Suatu hari.....
Bibik : (melihat depan pintu-ketakutan) “Siapa?”teriaknya
Lara :”Maaf nek, permisi, mau tanya.”
Bibik :”Apa? Mau tanya apa?” (dengan ketus)
Lara : “Boleh, saya masuk nek?”
Bibik :”Nggak boleh!” (menutup pintu)
***
Ayah :”Kamu! Kamu, pasti bisa! Kamu pasti kuat! Bertahanlah demi anak kita!”
Bunda : (senyum kecil) “Kalaupun aku nanti mati, tolong yah, jaga anak kita, didik ia sesuai
Yang kita rencanakan dulu. Anggaplah ia itu aku. Aku percaya ayah bisa menjaganya
Untuk aku, dan ayah tak kan melukainya karna ia itu aku.”
Ayah :”Tidak! Apa yang kamu bicarakan?” (khawatir)
Bunda :” Tolong berjanjilah, dan satu hal lagi, aku ingin nama anak kita, Kitara.”
Ayah : (mengangguk-sedih)
“Bund, bunda, Bunda! (memegang urat nadi di tangan kanannya-memencet bel)
Dokter : (masuk terburu-buru) “Kenapa? Kenapa anda memencet tombol darurat?
(memeriksa bunda)
Ayah :”Tadi, istri saya berbuncang bincang dengan saya, namun tak lama, ia diam. Tapi ke-
Tika saya memegang urat nadinya, masih berdetak dok.”
Dokter :” Maaf pak. Istri anda mengalami koma. Jangan panik pak, tetap berdoa saja. Kami
Pihak rumah sakit,juga sedang berusaha mencari tambahan darah untuk istri anda.”
***
Lara :” Jadi, saat itu nenek itu apanya keluarga itu? Kenapa nenek tau?”
Bibik :”Saat itu, saya cuman pembantu rumah tangga, saya ikut proses melahirkan anak
Mereka, makanya saya tau.”
Lara :” Terus gimana nek kok bisa semua keluarga habis?”
Bibik :” Setelah itu,kira’ satu jam kemudian setelah dokter memvonis kalau nyonya koma,
Dan sudah satu jam bapak ketiduran menjaga bunda.....
***
Suster :” Dok, darah yang kita butuhkan untuk pasien kamar nomer 297 sudah ada. Cepat
Dok, saya sudah membawa darahnya di kamar itu.”
Dokter :” Pak, pak, bangun pak! Darah yang kita butuhkan untuk istri anda, sudah ada.”
(sambil memeriksa) (menggelengkan kepala)
---
Ayah :”Apa? Tidak Mungkin! Dokter, tolong istri saya. Bagaimana nasib anak saya nanti
Tanpa seorang ibu dok. Dokter! Tolong saya!”
Dokter :” Maaf pak, maaf. Tapi kami sudah berusaha sebaik mungkin. Semua orang punya
Cara untuk kembali ke asalnya, dan itu pasti terjadi ke setiap orang.”
***
Bibik :”16 Tahun kemudian....”
---
Kitara :”Apa? Jadi ternyata bunda sudah meninggal yah? Jadi slama ini, siapa yang Kitara
Ajak curhat dan telpon .. Ayah.. Jadi ayah slama ini bohong sama Kitara? Bahkan
Ayah sengaja membuat dvd ini untuk pembelaan atau semacamnya?”
Ayah :”Maafkan ayah Kitara. Ayah sama sekali ngga ada niat buat bohongin kamu. Kamu
Harus percaya itu. DVD itu pun tak sengaja dibuat.”
Kitara :” Apa maksud ayah?”
Ayah :”Dulu, saat bundamu melahirkanmu, ayah sempat memasang handycam, untuk
Kenang-kenangan anak pertama, tapi ternyata, bukan hanya kelahiranmu yang
Terekam, kematian bundamupun terekam. Maafkan ayah Kitara.”
Kitara : “Ayah, sekarang keluar dari kamar aku! Sekarang yah!”
