Anda di halaman 1dari 122

LAUTAN BERNYANYI

KESANGSIAN MEMPERPENDEK KEMERDEKAANKU, KARENANYA


KULEPASKAN KESELAMATAN DIRI BERDIRI DI SINI MENGADANG SEGALA
DATANG, DADAKU ADALAH PERISAI DARI HATI YANG NEKAT, TETAPI
AKHIRNYA JUGA TAK ADA APA-APA DAN AKU JADI PERCAYA BAHWA
MUSUH YANG PALING BESAR ADALAH DIRI SENDIRI.

Semua kejadian di dalam naskah ini terjadi di atas geladak Kapal Harimau
Laut, yang kandas di Pantai Sanur (sebelah timur Denpasar), sebuah pantai
di Pulau Bali yang dikenal sebagai pusat ilmu hitam.

ADEGAN PERTAMA

PADA SUATU MALAM YANG SURAM, TERDENGAR SUARA OMBAK SERTA


DESAU ANGIN YANG MISTERIUS.

KAPTEN LEO BERDIRI DI ATAS GELADAK MENGISAP CERUTU MEMANDANG


KE TENGAH LAUT. SEBELAH TANGANNYA MEMELUK SEPUCUK SENAPAN.
IA MEMAKAI TOPI WOL BUNDAR. JAKET DAN SWITER MEMBALUT SAMPAI
KE PUCUK LEHER. TUBUHNYA BESAR DAN MUKANYA DITUMBUHI
CAMBANG SERTA KUMIS LEBAT.

BEBERAPA LAMA KEMUDIAN TERDENGAR SUARA ANEH. KAPTEN LEO


MELEMPAR CERUTUNYA DENGAN TIBA-TIBA, SEBAB IA MENDENGAR
KEMBALI SUARA YANG SUDAH SEMINGGU MENGGANGGU PIKIRANNYA.
SUARA YANG TAK TERANG PUSAT DATANGNYA. KAPTEN LEO
MENGANGKAT SENAPAN, TETAPI KETIKA HENDAK MEMBIDIK, SERENTAK
SUARA ITU HILANG.

DITUNGGUNYA LAGI SAMPAI BEBERAPA LAMA, TETAPI SUARA ITU TAK

1
TERDENGAR LAGI. DENGAN KECEWA KAPTEN ITU KEMBALI KE
TEMPATNYA SEMULA. MEROGOH SAKU MENGELUARKAN CERUTU LAGI.
TAPI BELUM SAMPAI CERUTU ITU DINYALAKAN, TIBA-TIBA KEDENGARAN
PULA SUARA ITU. CEPAT KAPTEN LEO MENGANGKAT SENAPAN
MENEMBAK BEBERAPA KALI KE TENGAH LAUT.

SUARA ITU LENYAP LAGI. KAPTEN MEMPERHATIKAN AKIBAT


TEMBAKANNYA DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH. IA BERDIRI DI SANA
MEMUSATKAN PERHATIANNYA. SIAP MENEMBAK LAGI KALAU SUARA ITU
KEDENGARAN PULA.

DARI PERUT KAPAL MUNCUL COMOL, JURU MASAK KAPAL, MEMBAWA


LENTERA. TUBUHNYA PENDEK KEKAR, PUNGGUNGNYA BONGKOK.
GERAKANNYA LAMBAT SERTA MUKANYA CAMPURAN KEKANAKAN,
KETOLOLAN, KEKASARAN YANG TERPENDAM. RAMBUTNYA AGAK
PANJANG DAN KASAR. IA MEMAKAI BAJU KAOS DAN IKAT PINGGANG
LEBAR. DI ATAS BAJU KAOS ITU ADA JAKET KUMAL YANG TERLALU BESAR
UNTUKNYA. DI PINGGANGNYA TERSELIP PISAU DAN SEKERAT TULANG
IKAN YANG SEDANG DIBUATNYA PIPA. IA MEMAKAI JUGA BEBERAPA
CINCIN TULANG DAN KALUNG KERANG KECIL-KECIL YANG BIASA DIJUAL
UNTUK ANAK-ANAK.

