Anda di halaman 1dari 6

PELUK AKU

Lembar demi lembar kutuliskan senandung rindu di buku usang. Rinduku mengelana
jauh sejauh hamparan padang pasir gersang. Menunggu suatu keajaiban merupakan hal paling
menyebalkan, itulah aku si perindu tak pernah dirindukan.

Di malam sabtu wage kutermenung di kamar gelap tanpa penerang, sambil menikati
secangkir kopi hitam kesukaanku. Hawa dingin menyeruak tatkala hujan turun tiba-tiba, aku
mengambil jaket favoritku untuk menghangatkan badanku yang menggigil.

Kubuka jendela kamarku, semilir angin malam bercampur segarnya hujan langsung
menyapaku. Kupejamkan mata sejenak, sungguh sangat nyaman, damai dan menenangkan
batinku yang sedang gundah.

Hujan malam ini mengingatkanku pada seseorang yang kurindukan, air mataku
menetes tanpa permisi, dadaku terasa sesak. Sangat sakit sekali. Ingin kuteriak tapi bibir tak
mampu berucap seperti lem merekat erat.

“Ibu,” rintihku tertahan.

Apakah aku akan mati sekarang? Adakah yang menolongku dalam kesakitan ini? Apakah aku
akan menyusul ibu ke surga sekarang? Hingga kegelapan menghampiku tanpa kuduga.

****

Akkhh...

Aku merintih samar-samar kemudian membuka mata, rasa berat di kepalaku masih
mendominasi. Badanku terasa lelah luar biasa. Hingga tersadar bahwa aku tidak berada di
ranjang kamarku, ternyata aku berada di ranjang rumah sakit. Kuedarkan mataku sekali lagi,
dan ... betapa terkejutnya aku, mataku melebar sempurna. Apakah aku bermimpi dan apakah
aku sudah mati?
Seorang wanita bersurai panjang berpakaian putih sedang berdiri di dekat pintu,
wanita itu tersenyum hangat padaku. Air mataku kembali menetes dalam imajinasi yang tak
masuk di akal ini. Apakah aku gila? Pikiranku kacau seketika sampai membedakan kenyataan
dan ilusi saja tidak bisa.

Kupanggil wanita itu. “Ibu ...” panggiku lirih tapi wanita itu masih tak bergeming dari tempat
berdirinya itu.

“Ibu datang,” panggilku sekali lagi.

Wanita yang kupanggil Ibu itu hanya tersenyum kembali hingga wanita itu
menghilang secara tiba-tiba. Sontak aku berlari beranjak dari ranjang rumah sakit itu, lalu
mencoba mengejar wanita itu tapi nihil ternyata semuanya hanya ilusiku. Dan aku kecewa.

Lorong Rumah sakit terasa sepi, aku sangat heran padahal fajar telah menyingsing di
peraduannya. Tidak ada kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan, aku termenung kembali di
kursi tunggu pasien. Hati sakit kembali mengingat tidak tahu siapa yang mengantarku di
rumah sakit, Apakah Ayah? Tetapi tidak mungkin.

Keluargaku memang terbilang kacau setelah Ibu meninggal, Ayah juga berubah
setelah menikah lagi. Aku kacau, jiwaku tergoncang. Ingin ku mencoba bunuh diri tapi semua
berubah tatkala teringat kata Ibu. “Hiduplah dengan bahagia, walaupun semua orang
menjauhimu. Ibu selalu menjagamu walaupun Ibu tidak di sampingmu.”

Hanya mampu tersenyum miris mengingat kejadian beberapa bulan belakangan ini,
semangat hidupku musnah tertelan kanyataan. Aku hanyalah seorang anak yang haus akan
kasih sayang orang tua, ingin dimanja serta di tegur sapa.

Ingin ku menentang takdir buruk yang menimpaku, tapi apa daya? Semesta tak
memihakku dalam kehidupan singkat ini. Tersenyum merupakan pelepas dahaku dari
kesendirian yang mendalam, tangisku merupakan rasa kecewa tidak berujung.

“BEDEBA,” ucapan kasar keluar dari mulut manisku, aku hanya tersenyum miris seakan
puas dengan ucapan itu.

“Aku gila!” teriakku lagi, orang-orang yang sedang lewat di lorong Rumah sakit pun
melihatku penuh keheranan, mungkin mereka menganggap aku gila.

“Peluk aku Ibu, sekali saja aku mohon,” ucapku lirih.