“Kenapa Tuhan harus bunda? Kenapa?”
(membuka album foto)
Tante Kienan :”Kitara..Kitara. Kamu kenapa nak?”
(langsung masuk ke kamar Kitara)
Kitara :”Tante.. Sekarang Kitara mau tanya, apa tante tau, siapa yang berpura-pura men-
Jadi bunda di telepon?”
Tante Kienan :”Mmm.. Gini, jadi sebenarnya...”
Kitara :”Itu tante kan? Tante kan punya bisnis di Jepang. Itu tante kan?”
Tante Kienan :” Tante minta maaf ya Kitara. Tante sayang sama kamu. Sama ayah kamu juga.”
Kitara :” Terus sekarang tante ngapain masih disini? Masih ngga puas sudah ngebohongin
Kitara? Dengan berpura-pura jadi bunda Kitara.Tante keluar dari kamar Kitara.”
Tante Kienan : (keluar kamar)
Kitara : (stres)
Ayah : (masuk )
“Tolong ayah, Kitara. Ayah juga tertekan dengan semua ini.”
Kitara :”Terserah ayah sekarang ayah mau ngapain, aku mending di sini liat foto bunda
Yang sebenarnya.”
Ayah :”Sebenarnya, ada lagi yang ayah mau bicarakan.
Mungkin ini bukan waktu yang pas untuk kita bicarakan hal ini. Tapi ini ga adil
Buat kamu,juga buat Tante Kienan. “
Kitara :”Apa lagi kebohongan yang ayah lakukan buat aku?”
Ayah :”Sebenarnya, ayah, Tante Kienan. Kami sudah bertunangan sewaktu di Jepang. 6
bulan
Lalu. Dan sekarang kami berniat untuk menikah.”
Kitara :”Apa? Ayah sudah bertunangan? Ayah tega. Ayah mampu bertunangan, tapi masih
Membohongi aku tentang bunda?”
Ayah :”Maafkan ayah Kitara, ayah sama sekali ga ada niat, ayah cuman berpikir, bahwa hi-
Dup itu terus berjalan.Dan ketika ayah bertemu sama Tante Kienan,ayah jatuh
cinta”
Kitara, tanggal pernikahan ayah sama Tante Kienan sudah ada. Ayah harap, kamu
da-
Pat merestui hubungan kami.”
Kitara :”Apa? Ayah denger sekarang, terserah apa yang ayah mau lakukan sekarang. Toh,
Ayah sudah ga butuh pendapat Kitara lagi.”
***
Bibik :” Waktu itu, Ayah Kitara benar-benar keterlaluan, ia sudah melanggar janjinya ke-
Pada bunda Kitara, untuk tak membuatnya menangis.”
Lara :”Kasian ya nek, Kitara. Ia pasti tertekan, belum lagi ejekan dari temannya. Pasti
Bunda Kitara juga marah kepada Ayah Kitara.”
Bibik :”Sebenarnya, saya itu dulu pernah di beri pengelihatan oleh Bundanya Kitara.
Waktu itu, ketika Kitara menangis di kamar, bundanya datang kepada saya, dan
Ia bersumpah, bahwa tidak akan memberi sedikit kebahagiaanpun kepada mereka
Yang sudah membuat Kitara terluka.”
Lara :”Jadi, maksud nenek, Bundanya Kitara ngga tenang gitu?”
Bibik : (mengangguk) “ Kembali ke cerita awal, setelah itu, Ayah Kitara melakukan perni-
Kahan itu. Tanpa restu dari Kitara. Kitara terus menangis, kemana pun ia pergi, ia
Selalu membawa foto bundanya. Tapi, ternyata....”
Mama Kienan :”Kitara, turun yuuk, kita sarapan bareng-bareng. Ini mama sudah buatkan sandwich
Kesukaan kamu. Turun nak.”
Citra :”Terusin aja, manjain anak itu.”
Kitara :”Iya. Aku turun sekarang.”
