Anda di halaman 1dari 12

Awal yang Berakhir

―Yang tak tampak, bukan berarti tiada adanya. Masam pada buah. Manis pada gula.
Di mana lagi tempatnya bila bukan pada rasa. Aku ada karena kamu. Sebab itu kamu adalah
aku. Kita adalah susunan takdir yang tak bisa tidak diinginkan, yang terwujud bukan karna
harapan. Selamat menemukan kamu pada diriku.‖ Halaman pertama kata-kata Mulan pada
diary nya.

Dia mewujudkan keinginanya untuk berbaring diiringi dengan tangisan nyaring. Cita-
cita yang tak masuk logika. Yaitu masuk rumah sakit katanya tanpaku tahu alasanya. Kita
tahu saat ini dia telah bahagia.

"Bangunlaah!‖ seseorang terisak. Membelai wajah penuh kemenangan.

―Belum puaskah?‖

―Ayolah! Sudah terwujud kan?" suaranya serak hampir putus asa. Karena tidak ada
balasan. Seperti 3 hari sebelumnya.

Seseorang itu tahu di pembaringanya Mulan tersenyum penuh kemenangan sedang


menikmati kebahagiaan. Seperti yang dia bayangkan di buku diary yang tergeletak disamping
kanan ranjang tempat dia ditemukan tergeletak tak berdaya. Entah dia menuliskan kisahnya
sendiri atau masa depan yang dia inginkan. Tapi anehnya apa yang dia tuliskan disana terjadi
dimasa depan semua orang.



Mulan memang sedikit aneh, entah karena dia selalu sendiri atau sering tersakiti. Aku
tahu Mulan. Aku pernah menyakitinya juga namun ia memaafkanku dan memberikan
kesempatan sekali lagi. Atau mungkin dia tidak terlalu memedulikanya atau kah berpasrah
hingga aku mendapat karma, yangku tahu tak diinginkanya.

Aku tidak membenci dia. Tidak pernah. Mulan mengajari ku sesuatu dari hidupnya.
Yaitu belajar dari segala sesuatu. Aku sangat iba padanya. Dia tak berdaya namun dia
bahagia. Ku tau saat ku berbincang ketika ia sakit itu adalah cara mempersatukan semuanya.
Dia juga bercita-cita ingin meninggal dengan banyak orang yang mengantar dan mendoakan
ia di tempat peristirahatan terakhirnya.

Aku waktu itu tak begitu paham artinya. Namun sekarang aku paham, ―Bangunlah,
sayang. Beri kami kesempatan‖
NURI

23 Tahun Sebelum membaca diary itu, Nuri adalah seorang wanita yang bisa di bilang
cantik berpenampilan menarik juga nyentrik. Memiliki mata yang memancarkan cahaya,
memikat setiap pasang mata yang melihatnya. Baik itu pria ataupun wanita. Rambut yang di
ikat dua dengan poni di atas alis menjadi trend masa itu. Ya bisa dibilang modis namun tetap
agamis. Sebab, ayah Nuri adalah guru ngaji.

Tak dipungkiri, banyak laki-laki yang datang memiliki niatan untuk menjalin
hubungan yang lebih serius. Namun, tak aa satu pun di antara mereka, yang memikat hati
Nuri.

Nuri memang dibesarkan bak seorang putri, sebab ia putri semata wayang yang pasti
dibesarkan penuh kasih sayang. Namun dia memiliki watak pekerja keras. Dia buktikan
dengan bekerja diluar kota ikut pamannya yang membuka usaha disana.

♡♡♡

Sabtu itu mendung, seperti wajah yang murung. Ia enggan untuk pulang kampung,
sebab disana sudah pasti dia mendapati laki-laki yang mengingkan balasan cintanya
menunggu kepulanganya. Ya dia sahabat Nuri. Dia besar dan tumbuh bersama, namun dia
tumbuh bersama citanya juga. Tidak seperti Nuri yang menganggap dia sebagai kakaknya.

