Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cerpen termasuk salah satu jenis karangan narasi, narasi merupakan karangan berupa
rangkaian peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan waktu. Selain cerpen, karangan yang
tergolong kedalam jenis narasi adalah novel, roman, dan semua karya prosa imajinatif.
Karangan jenis ini bermaksud menyajikan peristiwa atau mengisahkan apa yang telah
terjadi dan bagaimana suatu peristiwa terjadi.
Selain berdasarkan fakta, kejadiannya boleh berupa sesuatu yang dikhayalkan oleh
penulis dan dihidupkan dalam alam fantasi yang sama sekalijauh dari realita kehidupan.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini hanya meneliti tentang pengertian cerpen, ciri-ciri cerpen, unsur intrinsik
serta ekstrinsik cerpen, cara menulis cerpen, menentukan hal-hal yang menarik dalam suatu
cerpen, dan membandingkan dengan realitas dalam kehidupan.

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Mengetahui pengertian cerpen.
2) Mengetahui ciri-ciri cerpen.
3) Cara menulis cerpen
4) Menentukan hal-hal menarik dalam suatu cerpen
5) Membandingkan dengan realitas dalam kehidupan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Cerpen Menjemput Impian Yang Tertunda

“IMPIAN” hatiku tertegun jika berbicara mengenai hal yang satu ini, takutnya
setengah mati jika membicarakannya apalagi melihat kenyataannya yang sungguh
mengerikan bagiku. IMPIAN yang selama ini aku punya dan hampir seluruh jiwaku
dibuatnya merana, karena ia tak kunjung berubah menjadi kenyataan dan malah dengan
setianya hanya menjadi seonggok impian yang hanya tersimpan di otakku saja.

Masa kecilku ditemani dengan sejuta impian, mungkin judul sebuah buku “Sang
Pemimpi” milik penulis favoritku ADREA HIRATA tepat dengan diriku. Sebuah
impian yang lahir dari seorang perempuan kecil yang berasal dari sebuah kampung
terpencil, di sebelah utara Tapanuli, Sumatera Utara, tepatnya di suatu desa sederhana
namanya adalah Borbor ya, borbor dan mungkin letak desaku ini tidak akan anda temui
di google maps heheheh.

Namanya yang begitu unik yang belum pernah aku dengar dari sekian juta nama
di muka bumi ini, akan tetapi itulah desaku, tanah kelahiranku, desa yang jauh dari
kebisingan kota, desa yang begitu nyaman dan desa itu juga ikut andil dalam
melahirkan anak-anak bangsa Indonesia dengan berjuta impian yang mereka bawa dan
mungkin salah satunya adalah aku, yaaa aku.

Hanya saja aku tidak seberuntung mereka, yang punya impian yang sama dan
lambat laun aku turut menyaksikan mimpi mereka sudah menjadi sesuatu yang nyata.
Tidak seperti mimpiku yang asyik menggantung dan hanya menjadi bayang-bayang di
hidupku. Impian yang terus melekat dan mengikutiku seolah tidak mau pergi sebelum
ia berubah menjadi sesuatu.

Andai aku bisa berlari memutar waktu, mengulangnya kembali maka aku akan
memperbaikinya semampuku. Tapi apa dayaku? Semua diluar kekuatanku, semua di
luar batas kemampuanku. Tetapi betapa sadarnya aku ada yang lebih tahu semua
tentang impianku dan ia menyaksikan semua impian–impianku yang akhir–akhir ini
mulai kabur bahkan mungkin sudah mulai berlalu.

Mengecap bangku kuliah memang sempat kurasakan dan seperti teman-teman


lainnya, aku sangat senang dan sangat bergairah menjalani awal-awal masa
pekuliahanku itu, meskipun pada akhirnya aku tidak lulus ke universitas negeri di
kotaku. Tetapi yang kurasakan saat itu adalah semangat yang meluap–luap, dengan
semangat 45, atau mungkin jika ada satu tingkat lagi diatas semangat 45 mungkin itulah
semangatku waktu itu.

