Sinta tidak banyak bergerak, hanya pasif, tetapi jarinya bermain di sela-sela
vagina Anna merangsang klitoris Anna. Aku memeluk Anna dari belakang
punggungnya, sedangkan Dicky dari arah depan tubuh Anna meremas-remas
dan sesekali menciumi dan menjilati payudara Anna.
Gus, masih ada lubangku yang nganggur, ayo sayangg.. oooohhhh,
nikmatnya desahnya memohon.
Aku menyorong tubuh Anna agar rebah di atas tubuh Sinta, lalu kusentuh
lubang analnya. Kubasahi dengan sedikit ludah bercampur cairan vaginanya
sendiri. Lalu setelah cukup pelumas, kumasukkan penisku ke dalam analnya.
Kugerakkan penisku maju mundur, sedangkan Anna dan Sinta saling
berciuman, dan Dicky meremas-remas payudara kedua perempuan itu
bergantian. Rintihan kedua perempuan itu semakin kuat terdengar.
Mungkin karena merasa tindihan dua tubuh di atasnya agak berat, Sinta agak
megap-megap kulihat, sehingga kuajak mereka berdua melakukan gerakan
ke samping. Aku kini berbaring terlentang. Penisku yang tegang dipegangi
tangan Anna dan diarahkannya masuk ke dalam analnya sambil merebahkan
tubuhnya terlentang di atasku. Lalu Sinta kembali berada di atas tubuh Anna
memasukkan dildo pada pangkal pahanya ke dalam vagina Anna.
Gerakan Sinta kini aktif, berganti dengan aku yang pasif pada anal Anna.
Tak lama kemudian Anna orgasme disertai rintihan panjangnya.
Kupeluk ia dari bawah, sedangkan bibirnya diciumi oleh Sinta dengan
ganasnya.Dicky masih terus meremas-remas payudara kedua perempuan itu.
Lalu Sinta mencabut penis buatan dari vagina Anna dan berbaring di
sampingku, sementara Dicky meletakkan tubuhnya di samping Sinta sambil
memeluk tubuh Sinta dan mencium bibirnya.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Anna bangun dari atas tubuhku dan
membuka tali yang mengikat dildo pada pinggang Sinta.
Diperlakukan seperti tadi, rupanya membuat Anna juga ingin mencoba apa
yang dilakukan oleh Sinta terhadap dirinya.
Mas, Gus, pegangi tangan dan kaki Sinta. Yuk buruan, jangan berikan
kesempatan buat dia! katanya memerintah kami berdua.
Sinta yang masih kecapekan karena mengerjai Anna tadi mencoba merontaronta ketika tanganku memegangi kedua tangannya dan mementangkan
lebar-lebar, sedangkan Dicky memegangi kedua telapak kakinya sehingga
kedua paha dan kakinya terpentang lebar.
Ah, Tante curang, masak pake pasukan mengeroyok ponakannya
katanya protes.
Biarin, abis ponakan nakal kayak gini. Masak Tantenya dihabisi kayak
tadi? gurau Anna sambil berlutut di antara kedua paha Sinta.
Ia lalu menundukkan wajahnya menciumi dan menjilati vagina Sinta.
Sinta benar-benar tidak bisa berkutik, meskipun ia menggeliat-geliat, apalah
artinya, sebab tangan dan kakinya dipegangi oleh dua lelaki dengan kuatnya.
Puas menciumi vagina Sinta, Anna mengangkangkan pahanya di luar paha
Sinta, lalu menujukan dildo pada pahanya ke dalam vagina Sinta.
Setelah dildo tersebut masuk, kedua pahanya bergerak ke arah dalam ke
bawah kedua paha Sinta, sehingga kedua paha Sinta semakin rapat mengunci
dildo yang sudah masuk dengan mantap ke dalam vaginanya.
Sedangkan di bawah, kedua tungkainya mengunci kedua tungkai Sinta.
Kini tanpa dipegangi oleh tangan Dicky pun, kaki Anna sudah mengunci
paha dan kaki Sinta dengan ketatnya. Mulut Anna mengarah pada payudara
Sinta dan melumat habis kedua payudara keponakannya.
Sedangkan aku, sambil mementangkan kedua tangan Sinta, mencium
bibirnya dan memasukkan lidahku ke dalam mulutnya. Sesekali kuangkat
wajahku dan berciuman dengan Anna.
Erangan Sinta yang tak menduga serangan Tantenya semakin dahsyat,
terdengar semakin berubah menjadi rintihan. Apalagi Tantenya semakin
cepat menggerakkan dildo ke dalam vaginanya. Beberapa kali ia malah
menghentakkan dalam-dalam dildo tersebut ke vagina Sinta.Mungkin karena
sudah sering melihat bagaimana gerakan penis suaminya atau penisku
masuk keluar vaginanya, ia pun tergoda untuk melakukan aksi serupa.