JURU MASAK ITU MEMPERHATIKAN KELAKUAN KAPTENNYA.

COMOL:
Apa yang Kapten lihat? (Kapten tidak menjawab)

COMOL DENGAN LENTERANYA MEMERIKSA KEADAAN KAPAL.

COMOL:
(menggumam sendiri) Tidak ada harapan. Sudah tiga kali mereka mencoba
menarik kita. Dua kali kawatnya putus, yang satu lagi mereka lepaskan
karena putus asa. Ini memang di luar dugaan. Sekarang mereka mulai
bercerita tentang Dewa Lautan yang menakutkan itu. Bahkan

2
pelaut-pelaut itu mulai jarang menengok kita lagi karena sudah termakan
cerita nelayan-nelayan di pantai.

KEMUDIAN IA MEMUNGUT BIJI-BIJI CATUR YANG TERSEBAR DI BAWAH

COMOL:
Bahkan tidak seorang lagi yang memperebutkan kuda atau benteng atau
perdana menteri, seperti biasanya mereka lakukan untuk melewatkan
malam-malam yang panjang di tengah lautan. Sayur ketimun dan telor
mata sapi, kopi atau susu panas, tidak ada yang mau menyentuhnya lagi.
Aku tak pernah merasa bingung seperti ini, tak ada pekerjaan yang berarti
yang bisa menyibukkan lagi. Mengepel lantai kapal, menyapu ruangan
yang tak ada manusianya.

DILETAKKANNYA LENTERA, KEMUDIAN MENGATUR BIJI CATUR DI ATAS


PAPANNYA

COMOL:
Kapten, mau main? (tak dijawab, tapi Comol menganggap Kapten
menjawab) Tidak? Kenapa? Sudah lama saya tak main catur, saya ingin
menebus kekalahan saya dulu, ketika kita bermalam di Teluk Jakarta.
Kapten hanya kehilangan empat biji pion, sebuah kuda, dan sebuah
benteng. Tetapi sekarang, Kapten tidak saja akan kehilangan sebuah kuda,
sebuah benteng, dan 4 biji pion. Kapten juga akan kehilangan kemenangan
dan tidak bisa membujuk perdana menteri saya dalam perangkap.

COMOL MEMPERHATIKAN KAPTEN. KAPTEN NGOMONG SENDIRI

COMOL:
(merasa kasihan) Sebaiknya Kapten makan malam dulu. Telor mata sapi
tidak enak kalau menjadi dingin. Sudah berapa kali saya hangatkan sop,
tapi Kapten belum juga mau makan. Terus terang saya kuatir, kesehatan
Kapten selama minggu-minggu yang terakhir ini sudah mundur.

3
COMOL SEPERTI MENDENGAR KAPTEN BERTANYA

COMOL:
Sudah 2 bulan kita kandas, tetapi selama itu baik-baik saja yang terjadi.
Kecuali kapal penarik itu yang mereka janjikan belum juga datang.

COMOL MELIHAT KE ARAH KAPTEN MELIHAT

COMOL:
Ah, apa yang Kapten pikirkan sebenarnya? Jangan kuatir, Kapten. Saya
selalu akan menemani Kapten di sini, meskipun Dewa Lautan itu tidak
menghendakinya. Saya tidak akan mau meninggalkan Kapten, meskipun
Panieka atau salah satu dari pelaut-pelaut itu membujuk saya dengan
anjing Kintamani. Itu cuma tipuan, Kapten, supaya saya mau mengikuti
mereka. Dan kemudian mereka akan mempermalukan saya di depan
umum. Ya, saya tahu, saya tak suka lagi pada anjing. Herder atau
Kintamani, saya tidak mau. Saya lebih suka benda-benda yang mempunyai
guna-guna, seperti kata dukun di pantai itu. (teringat sesuatu) Ya, Kapten,
sebetulnya saya ingin mengajukan beberapa permintaan kalau Kapten
sudah makan malam. Setuju-tidak kalau saya memelihara benda-benda itu
di kapal? Aneh semua dan bagus sekali. Tetapi saya tidak akan bercerita
sebelum saya pasti Kapten setuju.

