Anda di halaman 1dari 9

Perempuan Yang Menjahit Bibirnya Sendiri

A. Unsur Intrinsik
1. Tema : Sebab-akibat

2. Alur : Campuran
a. Pengenalan
“Perempuan itu duduk dengan sangat tenang, sambil menyulam bibirnya
sendiri...Sampai tidak ada lagi celah di antara dua bibirnya yang bisa
mengeluarkan suara. Benar-benar rapat. Serapat-rapatnya.”
b. Pengungkapan masalah
“Semula, ia adalah perempuan yang banyak sekali bicara. Setiap orang yang ia
temui, entah ia kenal entah tidak, akan ia ajak bicara...Ketika ia bertanya apa yang
salah dengan ucapannya, beberapa orang memilih untuk jujur, dengan
mengatakan, bahwa setiap ucapan yang keluar dari mulutnya, tidak hanya bau,
tapi juga buas, tajam, beracun, dan bisa membunuh siapa saja.”
c. Konflik
“Maka, serta merta, perempuan itu menyadari sesuatu. Bahwa mungkin, semua
keluarganya—bapak, ibu, dan adik perempuannya—yang mati beberapa tahun
lalu itu...Jika harimau itu bisa menerkam pemiliknya sendiri, bukan tidak mungkin
ia akan menerkam dan melukai orang yang ada di sekitarnya. Kematian bapaknya
adalah sebuah bukti nyata.”
d. Klimaks
“Beberapa bulan setelah bapaknya meninggal dikoyak binatang buas...Mengurung
diri di dalam kamar. Hingga suatu malam, ia ditemukan tewas bunuh diri dengan
menenggak sebotol racun serangga.”
e. Resolusi
“Satu persatu, perempuan itu mulai menurut, hingga ia menemukan akar dari
semua permasalahan, yakni mulut, mulutnya sendiri...Seketika itu pula ia
menyadari, bahwa bibirnya tak mungkin bisa ia ajak tersenyum lagi. Karena
bibirnya telah tertutup oleh jahitan.”

3. Latar :
a. Tempat : di depan cermin
b. Waktu : malam hari
c. Suasana : sedih, puas

4. Sudut pandang : orang ketiga maha tahu

5. Gaya bahasa : perumpamaan

6. Tokoh dan penokohan :


a. Perempuan itu—tokoh utama
Tokoh “perempuan itu” memiliki sifat protagonis karena dia menyadari
kesalahan-kesalahan besar yang telah dia perbuat, walaupun cara yang dia lakukan
untuk menyelesaikan permasalahan itu bukannya cara yang benar, tetapi
setidaknya dia mempunyai niat untuk memperbaiki dirinya sendiri.
b. Bapak perempuan itu—tritagonis
Bapak dari perempuan adalah salah satu pemeran pembantu dalam cerpen. Dia
memiliki sifat serakah, tidak bijak dan mudah dipengaruhi. Dia termakan oleh
ucapan anaknya yang mengimi-iminginya dengan hasil buruan yang banyak
padahal mengetahui bahwa pada malam-malam buta akan banyak binatang buas
yang keluar untuk mencari mangsa.
c. Ibu perempuan itu—tritagonis
Ibu dari perempuan itu termasuk pemeran pembantu dalam cerpen. Dia memiliki
sifat yang pelit, ceroboh, namun adalah orang yang sederhana. Dia berpakaian
sederhana (hanya menggunakan dompet butut) walaupun dia mempunyai banyak
uang dan perhiasan yang nilainya jutaan. Namun dia adalah orang yang ceroboh.
Karena investasinya yang berupa perhiasan dan uang tersebut dibawa kemana-
mana olehnya di dalam dompet butut, seharusnya dia bisa saja menyimpan
barang-barang tersebut di rumahnya atau di bank jika dia tidak mau
memamerkannya.
d. Adik perempuan itu—tritagonis
Adik perempuan itu adalah seorang yang naif. Dia mudah termakan oleh ucapan
kakaknya tanpa mencari tahu kebenaran dari perkataannya terlebih daluhu. Dia
sudah tahu sifat kakaknya yang bermulut besar, seharusnya dia lebih berhati-hati
dalam mendengarkan apa yang diucapkan oleh kakaknya daripada langsung
mempercainya.
7. Amanat
Amanat dari cerita ini adalah kita harus bisa menjaga ucapan kita. Seperti
perumpamaan yang ada di cerpen tersebut, mulutmu adalah harimau, jika kau tak bisa
mengendalikannya dengan baik, kau akan diterkamnya sendiri. Jika kita tidak bisa
mengontrol ucapan kita, itu bisa melukai diri sendiri dan orang lain. Ucapan kita bisa
berdampak bagi orang lain bahkan jika kita tidak menyadarinya. Maka dari itu, kita
harus bisa menjaga kata-kata yang keluar dari mulut kita, menyaring informasi yang
kira-kira bisa menyinggung orang lain.

