Anda di halaman 1dari 28

TUGAS

DRAMA PAGI BENING


MATA KULIAH : TEKNIS PENULISAN DRAMA

DISUSUN OLEH
NURANDANI ARINI
1905060012
PENDIDIKAN SENI DRAMA TARI DAN MUSIK

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA MATARAM


2020/2021
Tema

Tema dari naskah Pagi Bening adalah “kebohongan yang berakhir keraguan”.

Sinopsis

Pagi hari yang cerah di taman terbuka di Spanyol, duduklah wanita tua bernama Donna
Laura dan lelaki tua bernama Don Gonzalo. Masing-masing dari mereka mempunyaipembantu.
Laura memiliki pembantu bernama Petra, dan Gonzalo memiliki pembantubernama Juanito.
Mereka yang mengantar majikannya ke taman tersebut.

Laura dan Gonzalo ialah dua orang yang dulu pernah bertemu di Villa Maricella, tak jauh
dari kota Valensia. Mereka menceritakan segala sesuatu yang terjadi di sana. Namun,keduanya
tidak menceritakan sebagai diri mereka sendiri. Laura menceritakan hal tersebut dengan
mengaku bahwa yang mengalaminya ialah teman akrabnya, sementara Gonzalo mengaku
bahwa yang mengalaminya ialah saudara sepupunya.

Setelah banyak bercerita, pada akhirnya masing-masing dari mereka masih bertanya-
tanya dan hanya menebak-nebak apakah dia orang pada waktu itu?

Peran (tokoh)

Donna Laura: Seorang wanita berumur kira-kira 70 tahun, kondisi tubuhnyakurang kuat
(bukti : halaman 3 paling atas pada keterangansuasana), dia adalah majikan Petra, suka
membaca puisi (bukti: halaman 7 dialog ke 9). Don Gonzalo: Seorang lelaki berumur kira-kira
70 tahun, kakinya bengkak,sedikit congkak (bukti : halaman 5 dialog ke 6,14,16), tidaksabaran,
dia adalah majikan Juanito. Petra: Seorang lelaki berumur kira-kira 20 tahun, pelupa (bukti
:halaman 3 dialog 12), pembantu Donna Laura. Juanito: Seorang lelaki berumur kira-kira 20
tahun, pembantu Don Gonzalo.
Protagonis: Donna Laura dan Don Gonzalo

Antagonis: -

Deutragonis: -

Tritagonis: -

Foil: -

Utility: -

Rangkaian cerita (Trilogi Aristoteles)

Kesatuan waktu:seluruh rangkaian cerita dalam naskah Pagi Bening dari awalhingga akhir
terjadi urut tanpa selingan maupun lompatan

A. Unsur Intrinsik dalam Naskah “Pagi Bening ”

1. Alur/Plot

Stanton (1965: 14) mengemukakan alur adalah cerita yang berisi kejadian tetapi tokoh-tokoh
tersebut adalah unsur penting dalam sebuah cerita. Pentingnya unsur tersebut pada fungsi
tokoh yang memainkan suatu peran sehingga cerita tersebut dapat dipahami oleh pembaca.
Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2000: 113) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang
berisi urutan kejadian namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat dan
peristiwa yang lain.
Alur disebut juga plot. Alur adalah jalinan atau rangkaian peristiwa berdasarkan hubungan
waktu dan hubungan sebab- akibat. Sebuah alur cerita juga harus menggambarkan jalannya
cerita dari awal (pengenalan) sampai akhir (penyelesaian). Alur cerita terjalin dari rangkaian
ketiga unsur, yaitu dialog, petunjuk laku, dan latar/setting. Sebuah alur dapat dikelompokkan
dalam beberapa tahapan, sebagai berikut.

a. Pengenalan
Pengenalan merupakan bagian permulaan pementasan drama, pengenalan para tokoh
(terutama tokoh utama), latar pentas, dan pengungkapan masalah yang akan dihadapi
penonton.
Perhatikan penggalan teks drama berikut ini!.
( DONNA LAURA MASUK, BERPEGANGAN TANGAN PADA PETRA. TANGANNYA YANG
LAIN MEMBAWA PAYUNG YANG JUGA UNTUK TONGKATNYA ).