TIBA-TIBA COMOL MENYANYIKAN LAGU-LAGU YANG DIPELAJARINYA DI


PANTAI

KAPTEN:
(tiba-tiba dengan suara gemetar) Mol!

COMOL:
Ya Kapten.

4
KAPTEN:
Perhatikan apa yang bergerak di selatan itu.

COMOL:
Apa, Kapten?

KAPTEN:
Lihat!

COMOL:
Mana, Kapten? (mengangkat lentera)

KAPTEN:
Apa itu?

COMOL NAIK KE TEMPAT YANG TINGGI. GESIT

COMOL:
(setelah melihat) Seperti kabut, Kapten.

KAPTEN:
Perhatikan baik-baik! Kau tak melihat sesuatu di balik kabut itu?

COMOL BERDIRI DI ATAS PETI, MENGANGKAT LENTERANYA TINGGI-TINGGI


MEMPERHATIKAN LAUT

COMOL:
Tidak, saya tidak melihat apa-apa, Kapten, hanya kabut seperti biasa.
Kapten melihat apa?

KAPTEN:
Perhatikan dengan teliti. Sekarang dia bergerak ke timur. Lihat, sekarang
maju perlahan-lahan. Lihat itu, dia bertambah tinggi, tinggi dan besar

5
sekali!

COMOL:
(heran dan tolol) Ajaib, saya tak melihat apa-apa, Kapten!

KAPTEN:
Dia meluncur di permukaan laut dengan tenang. Sekarang dia mendekati
kita. Awas, siap, Mol!

COMOL:
Mana Kapten? Tidak ada apa-apa! Saya hanya melihat kabut
bergulung, Kapten.

KAPTEN:
Dia mengancam kita, dia hendak membunuh kita. Tidak!

KAPTEN LEO MEMBIDIKKAN SENAPANNYA KE ARAH LAUT

COMOL:
(berteriak) Jangan menembak, Kapten! Jangan menembak, siapa tahu
ada nelayan dekat-dekat di sini. Kapten, Kapten, jangan menembak!

COMOL MELOMPAT TURUN MENDEKATI KAPTEN LEO

COMOL:
Jangan menembak, Kapten. Tidak ada siapa-siapa. Nanti kita dituduh
membunuh orang. Kapten … Kapten.

KAPTEN LEO MENURUNKAN KEMBALI SENAPANNYA DENGAN KECEWA

KAPTEN:
(geram) Aneh, hilang lagi. Setiap kali bedil ini kuacungkan, dia pasti
lenyap.

6
COMOL:
Jangan sembarangan menembak, Kapten. Berbahaya. Kapten melihat apa
sebenarnya di situ? Saya tidak melihat apa-apa, Kapten. Barangkali ikan
paus atau gurita?

KAPTEN MENGELUARKAN LAGI SEBUAH CERUTU, MENYALAKANNYA, DAN


TEGAK LAGI KE TEMPAT SEMULA

COMOL:
Memang aneh di sini. Seperti kata Dayu Sanur, tidak semua orang bisa
melihat. Entahlah mana yang lebih benar, orang-orang yang melihat atau
orang-orang yang tidak melihat, tak tahulah saya.

KAPTEN:
Satu saat aku pasti berhasil menembaknya.

COMOL:
Apa yang Kapten tembak?

KAPTEN:
Kau lihat sendiri nanti.

COMOL:
Seekor binatang raksasa? Ikan paus atau gurita?

KAPTEN:
Entahlah.

COMOL:
Atau Dewa Laut itu?

7
KAPTEN:
(menyentak) Apa?

COMOL:
(agak gugup) Ah, di sekitar sini banyak nelayan-nelayan berkeliaran.
Hati-hatilah, Kapten, jangan sembarangan menembak.

KAPTEN:
Aku tak bisa lama-lama dipermainkan. Satu ketika aku akan menang. Aku
biarkan dulu ia sampai puas mempermainkan aku, menganggap
aku tolol sehingga suatu ketika ia lengah dan aku akan memukulnya.