B. Tanggapan
Kelebihan dari cerpen tersebut adalah memiliki gaya bahasa dan cara penulisan yang
baik. Walaupun menggunakan alur campuran, namun pembagian alur maju dan alur
mundur jelas sehingga mudah dimengerti oleh para pembaca. Kekurangan dari cerpen
tersebut adalah amanat yang terlalu biasa. Pesan yang disampaikan adalah pesan yang
sudah diketahui oleh hampir semua orang, jadi membuat cerita terkesan biasa saja.

C. Nilai-nilai
1. Nilai Moral : mau introspeksi diri, jujur
2. Nilai Sosial : menghormati pendapat orang lain, menerima kiritk
3. Nilai Budaya : kebiasaan memburu binatang
4. Nilai Religi :-
5. Nilai pendidikan :
 Mulutmu adalah harimau, jika kau tidak bisa menjadi pawang yang baik,
jika kauu tidak bisa mengendalikannya dengan baik, kau akan diterkamnya
sendiri.
 Mulutmu adalah pisau, tajam dan bisa menghujam apa saja. Jika kau tidak
bisa menggunakannya dengan baik, kau bisa teriris sendiri olehnya.
 Mulutmu adalah gua beracun, jadi, lebih baik tidak terlalu sering kau
membukanya. Racun itu sangat berbahaya, bisa memunuh siapa saja.
Penjual Bunga Bersyal Merah

A. Unsur Intrinsik
1. Tema : Percintaan

2. Alur : Maju
a. Pengenalan
“Ingatlah aku sebagai Kae yang bertemu denganmu ratusan tahun lalu. Di masa
itu, aku seorang penjual bunga kesedihan dan selalu mengenakan syal merah di
leher...Hal macam apa yang bisa kita rasakan di kota yang penuh kesedihan selain
kegelapan?”
b. Pengungkapan masalah
“Tentang bunga kesedihan itu—tentang kenapa bunga dalam keranjangku
bernama demikian kelam... Sebelum air mata mereka mengubah warna bunga
sehidup darah. Sebelum bunga itu mencair dan membasahi jemarinya.”
c. Konflik
“Kau pasti tahu kalau sesungguhnya bunga yang kelopaknya mirip mawar itu—
bunga yang awalnya tak bernama—kupotong di halaman rumah...Padahal aku
tahu kau pasti telah melukisnya diam-diam.”
d. Klimaks
“Celakanya aku jatuh cinta padamu. Barangkali bukan jatuh cinta yang tiba-
tiba...Setelah hari itu aku tidak tahu bagaimana cara orang-orang kota
menggenapkan luka, lalu meluruhkannya, agar kehidupan baru tumbuh di wajah
mereka. Setelah hari itu, aku tahu, aku sedang menyusuri sebuah jalan lain.”
e. Resolusi
“Kini aku telah terlahir kembali, untuk kesekian kali, bukan sebagai penjual
bunga, melainkan penulis yang banyak bercerita tentang bunga dan warna
merah...Kelopak-kelopak bunga merah darah itu meleleh. Merah sekali.”

