DISUSUN OLEH
NURANDANI ARINI
1905060012
PENDIDIKAN SENI DRAMA TARI DAN MUSIK
Tema dari naskah Pagi Bening adalah “kebohongan yang berakhir keraguan”.
Sinopsis
Pagi hari yang cerah di taman terbuka di Spanyol, duduklah wanita tua bernama Donna
Laura dan lelaki tua bernama Don Gonzalo. Masing-masing dari mereka mempunyaipembantu.
Laura memiliki pembantu bernama Petra, dan Gonzalo memiliki pembantubernama Juanito.
Mereka yang mengantar majikannya ke taman tersebut.
Laura dan Gonzalo ialah dua orang yang dulu pernah bertemu di Villa Maricella, tak jauh
dari kota Valensia. Mereka menceritakan segala sesuatu yang terjadi di sana. Namun,keduanya
tidak menceritakan sebagai diri mereka sendiri. Laura menceritakan hal tersebut dengan
mengaku bahwa yang mengalaminya ialah teman akrabnya, sementara Gonzalo mengaku
bahwa yang mengalaminya ialah saudara sepupunya.
Setelah banyak bercerita, pada akhirnya masing-masing dari mereka masih bertanya-
tanya dan hanya menebak-nebak apakah dia orang pada waktu itu?
Peran (tokoh)
Donna Laura: Seorang wanita berumur kira-kira 70 tahun, kondisi tubuhnyakurang kuat
(bukti : halaman 3 paling atas pada keterangansuasana), dia adalah majikan Petra, suka
membaca puisi (bukti: halaman 7 dialog ke 9). Don Gonzalo: Seorang lelaki berumur kira-kira
70 tahun, kakinya bengkak,sedikit congkak (bukti : halaman 5 dialog ke 6,14,16), tidaksabaran,
dia adalah majikan Juanito. Petra: Seorang lelaki berumur kira-kira 20 tahun, pelupa (bukti
:halaman 3 dialog 12), pembantu Donna Laura. Juanito: Seorang lelaki berumur kira-kira 20
tahun, pembantu Don Gonzalo.
Protagonis: Donna Laura dan Don Gonzalo
Antagonis: -
Deutragonis: -
Tritagonis: -
Foil: -
Utility: -
Kesatuan waktu:seluruh rangkaian cerita dalam naskah Pagi Bening dari awalhingga akhir
terjadi urut tanpa selingan maupun lompatan
1. Alur/Plot
Stanton (1965: 14) mengemukakan alur adalah cerita yang berisi kejadian tetapi tokoh-tokoh
tersebut adalah unsur penting dalam sebuah cerita. Pentingnya unsur tersebut pada fungsi
tokoh yang memainkan suatu peran sehingga cerita tersebut dapat dipahami oleh pembaca.
Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2000: 113) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang
berisi urutan kejadian namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat dan
peristiwa yang lain.
Alur disebut juga plot. Alur adalah jalinan atau rangkaian peristiwa berdasarkan hubungan
waktu dan hubungan sebab- akibat. Sebuah alur cerita juga harus menggambarkan jalannya
cerita dari awal (pengenalan) sampai akhir (penyelesaian). Alur cerita terjalin dari rangkaian
ketiga unsur, yaitu dialog, petunjuk laku, dan latar/setting. Sebuah alur dapat dikelompokkan
dalam beberapa tahapan, sebagai berikut.
a. Pengenalan
Pengenalan merupakan bagian permulaan pementasan drama, pengenalan para tokoh
(terutama tokoh utama), latar pentas, dan pengungkapan masalah yang akan dihadapi
penonton.
Perhatikan penggalan teks drama berikut ini!.
( DONNA LAURA MASUK, BERPEGANGAN TANGAN PADA PETRA. TANGANNYA YANG
LAIN MEMBAWA PAYUNG YANG JUGA UNTUK TONGKATNYA ).
b. Pertikaian
Setelah tahap pengenalan, drama bergerak menuju pertikaian yaitu pelukisan pelaku yang
mulai terlibat ke dalam masalah pokok.