COMOL:
Pantai ini memang dahsyat, Kapten, malah orang bilang sangat angker.
Dengarlah suara ombak dan lolong anjing itu, ajaib sekali kedengarannya.
Baru sekali ini saya ngeri mendengarkan suara angin. Kabut-kabut yang
aneh, lihatlah. Saya juga sering memikirkan, alangkah suramnya pantai itu
setiap malam, padahal kalau siang saya tahu sekali banyak yang suka
mandi-mandi dari Denpasar, dan orang-orang Sanur ini suka berkelakar.

KAPTEN:
Mol ....

COMOL:
Ya, Kapten.

KAPTEN:
Kau masih ingat, malam-malam ketika kapal kita kandas?

COMOL:
Ya, tentu saja saya ingat. Kalau tidak salah, waktu itu saya memasak kaldu
ayam yang untuk Kapten. Malam itu juga saya mengalahkan Dangin dalam
24 langkah. Dia cuma bisa merampas satu benteng saja. Lucu sekali. Saya

8
kasihan melihat Panieka malam itu. Ini tanda-tanda yang
menggembirakan. Bahwa dari orang yang bodoh bisa keluar kepintaran
yang menakjubkan, entah dari mana asalnya. Mereka tidak akan terlalu
gegabah lagi untuk menghina saya dengan si bongkok atau si kontet. Ya
saya ingat juga, Kapten berdiri di sana persis seperti ini, mendengarkan
Rubi menyanyi. Pelaut-pelaut yang lain masih ada di pantai, nonton tarian
kera itu. Tengah malam baru mereka balik. Panieka mabok minum tuak,
Adenan muntah-muntah mungkin diracun orang. Lantas Kapten
memarahinya dan mengurung beberapa orang, tidak boleh lagi turun
selama tujuh hari. Bukan begitu, Kapten?

KAPTEN:
Sebelum tidur aku memperhatikan cuaca dan berfikir tentang Maluku
yang sudah lama sekali kutinggalkan. Aku ingat pada Andrei dan Alex, juga
pada Rita yang mungkin sudah beranak sekarang karena tak sabar lagi.
Sudah hampir lupa aku apa yang dipesannya dulu. Aku teringat pula pada
Makassar dan beberapa kenalan Timor.

COMOL:
Dan saya teringat kepada Semarang saya, Kapten. Ah, menyenangkan
betul segala yang hilang itu. Waktu itu semuanya masih baik, Kapten.
Tidak seperti sekarang ini.

KAPTEN:
Langit cerah dan laut sangat tenang, seperti bayi yang sedang tidur. Aku
tidur nyenyak sekali, bahkan aku bermimpi ketemu nenekku dan
saudaraku yang sudah mati di Laut Selatan. Siapa yang waktu itu bisa
menduga kalau esok paginya kita mendapati kapal kita telah kandas.

COMOL:
Kapten lupa, malam itu saya mendapati seekor camar laut mati dekat
buritan? Itu suatu firasat, Kapten. Sudah saya katakan malam itu juga,
bukan? Tapi Kapten tidak mau mendengarkan. Malah esoknya saya
pertama kali yang kepergok. Mualim itu bohong besar. Sayalah yang
9
pertama kali tahu kita sudah kandas. Pagi itu saya mau turun ke darat
mencari air dan sayur, sebab persediaan sudah habis. Saya terkejut sekali
moncong Harimau Laut menuju barat laut. Mula-mula saya tak percaya,
kemudian saya bangunkan juru mudi, tetapi dia memaki-maki saya.
Disumpahinya saya dengan si bongkoknya. Kemudian saya berhasil
membangunkan Mualim. Saya bujuk dia meninggalkan tidurnya, dia juga
terkejut sekali. Kemudian saya sampaikan semua itu kepada Kapten.
Mula-mula juga Kapten tidak percaya, tetapi ketika kemudian
pelaut-pelaut itu berteriak-teriak, Kapten baru mau keluar. Kapal kita telah
menyimpang ke sebelah utara pantai tiga puluh derajat. Hampir 5 km
jauhnya. Dulu kita tepat berada di depan rumah pelukis Le Mayeur dan
perkampungan nelayan, sekarang lihatlah, ajaib sekali.