Ayah :”Wah, Citra, Kitara, Mama. Senang sekali ayah punya keluarga yang seperti ini.”
Kitara :”Semuanya, Kitara pergi dulu.”(cepat-cepat keluar)
Ayah :”Kitara, kenapa ngga di antar sopir saja?”teriaknya
Kitara :”Kitara, biasa jalan kaki.”
Mama Kienan :”Mungkin, dia belum bisa menerima semua ini, yah.”
Citra :”Salah pa, dia itu bukannya belum bisa terima. Dia uda besar kali. Dia aja yang man-
Ja, dan selalu childish.”
Mama Kienan :”Citra! Apa-apaan sih? Maklum kalau dia belum bisa terima kita, apalagi dengan se-
Mua kebohongan ini.”
Citra :”Ma, dia uda gede kali. Bukan anak kecil lagi, yang susah menerima kenyataan. Iya
Kan pa? “
Ayah :”Iya, emang Kitara yang keterlaluan. Hidup ini kan realistis, terus berjalan. Papa ha-
Rus tegur Kitara.”
Citra : (tersenyum kecil)
Mama Kienan : (melihat ke Citra) “ Udah pa, biar mama yang bilang ke Kitara.”
Citra :”Udahlah ma, biar papa aja. Mama dari dulu kan ga pernah teges.”
Mama Kienan :”Cukup! Sekarang, kamu brangkat sekolah aja.”
Ayah :”Ya udah, udah. Masalah gini aja kok di buat ribut. Sekarang, papa mau brangkat ke
kantor, sekalian mau antar Citra ke sekolah.”
Mama Kienan :”Ya uda, ati-ati ya pa.”
“Sekarang, mau masak dulu, biar anak-anak pulang, semuanya sudah siap.”
***
Bibik : “Entah apa, yang dilakukan oleh non Citra saat itu. Tapi, sepertinya ia bermaksud
Menghasut keluarga itu, terutama non Kitara dan Ayahnya.”
Lara :”Emang, Citra itu siapa nek?”
Bibik :”Citra itu, anak angkat dari Nyonya Jelita.”
Lara :”Cuman anak angkat, tapi berani ya berbuat kaya gitu.”
Bibik :”Sepertinya ia ingin sesuatu yang berharga dari keluarga ini.”
***
Bibik :”Saat itu, keluarga mereka baik-baik saja, bahkan hubungan non Kitara dan Nyonya
Jelita saat itu semakin membaik.”
Lara :”Terus nek.. Terus...??”
Bibik :”Ternyata, semua itu bermula dari non Citra..
Non Citra tetap berusaha mengambil hati Ayahnya non Kitara..”
***
Citra :”Papa, papa sudah makan belum di kantor? Apa belum? Makan bareng Citra yuuk
Pa, di cafe deket kantor papa aja sekarang. Oke, aku brangkat sekarang ya.”
Kitara :”Pa, papa sibuk ngga hari ini? Bisa ngga temenin Kitara cari buku? Ooo gitu, ya uda
Deh, kalo emang gitu.”
Citra :”Tu kan, bokap lo aja, lebih milih gw di banding loe.”
Kitara : (meninggalkan Citra)
---
Ayah :” Kitara! Kitara!”
Kitara :”Ayah, sudah pulang? Ayah kenapa?”
Ayah :”Kamu itu yang kenapa? Kenapa kamu marahin Citra? Sampai mukul segala.”
Kitara :”Apa?”
Citra :”Iya pa, tadi Citra di pukul pakai buku yang sudah lama dan lecek pa. Ini, sampai
Memar, bukunya kan tebel pa..”
Ayah :”Tu kan, lihat apa akibat dari perbuatanmu. Ayah tau, kamu mau cari buku, tapi
Ayah keburu janji sama Citra. Kamu ngga perlu berbuat sperti itu.”
Kitara :”Tapi yah, Kitara ngga berbuat apa-apa.”