b. Pertikaian
Setelah tahap pengenalan, drama bergerak menuju pertikaian yaitu pelukisan pelaku yang
mulai terlibat ke dalam masalah pokok.
Perhatikan penggalan teks drama berikut ini!
LAURA : (MARAH). Awas hati-hati!
GONZALO : Apa Senora berbicara dengan saya?
LAURA : Ya, dengan tuan!
GONZALO : Ada apa?
LAURA : Tuan menakut-nakuti burung-burung merpati saya!
GONZALO : Peduli apa burung-burung itu!
LAURA : Apa, ha?
GONZALO : Ini taman umum, Senora!
LAURA : Tapi kenapa tadi tuan mengutuki pendeta-pendeta di sana itu?
GONZALO : Senora, tapi kita belum pernah jumpa! Dan kenapa tadi Senora menegur
saya? Ayo, juanito! (MELANGKAH KE KANAN)
LAURA : Buruk amat perangai si tuan itu! Kenapa orang mesti jadi tolol dan pandir
kalau sudah meningkat tua? (MELIHAT KE KANAN). Syukur. Ia tidak mendapat bangku! Itu,
orang yang menakut-nakuti merpati-merpatiku. Ha, ia marah-marah. Ya, ayo, carilah bangku
kalau kau dapat! Aduh, kasihan, ia menyeka keringat di dahi. Nah, itu dia kemari lagi.
Debu-debu mengepul seperti kereta lewat! (JUANITO DAN GONZALO MASUK)
Pada kutipan di atas terlihat bahwa drama sudah mulai masuk ke dalam tahap pertikaian
atau konflik. Penggambaran masalah sudah semakin jelas bahwa ada bahaya yang
menghampiri mereka.

c. Puncak
Pada tahap ini pelaku mulai terlibat dalam masalah-masalah pokok dan keadaan dibina
untuk menjadi lebih rumit lagi. Keadaan yang mulai rumit ini, berkembang hingga menjadi
krisis. Pada tahap ini penonton dibuat berdebar, penasaran ingin mengetahui
penyelesaiannya.
Perhatikan petikan drama berikut ini!
LAURA : Maricella. Apa tuan pernah mendengarnya?
GONZALO : Tak asing lagi nama itu ... ah, kita tambah tua tambah pelupa ... di Villa itu
dulu ada seorang wanita paling cantik yang pernah saya lihat dan saya kenal. Dan
namanya... O ya, Laura Liorento!
LAURA : (KAGET) Laura Liorento?
GONZALO : Benar (MEREKA SALING TATAP)
LAURA : (SADAR LAGI) Ah, tak apa-apa, hanya mengingatkan saya pada teman
karib saya.
GONZALO : Aneh juga.
LAURA : Memang aneh! Dia diberi sebutan “ Perawan Bagai Perak”.
GONZALO : Tepat, “Perawan Bagai Perak”. Nama itulah yang terkenal di sana.
Sekarang saya seperti melihatnya kembali di jendela di antara kembang mawar merah
itu.Nyonya ingat jendela itu?
LAURA : Ya, saya ingat itulah jendela kamarnya.
GONZALO : Dulu dia suka berjam-jam di jendela.
LAURA : (MELAMUN) Ya, memang dulu dia suka begitu.
Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa puncak masalah itu adalah ketia Laura terkejut
dengan pernyataan-pernyataan yang diucapkan Gonzalo sewaktu ia masih tinggal di
Villa Maricella.

d. Penyelesaian
Pada tahap ini dilukiskan bagaimana sebuah drama berakhir dengan penyelesaian yang
menggembirakan atau menyedihkan. Bahkan dapat pula diakhiri dengan hal yang bersifat
samar sehingga mendorong penonton untuk mengira-ngira dan memikirkan sendiri akhir
sebuah cerita.
Perhatikan penggalan teks drama berikut ini!

LAURA : Tak salah, dialah Gonzalo!


GONZALO : (KE SAMPING) Tak salah, dialah Laura!
(MEREKA MASING-MASING MELAMBAIKAN TANGAN)
LAURA : Mungkinkah dia itu benar orangnya?
GONZALO : Ya Allah, diakah orangnya itu?
(KEDUANYA TERSENYUM)
Pada tahap penyelesaian drama ini dapat dilihat bahwa drama ini berakhir dengan tanda
tanya karena permasalahan itu di akhiri dengan sebuah senyuman rasa ketidakpastian
diantara keduanya. Ini semua disebabkan karena tidak adanya kejujuran diantara mereka.

B. Nilai Moral
Dalam karyanya, pengarang pasti menyampaikan sebuah amanat. Amanat merupakan
pesan atau nilai-nilai moral yang bermanfaat yang terdapat dalam drama. Amanat dalam
drama bisa diungkapkan secara langsung (tersurat), bisa juga tidak langsung atau
memerlukan pemahaman lebih lanjut (tersirat). Apabila penonton menyaksikan drama
dengan teliti, dia dapat menangkap pesan atau nilai-nilai moral tersebut. Amanat akan lebih
mudah ditangkap jika drama tersebut dipentaskan.
Berikut amanat yang terkandung dalam naskah drama “Pagi Bening”:
a. Harus saling terbuka satu sama lain
b. Jujur terhadap perasaan sendiri
c. Jadikan masa lalu sebagai pengalaman dan kenangan.

