Anda di halaman 1dari 6

Rahasia dari Tuhan

Karya Adelya Cahyani Putri

Namaku Faza ,Aku adalah seorang remaja berusia 15 tahun yang masih duduk dibangku kelas
1 SMA. Aku adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Aku memiliki 2 adik kembar perempuan
kecil, Azza dan Caca namanya. Usia mereka baru menginjak 6 tahun. Aku dan keluargaku biasa
tinggal disebuah rumah sederhana. Rumah nenekku tepatnya, tak terlalu besar dan mewah,
namun masih terbilang rumah yang layak. Kami sekeluarga belum mempunyai rumah, jadinya
kami tinggal di rumah nenek. Tidak lebih besar dari rumah yang lainnya, namun disinilah aku
tumbuh. Saat ini, aku tinggal dirumah ini hanya bersama ayah dan adikku. Nenek dan kakekku
telah lama meninggal. Nenek meninggal sewaktu aku umur 2 tahun dan kakek meninggal
sewaktu aku berumur 9 tahun.

Dulunya, aku banyak menghabiskan waktu kecilku disini bersama kedua orangtuaku dan
nenekku. Disinilah aku diberi kasih saying, dibesarkan oleh kedua orangtua yang benar-benar
memperhatikan anaknya. Disinilah tempatku mengetahui dan mempelajari banyak hal. Hingga
akhirnya keluarga kecilku ini lengkap dengan kehadiran malaikat kecil, yaitu adikku.

Namun entah kenapa perubahan banyak terjadi saat Azza dan Caca mulai berkembang. Ayah
dan ibu sering berselisih pendapat, sering bertengkar dikarenakan masalah perekonomian.
Bahkan, hal yang terparah yang pernah kulihat ialah ayah dan ibu bertengkar di hadapanku dan
adik-adikku sampai-sampai ibu pergi dari rumah bersama adikku Caca. Disaat saat seperti inilah
aku hanya bisa mengurung didalam kamar, pikiranku hancur, tidak tau harus bagaimana.
Kehidupanku telah berubah 360 ̊. Dulu, kami sering menghabiskan waktu bahagia bersama,
namun sekarang keadaannya sudah berbeda. Aku lebih sering bersama ayahku karena ayah dan
ibu sering bertengkar, ibu pergi dari rumah. Hingga pada akhirnya, aku mengetahui bahwa ayah
dan ibuku akan bercerai. Sedih rasanya mengetahui keluargaku yang dulunya utuh, tiba-tiba
menjadi hancur seperti ini.

Setelah perceraian itu, ibu membawa Caca pergi . Azza dan aku tinggal bersama ayah. Aku
sudah jarang melihat ibu dan adikku itu. Bahkan aku sudah kehilangan kabar keduanya. Entah
kemana perginya Ibu dan adikku Caca itu. Namun yang jelas kata ayah, kita harus tetap
menjalani kehidupan ini dengan apapun rintangannya. Kita tidak boleh patah semangat dalam
menjalani hidup. Ayah adalah orang yang sangat penyabar dan sangat baik hati, ayah selalu taat
beribadah kepada Allah SWT, ayah sangat bertanggung jawab kepada keluarganya, meskipun
ayah hanya bekerja sebagai tukang bangunan, aku sangat bersyukur. Namun tidak dengan ibu,
ibu selalu merasa kekurangan dengan penghasilan ayah. Itulah mengapa ibu meninggalkan kami.
Ayah selalu mengajariku untuk tidak berputus asa dalam hidup. Ayah seringkali menguatkanku
saat aku sibuk dengan tugas sekolah. Aku bersyukur sekali, aku masih memiliki ayah yang
benar-benar sayang padaku dan adikku.