Walau hati sedang gundah gulana ia melanjutkan tugasnya, membantu saudaranya


bekerja. Dia bekerja di konveksi baju koko pria, ia bergegas ikut mengangkat barang ke
mobil pik up pikiranya fokus ke luar melihat mobil yang sudah dinyalakan tanpa melihat pria
di depanya sedang menghitung dan memasukan barang ke karung. Tiba-tiba ia terjatuh
bersama karung yang sudah dihitung. Lelaki itu mukanya merah padam, nafas penuh rasa
kekesalah dan ingin menumpahkan segalanya, ia berniat melototi Nuri dengan tatapan
tajam. Namun ketika melihat Nuri tersungkur dengan tumpukan baju membuat ia iba.

Ketika mata nya bertemu dengan mata Nuri ia lupa dengan amarah dan kata-kata yang
ingin ia ucapkan. Ia seperti melihat wanita pertama kali. Tidak berkedip, juga tidak
menolong wanita yang kesakitan akibat tertumpuk pakaian. Awal kehancuran untuk hidup
banyak orang dan pencari keberkahan untuk yang lain, setelahnya.
Untuk Mamah

Setelah beberpa hari Mulan ditemukan terbaring tidak berdaya. Ditemuukan diary
disamping ranjang. Nuri genggam erat-erat. Dibuka bukunya perlahan, dibacanya dalam
diam. Dia banyak mengrenyitkan dahi beberapa kali—belum memahami. Disisi kewarasan,
hatinya bertanya-tanya mengapa orang yang berada dibuku yang dia baca serasa tak asing
baginya.
Kelebat bayangan datang menghantam seperti hujan tanpa bisa dihentikan, rasanya
ada sesuatu yang mencekik—pahit.
―Sialan.‖ umpatnya lalu tertawa terbahak- bahak tanpa bisa dihentikan, permata
berjatuhan di sudut mata.
―Biarlah begini dulu, bila dia bangun dia pasti menghardikku lagi, dia tidak akan
membiarkan permata ini jatuh.‖ dia usap air mata oleh tangan nya yang semakin keriput.

Tangan yang pernah menggengam harapan, tangan yang pernah membawa seseorang
dalam kegelapan tangan yang pernah membelai penuh kasih sayang. Tangan yang dulunya
pernah di genggam seseorang yang menguatkan. Ia buka halaman yang diberi tanda untuk
mamah.



Mah, dimana Ayah

Ibuku pernah tertidur pulas, sampai 2 hari mungkin sebab sudah dua kali gelap
panjang dan 2 kali terang. Waktu itu, umurku 4 tahun kurang, jadi masih tidak mengerti
dengan hitung hitungan tentang matahari, duduk dipinggir ibu yang diletakan diruang tamu,
tidak berkedip.

Baju yang ku kenakan saat itu adalah over all warna biru dongker. Warna kesukaan
ibu, setiap kali aku memakai baju itu ibu memujiku. Aku selalu tersipu malu. Namun kali ini
ibu tidak berkata-kata karena mulutnya masih ternganga.

Aku bingung ibuku yang tidur menjadi tontonan nenek yuyut, paman, nenek dari
ibuku, dan kakek. tetapi aku tidak menemukan sosok yang ku cintai. Tidak ada ayah disana.
Kemanakah ia? Aku paling tidak bisa tanpa ayah, ibu bangunlah. Ayah dimana?!
~
Setelah 3 hari tertidur pulas ibu ku tiba-tiba membuka mata, dia melihatku, tersenyum
padaku. Aku balas senyumanya aku ingin menanyakan ayah dimana. Namun ku urungkan
karena dia tiba-tiba menunjuk kedepan, kami sontak melihatnya serentak.

"Siapakah engkau wahai paman berjangkut lebat?" lirihnya masih tak bertenaga.
Menunjuk pamanku.

Lalu menujuk nenek ku, "Siapa kah engkau wahai nenek bongkok?"

"Siapakah engkau bibi gendut.‖ menanyakan pada nenek ku.

"Siapakah engkau paman yang terlihat ringkih?" menujuk kakek ku.

Aku tidak bisa berkata-kata lagi. Kami tercengang ibu ku kehilangan ingatan.