C. Pemakaian Bahasa
Gaya Bahasa
Berikut gaya bahasa yang terdapat pada drama “Pagi Bening” :
1. Personifikasi, adalah semacam gaya bahasa yang menyatakan seolah-olah benda
mati itu hidup.
LAURA : Adios! (MEMANDANG KE ARAH PEPOHONAN). Ha, mereka datang.
Mereka tahu kapan mesti datang menemui aku (BANGKIT DAN MENYERAHKAN
REMAH-REMAH ROTI). Ini buat yang putih, ini untuk yang coklat, dan ini untuk yang paling
kecil tapi kenes. (TERTAWA DAN DUDUK LAGI MEMANDANG MERPATI YANG SEDANG
MAKAN). Ah, merpati-merpati yang manis. Itu yang besar mesti lebih dulu, kentara dari
kepalanya yang besar, dan itu ... aduh , kenes benar. Hai, yang satu itu selesai mematuk
terus terbang ke dahan. Bersunyi diri. Agaknya ia suka berfilsafat. Tapi dari mana saja
mereka ini datang? Seperti kabar angin saja! Meluas dengan mudah. Ha, ha, jangan
bertengkar. Masih banyak. Besok kubawakan yang lebih banyak lagi!
LAURA : Saya pun merasa enak sekarang.
(KE SAMPING) Obat itu telah mendamaikan kami rupanya!

2. Hiperbola, adalah gaya bahasa yang menyatakan melebih-lebihkan.


GONZALO : Kalau tidak percaya, tanyakan saja kepada kelinci-kelinci dan
burung-burung.
LAURA : Ya, membunuh waktu! Apa hanya waktu saja bisa tuan bunuh?
GONZALO : Ya, Senora. Tiap Minggu saya menyandang bedil bersama anjing saya pergi
ke Arazaca. Iseng-iseng berburu! Membunuh waktu!
GONZALO : Nyonya kira begitu? Saya bisa menunjukkan kepala beruang besar
dikamar saya!
LAURA : Dan saya juga bisa menunjukkan kepala singa di kamar tamu saya,
meskipun saya bukan pemburu!

3. Ironi, adalah gaya bahasa yang menyatakan sindiran.


GONZALO : Juanito! Buku! Bosan mendengarkan nonsense macam itu!
LAURA : Alangkah sopan santun tuan ini!

D. Pertimbangan Bahan Ajar


Dari Naskah “Pagi Bening” bisa menjadikan bahan pertimbangan untuk pembelajaran
mengapresiasi sekaligus mengkaji sebuah Naskah lebih konkrit dengan ketentuan yang ada
sehingga bisa dijadikan acuan, khususnya untuk kita sendiri dan umumnya untuk bahan ajar
di kelas, menganalisis naskah drama tidak akan lepas dari unsur-unsur pembangunan
naskah, penggunaan gaya bahasa, nilai-nilai yang terkandung dalam srebuah naskah dan
sebagainya. Menjadi suatu landasan penting untuk bahan ajar yang akan menjadi acuan
penting dalam kesusastraan.

2. Jawaban
a. Setelah menyaksikan pementasan drama saya bisa mendeskripsikan sedikitnya
tentang pementasan tersebut, dari mulai alur ceritanya, judul ceritanya, peran dalam
pementasan tersebut dan dimana pementasan itu dilaksanakan. Banyak kesan yang bisa
kita dapatkan setelah menonton pementasan drama, banyak yang bisa kita dapatkan
manfaatnya. Diantaranya saya akan mendefrisikan setelah saya melihat pementasan
drama:
Dapat mengetahui unsur psikis dalam pementasan drama diantaranya mengetahui peran
protagonis ( pemeran utama/ pahlawan atau cerita yang menjadi pusat cerita), mengetahui
peran antagonis ( peran lawan, sering juga menjadi musuh yang menyebabkan konflik),
tritagonis (peran penengah, bertugas mendamaikan atau menjadi pengantara protagonist
dan antagonis) serta peran pembantu. Dan jika pertunjukan diawalanya membuat kita
kagum, kita akan betah didalam ruangan pertunjukan drama tersebut, dan jika diawalnya
sudah tidak rami atau tidak menghibur cenderung tidak akan betah di dalam ruangan.
b. Komentar
Berhubungan dengan komentar setelah menyaksikan pementasan drama, komentar hadir
setelah kita melihat munculnya sebuah pementasan tersebut, jika awalnya tidak berkesan
maka komentar saya pementasannya kurang menghibur, jika pementasan di awal ceritanya
menarik dan membuat saya penasaran sehingga saya bisa tetap bertahan didalam ruangan
pementasan tersebut. Pernah saya melihat pementasan drama yang berjudul “Bunga
Rumah Makan” kisahnya menarik berbaur klasik, bahkan peran atau tokoh dalam
pementasan tersebut sangat menarik, sehingga saya betah menontonnya.