3. Latar :
a. Tempat : di sebuah kota, sebuah simpang, pameran
b. Waktu : ratusan tahun lalu, pada detik itulah, kini
c. Suasana : sedih, bingung
4. Sudut pandang : orang pertama pelaku utama

5. Gaya bahasa : puitis

6. Tokoh dan penokohan :


a. Kae—tokoh utama
Kae memiliki sifat yang protagonis. Dia adalah orang yang sangat perasa dan
memiliki empati besar terhadap orang lain. Dia menjual bunga itu demi
meluruhkan kesedihan orang lain. Dia membatu orang lain terbebas dari
kesedihan mereka.
b. Lelaki bertubuh kurus—tritagonis
Lelaki ini berperan sebagi tokoh tambahan. Tokoh ini diceritakan sebagai tokoh
yang putus asa. Dia diambil alih oleh kesedihan yang menggeragoti dirinya
sampai mencari bunga kesedihan.

c. Tokoh “kau”—antagonis
“Kau” adalah tokoh yang bersifat egois. Dia menemani Kae keliling kota untuk
menjual bunga hanya untuk melewati rumah Landra, perempuan yang dia suka.
Dia tidak berpikir bahwa selama itu, dia menggunakan Kae sebagai alasan untuk
mengunjungi Landra.

7. Amanat
Amanat dari cerita ini adalah jangan terlambat menyadari perasaan dirimu sendiri, dan
jika kau benar-benar jatuh cinta, akuilah cinta tersebut karena membohongi dirimu
sendiri akan membuatmu lebih sakit dan kecewa.. Dalam cerita itu Kae baru
menyadari bahwa dia jatuh cinta kepada tokoh “Kau” setelah tahu bahwa “Kau”
menyukai Landra. Hal ini membuat dia merasakan kesedihan yang tak pernah dia
rasakan sebelumnya. Saat dia menjual bunga kesedihan dia tak pernah mengerti
mengapa orang yang membeli bunganya bisa melunturkan kesedihan mereka sampai
bunga itu berwarna meleleh. Namun setelah dia mendengar bahwa “Kau” bertemu
Landra lagi di masa depan, dia akhirnya mengerti kesedihan yang dirasakan oleh
orang lain.
B. Tanggapan
Kelebihan dari cerita itu adalah kata-katanya yang puitis. Penulis mampu membuat
pembaca merasakan perasaan dari tokoh utama. Kekurangan dari cerpen ini adalah
kurang adanya pesan moral yang disampaikan kepada penulis. Cerpen ini menceritakan
kisah cinta yang berakhir buruk untuk tokoh utamanya, dan tidak banyak hal yang bisa
diambil dari kejadian tersebut ataupun alur yang menyebabkan tokoh utama merasakan
kesedihan yang mendalam.

C. Nilai-nilai
1. Nilai Moral : baik hati, rajin
2. Nilai Sosial : empati terhadap kesedihan orang lain
3. Nilai Budaya :-
4. Nilai Religi :-
5. Nilai Pendidikan :?
Wanita dan Semut-Semut di Kepalanya

