.

"Segeralah pergi, aku akan menemuimu nanti, ada hal yang perlu kita bicarkan"

Rani diam diam keluar dari rumah tanpa berpamitan, ia beranikan diri untuk menemui bagas. Sorot
matanya begitu marah, bagas seakan ingin menerkamku dan mencabik cabikku.

"5 hari kau tidak menghubungiku sama sekali,,,apa yang ingin kau katakan sekarang?" rahangnya
mengeras, tanganya menarik tanganku erat sampai serasa kesakitan.

"sakit,,bisakah kau tidak kasar padaku", bagas melepaskan genggamannya.

"Bagas,,aku sangat mencintaimu, menyanyangimu...aku sudah berbicara dengan mereka" aku tak bisa
menahan lagi airmata kesedihanku mengalir deras di pipiku. "Maafkan aku bagas, kita harus mengakhiri
semua ini, kita belum berjodoh"

Bagas melepaskan genggaman tangannya Dan meninggalkanku sendirian tanpa berkata kata..
Bayangannya mulai menghilang dari pandanganku, dada ini serasa sesak.

Hari-hari ku dipenuhi kenangan bersamanya. Akupun mulai menjauh dari orangtuaku, hubungan kita
semakin tidak baik. Aku memilih untuk keluar dari rumah, mencari kos kosan disekitar tempat kerja.
Jarang sekali berkomunikasi dengan mama Dan papa. Setiap malam aku berfikir, Aku merasa hidupku
hampa, apakah aku benar benar mencintai orang yang salah? Sehingga orangtuaku begitu tidak
merestuinya.

Bagas tidak menghubungiku sama sekali, akupun sangat malu untuk memulai menghubunginya. Aku
yang meninggalkannya, aku yang mencampakkannya, aku juga yang menderita dalam kerinduanku.
Apakah kali ini bagas benar benar menerima keputusan ini dan melupakanku.

"Rani, besok pulang ya, sudah lama tidak makan bersama" aku membaca pesan singkat dari mama

Keesokannya di ruang makan benar benar hening, hanya terdengar bunyi piring dan sendok
bertabrakan. Suasananya sangat canggung, hingga mama mulai membuka pembicaraan

"Ran.. Kamu masih bersama dengan bagas? " tanya mama. Aku serasa tersedak mendengarnya.

"Tidak" jawabku singkat, aku menahan agar tidak menangis

"Jika bersama bagas membuatmu bahagia, mama dan papa tidak bisa berbuat apa apa lagi, bawa dia ke
rumah, perkenalkan kepada kami"

"Ma.. Pa...??" aku masih belum percaya dengan ucapan mama

"Iya.. Mama dan papa ingin bertemu denganya"

Beberapa hari setelah makan malam itu aku masih belum berani memberitahu bagas kalau mama dan
papa ingin menemuinya. Aku masih sangat merasa bersalah, apakah dia masih mau menerimaku
setelah apa yang aku lakukan padanya. Aku harus berjuang untuknya.
Siang itu aku pergi ke tempat biasanya kami menghabiskan waktu bersama, tiba tiba jantungku
berdetak kencang, bagas ada disana. Lutut kakiku serasah lumpuh, aku menopang badanku di pohon
besar. Saat itu juga bagas menoleh ke arahku Dan lari mendekatiku. Dia memegangku Dan bertanya
"kau tidak apa apa?". Dia membopongku ke tempat duduk.

"Bagas, maafkan aku... " dia menutup mulutku agar tidak banyak berbicara. Aku menangis sejadi jadinya.
Dia mendekapku erat seakan hal itu mengatakan dia sangat merindukanku.

"Jangan lepaskan aku lagi..mama Dan papa ingjn bertemu denganmu.." ucapku

"Apakab itui benar?? Kau tidak berbohong?? " bagas menatapku penuh cinta

"Iya.. Kapan kau akan menemuinya? "

"Besok" dia tersenyum lebar dengan menggem tanganku erat.

Dia mengantarku pulang ke kos kosan untuk beristirahat.