3. Hal yang saya akan perhatikan ketika mementaskan drama dan bertindak sebagai
sutradara yaitu :
a. Menentukan nada dasar
Tugas pertama sutradara adalah mencari motif yang meraksuk karya lakon, yang member
cirri kejiwaan dan selalu Nampak dalam penyutradaraan. Sebuah nada dasar yang bersifat
ringan tidak mendalam, menentukan atau memberikan suasana khusus, membuat lakon
gembira, mengurangi tragedy yang berlebih-lebihan, memberikan prinsip dasar pada lakon,
menentukan casting. Tata dan teknik pentas : segala yang menyangkut soal tata pakaian,
tata rias, dekor, tata sinar. Semua itu harus disesuaikan dengan nada dasar. Tata dan teknik
pentas ialah segala masalah yang tidak termasuk cerita, naskah dan acting. Menyusun Mise
En Scene, menguatkan atau melemahkan Scene, menciptakan aspek-aspek laku, dan ada
dua macam kedudukan sutradara jika dalam sebuah pementasan dan hal yang harus
diperhatikan yaitu sebagai teknikus yaitu dia akan mencipta pergelaran, yang menyolok.
Sebagai psikolog drama yaitu ekpresi luar atau lahirian dalam pergelaran menjadi
berkurang.
Pagi Bening

Drama Komedi Satu Babak


Karya Serafin dan Joaquin Alvarez Quintero
Terjemahan Drs. Sapardi Joko Damono
© 2006
Pagi Bening
( Drama Komedi Satu Babak dari tanah Spanyol )
Karya Serafin dan Joaquin Alvarez Quintero
Terjemahan Drs. Sapardi Joko Damono

Tempat Kejadian
Madrid – Spanyol
Di suatu tempat – Taman terbuka
Di jaman ini juga

Pemain
Donna Laura
Wanita tua, berumur kira-kira 70 tahun
Masih nampak jelas bahwa dulunya cantik dan tindak tanduknya
menunjukkan bahwa mentalnya juga baik.
Don Gonzalo
Lelaki tua, berumur kira-kira 70 tahun lebih
Agak congkak dan selalu tampak tidak sabaran
Petra
Gadis pembantu Laura
Juanito
Pemuda pembantu Gonzalo
( DONNA LAURA MASUK, BERPEGANGAN TANGAN PADA PETRA.
TANGANNYA YAN LAIN MEMBAWA PAYUNG YANG JUGA UNTUK
TONGKATNYA )

LAURA : Aku selalu merasa gembira sekali di sini. Syukur bangkuku tidak ditempati
orang lain. Duhai, pagi yang cerah! Cerah sekali.

PETRA : Tapi matahari agak panas, Senora.

LAURA : Ya, kau masih duapuluh tahun (IA DUDUK DI BANGKU BELAKANG). Aku
merasa lebih letih dari biasanya (MELIHAT PETRA YANG NAMPAK TAK
SABAR), pergilah kalau kau ingin ngobrol dengan tukang kebunmu itu!

PETRA : Dia bukan tukang kebunku, Senora, dia tukang kebun taman ini!

LAURA : Ia lebih tepat disebut milikmu daripada milik taman ini. Cari saja dia. Tapi
jangan sampai terlalu jauh hingga tak kau dengar panggilanku.

PETRA : Saya sudah melihatnya di sana, menanti.

LAURA : Pergilah, tapi jangan lebih dari sepuluh menit!

PETRA : Baik, Senora (BERJALAN KE KANAN)

LAURA : Hei, nanti dulu!

PETRA : Ada apa lagi, Senora?

LAURA : Berikan remah-remah roti itu!

PETRA : Ah, pelupa benar aku ini!


LAURA : (SENYUM) Aku tahu! Pikiranmu sudah lekat ke sana, heh, si tukang kebun
itu!

PETRA : Ini, Senora (MENGELUARKAN BUNGKUSAN ROTI. KELUAR KE KANAN)

LAURA : Adios! (MEMANDANG KE ARAH PEPOHONAN). Ha, mereka datang.


Mereka tahu kapan mesti datang menemui aku (BANGKIT DAN
MENYERAHKAN REMAH-REMAH ROTI). Ini buat yang putih, ini untuk yang
coklat, dan ini untuk yang paling kecil tapi kenes. (TERTAWA DAN DUDUK
LAGI MEMANDANG MERPATI YANG SEDANG MAKAN). Ah, merpati-
merpati yang manis. Itu yang besar mesti lebih dulu, kentara dari kepalanya
yang besar, dan itu ... aduh , kenes benar. Hai, yang satu itu selesai
mematuk terus terbang ke dahan. Bersunyi diri. Agaknya ia suka berfilsafat.
Tapi dari mana saja mereka ini datang? Seperti kabar angin saja! Meluas
dengan mudah. Ha, ha, jangan bertengkar. Masih banyak. Besok kubawakan
yang lebih banyak lagi!
(DON GONZALO DAN JUANITO MASUK DARI KIRI. GONZALO
BERGANTUNG SEDIKIT PADA JUANITO. KAKINYA BENGKAK, AGAK DI
SERET)

GONZALO : Membuang-buang waktu melulu! Mereka itu suka benar bicara yang bukan-
bukan.

JUANITO : Duduk di sini sajalah, senior. Hanya ada seorang wanita.


(DONA LAURA MENENGOK DAN MENDENGARKAN)

GONZALO : Tidak, Juanito. Aku mau tersendiri.

JUANITO : Tapi tak ada .

GONZALO : Yang di sana itu kan milikku!

JUANITO : Tiga orang pendeta duduk di sana, Senior!

GONZALO : Singkirkan saja mereka! ... ... ... Sudah pergi!