Waktu terus berjalan seperti biasanya, seolah tidak peduli denganku. Waktu yang
berlari begitu jauh dan tampakknya begitu enggan menoleh kepadaku yang masih tetap
diam di tempatku. Dan pada awal memasuki semester II perkuliahanku, semua mulai
berubah harapanku mulai pudar, impianku mulai buyar dan semangat 45 yang sempat
kumiliki perlahan–lahan menipis bahkan berhasil menghantarkan aku ke titik terendah
dalam hidupku.

2
Hari-hariku berubah kelam, mentari seolah enggan memperlihatkan wajahnya dan
bulan pun seakan tidak mau muncul di hadapanku, bahkan bintang pun terlihat begitu
kejam ikut serta menyempurnakan kesedihan yang kualami. Ya itulah yang keadaanku
saat itu.

Semua mimpi yang aku bina dari sejak kecilku seolah direnggut oleh
ketidakadilan, aku hanya bisa menyalahkan diriku, keadaanku, dan menyalahkan sang
waktu yang tidak pernah berpihak padaku. Dan sampailah di satu hari, ketika aku
mengetahui bahwa sosok yang aku sayangi dan sosok yang selama ini aku banggakan
itu harus terkulai lemah dan seolah tak berdaya lagi mendampingiku untuk
mewujudkan semua impianku dan itulah pelengkap kerapuhanku.

Tanpa sadar tetes–tetes air bening yang selalu keluar dari mata indahku berubah
menjadi teman setia yang menemani hari–hariku, seolah–olah dia ikut meratapi semua
kalut dalam hatiku. Dan akhirnya aku memutuskan untuk mulai mencari sebuah
pekerjaan, setidaknya meringankan sedikit beban yang selama ini hanya bertengger di
pundak ayahku dan ibuku, walaupun aku sadar semua usahaku itu tidak akan
memberikan pengaruh yang berarti namun aku tetap melakoninya.

Dan akhirnya aku pun diterima bekerja di sebuah supermarket di daerah jl.
suparman Medan. Dari mulai pukul 09.00 s/d 17.00 sore dan aku sangat bersyukur
mendapat pekerjaan itu. Pagi sampai sore aku bekerja dan malamnya aku masuk kuliah,
beruntung sekali di tempat aku kuliah, ada kelas karyawannya, walau sering sekali aku
ketinggalan mata kuliah tetapi itu tak menghalangiku untuk tetap bekerja.

Waktu pun terus berjalan dan masih tetap sama seperti biasanya ia tidak mau
menungguku ia berlari begitu saja tanpa menghiraukan aku yang sedang tertatih
mengejarnya, tak terasa masa trainingku pun berakhir dan itu artinya aku diterima
menjadi salah satu karyawan tetap di supermarket yang terbilang elit di kota ku itu.

Hari-hari tetap aku jalani seperti biasa dan hampir tidak berbeda dari hari
sebelumnya. Saban hari menggeluti hal yang sama, pagi hari diisi dengan bekerja dan
malamnya aku menjalani kuliah, melelahkan sekali. Tetapi aku tetap bersemangat.

Pada satu sore setelah seharian bekerja jam pun menunjukkan pukul 17.00 wib itu
artinya akan segera pulang kerja dan entah mengapa tubuhku rasanya begitu lemas
sekali terasa sekali tenaga ini terkuras habis setelah bekerja seharian dan aku
memutuskan tidak masuk kuliah malam itu, setelah sampai ke kamar kostku, aku
langsung merebahkan tubuhku dan berharap mendapatkan satu kesegaran setelahnya.