Kini, aku dan adikku telah tumbuh besar, aku sudah menginjak bangku SMA. Adikku
sekarang baru menginjak usia 6 tahun. Ayahku sekarang juga masih bekerja sebagai tukang
bangunan. Terkadang ayah sering mengeluh sakit karena pekerjaannya yang berat, tetapi ayah
tidak mengeluhkannya dihadapan kami. Pada suatu pagi aku pergi berangkat ke sekolah dan ayah
mengantar adik untuk pergi ke sekolah juga dengan menggunakan sepeda. Ketika ayah selesai
mengantar adik dan pulang menuju perjalanan ke rumah, tiba-tiba ada mobil dari belakang
dengan kecepatan yang kencang dan hilang kendali menabrak ayah yang sedang memakai
sepeda dipinggir trotoar. Ayah ditabrak oleh mobil itu dari belakang, seketika seluruh warga
yang melihat langsung menghampiri kecelakaan itu, namun sayang pada saat warga ingin
menolong dan membawa ayah ke rumah sakit, nyawa ayah sudah tidak tertolong. Disana ada
salah satu warga yang kenal dengan ayahku yaitu temannya tetangga kami pak Ahmad namanya.
Langsung saja pak Ahmad menjengukku yang sedang di sekolah.

“Maaf, Siswa yang bernama Faza al Pratama ditunggu seseorang di lobi”. Pak Joni, satpam di
sekolahku, berhasil membuat seisi kelas terdiam. Telingaku tidak salah dengar nih? Akulah yang
dimaksud pak satpam itu. Ketika hendak memenuhi panggilan, Pak Joni tadi menepuk-nepuk
pelan bahuku. “Yang sabar ya, Faz.” Seketika aku menjadi bingung, Apa maksudnya? Kenapa
aku harus sabar? , Pak Joni hanya bisa terdiam dan langsung menyuruhku untuk menghampiri
pak Ahmad. Kulihat disana tatapan pak Ahmad kepadaku sangat dalam seperti menunjukkan
kepadaku bahwa aku telah kehilangan seseorang, langsung saja aku bertanya kepada nya.

Aku : “ Kenapa pak? Kata pak Joni aku harus sabar, kenapa?” Pak Ahmad langsung
memelukku sambil menangis di bahuku,
Pak Ahnad: “A…a…ayahmu faz…” pak Ahmad tidak sanggup untuk memberitahu ini
kepadaku.
Aku :“KENAPAA? KENAPA DENGAN AYAHKU PAK? PAKK?, akupun langsung
menangis histeris, aku telah mempunyai firasat terhadap ayahku, dan benar saja apa
yang sudah ada dalam firasatku ini.
Pak Ahmad : “Yang sabar ya faz, ayahmu baru saja mengalami kecelakaan, namun sayang
nyawa nya tidak tertolong, ayahmu meninggal dunia nak.”
Pak Ahmad menepuk pundakku dan berkata “ kau harus kuat, tak boleh menangis, ini sudah
menjadi skenario terbaik dari Tuham untukmu.’’
Tiba-tiba air mataku jatuh mendengar hal tersebut, badanku bergetar lemas, seketika aku
langsung berlari kerumahku untuk melihat ayahku itu.

Orang-orang sudah ramai di rumahku, adikku juga sudah ada di rumah. Pada saat aku samoai
di rumah perhatian semua orang tertuju kepadaku, langsung saja aku berlari menghampiri
jenazah ayahku yang sudah dibwa ke rumah, “Ayah” panggilku kemudian memeluk erat tubuh
kakunya, adikku ikut memelukku dan menangis menerima kenyataan pahit yang harus kami
hadapi. Mustahil kalau tangisku tidak pecah. Manusia mana yang mampu menahan
kerapuhannya. Terlebih lagi ketika ditinggal sang pahlawan keluarga. Sosok yang selama ini
selalu ada untuk kami, yang paling kokoh diterpa badai apa pun, yang paling tangguh diterjang
ombak mana pun. Yang berarti segalanya bagi aku dan adikku. Pak Ari yang dari tadi
disebelahku, ikut memelukku dan berkata pada kami “kalian anak-anak yang kuat, dan kalian
harus kuat!”. Sudah, sekarang kalian persiapkan saja diri kalian disini, bersihkan rumah
seadanya, biar Pak Ari dan tetangga lain yang akan mengurus ayahmu”.

Kami pun hanya bisa terdiam dan belum mempercayai semua ini. Setelah itu jenazah ayah
dimandikan, aku dan orang-orang yg berhak memandikan ayah yang memandikan jenazah
ayahku. Setelah semua selesai, pak Ari beserta tetangga lain mulai membawa jenazah ayah ke
masjid untuk disholati. Setelah disholati, ayah dimakamkan di pemakaman TPU yang ada di
kampung kami. Aku tak kuasa menahan tangis di pemakaman ayah. Adikku yang mulai mengerti
arti dari semua ini hanya bisa meremas tanganku dan menitikkan air matanya, adikku sangat
histeris sambil memanggil ayah didekatku. Disaat itulah aku pun berkata dalam hatiku bahwa
aku berjanji akan semangat dalam menjalani hidup apapun rintangannya seperti apa yang sudah
dikatakan ayah. Aku harus iklhlas untuk semua ini, aku yakin bahwa ayah pasti akan tenang
disana dan bahagia ketika melihat aku tidak bersedih lagi.

Sepulang dari pemakaman itu, ada beberapa ibu-ibu yang menyiapkan untuk pengajian atau
takziah nanti, kemudian aku bersama adikku dan Pak Ari menyiapkan rumah. Malam pun tiba
takziah dan pengajian dilaksanakan di rumah kami. Setelah semua selesai, aku bersama adikku,
istri pak Ari, dan pak Ari mulai membersihkan rumah. Disela aku membereskan rumah, sembari
aku berfikir, bagaimana aku bisa mencukupi kehidupanku ditambah adikku?..Aku berfikir keras
bagaimana caranya agar aku bisa menghasilkan uang dengan aku yang belum bisa bekerja.

Setelah selesai membersihkan rumah, aku termenung sendiri memikirkan aku harus bekerja
apa supaya bisa mencukupi kebutuhan kami sehari-hari. Terlintas di pikiranku untuk meminta
bantuan kepada Pak Ahmad. Pak Ahmad kan mempunyai bengkel dan tempat pencucian motor,
bagaimana jika aku ikut menjadi karyawannya, kan kebetulan Pak Ahmad juga sedang mencari
karyawan.

Keesokan paginya, aku belum masuk sekolah, aku ingin menemui Pak Ahmad terlebih
dahulu, adik aku titipkan di rumah tetangga sebelah, Pak Ari juga sudah menganggap kami
sebagai keluarganya. Sesampainya aku di tempat kerja Pak Ahmad, aku memberanikan diri
untuk bicara padanya.
Aku : “Assalamu’alaikum pak Ahmad”
Pak Ahmad : “Waalaikumsalam, eh Faza, ada apa faz?” kata Pak Ahmad menanyaiku.
Kemudian aku langsung menghampiri pak Ahmad yang sedang mempersiapkan bengkelnya dan
aku berkata pada Pak Ahmad
Aku :“Pak, bolehkah aku berbicara kepadamu?”,
Pak Ahmad :“tentu, silahkan kau mau Tanya apa faz?” katanya.
Aku :“Aku bingung mau seperti apa aku bekerja untuk memenuhi kebutuhanku serta
adikku,pak Ahmad kan mempunyai usaha bengkel dan pencucian motor, apa
boleh jika aku bekerja menjadi karyawan mu disini pak? Setidaknya aku bisa
mendapatkan uang dari kerja ku itu untuk makan sehari-hari.”
Aku :“Aku tak mungkin terus menggantungkan hidup pada tetangga-tetanggaku,
kerabat-kerabat ku juga sudah tidak ada lagi. Apa kata para tetangga jika aku terus
membebaninya.
Aku : “Apakah bapak mau? Apakah itu memberatkanmu pak?”
Pak Ahmad : “Tentu saja boleh faz, bapak sangat senang kalau kamu bekerja disini, tetapi
kan bisa menganggu sekolahmu faz… Bagaimana dengan sekolah mu?
Aku : “Aku akan membagi waktu sekolah dengan waktuku bekerja pak, tenang saja
pak aku akan tetap sekolah, pekerjaanku tidak akan mengganggu sekolahku.
Bagaimana kalau aku bekerja dari sepulang sekolah sampai larut malam pak?
Apakah bapak keberatan?
Pak Ahmad : “Yaaa boleh lah faz, tentu saja tidak memberatkan bapak. Oke, mulai besok
kamu sudah bekerja disini ya.
Aku : “Alhamdulillah Baiklah pak, terimakasih atas kebaikanmu padaku. Kau masih
memberiku jalan untuk mengais rezeki.”
Pak Ahmad : “Sama-sama nak, asalkan kau bersama adikmu baik-baik saja.”
Aku : “Iya pak”
Pak Ahmad : “Kapan kau akan kembali sekolah faz?”
Aku : “Aku mulai sekolah esok hari pak.”
Setelah itu, aku kembali ke rumah. Aku sangat senang dan bersyukur telah mendapatkan
pekerjaan. Setidaknya setelah kepergian ayah, aku masih bisa bernafas lega karena aku masih
diizinkan Allah untuk menghidupi adikku.