JUANITO : Tentu saja belum! Mereka tengah bercakap-cakap.

GONZALO : Seperti merekat pada bangku saja mereka itu! Heh, tak ada harapan lagi,
Juanito. Mari!

JUANITO : (MENGGANDENG KE ARAH MERPATI-MERPATI)

LAURA : (MARAH). Awas hati-hati!

GONZALO : Apa Senora berbicara dengan saya?

LAURA : Ya, dengan tuan!

GONZALO : Ada apa?

LAURA : Tuan menakut-nakuti burung-burung merpati saya!

GONZALO : Peduli apa burung-burung itu!

LAURA : Apa, ha?

GONZALO : Ini taman umum, Senora!

LAURA : Tapi kenapa tadi tuan mengutuki pendeta-pendeta di sana itu?

GONZALO : Senora, tapi kita belum pernah jumpa! Dan kenapa tadi Senora menegur
saya? Ayo, juanito! (MELANGKAH KE KANAN)

LAURA : Buruk amat perangai si tuan itu! Kenapa orang mesti jadi tolol dan pandir
kalau sudah meningkat tua? (MELIHAT KE KANAN). Syukur. Ia tidak
mendapat bangku! Itu, orang yang menakut-nakuti merpati-merpatiku. Ha, ia
marah-marah. Ya, ayo, carilah bangku kalau kau dapat! Aduh, kasihan, ia
menyeka keringat di dahi. Nah, itu dia kemari lagi. Debu-debu mengepul
seperti kereta lewat! (JUANITO DAN GONZALO MASUK)

GONZALO : Apa sudah pergi pendeta-pendeta yang ngobrol itu, Juan?

JUANITO : Tentu saja belum, Senior?

GONZALO : Walikota seharusnya lebih banyak menaruh bangku-bangku di sini! Terpaksa


juga aku kini duduk bersama wanita tua itu!
(IA DUDUK DI UJUNG BANGKU,MEMANDANG DENGAN IRI KEPADA
LAURA, DAN MEMBERI HORMAT DENGAN MENGANGKAT TOPI).
Selamat pagi.

LAURA : Jadi tuan di sini lagi?

GONZALO : Ku ulang lagi, kita kan belum pernah jumpa!

LAURA : Saya toh cuma membalas salam tuan!

GONZALO : “Selamat Pagi”, mestinya cukup dibalas dengan “selamat pagi” saja.

LAURA : Tapi tuan seharusnya juga minta ijin untuk duduk di bangku saya ini.

GONZALO : Ahai, bangku ini kan milik umum!

LAURA : Kenapa bangku yang di san itu juga tuan katakan milik tuan, hah?

GONZALO : Baik, baik! Sekian sajalah!


( PADA DIRINYA SENDIRI ) Dasar perempuan tua! Patutnya dia di rumah
saja, merenda atau menghitung tasbih.
LAURA : Jangan mengoceh lagi. Aku juga tokh, tak akan pergi untuk sekedar
menyenangkan hatimu!

GONZALO : (MENGELAP SEPATUNYA DENGAN SAPU TANGAN). Kalau disiram air


sedikit tentu lebih baik. Tak berdebu lagi jadinya taman ini.

LAURA : Apa tuan biasa menggunakan saputangan sebagai lap?

GONZALO : Kenapa tidak?!

LAURA : Apa tuan juga menggunakan lap sebagai sapu tangan?

GONZALO : Hah? Nyonya kan tak punya hak untuk mengeritik saya!

LAURA : Toh sekarang saya ini tetangga tuan!

GONZALO : Juanito! Buku! Bosan mendengarkan nonsense macam itu!

LAURA : Alangkah sopan santun tuan ini!

GONZALO : Maaf saja nyonya. Tapi saya mengharap nyonya tidak bernapsu campur
tangan urusan orang lain!

LAURA : Saya memang biasa melahirkan pikiran-pikiran saya.

GONZALO : Hhh, Juanito! Buku!

JUANITO : Ini, tuan! (MENGAMBIL BUKU DARI KANTONG, DON GONZALO


MEMANDANG DENGKI PADA LAURA; GONZALO MENGELUARKAN
KACA PEMBESAR DAN KACAMATA: MEMBUKA BUKU)
LAURA : Oh, saya kira tuan mengeluarkan teleskop.

GONZALO : Nyonya bicara lagi!

LAURA : Tentunya penglihatan tuan masih baik sekali!!

GONZALO : Jauh lebih baik dari penglihatan nyonya!

LAURA : Ahai, tentu saja!

GONZALO : Kalau tidak percaya, tanyakan saja kepada kelinci-kelinci dan burung-burung.

LAURA : Artinya tuan suka berburu kelinci dan burung?

GONZALO : Saya pemburu memang. Dan sekarang pun saya tengah berburu.

LAURA : Ya, tentunya! Begitulah!

GONZALO : Ya, Senora. Tiap Minggu saya menyandang bedil bersama anjing saya pergi
ke Arazaca. Iseng-iseng berburu! Membunuh waktu!