Ayah :”Ayah lebih suka lihat apa yang ayah lihat.”
“Ayo Citra, papa bawa ke rumah sakit.”
Citra :”O ngga usah pa, papa pasti capek.. Udah, papa kasih aja aku uangnya, ntar Citra
sendiri yang ke rumah sakit.”
Ayah : (meninggalkan Kitara dan Citra dan memberi uang ke Citra)
Citra : (senyum) “Makasih Kitara.”
Kitara :” Apa-apaan ini?”
“Bunda, hari ini aku difinah sama sodara tiri baruku. Apa maksudnya, bunda?”
Mama Kienan :”Tuhan, sebenarnya apa salah Kitara, sehingga ia di lahirkan untuk selalu bersedih.”
( mengintip )
Kitara :”Mama, sudah ma, ngga papa, mungkin Citra lagi butuh uang itu.”
Mama Kienan :”Ngga, mama harus bilang sama ayahmu itu.”
***
Lara :”oo gitu to nek, jadi maksud kejahatan Citra waktu itu, cuman untuk uangnya Ayah
Ara aja? Jahat banget.”
Bibik :”Iya emang gitu, dia terus melakukan berbagai cara untuk melukai non Ara. Sampai
suatu saat...”
***
Citra :” Papa, ini Citra bawain sandwich buat papa. Di makan ya pa, kan nanti papa ada
Meeting?”
Ayah :”Iya Citra, makasih ya. Kamu memang anak baik.Ngga tau apa yang terjadi sama Ara.
Sampai-sampai dia jadi orang yang jahat.”
Citra :”Iya udalah pa, biarin aja. O iya pa, Citra lagi butuh uang ni pa, buat beli buku, bayar
SPP sama beli perlengkapan lainnya pa. Minta ya pa...”
Ayah :”Iya, emang kamu minta berapa?”
Citra :”500 ribu aja pa.”
Ayah :”Iya uda, ini papa kasih 700 ribu aja, mungkin kamu pingin beli apa, gitu.”
Citra :”Makasih ya pa.”
Ayah :”Iya.. Papa berangkat dulu ya...”
Citra :”Ya. Hati-hati di jalan, ya pa..”
“Akhirnya, aku dapet uang jajan lagi. Mmm, sama yang kemaren jadinya duajuta li-
Ma ratus.” (tertawa)
Ayah : (masuk) “Apa?”
Citra :”Mmm, apa pa yang ketinggalan?”
Ayah :”Tadi kamu bilang apa?”
Citra :”Enggak, ngga tuh. Emang Citra bilang apa?”
Ayah :”Kurang ajar! Jadi slama ini, kamu bohongin papa buat uang papa?”
Citra :”Apa si pa? Aku ngga tau apa-apa.”
Ayah :”Masih mau ngelak? Papa sudah tau semuanya.”
Citra :”Mmmm..”
Ayah :”Jadi benar kata mama mu. Ara ngga salah. Kamu itu yang salah. Sudah fitnah Ara.
Jadikan Ara yang selalu salah.”
“Ara! Ara!”
Kitara :”Iya yah? Ada apa lagi?”
Ayah :”Citra! Kamu minta maaf sekarang sama Ara!”
Kitara :”Loh, ada apa yah? Kok..”
Citra : (memegang tangan Ara) “Kitara, aku minta ,maaf ya, buat slama ini. Karna aku su-
dah jahat sama kamu.”
Kitara :”Iya, sudah aku maafin kok Cit. Sekarang kamu mending minta maaf sama ayah aja.”
Citra :”Makasi ya Ara, makasih. Papa, aku minta maaf sudah bohongin Papa. Maaf ya pa.”
Ayah :”Iya uda nggapapa. Jangan diulangi lagi. Papa paling ngga suka, kalo anak papa pin-
ter bohong.”
Citra :”Makasih pa, makasih. Sebagai gantinya, Citra akan masak buat makan malam. Se-
muanya tunggu di ruang keluarga aja.”