Ibuku yang sekarang berbeda sangat malas, sampai-sampai tidurnya sangat lama.
Berbeda sekali dengan kemarin saat kami dirumah mamahnya Ayah. Mungkin karena
lamanya dia tertidur hingga lupa pada keluarganya sendiri. Aku kesal saat itu ibuku tak
mengenali seseorang diantara mereka. Apa ibu sedang tebak-tebakn yaa.

Kalo begitu ibu mari tebak-tebakan dengan ku. Ayah yang mana. Karena aku akan
menang bu. Ayah tidak ada disana. Jadi ibu akan menjawab salah. Yesss....

Setelah ibu bangun. Dia menjadi berbeda kenapa yaa? Dan lagi aku tidak menemukan
ayah. Ayah dimana.

Aku capek mencari ayah. Dia tak ku temukan dimana-mana. Aku marah-marah,
karena aku tidak menemukanya petak umpet kali ini licik sekali. Ayah pergi lagi.

~
Sampai aku sering di jaili pamanku. Katanya ada ayah lalu aku pergi berlali menuju
terlas menunggunya. Tapi tak kunjung tiba. Ayah pulang lah. Aku sudah meneriakan mu di
panci tempat minum kata paman suaraku bisa di dengar ayah disana.

―Ayah kamu dimana?!‖

Hari ini aku mau sekolah sd. Ayah sudah dibacakah surat yang ku tulis bersama
nenek. Tulisan pertama ku sebelum masuk SD aku di ajari hurup A sampai Z. aku
mengambil salah satu huruf disana dan memindahkanya di kertas satu lembar, katanya ayah
bisa mendengarnya.

Aku akhirnya sekolah. Dan aku menemukan ayah pulang. Saat pulang aku dipeluknya
erat sekali, sampai sesak. Dia kehujanan mungkin atau kecapean seperti saat aku mencari-
carinya karena lelah mataku seperti hujan pipiku basah banyak airnya. Ya mungkin ayah
lelah aku tau itu yaa seperti aku.

Ayah pergi lagi. Aku tidak mengerti apapun yang dia ucapkan. Perkataan orang
dewasa memang menyeramkan.

Saat aku belajar membaca, aku suka membaca apa saja. Bahkan tulisan yang kakek
rahasiakan aku diam-diam membaca tanpa sepengetahuanya. Katanya kalo sudah besar nanti
aku baru bisa membacanya. Aku tidak bisa menunggu terlalu lama, aku sangat ingin tahu.
Hingga surat itu ku bawa ketempat rahasia ku atau pelarianku saat aku ingin pergi atau saat
aku ingin bersembunyi.

Saat aku tiba disana Surat itu ku buka, aku tidak mengerti sepenuhnya dia
seperti berkata pada kakek ku, berkata pada ibuku. Dan terakhir dia berkata pada ku.
Katanya aku harus sabar, tawakal dll. Kata-kata yang tak ku mengerti sama sekali. Tapi aku
tau ayah mengingkan itu dari ku. Baik laah yaah. Aku cari tau dan kalo ketemu lagi nanti aku
akan berikan untuk mu yah.
Mah, Ayah Cari Bahagia Katanya

Mah, mamah sudah sembuh ya. Mamah sering tertawa sekarang. Katanya mamah
sakit. Mamah sakit apa? Bukanya orang sakit itu tidak ingin minum obat, seperti aku. Karena
setiap kali aku dikatakan sakit oleh nenek, aku enggan minum obat. Didahiku juga ditempelin
kain, menurutku itu adalah tanda aku harus dikamar saja.

Mah, kepalaku sering tertusuk duri yang tidak pernah kulihat durinya seperti ketika
aku mainan bambu dan durinya masuk ke tanganku, namun ini lebih sakit lagi, ketika
memikirkan ayah, kok ayah tidak pernah pulang lagi ya, setiap bangun tidur pun sekarang
enggak ada yang menciumi pipiku atau menggodaku. aku sering kepikiran ayah, ayah
tidurnya dimana, ayah makanya gimana kan biasanya mamah yang memasakan untuk ayah.