LAURA : Ya, membunuh waktu! Apa hanya waktu saja bisa tuan bunuh?

GONZALO : Nyonya kira begitu? Saya bisa menunjukkan kepala beruang besar dikamar
saya!

LAURA : Dan saya juga bisa menunjukkan kepala singa di kamar tamu saya,
meskipun saya bukan pemburu!

GONZALO : Sudahlah nyonya, sudah! Saya mau membaca. Percakapan cukup!


Ngomong putus!
LAURA : Ha, tuan menyerah!

GONZALO : Tapi saya mau ambil obat bersin dulu. (MENGAMBIL TEMPAT OBAT).
Nyonya mau? (MEMBERIKAN OBAT ITU)

LAURA : Kalau cocok!

GONZALO : Ini nomor satu! Nyonya tentu akan suka!

LAURA : Memang biasanya akan menghilangkan pusing.

GONZALO : Saya pun begitu.

LAURA : Tuan suka bersin?

GONZALO : Ya tiga kali.

LAURA : Persis sama dengan saya! (SETELAH MENGAMBIL BUBUKAN,


KEDUANYA BERSIN BERGANTI-GANTI MASING-MASING TIGA KALI).

GONZALO : Ehaaaah, agak enakan sekarang.

LAURA : Saya pun merasa enak sekarang.


(KE SAMPING) Obat itu telah mendamaikan kami rupanya!

GONZALO : Maaf, saya mau membaca keras. Tidak mengganggu kan?

LAURA : Silahkan sekeras mungkin, tuan tidak menggangu saya lagi.

GONZALO : (MEMBACA) “ Segala cinta itu menyakitkan hati


Tetapi bagaimana jugapun pedihnya
Cinta adalah sesuatu yang terbaik
Yang pernah kita miliki “
Nah, bait itu dari penyair Campoamor.

LAURA : Ah!

GONZALO : (MEMBACA) “ Anak-anak dari para bunda


Yang pernah kucinta
Menciumku sekarang
Seperti bayangan hampa “
Baris-baris ini agak lucu juga rasanya.

LAURA : (TERTAWA) Kukira juga begitu.

GONZALO : Ada beberapa sajak bagus dalam buku ini. Dengar!


(MEMBACA) “ Duapuluh tahun berlalu
Ia pun kembalilah “

LAURA : Cara tuan membaca dengan kaca pembesar itu sungguh agak menggelikan
saya.

GONZALO : Jadi nyonya bisa membaca tanpa kaca pembesar?

LAURA : Tentu saja, tuan.

GONZALO : Setua itu? Ahai, nyonya main-main saja!

LAURA : Coba saya pinjam buku tuan itu!


(MENGAMBIL BUKU DAN MEMBACANYA KERAS-KERAS)
“ Duapuluh tahun berlalu
Dan ia pun kembalilah
Masing-masing saling memandang,
Berkata :
Mungkinkah dia orangnya?
Ya Allah, dimana oranya itu? “

GONZALO : Hebat! Saya iri hati pada penglihatan nyonya.

LAURA : (KESAMPING) Hmm, saya hafal tiap kata syair itu.

GONZALO : Saya gemar sekali puisi-puisi yang bagus. Sungguh gemar sekali. Bahkan
ketika masih muda, kadang-kadang suka bersyair.

LAURA : Sajak-sajak bagus juga?

GONZALO : Ya, macam-macamlah. Saya dulu sahabat dari Exprosoda, Zorilla, Bocquer,
dan penyair-penyair lain. Saya kenal Zorilla pertama kali di Amerika.

LAURA : Eh, tuan pernah ke Amerika?

GONZALO : Sering juga. Pertama kesana saya waktu umur 6 tahun.

LAURA : Tentunya dulu tuan ikut Colombus.

GONZALO : (TERTAWA) Yah, tidak sejelek itu nasibku! Saya sudah tua, tapi belum
pernah kenal Raja Ferdinand serta Ratu Isabella!
(KEDUANYA TERTAWA). Saya juga teman Campoamor, berjumpa pertama
kali di Valensia. Saya warga kota di sana.

LAURA : Apa sungguh?


GONZALO : Saya dibesarkan disana. Dan masa mudaku habis di kota itu. Apa nyonya
pernah ke Valensia?

LAURA : Pernah! Tiada jauh dari Valensia ada sebuah villa dan kalau masih berdiri
sekarang, bisa mengembalikan kenangan-kenangan yang manis. Saya
pernah tinggal beberapa musim di sana. Tapi sudah lama lampau. Villa itu
dekat laut, tersembunyi antara pohon jeruk. Mereka menyebutnya ... ah ...
lupa ... o ya, Villa Maricella.

GONZALO : Maricella?

LAURA : Maricella. Apa tuan pernah mendengarnya?

GONZALO : Tak asing lagi nama itu ... ah, kita tambah tua tambah pelupa ... di Villa itu
dulu ada seorang wanita paling cantik yang pernah saya lihat dan saya kenal.
Dan namanya ... O ya, Laura Liorento!