Pada saat aku sedang menikmati istirahatku yang sangat berarti itu, tiba-tiba
seluruh perhatianku dialihkan oleh suara bising ternyata ponsel jadulku berbunyi,
dengan tanganku aku mulai meraih ponselku yang tergeletak di sudut tempat tidurku.
Hatiku bertanya–tanya siapa gerangan yang berani menggangu istirahatku sore itu,
dengan mata yang sedikit berat karena menahan rasa kantuk, aku melirik ponselku, aku
tertegun saat aku tahu yang menghubungiku sore itu adalah ibuku, rasa cape dan kantuk
yang tadinya sempat menghinggapiku, hilang dalam sekejap saat aku mendengar suara
lembutnya mulai mendarat di telingaku, aku sangat rindu sekali pada wanita suci itu.

3
Aku mulai menyimak semua kalimat yang diucapkanya, dengan seksama aku
coba mengerti setiap kata yang dikatakannya padaku tubuhku mulai kaku, bibirku kelu
dan mulutku diam seribu bahasa dan tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Tetapi
aku mencoba tenang dan mulai menghibur diriku dan ternyata itulah awal dari
semuanya, pikiranku berkecamuk, karena malam itu juga aku harus memutuskan satu
keputusan yang jelas-jelas bertentangan dengan semua yang kuharapakan.

Kalimat ibuku kembali terngiang di telingaku. Kalimat sederhana yang sarat


makna.

“nak, mamak gak mampu sendiri boleh tidak mamak bagi sedikit beban ini
padamu”

Dengan logat batak yang sangat kental ibuku mengucapkan kalimat itu dan
dengan hati yang sedikit lega aku memutuskan untuk menemani wanita tulus itu tak
tega rasanya hati ini menolak semua permintaan wanita suci itu, aku sangat
mengaguminya andai kata malaikat dapat kusejajarkan dengannya, ya itulah “wanita
tegar yang pernah kukenal”

Dan dengan mantap aku memutuskan berhenti dari pekerjaanku, dengan sedikit
berat kulangkahkan kakiku meninggalkan pekerjaanku dan kuliahku dan mulai
melupakan setiap impian-impianku yang terlalu tinggi dan terbilang tidak masuk akal,
mimpi yang sudah pernah kurajut dan kususun sangat rapi di benakku dan yang
kupikirkan saat itu hanyalah.

“Kesehatan ayahku dan kebahagiaan ibuku walau aku tahu betul kalau wanita itu
tidak bahagia melihat anak bungsunya harus menghentikan pendidikannya, aku tahu dia
sangat tersiksa sebelum ia meminta itu kepadaku. Tetapi tak sedikitpun terbersit di
benakku menambah kepedihan hatinya.

Hari berganti hari dan seperti biasanya sang waktu telah pergi jauh dan dengan
gesit berlalu meninggalkanku yang sedang merajut asa, semua kulalui dengan ikhlas
hati dan mulai mencurahkan seluruh perhatianku sepenuhnya kepada sosok yang
kukagumi itu, satu pribadi yang tidak pernah menyakitiku ya, dia ayahku.

Satu tahun sudah aku menemaninya, tiap malam aku dan ibuku melaluinya
dengan rasa takut, takut kehilangan ayahku malam itu tetapi Tuhan masih memberikan
dia kesempatan hidup walaupun tidak begitu panjang dan akhirnya tepat hari kamis
sore hari di tanggal 14 april 2008 ayahku menghembuskan napas terakhirnya, seolah
tidak percaya karena hari itu dia begitu tampak sehat.

Di hari terakhirnya itu aku dipaksa untuk bernyanyi sebelum dia meninggal, aku
tidak punya firasat sedikitpun, ternyata salah satu lagu kesukaanya yang sempat
kulantunkan di sampingnya menghantarnya kepada ketenangan abadi, duniaku serasa
berhenti, aku ingin meraung tetapi air mataku sulit rasanya untuk menetes tidak tahu
mengapa tapi yang jelas tenggorokanku sakit sekali dan ternyata setelah kusadar air
mataku sudah mulai mengering mungkin karena sering menangis.