Cuma sekitar lima menit diserang begitu, Sinta tak kuasa lagi bertahan, ia
merintih lirih,
Tante Annaaa,aku dapet..aahhh..nikmatt..sshhh ..oouugghhh...aaaakkkhhh.
Anna masih terus merojok vagina Sinta, hingga Sinta memaksaku
melepaskan kedua tangannya dan menolakkan tubuh Tantenya,
Tante,udah dong,bisa pecah ntar memiawku..Sadis deh Tante!! katanya.
Kami tertawa mendengar kalimatnya, sebab tahu mana mungkin pecah
vaginanya dengan alat yang mirip penisku dan penis Dicky.
Anna merebahkan tubuh di samping Sinta seraya mencium bibir Sinta
dengan lembut. Keduanya berciuman agak lama dan kembali berbaring
terlentang berdampingan. Aku dan Dicky mengambil tempat di samping
mereka berdua.
Dari bawah kulihat Sinta juga semakin kuat menekan dildo ke anal Anna.
Sinta pun merintih,
Tanteeeee .. aku . juga dapeetttt nicchhhh .. oooohhh, jari-jarimu
lincah benar Oooommmm .. pujiannya keluar memuji perbuatan Dicky
terhadap dirinya.
Dicky mencium bibir Sinta dan mengelus-elus payudaranya.
Terakhir, aku menghentakkan penisku sedalam-dalamnya dan sambil
mengerang nikmat, muncratlah spermaku memasuki vagina Anna.
Kutarik tubuh Anna berbaring di atas tubuhku yang berbaring terlentang,
sedangkan Sinta memeluk Dicky yang menindih tubuhnya sambil terus
berciuman dan memasukkan jari-jarinya sedalam-dalamnya ke dalam vagina
Sinta yang pahanya sudah merapat satu sama lain dan menjepit jari-jari dan
tangan Dicky dengan kuatnya.
Napas Anna, Sinta dan aku yang terengah-engah semakin mereda sambil
mencari posisi yang enak untuk berbaring. Kuamati payudara kedua
perempuan itu sudah merah di sana-sini, akibat ciuman dan gigitan Dicky,
aku dan mereka berdua satu sama lain. Pundakku yang perih akibat gigitan
Anna tadi, diciuminya dengan lembut seraya minta maaf,
Gus, maaf ya, jadi kejam gini sama kamu, abis nggak tau lagi sih mau
ngapain. Yah udah, pundakmu jadi sasaran mulut dan gigiku.
Kuelus-elus rambutnya sambil berkata,
Tak apa, sayang. Ntar juga cepat sembuh koq, apalagi sudah kau obati
dengan ludahmu.
Setelah itu, kami berempat terbaring nyenyak setelah beberapa jam main tak
henti-hentinya. Kami baru bangun ketika matahari sudah naik tinggi dan
jarum jam dinding menunjuk pukul 11.00 WIB. Kami mandi berempat di
kamar mandi. Bathtub yang biasanya hanya dimuati satu atau dua tubuh
orang dewasa, kini menampung tubuh kami berempat yang sambil
berciuman, menggosok, meraba dan meremas satu sama lain, tetapi karena
tenaga kami sudah terkuras habis, kami tak main lagi pagi itu.
Namun siangnya, usai makan, Sinta sempat memintaku untuk main lagi
dengannya. Dicky dan Anna, sambil tertawa-tawa dan memberi komentar,
hanya menonton keponakan mereka main denganku di karpet ruang keluarga
mereka.
Sinta seolah tak kenal lelah, tidak cukup hanya meminta vaginanya kukerjai,
tetapi juga analnya, baik dengan posisi terlentang dengan kedua kakinya
kupentang lebar maupun dengan posisi ia menungging dan kutusuk dari
belakang. Jika kuhitung, ada sekitar tiga kali lagi ia orgasme, sementara aku
hanya sekali, tetapi untungnya penisku tetap bisa diajak kompromi untuk
terus main melayani permintaannya.
Tepukan tangan Dicky dan Anna memuji kekuatan kami berdua mengakhiri
persetubuhan kami berdua, lalu Anna membersihkan penisku yang dilelehi
cairan vagina dan anal Sinta serta spermaku, sedangkan Dicky
membaringkan tubuh Sinta di sofa panjang dan membersikan vaginanya
dengan bibir dan lidahnya. Pelayanan kedua suami istri itu benar-benar luar
biasa terhadap keponakannya, Sinta dan aku.