LAURA : (KAGET) Laura Liorento?

GONZALO : Benar (MEREKA SALING TATAP)

LAURA : (SADAR LAGI) Ah, tak apa-apa, hanya mengingatkan saya pada teman karib
saya.

GONZALO : Aneh juga.

LAURA : Memang aneh! Dia diberi sebutan “ Perawan Bagai Perak”.

GONZALO : Tepat, “Perawan Bagai Perak”. Nama itulah yang terkenal di sana. Sekarang
saya seperti melihatnya kembali di jendela di antara kembang mawar merah
itu. Nyonya ingat jendela itu?

LAURA : Ya, saya ingat itulah jendela kamarnya.


GONZALO : Dulu dia suka berjam-jam di jendela.

LAURA : (MELAMUN) Ya, memang dulu dia suka begitu.

GONZALO : Dia gadis ideal. Manis bagai kembang lilia. Rambutnya hitam. Sungguh
mengesankan sekali! Mengesankan sampai kapan saja. Tubuhnya ramping
sempurna. Betapa Tuhan telah menciptakan keindahan seperti itu. Dia
seperti impian saja.

LAURA : (KE SAMPING) Jika seandainya tuan tahu bahwa impian itu ada di samping
tuan, tuan akan sadar impian macam apa itu, heh?
(KERAS-KERAS) Dia adalah gadis yang malang yang gagal cinta.

GONZALO : Betapa sedihnya (MEREKA SALING MEMANDANG)

LAURA : Tuan pernah mendengar kabarnya?

GONZALO : Ya, pernah.

LAURA : Nasib malang meminta yang lain.


(KESAMPING) Gonzalo!

GONZALO : Si jago cinta cakap itu! Peristiwa cinta yang sama.

LAURA : Ah, duel itu.

GONZALO : Tepat, duel itu. Si Jago Cinta itu adalah ... saudara sepupu saya. Saya juga
sayang sekali kepadanya.

LAURA : Oh ya, saudara sepupu. Seorang temanku menyurati saya dan bercerita
tentang mereka. Dia ... saudara sepupu tuan itu ... tiap pagi lewat di depan
jendelanya dengan naik kuda, dan melemparkan ke atas seberkas kembang
yang segera disambut gadisnya.

GONZALO : Dan tak lama kemudian, dia ... saudara sepupu saya itu ... lewat lagi untuk
menerima kembang dari atas. Begitu?

LAURA : Benar. Dan keluarga gadis itu ingin agar ia kawin dengan saudagar yang
tidak ia cintai.

GONZALO : Dan pada suatu malam, ketika saudara sepupuku tadi tengah menanti
gadisnya menyanyi ... di bawah jendela, lelaki itu muncul dengan tiba-tiba.

LAURA : Dan menghina saudara tuan itu.

GONZALO : Kemudian pertengkaran terjadi.

LAURA : Dan kemudian ... duel!

GONZALO : Ya, waktu matahari terbit, di tepi pantai, dan si Saudagar itu luka-luka parah.
Saudara sepupu saya itu harus bersembunyi dan kemudian melarikan diri.
LAURA : Tuan rupanya mengetahui benar ceritanya.

GONZALO : Nyonya pun begitu agaknya.

LAURA : Saya katakan tadi, seorang teman telah menyurati saya.

GONZALO : Saya pun diceritai oleh saudara sepupu saya.


(KE SAMPING) Heh, inilah Laura itu! Tak salah!

LAURA : (KE SAMPING) Kenapa menceritakan padanya? Dia tak curiga apa-apa.

GONZALO : (KE SAMPING) Dia sama sekali tak bersalah.


LAURA : Dan apakah tuan pula yang menasihati saudara tuan itu untuk melupakan
Laura?

GONZALO : Ooo, saudara sepupu saya tak pernah melupakannya.

LAURA : Bagaimana begitu?

GONZALO : Akan saya ceritakan segalanya kepada nyonya.


Anak muda – Don Gonzalo itu – bersembunyi di rumah saya, takut
menanggung akibatnya yang buruk sehabis menang duel itu. Dari rumah
saya ia terus lari ke Madrid. Ia kirim surat-surat kepada Laura, di antaranya
sajak-sajak. Tapi tentunya surat-surat itu jatuh ke tangan orang tuanya.
Buktinya tak ada balasan. Kemudian Gonzalo pergi ke Afrika, sebab cintanya
telah gagal sama sekali, masuk tentara dan terbunuh di sebuah selokan
sambil menyebut berulangkali nama Lauranya yang sangat tercinta.

LAURA : (KE SAMPING) Dusta! Heh, dusta kotor belaka!

GONZALO : (KE SAMPING) Saya tak bisa membunuh diriku lebih ngeri lagi.

LAURA : Tuan tentunya telah ditumbangkan kesedihan yang sangat

GONZALO : Memang betul, nyonya. Dia seperti saudaraku sendiri. Dan saya kira tak lama
kemudian, Laura telah melupakannya. Kembali bermain memburu kupu-kupu
seperti biasanya. Tak pernah meratapinya.