4
Dan hujan pun turun mengguyur desaku sore itu, seakan–akan ikut meratapi
kepergiannya. Pikiranku mulai buyar semangatku kembali sirna. Yang ada di benakku
hanya satu “Tuhan tidak adil padaku dan aku merasa Tuhan juga ikut pergi
meninggalkanku, tetapi apa dayaku aku hanyalah seonggok daging yang tak mampu
merubah kuasaNYA,”

Aku belajar ikhlas walau sangat berat bagiku untuk jauh darinya, perpisahan
memang menyebalkan. Aku hanya bisa berdoa dan meratapi kepergiannya dan berharap
Tuhan memberikanku satu kekuatan dari sisa–sisa kekuatanku untuk tetap bertahan
mengahadapi hal–hal yang tidak bisa kuubah dengan tanganku yang lemah ini.

Selang berjalannya waktu aku kembali mencoba menapaki kehidupanku, kembali


kulangkahkan kakiku yang sempat terhenti rasanya ingin masuk ke dalam mimpi dan
tinggal di sana selamanya, tetapi aku tidak bisa mengelaknya inilah hidup, hidup dalam
kenyataan bukan dalam bayang–bayang dan dengan kepala yang terangkat aku mulai
mengumpulkan sisa–sisa kekuatanku dan kembali merapikan puing–puing semangatku
yang sudah berantakan dan nyaris tak bersisa, tetapi dengan dukungan ibuku aku
mampu melewati semua badai dalam hidupku, meskipun dalam waktu yang lama aku
berada dalam lubang keterpurukan, benar kata ibuku dunia ini memang lembah air
mata.

Rumitnya kisah hidup yang mampu menghantarkanku kepada satu ketegaran dan
aku sadari Tuhan begitu mengasihiku dan masih tetap bersamaku, hanya saja aku tdak
pernah sadar akan keberadaanya yang sangat luar biasa dan itulah alasan mengapa aku
masih tetap berdiri hingga sekarang dan tetap berani hidup dan andai saja seisi laut
adalah tinta dan seluruh cakrawala adalah kertasnya, itu semua tidak akan mampu
melukiskan betapa dalamnya, tingginya dan luasnya kasih sayang Tuhan dalam
hidupku.

Kalau mungkin tidak ada Tuhan mungkin aku sudah berada dalam barisan orang–
orang yang putus asa dan tak berpengharapan, di lembah keterpurukanku sekalipun Dia
tetap menunjukkan cintaNya. Dan kasihNya itu mampu merubah cara pandangku
tentang “arti kehidupan”.

Kaki harus terus berjalan dan berlari bila perlu, selamat bertemu kembali
denganmu, “hai impianku yang sempat tertunda,”

Aku kembali lagi menata impianku aku tidak akan membiarkannya terkubur dan
sampai membusuk, impianku harus kuperjuangkan kembali, tidak akan kulepas lagi,
banyak hal yang harus kupertaruhkan untuk semua impianku dan inilah pandanganku
tentang IMPIAN.

• Impian, jika hanya dipendam saja itu hanya menjadi lamunan di siang bolong
yang tidak akan pernah berubah menjadi apapun jika aku tidak berani memulainya.

• Impian, jika tidak dipertahankan atau diperjuangkan ia hanya akan menjadi


timbunan-timbunan dari pikiran yang tidak jelas kemana akan bermuara.

• Impian, jika hanya berpangku tangan ia akan berubah jadi kenyataan dari
“mimpi burukmu” selama ini.

5
Aku mulai mengerjakan impianku, mungkin dengan berani “menulis” ini aku
sudah memulai langkah awalku untuk meraih semua mimpi-mimpiku, kejar terus
impianmu, tidak peduli mimpimu kecil ataupun besar yang terpenting adalah beranilah
“mengerjakan mimpimu itu, jangan berhenti, sampai impianmu menjadi “SESUATU”.
Jangan tunggu, segeralah, KERJAKANLAH IMPIANMU.

Cerpen Karangan: Pestauli. Pangaribuan

Terkadang banyak hal yang tidak bisa diucapkan dengan mulut ini, tetapi dengan
menulis semua pengalaman ini, mampu mewakili semua apa yang kualami dalam
hidupku.