A. Unsur Intrinsik
1. Tema : Percintaan

2. Alur : maju
a. Pengenalan :
“Sungguh, tak ada yang paham rumitnya isis kelapa wanita itu. Termasuk sang
suami yang mengencaninya selama enam tahun, lalu menikahinya selama enam
tahun pula...Lelah menerka akhirnya mereka pun berhenti bertaruh.”
b. Pengungkapan masalah
“Sayangnya semua berubah saat ia menemukan sepucuk surat yang lupa ia ambil
dari kotak di dekat pagar...otakmu yang rumit itu suatu hari akan habis dimakan
semut-semut.”
c. Konflik
“Wanita itu baru sadar, ternyata di rumahnya ada semut. Awalnya satu. Esok jadi
dua...Di ujung hari, iring-iringan semut bertambah panjang, semakin rapat.”
d. Klimaks
“Terlampau kesal, ia membeli sebotol obat serangga. Tanpa perduli lagi,
diarahkan penyemprotnya, mirip bazooka membomardir ke segala arah...Boleh
kuminta tolong, maukah kalian habiskan isi otaku yang rumit?”
e. Resolusi
“Esok hari, kompleks itu gempar. Tubuh seorang wanita kesepian ditemukan tak
bernyawa...Saking merananya, lelaki itu tak menyadari tak ada seekor semut pun
nampak di dinding rumah itu.”

3. Latar :
a. Tempat : rumah tokoh utama
b. Waktu : pagi hari
c. Suasana : sedih, tegang, haru

4. Sudut pandang:orang ketiga maha tahu

5. Gaya bahasa : perumpamaan


6. Tokoh dan penokohan :
a. Tokoh “wanita itu”—tokoh utama
Wanita adalah protagonis dalam cerpen tersebut. Dia memiliki sifat pemurung dan
cepat putus asa. Dia sering terbebani oleh pikiran-pikirannya yang sangat banyak
dan akhirnya pasrah dan membiarkan pikiran-pikiran tersebut menggeragotinya.
b. Pembantu—tritagonis
Pembantu wanita tersebut adalah pemeran tambahan dalam cerpen. Dia berwatak
sabar dan setia kepada majikannya. Dia perduli terhadap perempuan itu dan
melakukan apa yang dimintanya.
c. Suami “wanita itu”—antagonis
Walaupun suami wanita itu adalah seorang yang penyayang dan emosional, dia
tidak setia. Dia meninggalkan istrinya saat pikirannya terlalu rumit dan tidak bisa
dia mengerti lagi. Karena surat cerai yang ia kirim, wanita itu akhirnya frustasi
dan meninggal karena tercekik oleh bau obat serangga yang disemprotkannya
pada ‘semut’ imajinasinya.

7. Amanat
Amanat dari cerpen tersebut adalah ketika kita memiliki masalah atau pikiran yang
membebani kita, sebaiknya kita bicarakan dengan orang lain karena jika dipendam,
akan semakin parah dan menguasai diri kita sendiri. Wanita dalam cerpen tersebut
sebenarnya tidak memiliki semut di rumahnya, itu hanyalah imajinasinya sendiri
akibat perkataan suaminya yang membuat dia trauma.

B. Tanggapan
Kelebihan dari cerpen ini adalah amanat yang baik. Zaman sekarang ini banyak orang
yang memiliki gangguan mental akibat tidak bisa mengontrol pikiran mereka sendiri dan
damppak buruk dari perceraian. Penulis menggunakan perumpamaan semut yang
merupakan binatang yang gatal dan mengganggu sebagai pikiran yang merumitkan
wanita tersebut dan akhirnya memakan habis otaknya yang berarti mengambil alih akal
sehat wanita tersebut sehingga akhirnya wanita tersebut menyemprotkan terlalu banyak
obat serangga sehinngga dia tercekik oleh bau obat itu dan meninggal dunia. Kekurangan
dari cerpen tersebut adalah sulitnya untuk mengerti pesan yang ingin disampaikan oleh
penulis dari cerita tersebut.
C. Nilai-nilai
1. Nilai moral : ?
2. Nilai Sosial : keperdulian, saling menghargai
3. Nilai Budaya : pasangan yang bercerai pisah rumah
4. Nilai Religi :-
5. Nilai Pendidikan : Janganlah berfikir berlebihan mengenai suatu hal, karena akan
mengganggu dan menyusahkan diri sendiri

Anda mungkin juga menyukai