Perhatikan penggalan teks drama berikut ini!
LAURA : (MARAH). Awas hati-hati!
GONZALO : Apa Senora berbicara dengan saya?
LAURA : Ya, dengan tuan!
GONZALO : Ada apa?
LAURA : Tuan menakut-nakuti burung-burung merpati saya!
GONZALO : Peduli apa burung-burung itu!
LAURA : Apa, ha?
GONZALO : Ini taman umum, Senora!
LAURA : Tapi kenapa tadi tuan mengutuki pendeta-pendeta di sana itu?
GONZALO : Senora, tapi kita belum pernah jumpa! Dan kenapa tadi Senora menegur
saya? Ayo, juanito! (MELANGKAH KE KANAN)
LAURA : Buruk amat perangai si tuan itu! Kenapa orang mesti jadi tolol dan pandir
kalau sudah meningkat tua? (MELIHAT KE KANAN). Syukur. Ia tidak mendapat bangku! Itu,
orang yang menakut-nakuti merpati-merpatiku. Ha, ia marah-marah. Ya, ayo, carilah bangku
kalau kau dapat! Aduh, kasihan, ia menyeka keringat di dahi. Nah, itu dia kemari lagi.
Debu-debu mengepul seperti kereta lewat! (JUANITO DAN GONZALO MASUK)
Pada kutipan di atas terlihat bahwa drama sudah mulai masuk ke dalam tahap pertikaian
atau konflik. Penggambaran masalah sudah semakin jelas bahwa ada bahaya yang
menghampiri mereka.
c. Puncak
Pada tahap ini pelaku mulai terlibat dalam masalah-masalah pokok dan keadaan dibina
untuk menjadi lebih rumit lagi. Keadaan yang mulai rumit ini, berkembang hingga menjadi
krisis. Pada tahap ini penonton dibuat berdebar, penasaran ingin mengetahui
penyelesaiannya.
Perhatikan petikan drama berikut ini!
LAURA : Maricella. Apa tuan pernah mendengarnya?
GONZALO : Tak asing lagi nama itu ... ah, kita tambah tua tambah pelupa ... di Villa itu
dulu ada seorang wanita paling cantik yang pernah saya lihat dan saya kenal. Dan
namanya... O ya, Laura Liorento!
LAURA : (KAGET) Laura Liorento?
GONZALO : Benar (MEREKA SALING TATAP)
LAURA : (SADAR LAGI) Ah, tak apa-apa, hanya mengingatkan saya pada teman
karib saya.
GONZALO : Aneh juga.
LAURA : Memang aneh! Dia diberi sebutan “ Perawan Bagai Perak”.
GONZALO : Tepat, “Perawan Bagai Perak”. Nama itulah yang terkenal di sana.
Sekarang saya seperti melihatnya kembali di jendela di antara kembang mawar merah
itu.Nyonya ingat jendela itu?
LAURA : Ya, saya ingat itulah jendela kamarnya.
GONZALO : Dulu dia suka berjam-jam di jendela.
LAURA : (MELAMUN) Ya, memang dulu dia suka begitu.
Pada kutipan di atas dapat dilihat bahwa puncak masalah itu adalah ketia Laura terkejut
dengan pernyataan-pernyataan yang diucapkan Gonzalo sewaktu ia masih tinggal di
Villa Maricella.
d. Penyelesaian
Pada tahap ini dilukiskan bagaimana sebuah drama berakhir dengan penyelesaian yang
menggembirakan atau menyedihkan. Bahkan dapat pula diakhiri dengan hal yang bersifat
samar sehingga mendorong penonton untuk mengira-ngira dan memikirkan sendiri akhir
sebuah cerita.
Perhatikan penggalan teks drama berikut ini!