Mamah masih ingat waktu matahari mau pulang kerumahnya, ia balapan sama ayah ,
karena waktu itu mamah sering bilang pulangnya cepetan. Itu mungkin biar ayah tidak kalah
dari matahari. Makanya setiap kali ayah sudah terlihat dikejauhan aku lambaikan tangan dan
memanggil namanya dengan girang, di bibir jendela hadiah dari mamah untuk ku, aku juga
ingin ayah tidak kalah.

Setelah sampai rumah, ayah diberi hadiah oleh mamah. Hadiahnya makanan terenak
sedunia. Ayah girang sekali mendapatkan mangkuk berupa lauk pauk. Sekarang ayah
bagaimana bisa senang, mamah tidak pernah lagi masak untuk kami. Kata orang mamah
sakit. Tapi kenapa mamah masi bisa berjalan bukanya orang sakit selalu tiduran.

Atau karena mamah disebut sakit karena mamah berjalanya mundur kebelakang
bukan kedepan. Padahal mamah keliatanya bahagia bahkan sering tertawa. Justru kataku ayah
yang sedang sakit, dia menangis terakhir kali bertemu denganku, seperti aku nangis ketika
panas sekujur tubuhku. Aku juga takut Ayah gitu.

Ayah kemana yah mah, kalo Ayah sakit gimana. Aku mau nanyain kakek, karena aku
pernah tanpa sengaja mendengar Ayah katanya mau cari bahagianya sendiri. Katanya dia
enggak menemukanya disini. Dia juga menyebutkan orang-orang penting. Mamah tau orang
penting itu dimana rumahnya biar ku cari bahagia sama dia. Setelah aku menemukan bahagia
aku akan menyimpanya, atau aku akan genggam erat biar gak bisa lepas dari aku. biar aku
bisa memberikan ayah bahagia se-banyak-banyaknya.
SUTA

Setelah mendengar kabar itu, aku pilu. Tanpa menunggu lama, aku berangkat kesana.
Dan mendapati rumah sakit di penuhi kerumuhan orang, sebagian tidak ku kenal. Aku merasa
gagal sebagai seorang ayah. Mungkin, menjadi orang terakhir yang mengetahuinya.

Aku melihat anakku tergeletak tak berdaya di ranjang sudut kamar rumah sakit,
dengan berbagai alat medis di tubuhnya. Tapi kenapa wajahnya terlihat bahagia, tidak
semestinya. Aku mendekatinya. Ingin menghujani dirinya dengan ciuman kasih sayang.
Seperti waktu subuh, mungkin dia pura-ura saja tertidur biar aku membangunkanya dengan
belaian kasih sayang.

Aku sudah tidak peduli manusia disekitarnya, walaupun sepintas kulihat mantan
istriku. Dia terlihat seperti biasanya. Aku mendekatinya. Berdiri disampingnya dan
menggengam tanganya, ―Mulan bangunlah, ayah sudah pulang. Kamu pura-pura tidur kan
nak, biar ayah membangunkan mu.‖

Aku tau, aku lelaki tapi aku tidak bisa menghentikan air mata ini. Aku tidak peduli
orang-orang memandangku dengan tatapan keji. Hatiku sangat sakit buah hatiku hanya bisa
tersenyum pilu dengan kedamaian diwajahnya.

Seseorang disampingku menepuk pundaku,―Dia sudah tiga hari seperti ini, tergeletak
tak berdaya. Dokter belum bisa mendiagnosa penyakitnya, tapi tanpa alat bantu ini ia tidak
bisa bernafas lagi.‖ deg hatiku rasanya membeku, paru-parupun tidak bekerja semestinya,
rasanya sesak, dan aku tersungkur terduduk, kakiku lemas rasanya tak ada pijakan.

Mulan adalah buah hatiku, semangatku, dia adalah diriku. Ada apa denganya gadis itu
selalu periang dan semangat, setiap kami berjumpa walau setahun sekali, ada apa ini, apa
yang terjadi padanya. Rasanya aku tidak bisa tanpa dia. apakah ini salahku, atau karena
keteledoranku. Oh tuhan, jangan hukum aku.