Rasa rindu tiba-tiba menghasutku kembali, inginku betemu, dipeluk serta di bacakan
dongeng seperti waktu kecil dulu. Ingin ku ulangi masa-masa indah itu seperti di saat
keluarga masih utuh terlihat kebagian terpampang nyata di depan mata.

Tapi kebahagian hanyalah sesingkat itu, tidak ada canda, tawa lagi di kehidupanku
sekarang hanyalah derai air mata menemaniku setiap saat. Miris sekali bukan, inilah
kehidupanku yang penuh perjuangan untuk mendapatkan kebagian lagi di waktu yang akan
datang.

***

Lelaki paruh baya itu menatap putrinya yang tertidur pulas di kursi tunggu pasien, di
belainnya wajah pucat pasi putrinya itu dengan kasih sayang.

“Maafkan ayah,” ucapnya lirih, tampak raut penyesalan terpampang nyata di wajah tampan
sedikit berkerut itu. Dikecup juga kening putrinya itu dengan kasih sayang, air matanya
menetes hingga putrinya itu mersa terganggu akan tidur pagi itu.

Akkhhh...

“Ayah...” kataku lirih.

GREP...

Tubuhku dipeluk eratnya, sontak aku terkaget akan tindakan ayah lakukan. Ini bukan
mimpikan?

“Maafkan ayah, ayah menyesal.”

Sontak air mataku menetes dengan derasnya, sungguh aku tak menyangka akan ucapan ayah.
Inilah mimpiku setelah kematian ibu, bisa dipeluk ayah dan aku bahagia.

“Ayah maafkan putri mu ini juga ya, ayah janji akan menjaga putri ayah seumur hidup”
ucapku tulus.
Dan akhirnya setelah melewati kekecewaan yang berat, ternyata semua ada hikmah yang ada
di dalamnya. Hanya satu permintaanku Tuhan, janganlah kau ambil lagi kebagian ini karena
‘AYAH TETAP AYAHKU DAN IBU TETAP IBUKU YANG SELALU KU SAYANG’

Tuhan ku titip Ibuku di surga, temukanlah kami dalam surgamu kelak dan seandainya
kebahagian ini memang rencanaMu tolong hapuskan lagi rasa kecewa itu gantikan dengan
kebagian selamanya, dan satu lagi Tuhan, beritahu Ibuku untuk memeluku setiap saat
walaupun ku tahu semua hanya ilusi.

TAMAT.

Catatan : Seorang anak hanya ingin disayang dan dimengerti kedua orang tuanya, walaupun
terkadang terlihat tegar, tapi banyak menyimapan kekecewaan apabila kedua orangnya tidak
mengerti.
Tentang Penulis

Saya adalah Indah Rahmawati, anak pertama dari 4 bersaudara yang dilahirkan 21 tahun yang
lalu, tepat pada tanggal 13 April 1996 di Sukoharjo, Jawa Tengah.

Perjuanganku untuk menulis suatu cerita sangat banyak rintangannya dari laptop saja tidak
punya hingga meminjam laptop sepupuku dan untung dia tidak pelit.

Dari riwayat pendidikanku saja sangat mentah untuk menulis, kalian pasti akan terkejut
tentang riwayat pendidikan terakhirku. Aku hanya lulusan SMA PAKET C, pendidikan itu
kujalani selama 3 tahun sama seperti sekolahan formal biasa tapi bedanya hanya
pembelajarannya dilakukan sore atau malam tiba karena kebanyakan murid pekerja.

Saya sebenarnya mencoba menulis sejak kelas 3 SMP tapi baru 1 tahunan ini saya menekuni
dunia penulisan. Mungkin kemampuan saya masih dibilang amatir tetapi saya harap tulisan
saya kali ini dapat menjadi langkah awal untuk mengasah kemampuan saya dalam bidang
menulis. Bimbingan dan kritik sangat saya perlukan dalam meningkatkan kepuasan pembaca
dalam karya saya selanjutnya. Terima kasih.
Biodata Penulis
NAMA : INDAH. RAHMAWATI

USIA : 21 Tahun

PROFESI : Pekerja

AKUN SOSMED : - Email : iinindahrahmawati@gmail.com

- Wattpad : indahrahma13
- IG : indachrahma

Alasan saya menulis : Karena ingin tulisan saya menginspirasi banyak orang serta ingin
menjadi manusia yang berguna.

HOBI : Membaca, Menulis, Mendengarkan musik, Memasak dan tidur.

Anda mungkin juga menyukai