B. Nilai Moral
Dalam karyanya, pengarang pasti menyampaikan sebuah amanat. Amanat merupakan
pesan atau nilai-nilai moral yang bermanfaat yang terdapat dalam drama. Amanat dalam
drama bisa diungkapkan secara langsung (tersurat), bisa juga tidak langsung atau
memerlukan pemahaman lebih lanjut (tersirat). Apabila penonton menyaksikan drama
dengan teliti, dia dapat menangkap pesan atau nilai-nilai moral tersebut. Amanat akan lebih
mudah ditangkap jika drama tersebut dipentaskan.
Berikut amanat yang terkandung dalam naskah drama “Pagi Bening”:
a. Harus saling terbuka satu sama lain
b. Jujur terhadap perasaan sendiri
c. Jadikan masa lalu sebagai pengalaman dan kenangan.
C. Pemakaian Bahasa
Gaya Bahasa
Berikut gaya bahasa yang terdapat pada drama “Pagi Bening” :
1. Personifikasi, adalah semacam gaya bahasa yang menyatakan seolah-olah benda
mati itu hidup.
LAURA : Adios! (MEMANDANG KE ARAH PEPOHONAN). Ha, mereka datang.
Mereka tahu kapan mesti datang menemui aku (BANGKIT DAN MENYERAHKAN
REMAH-REMAH ROTI). Ini buat yang putih, ini untuk yang coklat, dan ini untuk yang paling
kecil tapi kenes. (TERTAWA DAN DUDUK LAGI MEMANDANG MERPATI YANG SEDANG
MAKAN). Ah, merpati-merpati yang manis. Itu yang besar mesti lebih dulu, kentara dari
kepalanya yang besar, dan itu ... aduh , kenes benar. Hai, yang satu itu selesai mematuk
terus terbang ke dahan. Bersunyi diri. Agaknya ia suka berfilsafat. Tapi dari mana saja
mereka ini datang? Seperti kabar angin saja! Meluas dengan mudah. Ha, ha, jangan
bertengkar. Masih banyak. Besok kubawakan yang lebih banyak lagi!
LAURA : Saya pun merasa enak sekarang.
(KE SAMPING) Obat itu telah mendamaikan kami rupanya!
2. Jawaban
a. Setelah menyaksikan pementasan drama saya bisa mendeskripsikan sedikitnya
tentang pementasan tersebut, dari mulai alur ceritanya, judul ceritanya, peran dalam
pementasan tersebut dan dimana pementasan itu dilaksanakan. Banyak kesan yang bisa
kita dapatkan setelah menonton pementasan drama, banyak yang bisa kita dapatkan
manfaatnya. Diantaranya saya akan mendefrisikan setelah saya melihat pementasan
drama:
Dapat mengetahui unsur psikis dalam pementasan drama diantaranya mengetahui peran
protagonis ( pemeran utama/ pahlawan atau cerita yang menjadi pusat cerita), mengetahui
peran antagonis ( peran lawan, sering juga menjadi musuh yang menyebabkan konflik),
tritagonis (peran penengah, bertugas mendamaikan atau menjadi pengantara protagonist
dan antagonis) serta peran pembantu. Dan jika pertunjukan diawalanya membuat kita
kagum, kita akan betah didalam ruangan pertunjukan drama tersebut, dan jika diawalnya
sudah tidak rami atau tidak menghibur cenderung tidak akan betah di dalam ruangan.
b. Komentar
Berhubungan dengan komentar setelah menyaksikan pementasan drama, komentar hadir
setelah kita melihat munculnya sebuah pementasan tersebut, jika awalnya tidak berkesan
maka komentar saya pementasannya kurang menghibur, jika pementasan di awal ceritanya
menarik dan membuat saya penasaran sehingga saya bisa tetap bertahan didalam ruangan
pementasan tersebut. Pernah saya melihat pementasan drama yang berjudul “Bunga
Rumah Makan” kisahnya menarik berbaur klasik, bahkan peran atau tokoh dalam
pementasan tersebut sangat menarik, sehingga saya betah menontonnya.