KAPTEN:
Aku sumpahi mereka semuanya. Kupukul Panieka dan Abu sampai
berdarah mulutnya, sebab ia yang mendapat giliran jaga malam itu. Tuak
dan tarian kera itu sudah membikinnya tidur sepanjang malam. Arus yang
tiba-tiba sudah menyeret Harimau Laut tanpa ada yang tahu. Memalukan
sekali buat seorang kapten yang sudah banyak kegetiran seperti aku.

COMOL:
Tetapi Kapten terlalu tergesa-gesa memukulnya.

KAPTEN:
Benar. Karena aku juga ikut tertidur. Mestinya aku tak membiarkan dia
mendapat giliran dalam keadaan mabuk seperti itu. Tapi aku tak menyesal.
Sudah lama aku ingin memukulnya, sejak dia membawa minuman keras ke
kapal ....

COMOL:
Kapten, saya kira bukan kesalahan Panieka dan Abu saja, juga bukan
kesalahan Kapten. Tetapi kesalahan kita semua. Barangkali benar apa yang
dikatakan nelayan-nelayan di pantai. Pantai ini berbahaya bagi kapal
karena banyak setannya. Barangkali kita telah berbuat sesuatu yang tidak

10
menyenangkan hati mereka. Nelayan-nelayan itu sangat takut kepada
mereka, Kapten.

KAPTEN:
(mengejek) Kau percaya apa yang mereka katakan?

COMOL:
Tentang leak-leak itu, Kapten?

KAPTEN:
Ya! Setan atau Leak atau apa lagi.

COMOL:
(berpikir) Entahlah, Kapten, Kapten sendiri bagaimana? O, tetapi apa
yang mereka ceritakan selalu menarik, Kapten. Kapten sudah tahu, apa
yang menyebabkan anak-anak itu tidak pernah lagi datang kemari?
Cerita-cerita merekalah yang menyebabkan pelaut-pelaut kita tidak berani
lagi datang ke sini.

KAPTEN:
Aku tidak peduli mereka datang kemari atau memburu sundal-sundal di
pantai. Aku tidak membutuhkan mereka. Kalau aku bisa berlayar lagi, aku
akan mencari anak-anak buah yang setia dan cakap.

COMOL:
Kapten, mereka sebenarnya sangat cinta kepada Kapten.

KAPTEN:
Hmmm, cinta kalau aku bisa menyumbat mulut mereka dengan uang
untuk membayar kesenangan mereka di tiap pelabuhan. Aku tidak
memerlukan anak buah yang menyembahku ketika aku sedang senang.
Aku membutuhkan musuh kalau aku sedang senang, bukan cinta.
Sekaranglah aku membutuhkan cinta, tetapi mereka tidak mempunyainya.

11
COMOL:
Ah, mereka sangat hormat dan segan kepada Kapten.

KAPTEN:
Katakan kepada mereka, aku sangat terharu kalau mereka masih segan
dan hormat kepadaku. Tetapi aku tidak memerlukan keseganan dan
kehormatan dari mulut-mulut yang mabok.

COMOL:
Tidak semua mereka jahat, Kapten. Ada satu-dua yang memang tidak bisa
diperbaiki, ya, saya juga membencinya. Mereka menipu orang Sanur yang
tolol karena jujur itu, dan membuat kerusuhan di Pasar Sengol. Tetapi
anak-anak yang lain, seperti Rubi dan Adenan, Dangin, bahkan Panieka
yang mula-mula mendendam karena Kapten pukul itu, sekarang setelah
melihat betapa teguhnya Kapten mempertahankan kapal Harimau Laut,
mereka bertambah cinta dan hormat. Kapten jangan menyia-nyiakan
waktu mencurigai orang-orang yang baik.

KAPTEN:
Sekarang aku dapat ilham.

COMOL:
Apa, Kapten?

KAPTEN:
Tak sampai beberapa hari lagi, kau juga akan menjadi setan-setan seperti
mereka.

COMOL:
O, tidak Kapten, bukan begitu maksud saya.

KAPTEN:

12
Ya, maksudmu memang bukan begitu. Tapi kalau jadinya begitu pun tak
kautolak. Munafik kamu! Aku tidak peduli dengan maksud-maksud kamu.
Aku hanya melihat kepada hasil perbuatan kamu. Apa yang kaubuat,
kaupikir aku tidak tahu? Apa yang kaulakukan di darat, menjual obat aku
ini sudah gila? Bangsat!

COMOL:
Bukan, Kapten. Saya turun ke darat bukan untuk menjumpai mereka.
Kapten tahu sendiri, kita selalu membutuhkan air dan makanan yang
segar.

KAPTEN:
Bodoh sekali kalau aku percaya mulut kamu!

COMOL:
Kapten harus percaya kepada saya. Sebab hanya saya yang tahu, Kapten!

KAPTEN:
Kaupikir aku tidak tahu? Tong air itu sengaja kaubiarkan bocor supaya
airnya cepat habis. Alasan yang kuat sekali untuk mengadakan dalih turun
ke pantai.

COMOL:
Bocor? Tidak mungkin! Aku tidak tahu kalau tong itu bocor. Kita baru saja
membelinya di Surabaya sebelum menuju kemari! Aku kurang percaya.
Lebih baik aku periksa sekarang. Mungkin benar juga. (mengambil lentera)
Kalau benar tong air itu bocor, aku harus cepat menambal. Aku sudah
bosan bolak-balik ke pantai mencari air.

DENGAN LENTERA LAUTNYA, COMOL MASUK LAGI KE PERUT KAPAL.

13
ADEGAN KEDUA

BEBERAPA LAMA KEMUDIAN. KAPTEN LEO MASIH TETAP MENGINTAI KE


LAUT SAMBIL MENGEMBUSKAN ASAP CERUTU. DALAM DESAU ANGIN
DAN TERPISAN OMBAK ITU, SAYUP-SAYUP KEDENGARAN SUARA
MEMANGGIL.

SUARA:
Kapten! Kapten!

KAPTEN LEO TERSENTAK MEMBUANG CERUTUNYA

KAPTEN:
(menggumam) Setan cucut pemabok itu datang lagi.

SUARA:
Kapten mendengar suara apa? Saya Panieka, Kapten.

KAPTEN:
(menggumam) Panieka pemabok atau cucut-cucut yang lain sama saja
bagiku. Tak berharga untuk didengar.

SUARA:
Dengarlah saya, Kapten.

KAPTEN:
Aku memaksa diriku untuk mendengar. Tapi tak mungkin lagi. Sudah
terlampau jauh sekarang.

SUARA:
Saya tidak mabok, Kapten, dengarlah. Kapten mendengar suara saya
bukan?

14
KAPTEN:
(menggumam) Ada kudengar. Semakin aku benci, semakin aku dengar.

SUARA:
Di pantai sedang ada wabah, Kapten. Banyak orang yang mati. Mereka
marah kepada kita. Hati-hatilah, Kapten.

KAPTEN:
Kita semua harus berhati-hati, aku tahu. Tetapi perlukah diucapkan?
(tetap menggumam)

SUARA:
Kami semua ada di pantai menunggu kapal penarik itu. Kapten tahu kapan
datangnya? Kabarkan kepada kami, kami selalu khawatir kepada
kesehatan Kapten!

KAPTEN:
Terima kasih, cucut. Tetapi sudah terlambat. Satu kalimat lagi.

SUARA:
Kapten! Kapten mendengar saya? Kami membela Kapten. Orang-orang di
pantai itu mengatakan bahwa Kapten sudah gila!

KAPTEN:
Cukup!

KAPTEN LEO MENGANGKAT SENAPANNYA MENEMBAK BEBERAPA KALI

SUARA:
(panik) Jangan menembak! Jangan menembak, Kapten!

SUARA ITU KEDENGARAN MENGUMPAT MENJAUH

15
SUARA:
(sayup) Kurang ajar! Dia sudah gila!

KAPTEN LEO DENGAN TENANG MENGELUARKAN LAGI SEBUAH CERUTU


DARI SAKU JAKETNYA, KEMUDIAN MENYALAKAN.

ADEGAN KETIGA

KEMUDIAN SESUDAH ITU COMOL DENGAN LENTERANYA KELUAR LAGI


DARI DALAM PERUT KAPAL

COMOL:
Kita harus menuntut kerugian kalau ke Surabaya lagi, Kapten. Cina penjual
tong itu sudah menipu kita. Omongannya yang manis itu tidak cocok
dengan barangnya. Benar kata Kapten tadi, tong itu bocor di pantat
kirinya. Saya sudah menambalnya dengan sabun, tapi sudah terlambat.
Terpaksa besok pagi saya harus turun ke darat lagi sebab tak cukup air
untuk memasak dan membuat kopi. Menyesal sekali telah membeli tong
rongsokan itu.

COMOL MELETAKKAN LENTERANYA LANTAS DUDUK DI BAWAH


BERSANDAR KE TEPI, MENGELUARKAN TULANG DARI PINGGANG DAN
MULAI MENGOREK-NGOREKNYA DENGAN PISAU. KAPTEN LEO TAK
SENGAJA BERSIUL

COMOL:
(heran) Kaptenkah yang bersiul?

KAPTEN:
(heran) Siul? Siul apa?

COMOL:

16
Aneh, saya mendengar seperti ada yang bersiul.

KAPTEN:
Tak ada yang bersiul.

COMOL:
Nah, sekarang saya mendengar dan Kapten tidak, tapi ada yang bersiul
tadi. Aneh sekali. Pantai ini semakin lama semakin menakutkan.

KAPTEN LEO TERTAWA LAGI

COMOL:
Sekarang ada yang tertawa. Kapten tidak ketawa bukan?

KAPTEN:
Tidak ada yang ketawa.

COMOL:
Aneh, saya mendengar ada yang ketawa. Tampak seperti Kapten yang
ketawa, tetapi bukan Kapten. Pasti bahwa Kapten tidak ketawa?

KAPTEN:
Itu orang gila.

COMOL:
Dan Kapten tidak gila tentu saja. Ah, membingungkan sekali. Ini atau itu
serba salah semuanya. Sekarang lebih baik kita tidak memikirkan apa-apa.
Tinggal menanti kapal-kapal penarik itu datang.

KAPTEN:
(tiba-tiba berteriak) Comol!

COMOL:

17
(terkejut) Ya, Kapten?

KAPTEN:
Comol!

COMOL:
(berdiri dengan heran) Ya, Kapten?

KAPTEN:
(setelah beberapa lama diam) Tidak. Aku ingin mendengar suaraku sendiri.
Apakah aku masih mengenalnya. Kejadian-kejadian ini telah memecahku
jadi dua. Yang sangat kukenal, yaitu diriku. Yang lain tidak kukenal, juga
diriku. Sekarang aku sering merasakan yang kedua itu. Diriku yang tak
kukenal.

COMOL:
Mungkin Kapten pusing kepala sebab belum makan malam. Maukah
Kapten makan sekarang?

KAPTEN:
Tidak. Makan hanya membuat malas dan bertambah bodoh.

COMOL TAK MENJAWAB. IA HANYA MEMPERHATIKAN PANTAI

COMOL:
Ah, kadang-kadang saya merasa bangga karena Harimau Laut menjadi
terkenal. Kalau saya turun ke darat untuk mencari air atau membeli sayur,
saya selalu singgah untuk mendengarkan cerita-cerita mereka di warung
kopi di bawah pohon beringin itu. Saya dengarkan cerita-cerita mereka
tentang kapal kita. Tak habisnya. Banyak orang datang dari Denpasar
untuk melihat tubuh Harimau Laut dari kejauhan. Apalagi kalau mereka
menyebut nama Kapten dan nama saya dengan kagum. Kapten adalah
Kapten yang berani, katanya. Saya diam saja kalau kebetulan mereka

18
mengenal saya atau mencoba bertanya ini dan itu. Tapi kalau saya ingat
apa yang mereka ramalkan, saya merasa ngeri juga.

KAPTEN:
Apa yang mereka ramalkan.
COMOL:
Ajaib, mustahil Kapten tidak mengetahuinya.

KAPTEN:
Keparatlah mereka, kalau memfitnah Harimau Laut.

