Anda di halaman 1dari 4

Berlian yang Hilang

Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam kehidupan seseorang.


Kisahnya dimulai dari keluarga, hangatnya cinta dan kasih yang pertama dirasakan oleh
seorang manusia juga dari keluarga. Penting dan mungkin sangat penting sebuah
keluarga bagi kelangsungan hidup seseorang.
Saat ini aku sangat bahagia hidup bersama keluarga kecilku. Dua belas tahun
sudah usiaku kini. Mamaku, Dewi seorang ibu rumah tangga yang ulet dan pintar. Dia
juga punya bisnis penata rias pengantin. Namun, sejak sakit-sakitan, bisnisnya
berhenti. Sedangkan papaku, Yoga sangat energik dan semangat mengelola bisnis
properti dan travel yang tidak pernah sepi oleh customer. Aku sangat sayang kepada
mereka dan mereka juga sangat menyayangiku.
"Sasa...", terdengar mama memanggilku dari luar kamarku.
"Iya ma... ", sahut aku seraya membuka pintu.
"Ayo bangun, lekas mandi dan segera turun untuk sarapan biar tidak terlambat
ke sekolah," suruh mama.
"Iya ma, siap laksanakan, " jawabku.
Dengan segera aku menuju kamar mandi, dan beberapa menit kemudian aku
turun untuk sarapan bersama-sama. Memang sudah menjadi tradisi di keluargaku jika
sarapan selalu bersama-sama. Sambil berbincang-bincang ringan, sesekali papa bikin
tebak-tebakan yang pastinya kami gak bisa jawab. Hehehe
"Ma, papa mana? Udah berangkat kerja ya? ", tanyaku penasaran.
"Papa belum pulang, masih mengisi seminar di luar pulau, " jawab mama.
"Kapan pulangnya ma? " tanyaku lagi.
"Katanya, nanti sore sudah pulang, " terang mama.
Setelah selesai sarapan, aku berangkat ke sekolah diantar sama mama sekalian
mama ke pasar untuk belanja. Menyambut kedatangan papa, nanti mama mau masak
makanan kesukaan papa.
Bel berbunyi, tanda berakhirnya pelajaran. Aku pulang ke rumah bersama
temanku, Tika yang dijemput ayahnya naik mobil.
Di dalam mobil kami bercerita seputar hobi dan film favorit kami. Tak terasa udah
mau sampai rumah.
"Turun di depan gapura aja Tik, udah dekat kok, " pintaku.
"Gak sekalian sampai di depan rumah, Sa? " tanya Tika.
"Aku jalan aja, itu kelihatan mobil papaku," kataku sambil menunjuk ke arah
mobil papa.
"Okelah kalau begitu, sampai jumpa besok ya... " pamit Tika.
"Iya Tik, sampai jumpa juga. Makasih ya Tik, makasih juga ya Om...," pamitku.
Aku pun berjalan ke rumah. Sesampainya di rumah, kudapati mamaku
menangis. Aku pun kaget, sebenarnya apa yang telah terjadi. Papaku keluar kamar
sambil membawa koper besar sambil berkata kepada kami,
"Sasa, ini uang buat kamu dan mamamu, papa mau pergi jauh. Sekarang, kamu
jangan cari papa!" bentak papa kepada kami.
"Papa mau kemana? Jangan tinggalkan kami, Pa?" tanyaku sambil menangis
sedih.
"Terserah papa. Kamu gak usah cari papa lagi!" jawab Papa kasar sambil
berlalu.
_Duaaar_ Suara pintu yang ditutup kasar oleh Papa
Papa pun pergi entah kemana. Sekarang tinggal aku dan mamaku yang berada
di rumah. Mamaku tak bercerita alasan yang sesungguhnya terjadi di antara mereka
berdua. Mama hanya bilang, papa pergi menyelesaikan urusan bisnisnya yang sedang
ada masalah. Doakan papa ya, semoga urusannya cepat selesai dan diberi kesehatan.

***

Beberapa tahun kemudian...


Aku sudah beranjak dewasa. Kini aku sudah tahu, kenapa papa pergi
meninggalkan kami. Mama telah menceritakan masalah yang sesungguhnya kepadaku.
Ternyata, papaku telah menceraikan mama, dengan dalih mama yang tidak bisa
melayani papa dengan baik karena mama sakit-sakitan. Sungguh alasan yang tidak
bisa diterima menurutku sebagai sesama perempuan. Bukankah dalam bersuami istri
itu harus saling pengertian dan menjadikan kesetiaan sebagai perekat keduanya? Aku
sangat kecewa dengan papa, bahkan membuat aku tidak suka dengan yang namanya
lelaki. Setiap kali ada yang mendekatiku, aku selalu cuek dan tak pernah
menggubrisnya.
Setelah ditinggal papa, kondisi kesehatan mama semakin memburuk. Iya, mama
menyimpan perasaan kecewa dan sedih yang amat mendalam terhadap papa.
Sekarang mama terpaksa menjalani rawat jalan. Sudah lima tahun ini, mama harus
minum obat dan dibantu dengan oksigen untuk bernapas jika sakitnya kambuh.
Sampai suatu ketika, saat aku sedang kerja, ada pesan wa masuk tapi tidak ada
namanya. Saat kubaca, alangkah kaget dan shocknya aku bagai orang tersambar petir.
Aku diam seribu bahasa dan air mataku tiba-tiba jatuh tak tertahankan.
"Apa? Ma... Mama... ", teriakku seketika.
Pengirim pesan wa itu ternyata tetanggaku. Dia memberitahukan bahwa
mamaku pingsan saat perjalanan pulang dari musholla setelah selesai sholat dzuhur.
Lalu, dipanggilkan ambulans dan diantar ke rumah sakit terdekat. Sayang seribu
sayang, diperjalanan mamaku menghembuskan nafas terakhirnya. Sontak aku kaget
dan segera pergi ke rumah sakit. Di rumah sakit, aku bertanya kepada dokter,
"Mamaku masih hidup kan, dok?" tanyaku seakan tidak percaya.
"Maaf ya, kami sudah berusaha semampu kami, apa daya mama kamu sudah
dipanggil sama Yang Maha Kuasa. Sabar ya...." jelas dokter seraya menenangkanku.
"Mama... mama... . Kenapa mama tinggalkan Sasa? Sasa sekarang tidak punya
siapa-siapa lagi... ", ucapku sambil menangis.
Sejak saat itu, hidupku hampa. Tidak ada lagi cinta terindah yang menghiasi hidupku.
Harapanku pupus sudah, kini aku kehilangan orang-orang yang kusayangi. Cinta dan
kasih sayang tak kudapati lagi dari papa dan mama.
Nama Penulis : Rachmat Sabit Uddin
Nama Pena :-
Akun IG : Rachmat Sabit Uddin
Nomor wa : 08563511681
Alamat : Pagesangan 4A, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai