Anda di halaman 1dari 9

TAMU YANG TAK DIUNDANG

Part 08 - Praduga
Sinopsis:
Kehadiran Febby yang begitu polos, membuat Bima tak mampu berkonsentrasi ketika jauh darinya.
Bima tak dapat beraktifitas normal, karena memikirkan tentang putrinya.

Kecantikannya, keseksiannya, kemolekan tubuhnya, serta kepolosan pribadinya, membuat Bima


seolah merasa jatuh cinta kembali

***

Pagi itu, aku merasa begitu malas. Tak ada semangat sama sekali.

Entah karena aku kurang tidur, karena hanya bisa memejamkan mata selama 3 jam, atau karena
tenagaku habis, setelah dua kali, aku mengocok batang penisku dan orgasme secara berurutan.

Hari itu, aku merasa, pekerjaan sepelu terasa begitu sulit. Beberapa kali, aku salah menginput data.
Sehingga mau tak mau, aku harus mengulang hal yang sama.

Isi otakku, hanyalah tentang Febby. Tentang wajah cantiknya, senyum nakalnya, payudara bulatnya.
Semua berkelibat jelas di benakku. Tubuh indahnya, pantat lembutnya, vaginanya yang merah
merekah. Berkali-kali muncul di pikiran mesumku.

Aku tak bisa berpikir jernih. Karena sepanjang pagi, setelah pergi meninggalkan putriku sendiri di
appartemen, penisku, tak henti-hentinya mengeras. Membuat buah zakarku, begitu tersiksa di setiap
langkah kakiku. Aku merasa biji pelerku begitu ngilu.

Satu-satunya cara supaya rasa ngilu dizakarku ini, adalah dengan masturbasi. Iya, itu adalah cara
paling ampuh untuk bisa menghilangkannya. Hanya saja, saat ini aku sedang tak berada di apartement.
Aku juga tak mungkin masturbasi di toilet umum. Karena selain tak nyaman, aku merasa
menyayangkan jika harus membuang benihku secara sia-sia seperti itu.

Aku tahu, apa yang dilakukan Febby tadi pagi, atau semalam, adalah hal yang biasa. Setidaknya, buat
dirinya. Tapi bagiku, itu adalah sebuah siksaan yang begitu susah untuk aku hadapi.

Aku kadang berpikir, jika ketelanjangan adalah hal yang tidak begitu penting. Yah, mungkin, Febby
juga merasa seperti itu juga karena GEN-ku yang mengalir di dirinya. Aku, dan mungkin Febby, sudah
biasa beraktifitas tanpa berpakaian, sehingga sedikit banyak, keterbukaan aurat ataupun
ketelanjangan tubuh adalah hal yang sepele.

Sebenarnya, akupun tidak tahu, darimana kenikmatan menjadi seorang penganut nudis, hanya saja,
bagiku, dan mungkin bagi Febby, itu adalah sebuah cara untuk mengekspresikan diri.

***

“Wooii…. Banyak piikiran gitu kayanya lu, Bim. Pagi-pagi gini ngelamun bae. Abis ngebuntingin anak
orang lu? Hahahaha” Ledek Dirga sambil melempar pulpen kearahku. Membuyarkan lamunanku
mengenai putriku.

Dirga, adalah salah seorang kenalanku, yang bisa dibilang membantuku ketika aku terpuruk karena
Covid kemarin. Seorang imajiner, seorang pengusaha expedisi, dan seorang playboy karbitan, yang
hingga usianya sudah menginjak akhir kepala 4, masih saja melajang.

Dari desas desus yang beredar, Dirga pernah mempunyai istri. Hanya saja, ia pisah karena sebab yang
tak jelas. Ada yang bilang, Istrinya selingkuh dengan orang yang lebih kaya. Ada yang bilang juga,
istrinya meninggal. Yah, kurang lebih, nasib asmaranya, mirip denganku. Oleh karenanya, dari
background tersebut, membuatku cukup akrab denganku.

“Amit-amit.” Jawabku singkat sambil melempar balik pulpen yang dilempar sebelumnya kearahku.

“Hahahaha… Gapapa Bim, kalopun hamil, khan biar lu ada temen di apartemen.” Goda Dirga sambil
tertawa terbahak-bahak. “Khan lumayan, bisa ngewe bareng lawan jenis. Daripada lu coli sendirian
aja disana.” Sambungnya lagi sambil melirik kearahku sebentar, sebelum larut lagi menatap layar
laptopnya.

Dirga, adalah sohib yang benar-benar tahu hampir segalanya tentangku. Mesumnya, gaya
bercandanya, dan selera cewe idamannya pun, benar-benar sama. Bedanya, ia adalah seorang yang
jauh lebih royal ketimbang diriku.

Rela menghabiskan banyak uang, untuk berlangganan channel dewasa. Bisa menghabiskan banyak
saldo, hanya untuk menyapa artis bokep favoritnya. Punya berbagai macam alat bantu seks. Bahkan ia
juga punya ruangan khusus untuk bercinta, yang bisa disetting sesuai tema. Pekerja kantoran,
karyawati retail, anak sekolah, anak kuliah, semua ada.

Bisa dibilang, Dirga, adalah seorang bokepers sejati

“Sini Bim. Lihat deh. Ada channel yang lagi viral nih…” Ucap Dirga memberitahuku, “Ga keliatan muka
cewenya sih. Cuman bodynya, ALAMAAAAK. AADUHAAAAII. Lu pasti bakalan demen dah…”

“Umur berapa?” Tembakku. Masih tak begitu memperhatikan, karena masih sibuk menginput data
“Sini dulu lah. Liat aja dulu…” Ucap Dirga yang menyodorkan handphonenya kearahku.

Sekilas, aku lihat, memang gadis yang ada di video tersebut terihat begitu molek. Walau sepanjang
videonya, aku tak bisa melihat wajahnya, namun aku bisa menerka, betapa cantik wajah sebenernya.
Kulitnya putih, mulus. Payudaranya besar, vaginanya tembem, dan pantatnya bulat.

“Cantik khaann? Hehehe.” Kekeh Dirga, kembali memperhatikan layar handphonenya, “Lu mau link
channelnya ngga?”
“Ada adegan ngewe-nya?”
“Belom ada sih..” Jawab Dirga,
“Anal?”
“Ngewe aja ga ada, apalagi anal. Sabarlah. Pelan-pelan. “
“Ngapain juga sabar-sabar..” Jawabku ketus

“Bener deh. Ini akun beda banget bro. Walau belom ada adegan-adegan yang lu demenin itu, yang
punya akun bilang, Bakalan ada kok…”
“Yah. Buat apaan? Kalo cuman pamer-pamer kaya gitu mah. Gw udah punya banyak..”
“Beda Bim. Serius. Ini Beda.” Ucap Dirga bersikeras. “Disini. Lu cuman nambah duit sedikit, trus lu
request, dia bisa langsung kasih apa yang lu mau. Langsung, Bim. Dikirim saat itu juga..”

“Hmmm. Bukannya yang lain juga gitu?” Komenku masih cuek.


“Yang lain mana? Lama kalo yg lain mah buat ngewujudin permintaan fans-nya. Disini. Lu bisa menjadi
pemeran cowoknya Bim. Lu minta apa aja, bakalan dilakuin. Kecuali kasih liat muka ama adegan
ngewe-nya ya..”
“Oohh.. Niat juga ya doi.
“Banget.”
“Next ajalah, sob. Gw masih buru-buru kelarin pengiriman ini…”

“Nih. Gw kemaren request, buat ngobel memek tuh cewek pake dua jari. Gw kasih kirim saldo, trus
langsung deh. Dilakuin semuanya ama tuh cowoknya.” Sodor Dirga memperlihatkan adegan yang ia
minta ke pemain video bokepnya.
“Hmmm. Percuma sob, lihat deh. Ceweknya ga respon. Kalo kaya gitu mah antara tuh cewe pingsan,
atau nggak dikasih obat tidur.” Jelasku, “Jadi kalo ceweknya ga bales perlakuan tuh cowok, buat apa
lu tonton? Habis-habisin saldo lu aja…”

“Lu harus langganan dulu Sob. Suer. Ini beda aja banget. Dan Sumpah, gw pengen ketemu ama nih
pemerannya.” Sedih Dirga melihat reaksiku yang kurang antusias, “Kali aja lu mau patungan sob…”.
“Hehehe. Iyeeee. Next time yaaa…” Jawabku sambil menepuk-nepuk pundak lebarnya, “Kalo nggak,
Kirim link-nya dulu aja deh sob. Kali aja gw demen, trus bisa ikut patungan ama lu…”

Kubayar semua biaya expedisiku, kuambil nota pengirimannya, lalu ku pamit. “Thanks ya sob, udah
bagi-bagi info..”

***

Dalam perjalanan pulang, beberapa kali aku berhenti di sebuah department store. Sekedar berpikir,
apakah aku harus membelanjakan putriku beberapa potong pakaian atau tidak. Karena jujur, aku tak
tahu sedikitpun tentang pakaian anak perempuan. Aku khawatir seleraku dianggap kuno dan
ketiggalan jaman.

Hampir dua jam, aku mencari referensi fashion anak mudah jaman sekarang. Yah, tentu aku cari
referensi fashion dengan budget terbatas. Yah, selain karena aku khawatir pakaian itu tak dipakai
sama sekali oleh putriku, aku juga menyayangkan untuk membeli pakaian yang bakalan dipakai Febby
dalam waktu beberapa hari saja.

Tapi, setelah aku pikir-pikir, tak ada salahnya aku membelikan putriku beberapa potong pakaian. Toh
kalaupun Febby tak suka, aku bisa menyumbangkannya ke orang lain. Setidaknya, aku udah berupaya
untuk menimbulkan rasa peduli kepada putri semata wayangku.

Beberapa menit kemudian, aku sudah menenteng kantung belanja. Sambil memilih baju, otak
mesumku juga tak bisa diam. Memikirkan segala pemandangan seksi yang bakal dipertontonkan
Febby ketika mengenakan baju yang aku pilih.

T-shirt ketat bergambar kharakter dan kata-kata lucu, akan memperlihatkan kebulatan payudara
putriku. Celana pendek dan kolor berukuran mini, bakal membuat kaki jenjangnya terlihat jelas.
Celana legging semi jeans yang akan membuat penampilan pantat semoknya terlihat jelas. Serta
celana dalam mini, yang sudah tentu, akan membuat celah kemaluan Febby tercetak nyata.

Uhhh. Aku ga sabar untuk memberikan semua baju-baju ini ke putriku.


Pasti Febby bakal terlihat cantik dan cocok, untuk menjadi obyek fantasiku.

“Sebentar, sepertinya ada yang kurang..” Ucapku dalam hati ketika melihat tumpukan belanjaanku di
dalam keranjang, “Astaga. Iya… Aku belum beli beha..” Sambungku langsung celingukan mencari tahu
dimana area penyangga payudara itu berada.

Namun, mendadak aku ragu. Gimana cara aku bisa tahu? Berapa ukuran bra yang putriku kenakan?

Apa aku biarin aja tuh tetek tak terbungkus bra sama sekali? Karena jika boleh aku jujur, aku juga
cukup terhibur dengan goyangan payudara serta tonjolan putting putriku yang bergoyang kesana
kemari, ketika ia berjalan atau beraktifitas.

Otak mesumku menang. Akhirnya aku membayar semua belanjaanku barusan, tanpa adanya satu
bra-pun dalam daftar pembelianku.

“Oh. Tetek Febby. Yang begitu seksi dan original..”

***
TOK TOK TOK
“Feeeb… Ayah pulang.. “ Ucapku sambil mengetuk pintu apartemenku. Tak ada jawaban.

TOK TOK TOK


“Feeeb… Febby…?“

Sejenak, aku menunggu lagi untuk dibukain pintu.

Karena udah beberapa saat tak ada jawaban dari dalam appartement, aku keluarkan kunci kartuku
cadanganku. Kemudian masuk. “Febby…? Ayah bawain baju buatmu…”

Hening. Tak ada jawaban.


Kuperhatikan kesana kemari, kosong. Sepertinya, putriku udah memutuskan untuk kembali pulang ke
rumah Yula.

“Hhhh… “ Aku menghela nafas, dan menjatuhkan diri di sofa kerjaku. “Ya sudah. Mungkin ini jalan
terbaik buat Febby. Lagian, jikapun ia memutuskan tinggal disini, aku tak tahu, apakah aku bisa
menahan diri untuk tidak mencabulinya…”

Tiba-tiba, aku merasa ada sebuah kekecewaan pada diriku. Kenapa kemarin aku tak memberinya
kenyamanan yang lebih. Kenapa aku tak menyambut kedatangan putriku dengan hangat. Dan kenapa
aku tak langsung memperbolehkan ia tinggal disini.

“Ahhss. TOLOL.” Rutukku dalam hati.

Karena sifat ketusku, Febby pun akhirnya ga betah disini. Ia lebih memilih balik dan pulang kerumah
istriku. Mungkin, tinggal bersama Yula dan selingkuhannya, lebih menyenangkan jika dibandingkan
dengan tinggal bersamaku.

Alex. Lagi-lagi, aku teringat akan kemesuman lelaki selingkuhan istriku itu. Lelaki yang sudah
memperdayai kemolekan tubuh Febby dengan segala tipu dayanya. Kalo Febby balik ke Alex, aku
yakin, jika keperawanannya akan terancam.

“Ohhh memek Febby yang perawan…” Lagi-lagi, otak mesumku memberi respon. Menampilkan
ingatan mesumku tadi malam. Ingatan dimana Febby membuka lebar-lebar selangkangannya, untuk
memperlihatkan selaput daranya yang masih utuh kepadaku.

“Ssshh… Sempit sekali memekmu Sayang…” Lenguhku, yang dengan PEDE karena merasa privasi
diriku sudah kembali, langsung mencopot celana kerja dan celana dalamku. Melemparkan kesudut
ruangan, dan mulai mengocok batang penisku.

TEK TEK TEK TEK TEK TEK

Kuambil handphoneku, dan mulai kusetel video rekaman ketelanjangan Febby tadi pagi. Kuamati
semua keseksian putri kandungku,sembari terus mengocok kemaluanku yang sudah berkedut hebat.

“Ooohh Febby… Kecantikan dan kemolekan tubuhmu, membuat Ayah selalu ngaceng nih Sayang..”
“Senyummu. Tetekmu. Memekmu. Oh. Bikin Ayah ingin mencicipinya..”
“Ohh.. Beri Ayah kesempatan buat memuaskan dirimu Sayang. Beri Ayak kesempatan untuk bisa
mengambil keperawananmu. Oh Febby…”

“Ayah ga kuat lagi Sayang… Ayah ga kuat…”

CROT CROT CROOOCOOOT CROOT CROOOT.


Delapan semburan spermaku, muncrat begitu cepat. Terbang melayang, dan mendarat di lantai
apartemenku yang begitu bersih.
“Eh…?” Aku kaget. Celingukan kesana kemari. Menyisir penampakan apartemenku yang ketika
kutinggalkan tadi pagi, seperti kapal pecah.

Sekarang, apartemenku menjadi begitu rapi.

Kerdus-kerdus yang menumpuk di ruang tamu, entah bagaimana caranya menghilang. Sehingga
membuat ruangan sumpek itu terlihat begitu lapang. Semua lantai yang awalnya berdebu, sekarang
terlihat begitu keset dan licin mengkilap. Semua peralatan makan, tersusun rapi didapur. Onggokan
baju di gantungan pintu dan sudut ruangan juga lenyap.

Bahkan saat ini, aku mencium ada aroma makanan yang terasa begitu lezat di atas kompor.

SRRRRRRRR
Samar-samar, aku mendengar suara kucuran air dikamar mandi utama yang ada didalam kamar
tidurku. Itu artinya, ada orang yang lupa mematikan keran showernya.

Sial. Karena barang-barang yang begitu berantakan, aku sampai lupa, jika didalam kamar tidurku, ada
kamar mandi juga.

Eh? Melihat kondisi apartemenku barusan, tiba-tiba aku merasa, sepertinya apartemen ini masih
belom ditinggalkan.

Buru-buru, aku mengelap ceceran spermaku dengan celana kerjaku. Berharap Febby tak menemukan
kejanggalan mesum yang baru saja tercecer diatas lantai apartemenku ini.

“Ah. Bego. Kenapa harus mengelap pejuh dilantai dengan celana ini sih?” Rutuk batinku mengomeli
reflek tubuhku.”Harusnya khan bisa di-lap dengan tissue atau lap dapur. Tolol…”

Langsung saja, kukenakan celana dalamku barusan dan kubawa celana kotorku ke tempat laundry.
Disana, aku melihat, baju basah Febby masih dijemur. Itu tandanya, putriku masih ada disini.

Seketika itu, entah kenapa, aku merasa ada luapan keriangan dalam hatiku.
Senyumku mengembang, begitu lebar. Deg-degan sekaligus horny. Karena memikirkan putriku yang
sedang ada di kamar mandi. Dengan ketelanjangan tubuh, dan pintu kamar mandi yang aku yakin tak
ia tutup rapat.

SRRRRRRRRRR
Suara kucuran air itu, kembali terdengar. Seolah memanggilku untuk masuk ke kamar, dan mengintip
aktifitas mandi Febby.

Penisku yang baru saja memuntahkan spermanya, mendadak kembali menggeliat. Membayangkan
tubuh putriku yang begitu montok. Dan basah. Membuatnya seketika mengeras dan memanjang.

Kuketuk pintu kamar mandi, dan kujulurkan kepalaku kedalam kamar mandi.

TOK TOK TOK

“Febby…?”
“ASTAGA AYAAAHHH..” Jerit Febby kaget. Karena mungkin, pendengarannya teredam oleh suara
kucuran air dan putaran baling-baling exhaust. “Ayah bikin kaget aja sih. Ga kasih tau kalo udah
pulang…”

“Maaf…” Ucapku lirih


“Kenapa Yah..? Sini mendekat, Aku ga bisa denger suara Ayah…” Ucap Febby sambil membuka pintu
kamar mandi lebih lebar lagi.

GLEK
Payudara itu. Memek itu. Pantat itu

“Kenapa Yah…?”
"Ka.. Kamu man. Mandi..?” Tanyaku gugup.
”Haaah…?” Jawab Febby tak mendengar. “Sini Yah… Beneran deh. Aku ga bisa denger… Sini. Masuk
aja gapapa.”

“Hmmm… Yaudah. Kamu kelarin aja deh mandimu…”


Aku menghela nafas. Berbeda denganku, Febby terlihat begitu menikmati kecemasan diwajahku.

“Yailah. Pake malu-malu segala. Sini yah. Masuk. “ Ajak Febby, “Tenang aja, yah. Sore ini aku ga ada
rencana godain Ayah kok… . Jadi jangan khawatir. Hihihi…”

Oke. Jika memang Febby tidak peduli jika aku melihat ketelanjangannya, maka aku juga tidak.

Aku mendekat dan menatap dirinya melalu dinding kaca kamar mandi. Febby terlihat sedang sibuk
menggosok wajahnya, memberiku banyak waktu untuk menatap payudaranya yang ikut bergoyang
bebas seiring gerakan tangannya. Perut ramping dan vagina gundulnya pun terlihat jelas. Begitu
menantang dan sempurna.

Kabut air hangat, sama sekali tidak menghalangi pandanganku untuk dapat menikmati kemolekan
tubuh telanjang putriku yang masih tertutup busa sabun. Bahkan, jika Febby berkenan, ingin rasanya
aku keluarkan handphoneku, lalu kurekam semua aktifitas mandinya.

Lelehan air shower, turun begitu deras. Mengalir bebas dari kepala, wajah, leher hingga payudaranya
yang bulat. Merayap turun dari putingnya yang berwarna merah terang, ke perut, vagina, hingga paha
dan betisnya yang terbuka lebar. Klitorisnya menyembul, menyeruak diatara cepitan bibir vaginanya,
yang seolah untuk menyapa diriku untuk terus menatap kearahnya.

“Ayah… Muka aku disini…Diatas sini, Yah…” Goda Febby sambil melambai-lambaikan tangannya ke
wajahku. “Bukan disini…” Tunjuk putriku ke area selangkangannya,

“Eh.. Maap…” Ucapku sekilas ke wajah segar putriku. Namun, kembali menatap payudara dan
vaginanya.

“Ayah…?” Panggil Febby lagi yang seolah tahu, jika aku begitu tertarik untuk mengamati kedua asset
tubuhnya
”Ehh.. Iya…”
“Hihihi.. Demen banget Yah? Liat tetek ama memek aku…?” Goda Feby, “Pengen yaaa…?”
Sambungnya lagi sambil meremas kedua payudaranya dan menyodorkannya padaku.

”Ehhh.. Sayang… Ayah… Ayah tadi beliin kamu… Baju…” Ucapku gagap sambil berusaha mengalihkan
pembicaraan. Sial. Kenapa aku bisa segagap ini sih?

“Serius…? Beneran Ayah beliin aku baju..?” Ucap Febby girang dari balik kaca sambil membilas
vaginanya. Menyemprot celah kewanitaannya yang licin akan busa sabun.

“Iya Sayang… Sebentar, Ayah ambil dulu ya…” Ucapku sambil beranjak keruang tengah dan
mengambil kantong belanjaku tadi, “Ayah taruh baju-bajunya di sini yaa…” Jawabku begitu masuk
kedalam kamar, Langsung meletakkan tas belanja di atas kasur.
“Hihihi… Makasih ya Ayahku, Sayang…”

“Iya Sayang…” Jawabku singkat, lagi-lagi dengan tatapan kearah vagina putriku

“Ayah…?” Tanya Febby tiba-tiba. Ia mematikan shower dan menatap kearahku. “Apa ada yang salah
ama tetek dan memek aku…?”
“Ehh…?”
“Abisan daritadi Ayah ngobrol, matanya kearah sini mulu?”
“Eh iya Maap… Maksud Ayah, kalo udah selesai mandi. Gantian ya. Ayah juga mau mandi."
“Hmmm. Diluar, bukannya ada kamar mandi lagi ya Yah?”
“Ngg.. Betul juga. Kenapa Ayah bisa sepikun ini ya…?”
“Hihihi.. Tapi, gapapa kok Yah. Kalo emang Ayah pengen mandi bareng aku, sini yuk. Gabung aja..”

“Hmmmm. Mungkin lain waktu aja…”


GOBLOK ucap otak mesumku.
SOK BANGET SIH PAKE NOLAK SEGALA. GOBLOK.

“Ayolah… “
“Ayah pengen sih. Cuman mungkin Ayah khawatir kalo ayah masuk, nanti kamu berpikiran yang
aneh-aneh tentang Ayah…”
“Ayolah… Aku tahu kok… Ayah orang baik. Jadi ga akan ada yang terjadi semisal kita mandi bareng.
Sini Yah… Masuk sini…”

“Beneran Sayang. Lain kali aja ya… Ayah udah laper banget nih. Mau makan dulu..” Dengan terpaksa,
dan ego yang sama sekali tak bisa aku hilangkan, aku memutuskan untuk meninggalkan kesempatan
emasku itu.

“Hihihi…Yakin nih… Kasian tuh kontolnya Yah… Udah bengkak dan. Eh. Hmmm. Sepertinyaaa, Ayah
barusan ngompol ya? Kok di celana dalem Ayah ada bercak basah-basahnya gitu.…” Canda Febby yang
lagi-lagi menggoda batang selangkanganku yang terlihat ereksi olehnya. “Atau jangan-jangan. Ayah
abis coli yaaaa….? Hihihi.”

ANJIIMM. Ternyata, spermaku barusan merembes di kain celana dalamku. Dan herannya, kenapa
Febby bisa tahu detail kecil seperti ini.

“Iya tuuuuhh. Ayah ABIS COLI yaaa? Hayoooo. Ngebayangin siapa tuuh? Hihihi…”

Tak kuhiraukan ucapan Febby. Aku langsung keluar kamar.


Aku tak pernah mengira jika Febby bisa jadi wanita yang begitu menggairahkan. Wanita penggoda
yang sulit sekali aku tolak. Dan jujur, menonton aksinya mandi, benar-benar membuatku ingin
masturbasi lagi.

"Sialan, aku tidak bisa digoda seperti ini terus. Jika dibiarkan, aku khawatir tak sanggup
mengendalikan hawa nafsu yang berseliweran di kepalaku. Lama-lama, aku bisa meniduri dan
menghamili putri kandungku sendiri.

Aku harus mencari cara. Gimana solusi terbaik untuk mengatasi godaan-godaannya. .”

***

Langit perlahan merubah warna dirinya. Dari yang semula biru terang, menjadi biru gelap. Dan
akhirnya berubah kembali menjadi jingga. Udara pun yang semula panas, perlahan mulai dingin.
Meniup sisa-sisa kepenatan hari bersama angin hangat dari balkon apartemenku.

Kuhirup jatah kopi dan rokok senjaku. Sembari menatap hiruk pikuk jalanan yang ada dibawah sana.
Sibuk. Ramai dan serba terburu-buru. Terkadang, ketika melihat para pekerja yang diburu waktu, aku
merasa begitu bersyukur. Bisa punya penghasilan yang berlimpah, tanpa harus berjibaku dalam
keringat dan keruwetan lalu lintas.

Beberapa menit kemudian, Febby menyusulku ke balkon. Berdiri santai di pintu balkon apartemen
sambil mengunyah cemilan pagi yang masih sisa. Dengan mengenakan tshirt putih bergambar
Doraemnon dan celana dalam katun putih. Membuat tubuh semampainya terlihat begitu panjang dan
seksi.
“Ayah Makasih ya udah beliin aku baju-baju ini. Aku pikir, aku bakalan tinggal bareng Ayah disini
tanpa baju ganti sama sekali.”
“Ya enggak mungkin lah. Walau kamu bisa aja terus-terusan pake baju Ayah, tapi paling tidak, ada
baju seukuranmu buat ganti”

“Padahal, semisal aku ga dibeliin baju ganti pun, ga kenapa-kenapa sih Yah. Itung-itung, aku bisa jadi
anak berbakti yang support hobby orangtua..” Jelas Febby sambil tersenyum.
“Support hobby orangtua?” Tanyaku heran.

”Iya. Secara Ayah khan suka ngeliat cewek-cewek telanjang. Yaudah, buat balas jasa ijin tinggal disini,
aku relakan aja tubuhku telanjang. Demi Ayah….”

UHUK UHUK.
Kopiku menyembur secara spontan. Keluar dari mulut dan hidungku. Uh. Perih sekali rasanya

“Bajunya Pas? Atau kegedean Sayang?” Tanyaku langsung mengalihkan pembicaraan.


“Pas banget Yah, hanya saja. Kok… Di tas belanjaan barusan. Hhhmmm… Ga ada beha sama sekali
ya..?” Tanya Febby yang kemudian, berjalan kedepan kursiku. Bersandar dengan pantatnya di railing
balkon dan sedikit membungkukkan tubuhnya kearahku.
“Itu, Ayah emang beneran lupa beliin aku beha? Atau emang sengaja buat biarin tetek aku ga dikasih
penutup apa-apa?” Tanya Febby seolah mau memamerkan kedua putting payudaranya yang
menyembul, tepat di tengah-tengah gambar bola mata kucing robot itu.

“Oh itu.. Hmmm. Ntar… Hmmm. Kita beli bareng aja yak. Ayah takut salah ukuran.” Ucapku gagap,
karena menatap kemulusan wajah, leher, dan celah payudaranya yang berjarak sekitar 50cm dariku.
“Padahal, Ayah khan udah sering ngelihat, tapi tetep gatau juga ya..?”
“Yeeee.. Emangnya Ayah bisa tahu hanya dari ngelihat aja? Ayah khan bukan pedagang beha Sayang.
Jadi ya wajar kalo Ayah ga tau ukuran beha-mu berapa.”

“Hmmm. Jadi? Ayah pengen yang lebih dari sekedar ngelihat?” Goda Febby lagi-lagi membungkukkan
badannya, sedikit memamerkan goyangan payudaranya melalui leher kaos Doraemon-nya. “Emang,
Ayah pengen megang?”
“Bukan-bukan… Maksud Ayah… Ayah bener-bener buta kalo ditanya mengenai ukuran payudara..”

“Hmmm. Kalo beha Mama, ukurannya berapa ya, Yah? Masih ingat ngga?” Tanya Febby iseng
“36B kalo ga salah..” Jawabku spontan. Seperti diluar kepala.
“Lalu, kalo dibandingin ama tetek Mama. Kira-kira, tetek aku, gimana Yah? Sama aja? Lebih gedhe?
Atau lebih kecil?”

BAH. Pertanyaan macam apa pula ini? Membuat batang penisku perlahan mulai merespon
kalimat-kalimat mesum putriku.

“Hmm. Abis gini kita ke Mall yuk.” Ajakku mengalihkan topik.


“Ke Mall? Ngapain?”
“Laah. Tadi katanya mau beli beha…”
“Bener nih Yah? Sekalian beli kosmetik boleh Yah? Alat-alat makeup aku ketinggalan semua dirumah
Mama nih. Ama kalo boleh beli bando ama kunciran ya Yah. Trus aku juga minta sendal ya Yah, buat
aku keluar rumah. Kalo pake sepatu kayanya ga nyaman banget..”
“Iyeeee...” Jawabku mulai sewot dengan berbagai permintaannya ,”Udah sana buruan ganti baju.”

“Hihihi. Oke deh Ayah ganteng.” Tawa Febby sambil mengecup keningku. Lalu beranjak masuk
kedalam.

“Eh iya. ” Ucap Febby yang tiba-tiba berhenti dan berbalik kearahku. “BTW Yah…”
“Apalagi….?” Sewotku ketus.
“Tadi pagi. Aku kok merasa ada yang aneh ya..?”
“Aneh..?”
“Iya. Aku merasa, seperti ada kerak-kerak putih yang menempel di tetek, perut, dan memek aku.”

KAMPREET. Dia sadar. Panikku buru-buru menenangkan diri.

“Kerak putih? Son go kong…?”


“Itumah kera sakti kali Yaaahh. Beneran. Tadi pagi aku ngerasa ada banyak kerak putih di badan ama
di selimut aku Yah.” Ucap Febby memberi penjelasan, “Ayah? Ayah ga melakukan hal yang aneh-aneh
terhadap diriku khan?”
“Aneh-aneh seperti apa ya Sayang…?”

“Hmmmm. Entahlah. Mungkin seperti…. Apa yang Alex lakukan padaku. Ngocokin kontolnya trus
ngecritin semua pejuhnya di tubuhku ketika aku tertidur lelap…?”

ANJIM. BUSTEEDDDD..

Anda mungkin juga menyukai