Hari demi hari telah berlalu. Aku sudah terbiasa dengan kehidupan ini, bangun pagi sebelum
fajar bersama adikku untuk sholat subuh, menyiapkan sedikit sarapan untuk adikku, bersiap-siap
untuk mengantar adikku ke sekolah dan aku berangkat sekolah dengan menggunkan sepeda.
Adik pulang sekolah biasanya pulang bersama istri pak Ari, kebetulan istri pak Ari menjadi guru
di Tk adikku itu, jadi aku tidak khawatir dengan adikku karena ada bu Rina, istrinya pak Ari
yang menjaga adikku. Sepulang sekolah ak pulang ke rumah sebentar untuk pamit dengan
adikku, kemudian aku menitipkan adikku di rumah Pak Ari tetangga kami hingga sanpai aku
pulang kerja. Setelah itu aku langsung pergi bekerja,aku pulang kerja jam 10 malam. Sering aku
berpesan kepada adikku , meskipun keluarga pak Ari sudah menganggap kita sebagai
keluarganya tetapi kita tidak boleh seenaknya saja dengan mereka, kita harus tetap menjaga
sopan santun kepada mereka, dan harus selalu menuruti mereka, jangan sampai membebani
mereka.

Terkadang ada suatu waktu saat aku sedang libur kerja, yaitu pada saat Pak Ahmad pergi
keluar kota bersama keluarganya. Sepulang sekolah aku akan mrngajak adikku ini bermain di
taman kampung bersama anak-anak lain, sudah lama kami tidak bermain seperti dulu lagi,
sekarang aku dan adikku jarang mempunyai waktu untuk bermain bersama. Terkadang, bermain
bersama anak –anak lain adalah hal terindah yang saat ini bisa kami rasakan. Dulu sebelum ayah
meninggal, pasti ayah yang menghibur kami, tapi itu hanya tinggal kenangan. Aku bersyukur
diumurku yang masih segini, setidaknya aku bisa memepersiapkan makanan untuk adikku hidup.
Selain bermain, terkadang aku juga mengajak adikku ke toko untuk membeli persediaan bahan
makanan untuk memasak dirumah. Terkadang saat aku pulang kerja lebih awal dan aku memiliki
banyak tugas, adikku hanya bisa menemaniku menyelesaikan tugasku. Terkadang di sela-sela itu
kami juga berbincang-bincang biasa layaknya seorang adik dan kakak. Melihat adikku tertawa
adalah begian terindah dari hidupku.

Hingga pada suatu hari, saat aku pulang sekolah tiba-tiba Azza tidak ada dirumah, kucari di
belakang tidak ada. Kucoba bertanya pada Bu Rina, juga tidak mengerti. Lalu aku berkeliling
sekitar rumah untuk mencarinya, kucari di taman juga tidak ada. Ternyata, saat kucari di gang
sebelah, ia sedang asyik bermain bersama teman-temannya. Langsung kupanggilnya, lalu Azza
menurut kepadaku dan berkata “Kak Faza, maaf ya, tadi Azza nggak niat buat pergi dari rumah,
tapi teman Azza maksa soalnya teman Azza lagi ulang tahun, makanya Azza keluar rumah.”
Kuurungkan niatku untuk memarahinya tadi. Aku pun berkata padanya bahwa tidak boleh
mengulanginya lagi, kalau misalnya terjadi kenapa-napa nanti kakak sedih dan kesusahan. Lain
kali setidaknya harus berpesan pada tetangga sebelah agar aku tidak susah untuk mencarinya.
Kemudian kuajak pulang adikku ini.