―Bangunlah nak, maafkan ayah, Ayah sudah pulang sudah cukup pura-pura tidurnya.
Siapapun tolong dia, bangunkan ia, kasih tau dia, aku sudah disampingnya. Oh dokter, tolong
kembalikan ia seperti dulu lagi. Aku tidak akan meninggalkan ia lagi.‖
Untuk Ayah

Aku terduduk, pikiranku kosong melompong. Orang lain silih berganti meninggalkan
ruang rawat, memang sudah tengah malam. Banyak orang yang izin pulang untuk beristirahat
namun tak ku hiraukan Tak peduli ucapan siapaun lagi yang datang menghampiri, aku tidak
bisa mendengar apa-apa aku hanya fokus ada alat medis mendengarkan detak jantung
anakku.

Tetapi aku tidak bisa menapikan kehadiran mantan istriku. Dia perlahan mendekatiku.
Aku semakin awas. Dia tidak menyapaku, aku tau itu tidak akan mungkin, dia hanya
menyodorkan diary dan berkata, ―Aku menemukan, barusan dikamarnya.‖

Setelah itu ia pergi lagi. Aku sedikit berharap dia berbicara padaku selain itu. misal
dia meminta maaf karena baru memberi tahu ku hari itu. Tapi itu tidak mungkin. Atau kalo
dia tidak langsung pergi aku akan bicara padanya dan menguatkan satu sama lain. Tapi itu
hanya dipikiranku saja.

Namun apakah yang dia berikan ini sebuah buku? Aku tau dia aneh. Tapi untuk saat
ini aku tidak berniat membaca buku pikiranku kalut. Namun aku liat judul dihalaman
tersebut. Untuk ayah.

Ayah, Aku tidak marah

Ayah, aku telah remaja sekarang, aku telah banyak mengerti tentang apa yang telah
terjadi. Seperti alasan mengapa ayah berpisah dengan mamah. Aku mengerti yah seorang
anak harus menuruti perintah ibunya . Termasuk aku, yang tinggal bersama ibuku.

Mungkin kau berharap aku bisa menjagamu kelak, saat kau menua, bersama Ibuku
yang baru. Jangan khawatir yah, Aku memang anakmu, tugasku menjagamu, mendoakanmu.
Walaupun sampai saat ini aku tidak bisa terima saat pak Ustad di desaku menyuruhku untuk
mendoakanmu setiap waktu dengan doa untuk kedua orang tua, yang artinya kira-kira begini,
―Ya Allah, semoga Engkau menjaga dan menyayangi Ayah dan Ibuku seperti mereka
menjaga dan menyayangiku sedari Aku kecil.” Aku tidak pernah mendoakanmu begitu,
karena aku tidak boleh berbohong pada tuhanku. Aku punya doa istimewa untukmu, untuk
kita. Doaku, ―semoga kita bisa berkumpul kembali, seperti dulu waktu aku kecil”
Aku harus ber akhlak baik, walaupun aku tak mau, walaupun jauh didalam diriku
menolak itu. Tapi ini bentuk kasih sayangku padamu, aku tidak boleh berbuat dosa sehingga
menyebabkan hisabmu semakin berat. Aku tidak menuduhmu berdosa tetapi menyakiti kami
itu berdosa kan, aku tidak bisa memperingan itu yah, karena tuhan itu maha adilkan. Satu-
satunya yang bisa ku usahakan adalah menjadi manusia yang sesungguhnya.

Ayah, terkadang aku ingin marah, terkadang aku rindu terkadang aku kesal, dan
sering aku ingin mengakhirinya, mungkin setelah tiada aku bisa terlepas dengan ini semua.
Tapi setelah aku mati aku tidak ingin ke surga dan tidak ingin ke neraka aku hanya ingin
kembali pulang ke rumah kita.

Dimana aku bisa memanggil Ayah setiap hari, bercengkrama atau curhat bersama ibu.
Itulah surga bagiku. Kalo tidak ada kalian percuma saja. Karena keindahan dan kenikmatan
tidak ada yang lebih selain kembali bersama lagi. Dan itu tidak mungkin kini.