LAURA : Tidak, Senior. Sama sekali tidak!

GONZALO : Biasanya perempuan memang begitu!

LAURA : Kalaupun itu sudah sifat perempuan, “Perawan Bagai Perak” adalah
terkecuali! Teman saya itu menanti berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan
bertahun-tahun dan tak selembar suratpun tiba. Suatu senja ketika matahari
terbenam, dia meninggalkan rumahnya dan dengan langkah tergesa menuju
pantai tempat kekasihnya menjaga nama baiknya. Ia menuliskan namanya di
pasir, lalu duduk di atas karang, memandang ke kaki langit. Ombak
menyanyikan tembang duka yang kekal, dan menggapai batu karang di
mana perawan itu duduk. Air pasang segera tiba dan menyapu gadis itu dari
muka bumi.

GONZALO : Ya Allah!

LAURA : Para nelayan di situ sering menceritakan bahwa nama yang ditulis gadis itu
lenyap ditelan air pasang.
(KE SAMPING) Toh kamu tak tahu aku reka-reka sendiri cerita kematianku!

GONZALO : ( KE SAMPING ) Dia berdusta lebih ngeri dari dustaku!

LAURA : Ah, Laura yang malang!

GONZALO : Wahai Gonzalo yang malang!

LAURA : (KE SAMPING) Aku takkan bercerita kepadanya bahwa aku kawin dua tahun
kemudian setelah duel itu!

GONZALO : (KE SAMPING) Aku takkan bercerita kepadanya bahwa dua bulan kemudian
aku mengawini penari ballet dari Paris!

LAURA : Nasib memang selalu aneh. Di sini, tuan dan saya, dua orang asing, bertemu
secara kebetulan dan saling menceritakan kisah cinta yang sama dari dua
teman lama yang telah bertahun lalu terjadi, seperti sudah akrab benar kita
ini!

GONZALO : Ya, memang aneh. Padahal mula-mula kita bertemu tadi, kita bertengkar.

LAURA : Tuan juga yang tadi mengganggu merpati-merpati saya.


GONZALO : Memang agak kasar saya tadi.

LAURA : Memang kasar. (RAMAH) Tuan datang lagi besok pagi?

GONZALO : Tentu, asal pagi secerah ini. Dan takkan lagi mengganggu merpati-merpati
itu, tapi saya akan membawa remah-remah roti besok.

LAURA : Oh, terima kasih. Burung-burung selalu tahu berterimakasih. Hei! Mana
pembantuku tadi? – Petra!

GONZALO : (MELIHAT LAURA YANG MEMBELAKANG) Tidak! Tak akan kukatakan


siapa aku ini sebenarnya. Aku sudah tua dan lemah. Biarlah dia
mengangankan aku sebagai penunggang kuda tampan yang lewat di bawah
jendelanya.

LAURA : Nah, itu dia.

GONZALO : Itu Juanito! Dia sedang bercanda dengan gadisnya! (MENGISYARATI)

LAURA : (MEMANDANG GONZALO YANG MEMBELAKANG) Tidak, aku sudah


berubah tua. Lebih baik ia mengingatku sebagai gadis bermata hitam yang
melempar bunga dari jendela.
(JUANITO DAN PETRA MASUK) Hei, Petra!

GONZALO : Juanito, kau sedikit lambat.

PETRA : (KEPADA LAURA) Si tukang kebun memberikan bunga-bunga ini kepada


Seniora.

LAURA : Alangkah bagusnya. Terima kasih. Sedap benar baunya! (BEBERAPA


BUNGA GUGUR KE TANAH)

GONZALO : Ini semua sungguh menyenangkan, Senora!


LAURA : Demikian juga saya, Senior!

GONZALO : Sampai besok, nyonya!

LAURA : Sampai besok, tuan!

GONZALO : Agak panas hari ini!

LAURA : Pagi yang cerah. Tuan besok pergi ke bangku tuan?

GONZALO : Tidak, saya akan kemari saja. Itu kalau nyonya tidak berkeberatan.

LAURA : Bangku ini selalu menanti tuan!

GONZALO : Akan saya bawa remah-remah roti!

LAURA : Besok pagi, jadilah!

GONZALO : Besok pagi. (LAURA MELANGKAH KE KANAN BERPEGANG PADA


PETRA. GONZALO MEMBUNGKUK SUSAH PAYAH MEMUNGUT BUNGA
YANG JATUH TADI, DAN LAURA MENENGOK KETIKA ITU)

LAURA : Apa yang tuan kerjakan?

GONZALO : Juanito, tunggu dong!

LAURA : Tak salah, dialah Gonzalo!

GONZALO : (KE SAMPING) Tak salah, dialah Laura!


(MEREKA MASING-MASING MELAMBAIKAN TANGAN)
LAURA : Mungkinkah dia itu benar orangnya?

GONZALO : Ya Allah, diakah orangnya itu?


(KEDUANYA TERSENYUM)

Layar Turun

Anda mungkin juga menyukai