3. Hal yang saya akan perhatikan ketika mementaskan drama dan bertindak sebagai
sutradara yaitu :
a. Menentukan nada dasar
Tugas pertama sutradara adalah mencari motif yang meraksuk karya lakon, yang member
cirri kejiwaan dan selalu Nampak dalam penyutradaraan. Sebuah nada dasar yang bersifat
ringan tidak mendalam, menentukan atau memberikan suasana khusus, membuat lakon
gembira, mengurangi tragedy yang berlebih-lebihan, memberikan prinsip dasar pada lakon,
menentukan casting. Tata dan teknik pentas : segala yang menyangkut soal tata pakaian,
tata rias, dekor, tata sinar. Semua itu harus disesuaikan dengan nada dasar. Tata dan teknik
pentas ialah segala masalah yang tidak termasuk cerita, naskah dan acting. Menyusun Mise
En Scene, menguatkan atau melemahkan Scene, menciptakan aspek-aspek laku, dan ada
dua macam kedudukan sutradara jika dalam sebuah pementasan dan hal yang harus
diperhatikan yaitu sebagai teknikus yaitu dia akan mencipta pergelaran, yang menyolok.
Sebagai psikolog drama yaitu ekpresi luar atau lahirian dalam pergelaran menjadi
berkurang.
Pagi Bening
Tempat Kejadian
Madrid – Spanyol
Di suatu tempat – Taman terbuka
Di jaman ini juga
Pemain
Donna Laura
Wanita tua, berumur kira-kira 70 tahun
Masih nampak jelas bahwa dulunya cantik dan tindak tanduknya
menunjukkan bahwa mentalnya juga baik.
Don Gonzalo
Lelaki tua, berumur kira-kira 70 tahun lebih
Agak congkak dan selalu tampak tidak sabaran
Petra
Gadis pembantu Laura
Juanito
Pemuda pembantu Gonzalo
( DONNA LAURA MASUK, BERPEGANGAN TANGAN PADA PETRA.
TANGANNYA YAN LAIN MEMBAWA PAYUNG YANG JUGA UNTUK
TONGKATNYA )
LAURA : Aku selalu merasa gembira sekali di sini. Syukur bangkuku tidak ditempati
orang lain. Duhai, pagi yang cerah! Cerah sekali.
LAURA : Ya, kau masih duapuluh tahun (IA DUDUK DI BANGKU BELAKANG). Aku
merasa lebih letih dari biasanya (MELIHAT PETRA YANG NAMPAK TAK
SABAR), pergilah kalau kau ingin ngobrol dengan tukang kebunmu itu!
PETRA : Dia bukan tukang kebunku, Senora, dia tukang kebun taman ini!
LAURA : Ia lebih tepat disebut milikmu daripada milik taman ini. Cari saja dia. Tapi
jangan sampai terlalu jauh hingga tak kau dengar panggilanku.
GONZALO : Membuang-buang waktu melulu! Mereka itu suka benar bicara yang bukan-
bukan.
GONZALO : Seperti merekat pada bangku saja mereka itu! Heh, tak ada harapan lagi,
Juanito. Mari!
GONZALO : Senora, tapi kita belum pernah jumpa! Dan kenapa tadi Senora menegur
saya? Ayo, juanito! (MELANGKAH KE KANAN)
LAURA : Buruk amat perangai si tuan itu! Kenapa orang mesti jadi tolol dan pandir
kalau sudah meningkat tua? (MELIHAT KE KANAN). Syukur. Ia tidak
mendapat bangku! Itu, orang yang menakut-nakuti merpati-merpatiku. Ha, ia
marah-marah. Ya, ayo, carilah bangku kalau kau dapat! Aduh, kasihan, ia
menyeka keringat di dahi. Nah, itu dia kemari lagi. Debu-debu mengepul
seperti kereta lewat! (JUANITO DAN GONZALO MASUK)
GONZALO : “Selamat Pagi”, mestinya cukup dibalas dengan “selamat pagi” saja.