Aku selalu merindukan mu setiap hari, begitu juga ibuku, aku ingin ia yang normal.
Aku selalu mengusahakan berbuat baik padamu kan yah, sebetulnya aku enggan. Tapi
karena itu pintamu dulu. Aku tidak pernah melupakan masa kecil kita, saat bahagia.

Seperti saat malam itu dirumah sederhana kita, yang beralas tanah. Kita tertawa
bersama, aku menari, diiringi suara mamah yang seadanya dan engkau memukul-mukul
piring dengan sendok sampai piringnya pecah, dan kita menertawakanya bersama. Aku masih
ingat yah mungkin waktu itu umurku tiga tahunan.

Mungkin tuhan memberikan kenangan itu sebagai hadiah ketika aku rindu kita
bersama. Aku tidak pernah sekalipun menunjukan emosiku. Aku tidak bisa bersedih karena
aku takut ibu bersedih juga karenaku, dan akupun tidak boleh berbuat seenaknya biar nenek
dan kakek tidak kerepotan. Aku berusha berbuat baik agar mereka tidak terlalu kecewa.

Aku sangat rindu yah aku ingin bertemu, namun kita tidak akan pernah bersama-sama
lagi kan. Hanya pada diary ini aku berani berbicara padamu yah, aku bahkan takut untuk
menghubungimu, aku takut aku mengganggu kehidupan mu yang baru.

Kita tidak akan pernah terpisahkan, karena tidak akan pernah ada mantan anak kan.
Aku tidak pernah kesepian sekalipun sendirian. Ketika aku rindu kamu, aku mengaca ada
dirimu disana ketika aku ingin bercengkrama dengan ibuku, atau sekedar nasihat darinya.
Aku hanya bisa memeluknya. Hangat peluk dan tatapan sayangnya sudah cukup bagiku
melewati hari-hariku.



Mulan, tidak bisa hidup dengan alat bantu. Dia masih sangat muda, rasanya sayang
bila harus meninggal begitu saja. Walaupun mati tidak ingin mengerti, tua muda sama saja
sudah di takdirkan oleh Nya. Dia pernah berkata padaku, saat dia sedang bahagia dia ingin
mengakhirinya karena takut nanti tidak bisa bahagia lagi, dan ketika bersedih dia juga ingin
mengakhiri, karena takut akan menemukan kesedihan yang lebih dari yang ia rasakan
sekarang.

Dia sangat mengidolakan kata-kata, Hidup yang tidak berarti tidak layak dijalani.
Karena itu dia berusaha melewati dengan cara sebaik-baiknya. Sebab itu ia sangat aneh tidak
seperti yang lainya.

Yang lebih aneh, dia selalu memafkan siapa saja, yang menyakitinya. Begitu juga
padaku, katanya ia enggan bertemu lagi dengan rasa sakit itu di dunia apalagi di akhirat
kelak. Karma memang berlaku dikehidupan ini, entah di dunia ataupun di akhirat tapi dia
selalu saja bilang, ―Siapapun tidak boleh merasakan sakit yang ku rasakan, cukup aku saja.
Jangan yang lainya.‖

TAMAT
BIONARASI

Rosi Wulansari, perempuan yang akrab di panggil Oci oleh Orang-orang disekitarnya.
Hobbinya membaca buku dan Tenis Meja. Lahir di Kota Tasikmalaya pada Tanggal 03
September 1995. Tinggal di kabupaten. Tasikmalaya, provinsi. Jawa Barat .
Sekolah SD tahun 2003-2008 di SDN 1 Cibatuireng. Kemudian ke SMPN Satu Atap 1 Ka-
rangnunggal 2009 – 2011. Dan melanjutkan sekolah lagi ke SMAN 1 Manonjaya. Pada tahun 2014 Ia pin-
dah dan bersekolah di SMAN 1 Karangnunggal. Pendidikan terakhirnya adalah S1 jurusan PGSD di
STKIP Muhammadiyah Kuningan.
Sekarang sedang menekuni pekerjaan sebagai pengajar di SDN 1 Cibatuireng sejak tahun 2016.
Moto hidupnya adalah terus memperbaiki diri agar bermanfaat untuk orang banyak. Ia bisa disapa di In-
stagram @rossi.wulansari

Anda mungkin juga menyukai