B. Analisis Cerpen

 Tema dari cerpen “Menjemput Impian yang Tertunda” adalah sebuah impian
yang sempat tertunda namun kembali diwujudkan.
 Alur dari cerpen “Menjemput Impian yang Tertunda” yaitu menggunakan alur
campuran (maju-mundur), karena diawal paragraph cerpen tersebut penulis
menceritakan kehidupannya yang sekarang. Kemudian dimulai dari paragraph 6
penulis mulai menceritkan pengalam terdahulunya sehingga beliau bisa seperti
sekarang, “Mengecap bangku kuliah memang sempat kurasakan dan seperti
teman-teman lainnya, aku sangat senang dan sangat bergairah menjalani awal-
awal masa pekuliahanku waktu itu, meskipun pada akhirnya aku tidak lulus ke
universitas negeri di kotaku ….” Rangkaian kata “waktu itu” membuktikan
bahwa penulis menceritakan masa lalunya. Diakhir paragraph penulis
menceritakan
 Tokoh dan penokohan
 Tokoh dari cerpen “Menjemput Impian yang Tertunda”:
o Aku
o Ibu tokoh “Aku”
o Ayah tokoh “Aku”
 Penokohan
o Penokohan tokoh yang berperan sebagai “Aku” yaitu diperlihatakn
dengan cara yang pertama yaitu perilaku,dibuktikan dengan bagaimana
cara menghadapi segala seuatu. Cara yang kedua yaitu lingkungan

6
kehidupan pikiran tokoh,dibuktikan dengan penggambaran lingkungan
hidup tokoh dan cara pemikirannya. Berikut adalah watak dari tokoh
“Aku”:
 Baik
 Penyabar
 Pantang menyerah
o Penokohan dari tokoh ibu tokoh “Aku” yaitu dengan cara menyebutkan
secara langsung,dibuktikan dengan perkataan tokoh “Aku”, “wanita
tegar yang pernah kukenal.”
o Tokoh yang ketiga yaitu ayah dari tokoh “Aku” tidak terlalu jelas cara
penokohan dan bagaimana wataknya.
 Latar
o Latar tempat:
 Tempat kost
 Desa
o Latar waktu:
 Latar waktu cerpen “Menjemput Impian yang Tertunda” yaitu
masa sekarang dan ketika tokoh “Aku” masih kuliah.
o Latar social:
 Hampir semua tokoh sepertinya tidak terlalu sering berbaur
dengan orang lain, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya
percakapan ataupun tokoh selain ketiga tokoh tersebut.
 Sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang pertama sebagai
pelaku utama, dibuktikan dengan tokoh “Aku” yang mengalami semua
peristiwa dalam cerpen tersebut.
 Amanatdari cerpen tersebut adalah sesusah apapun keadaan sosial kita, kita
harus tetap memperjuangkan impian kita. Penyesalan itu selalu datang
dibelakang, sebelum penyesalan itu dating lebih baik kita menghindarinya.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Unsur Intrinsik merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dan tidak dapat
dipisahkan antara unsur satu dengan yang lain.

Berdasarkan uraian pembahasan di atas maka penulis menyimpulkan bahwa


cerpen merupakan jenis karya sastra modern yang dihasilkan dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat modern. Cerpen (cerita pendek) ialah karangan pendek yang
berbentuk naratif. Cerpen mengisahkan sepenggal kehidupan manusia, yang penuh
pertikaian, mengharukan atau menyenangkan, dan mengandung kesan yang tidak
mudah dilupakan. Selain itu cerpen memiliki unsur intrinsik dan juga unsur ekstrinsik.

A. Saran
Saran-saran yang ingin disampaikan penulis dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Dalam mencari unsur-unsur cerpen kita harus membaca cerpen dengan
sekasama dari awal hingga akhir cerita.
2. Dalam penulisan cerpen kita harus menentukan langkah-langkah seperti
menentukan tema terlebih dahulu, menentukan tujuan, dan menyusun
kerangka cerpen.

Anda mungkin juga menyukai