Dijalan menuju pulang, adikku ini membuka pembicaraan dengan berkata “Kak, ini bukannya
bulan Desember ya? Berarti teman Azza ulang tahunnya sama kayak Azza. Tadi disana seru loh
kak! Oh iya kak, boleh nggak kalau di ulang tahunnya Azza nanti beliin Azza kue sama Boneka
boba? Azza ingin sekali bisa dirayakan ulangbtahunnya. Azza belum pernah merasakan
dirayakan ulang tahunnya kak, boleh ya kak? . Aku menjawab perkataan adikku itu “hmmm,
kakak nggak janji ya dek, kalo ada rezeki pasti kakak usahakan membelikan yang kamu mau.
Sabar ya adek kecilkuu” jawabku.

Sebenarnya, keinginan adikku ini menusuk hatiku. Bagaimana bisa aku membelikan kue
ulang tahun dan boneka yang terbilang mahal bagiku? Sedangkan adikku menatapku sayu. Aku
tidak ingin mengecewakannya, tapi aku bingung bagaimana caranya. Akhirnya, aku memiliki
inisiatif untuk bekerja lebih keras lagi, saat di sekolah aku mengambili bekas-bekas botol
minuman plastik yang nantinya akan dijual di barang rongsokan. Kebetulan di sekolahku banyak
sekali sampah itu, jadi mempermudah aku untuk menambah keuangan ku. Aku telah
mengumpulkan botol kemasan minuman sebanyak 2 karung penuh. Setelah pulang sekolah aku
langsung pergi ke tempat barang bekas untuk menjual hasil penemuanku dan di kiloin.
Alhamdulillah harganya lumayan mahal. Lalu aku langsung pergi bekerja di bengkel pak
Ahmad. Pada saat disana, aku meminta pak Ahmad untuk memberi gaji atau upah kepadaku
lebih awal dengan alasan untuk memberi hadiah kepada adikku yang sedang ulang tahun. Untung
saja Pak Ahmad menyetujuinya dan memberikan gaji lebih awal kepadaku, tetapi pada saat bulan
depan aku tidak akan mendapatkan gaji. Tentu saja itu tidak menjadi masalah bagiku, aku iklhas
demi adikku , aku akan melakukan apa saja yang halal demi hadih untuk Azza adikku.
Terkadang aku juga berfikir, apakah tabunganku ini mencukupi untuk membeli keinginan
adikku? Hingga tiba sehari sebelum adikku berulang tahun. Esok hari, tanggal 15 Desember
2022, adikku akan menginjak usianya yang ke 7 tahun. Saat ini, uang yang terkumpul tak lebih
dari Rp 180.000.

Esoknya, saat aku pulang sekolah dihari ulang tahun adikku, aku mampir disebuah toko kue
dan boneka tak jauh dari komplek sekolahku. Alhamdulillah, uangku cukup untuk membeli kue
dan boneka boba ini. Setelah semua kubeli, dengan segera aku menuju rumaku.

Saat itu, Azza sedang tertidur pulas dikamarnya. Aku menyiapkan kue nya dan segera
membangunkannya. Setelah ia bangun, betapa terkejutnya dia. Kuberikan kue tersebut sembari
mengucapkan ulang tahun padanya.
Aku : “Selamat ulang tahun dek Azza, maafin kakak ya, kakak cuman bisa kasih ini kepadamu.
Semoga kamu suka ya dek” kataku.
Azza (Adik) : “Waah, terimakasih kak, aku senang sekali bisa dibelikan kue serta boneka boba
nya!” Jawabnya riang. “Iyaa dek sama-sama, semoga doa terbaik selalu menyertaimu. Kakak
sangat sayang kepadamu dek.” Jawabku. Dalam hati, aku hanya bisa memendam rasa senang
bisa memenuhi keinginan adik kecilku ini. Meskipun tak seberapa, aku sangat senang dan
bersyukur melihat adikku bisa merayakan ulang tahunnya. Dari semua yang telah aku lalui , ini
semua merupakan rahasia Tuhan. Kita tidak tahu bagaimana perjalanan hidup kita selama di
dunia. Yang terpenting kita harus selalu taat beribadah kepada-Nya , menerima dan menjalani
dengan ikhlas segala takdir yang diberikan-Nya.

Nama : Adelya Cahyani Putri


Kelas : XI IPA 4

Anda mungkin juga menyukai