Malam itu aku tak bisa tidur memikirkan hari esok ketika bagas akan bertemu orangtuaku. Campur aduk
antara bahagia Dan kekhawatiran seperti sesuatu akan terjadi. Aku segera menghubuhi mama Dan papa
untuk memberk kabar bagas besok akan ke rumah. Mama sedikit kaget karena belum menyiapkan apa
apa di rumah

Keesokan harinya aku pulang ke rumah membantu mama memperisapkan makan siang bersama,
hingga terdengar suara bunyi dering hp berkali kali. Nomer tidak dikenal sedang menelpon. Aku angkat
telpon Dan terdengar suara tangisan histeris sembari berkata

"Bagas gk ada.... Bagas udah gk ada..... Rani bagas kecelakaan" ucap seseorang

"Apa maksudmu? Ini siapa kamu siapa? " aku berteriak dengan keras dengan harapan aku salah dengar
aoa yang ia ucapkan

"Aku keponakannya, segeralah ke rumahnya" ucap singkat dan aku pun tergeletak lemas. Dadaku
serasa sesak menahan sakitnya apa yang telah aku dengar. Mama dan papa memegangku dan bertanya
apa yang terjadi. Aku mengatakannya dengab isak tangis tak beraturan.

Papa bergegas menancapkan gas mobilnya menuju rumah bagas, aku masih menangis hebat dipelukan
mama. Aku berharap ini hanya tipuan bagas yang hanya ingin memberi kejutan spesial. Aku berdo
sepanjang jalan semoga ini tidakbenar.

Sesampainya di halaman rumah bagas sudah terlihat payung dan keranda pemakaman, banyak orang
berkumpul di depan rumahnya. Aku turun dari mobil dan lari masuk ke dalan rumah, dan aku
menyaksikan sosok jenzah yang di tutupi kain jarik coklat Dan ibu bagas menangis disamping jenazah itu

"Ibu.... Bagas dimana,,bagas dimana? " aku berlari mendekati jenazah Dan ibu bagas. Disekitarku
terdengar orang orang berkata "ini ya calonnnya bagas, kasian Yang sabar ya nduk, bagas sudah tenang"

Aku buka kain jarik diwajahnya secara perlahan, bagas cinta pertamaku telah pergi. Duniaku serasa
hancur dalam sekejap, hanya dalam waktu beberapa menit Yang lalu kebahagiaanku menjadi duka yang
sangat dalam. Bagas meninggalkanku selamanya, iya selamanya. Tak Lama kemudian sholat jenazah
dilaksanakan banyak sekali Yang mengantarkan kepergiannya. Bagas orang Yang sangat baik. Banyak
orang terdengar menceritakan kebaikan bagas. Mama memeluku erat, aku lihat tangis menyesal pada
diri mama. "Maafkan mama bagas, maafkan Rani" terdengar suara mama lirih diatas kepalaku.

Lagi lagi aku merasa takdir mempermainkanku. Disaat orangtuaku membuka hati untuk bagas, disaat itu
pula tuhan lebih menyayangi bagas. Banyak orang bisa mendapatkan cinta pertamanya, kenapa aku
tidak?.

Aku masih sulit menerima kepergian bagas, hampir setiap hari aku pergi ke makamnya dan berbicara
dengan batu nisannya. Mataku sembab Dan bengkak, sulit bernafas dada sesak. Rasanya tak ingjn
melanjutkan hidup. Mama Dan papa selalu menemaniku agar aku tidak larut dalam kesedihanku. Hingga
papa berkata "Kau tidak boleh menangisi takdir tuhan, semua Yang ada di dunia ini hanya titipan
sementara, apapun yang terjadi dalam hidup kita Tuhan pasti punya rencana. Tetaplah mencintainya
dalam doa. Bagas pasti akan bahagia disana." Aku tersadar dengan ucapan papa.

Meski kehilanganmu begitu mendalam, ingatlah bahwa cinta yang kita miliki tak pernah mati. Dalam
kenangan, temukan kekuatan untuk melangkah maju. Hidup kita adalah bukti cinta sejati yang tak
tergoyahkan. Kekasihmu akan selalu ada dalam hatimu, memberimu keberanian untuk menjalani setiap
langkah. Selamat jalan, kekasih, semoga damai menyertaimu.

"

Anda mungkin juga menyukai