LAURA : Tapi tuan seharusnya juga minta ijin untuk duduk di bangku saya ini.
LAURA : Kenapa bangku yang di san itu juga tuan katakan milik tuan, hah?
GONZALO : Hah? Nyonya kan tak punya hak untuk mengeritik saya!
GONZALO : Maaf saja nyonya. Tapi saya mengharap nyonya tidak bernapsu campur
tangan urusan orang lain!
GONZALO : Kalau tidak percaya, tanyakan saja kepada kelinci-kelinci dan burung-burung.
GONZALO : Saya pemburu memang. Dan sekarang pun saya tengah berburu.
GONZALO : Ya, Senora. Tiap Minggu saya menyandang bedil bersama anjing saya pergi
ke Arazaca. Iseng-iseng berburu! Membunuh waktu!
LAURA : Ya, membunuh waktu! Apa hanya waktu saja bisa tuan bunuh?
GONZALO : Nyonya kira begitu? Saya bisa menunjukkan kepala beruang besar dikamar
saya!
LAURA : Dan saya juga bisa menunjukkan kepala singa di kamar tamu saya,
meskipun saya bukan pemburu!
GONZALO : Tapi saya mau ambil obat bersin dulu. (MENGAMBIL TEMPAT OBAT).
Nyonya mau? (MEMBERIKAN OBAT ITU)
LAURA : Ah!
LAURA : Cara tuan membaca dengan kaca pembesar itu sungguh agak menggelikan
saya.
GONZALO : Saya gemar sekali puisi-puisi yang bagus. Sungguh gemar sekali. Bahkan
ketika masih muda, kadang-kadang suka bersyair.
GONZALO : Ya, macam-macamlah. Saya dulu sahabat dari Exprosoda, Zorilla, Bocquer,
dan penyair-penyair lain. Saya kenal Zorilla pertama kali di Amerika.
GONZALO : (TERTAWA) Yah, tidak sejelek itu nasibku! Saya sudah tua, tapi belum
pernah kenal Raja Ferdinand serta Ratu Isabella!
(KEDUANYA TERTAWA). Saya juga teman Campoamor, berjumpa pertama
kali di Valensia. Saya warga kota di sana.
LAURA : Pernah! Tiada jauh dari Valensia ada sebuah villa dan kalau masih berdiri
sekarang, bisa mengembalikan kenangan-kenangan yang manis. Saya
pernah tinggal beberapa musim di sana. Tapi sudah lama lampau. Villa itu
dekat laut, tersembunyi antara pohon jeruk. Mereka menyebutnya ... ah ...
lupa ... o ya, Villa Maricella.
GONZALO : Maricella?
GONZALO : Tak asing lagi nama itu ... ah, kita tambah tua tambah pelupa ... di Villa itu
dulu ada seorang wanita paling cantik yang pernah saya lihat dan saya kenal.
Dan namanya ... O ya, Laura Liorento!
LAURA : (SADAR LAGI) Ah, tak apa-apa, hanya mengingatkan saya pada teman karib
saya.
GONZALO : Tepat, “Perawan Bagai Perak”. Nama itulah yang terkenal di sana. Sekarang
saya seperti melihatnya kembali di jendela di antara kembang mawar merah
itu. Nyonya ingat jendela itu?
GONZALO : Dia gadis ideal. Manis bagai kembang lilia. Rambutnya hitam. Sungguh
mengesankan sekali! Mengesankan sampai kapan saja. Tubuhnya ramping
sempurna. Betapa Tuhan telah menciptakan keindahan seperti itu. Dia
seperti impian saja.
LAURA : (KE SAMPING) Jika seandainya tuan tahu bahwa impian itu ada di samping
tuan, tuan akan sadar impian macam apa itu, heh?
(KERAS-KERAS) Dia adalah gadis yang malang yang gagal cinta.
GONZALO : Tepat, duel itu. Si Jago Cinta itu adalah ... saudara sepupu saya. Saya juga
sayang sekali kepadanya.
LAURA : Oh ya, saudara sepupu. Seorang temanku menyurati saya dan bercerita
tentang mereka. Dia ... saudara sepupu tuan itu ... tiap pagi lewat di depan
jendelanya dengan naik kuda, dan melemparkan ke atas seberkas kembang
yang segera disambut gadisnya.
GONZALO : Dan tak lama kemudian, dia ... saudara sepupu saya itu ... lewat lagi untuk
menerima kembang dari atas. Begitu?
LAURA : Benar. Dan keluarga gadis itu ingin agar ia kawin dengan saudagar yang
tidak ia cintai.
GONZALO : Dan pada suatu malam, ketika saudara sepupuku tadi tengah menanti
gadisnya menyanyi ... di bawah jendela, lelaki itu muncul dengan tiba-tiba.
GONZALO : Ya, waktu matahari terbit, di tepi pantai, dan si Saudagar itu luka-luka parah.
Saudara sepupu saya itu harus bersembunyi dan kemudian melarikan diri.
LAURA : Tuan rupanya mengetahui benar ceritanya.
LAURA : (KE SAMPING) Kenapa menceritakan padanya? Dia tak curiga apa-apa.
GONZALO : (KE SAMPING) Saya tak bisa membunuh diriku lebih ngeri lagi.
GONZALO : Memang betul, nyonya. Dia seperti saudaraku sendiri. Dan saya kira tak lama
kemudian, Laura telah melupakannya. Kembali bermain memburu kupu-kupu
seperti biasanya. Tak pernah meratapinya.
LAURA : Kalaupun itu sudah sifat perempuan, “Perawan Bagai Perak” adalah
terkecuali! Teman saya itu menanti berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan
bertahun-tahun dan tak selembar suratpun tiba. Suatu senja ketika matahari
terbenam, dia meninggalkan rumahnya dan dengan langkah tergesa menuju
pantai tempat kekasihnya menjaga nama baiknya. Ia menuliskan namanya di
pasir, lalu duduk di atas karang, memandang ke kaki langit. Ombak
menyanyikan tembang duka yang kekal, dan menggapai batu karang di
mana perawan itu duduk. Air pasang segera tiba dan menyapu gadis itu dari
muka bumi.
GONZALO : Ya Allah!
LAURA : Para nelayan di situ sering menceritakan bahwa nama yang ditulis gadis itu
lenyap ditelan air pasang.
(KE SAMPING) Toh kamu tak tahu aku reka-reka sendiri cerita kematianku!
LAURA : (KE SAMPING) Aku takkan bercerita kepadanya bahwa aku kawin dua tahun
kemudian setelah duel itu!
GONZALO : (KE SAMPING) Aku takkan bercerita kepadanya bahwa dua bulan kemudian
aku mengawini penari ballet dari Paris!
LAURA : Nasib memang selalu aneh. Di sini, tuan dan saya, dua orang asing, bertemu
secara kebetulan dan saling menceritakan kisah cinta yang sama dari dua
teman lama yang telah bertahun lalu terjadi, seperti sudah akrab benar kita
ini!
GONZALO : Ya, memang aneh. Padahal mula-mula kita bertemu tadi, kita bertengkar.
GONZALO : Tentu, asal pagi secerah ini. Dan takkan lagi mengganggu merpati-merpati
itu, tapi saya akan membawa remah-remah roti besok.
LAURA : Oh, terima kasih. Burung-burung selalu tahu berterimakasih. Hei! Mana
pembantuku tadi? – Petra!
GONZALO : Tidak, saya akan kemari saja. Itu kalau nyonya tidak berkeberatan.
Layar Turun