COMOL:
Coba dengarkan, Kapten. Mereka meramalkan, kalau kita tidak mau
meninggalkan kapal ini, Dewa Laut akan membunuh kita.

KAPTEN:
Membunuh kita?

COMOL:
Ya, sebab kapal kita telah salah memasuki perairan ini. Daerah terlarang
yang tak boleh dikunjungi sembarangan orang, apalagi kapal yang belum
mendapat izin dari Dewa Laut dan roh-roh di pantai.

KAPTEN:
Omong kosong!

COMOL:
Benar, Kapten! Itulah sebabnya sejak dulu tak ada kapal yang berani
berlabuh di sini. Waktu zaman Belanda, sudah ada juga kapal yang kandas
di sini. Kabarnya pasukan Gajah Merah Nica yang banyak membunuh itu
didaratkan dari pantai ini. Arwah-arwah orang mati itu jadi mendendam
dan merusakkan setiap kapal yang mencoba berlabuh di sini.

19
KAPTEN:
Omong kosong!

COMOL:
Benar, Kapten.
KAPTEN:
Sudah kubilang omong kosong.

COMOL:
Kapten tidak percaya?

KAPTEN:
Tidak, itu cuma takhayul busuk.

COMOL:
Tetapi tadi Kapten melihat sesuatu yang tidak saya lihat. Malah Kapten
hendak menembaknya. Sudah beberapa kali ini Kapten melihatnya bukan?

KAPTEN:
Benar. Tetapi aku tidak percaya apa yang barusan kulihat. Malah aku yang
melihatnya, tetapi orang yang tak kukenal itu.

COMOL:
Apa yang Kapten lihat?

KAPTEN:
Sesuatu bergerak di balik kabut itu.

COMOL:
Ajaib sekali, saya tak pernah melihat apa-apa, Kapten
.
KAPTEN:
Kau memang tak pernah melihat apa-apa. Sudah seminggu ini aku

20
dipermainkannya. Setiap menjelang tengah malam, dia muncul
menakut-nakuti.

COMOL:
Menjelang tengah malam. Astaga. Benarkah, Kapten? Bagaimana ujudnya?
(mendekat) Besar? Tinggi? Seperti perempuan cantik atau seperti
binatang raksasa? Atau sama sekali tidak berbentuk.

KAPTEN:
Dahsyat! Selalu berubah-ubah.

COMOL:
Nah, mereka juga tidak bisa melukiskan dengan tepat. Ada yang bilang
cantik seperti topeng-topeng yang banyak ada di pantai itu.
Kadang-kadang pula berujud ombak yang seperti gunung, binatang laut
yang besar atau kabut bergulung seperti yang Kapten lihat tadi. Tetapi
beliau sangat menakutkan nelayan-nelayan di pantai ini. Itulah Dewa Laut.

KAPTEN LEO MELUDAH KE SISI KAPAL. MUAK

KAPTEN:
Tidak. Itu cuma sebuah ilusi. Seperti juga fatamorgana yang sering
menimpa musafir-musafir di tengah gurun. Aku sudah terlalu banyak
mendengar cerita-cerita seram yang kaubawa dari pantai. Dengan tidak
kusadari cerita-cerita itu telah mempengaruhi rohaniku. Malam memang
bisa membuat sejuta tipuan pada mata, kesepian dan suara angin yang
aneh-aneh itu sering membelokkan jiwa. Tapi aku akan tetap bertahan.

COMOL:
Jadi Kapten tidak mau mempercayainya?

KAPTEN:
(setelah lama diam berkata lemah) Mengapa tidak? Semuanya jelas

21
sekali. Ada sesuatu di luar diri kita ini yang kita lawan supaya tidak ada.
Tetapi dia telah ada dan akan terus ada. Semakin kita tidak
mempercayainya, semakin ada dia.

COMOL:
Ajaib, kalau begitu Kapten sudah mulai percaya sekarang.

KAPTEN:
Siapa bilang? Tidak ada yang percaya. Aku akan membuktikan bahwa
semua itu tidak benar.

COMOL:
Tapi tadi Kapten mengatakan.

KAPTEN:
Tidak.

COMOL:
Ah, tak tahulah saya. Kalau Kapten bilang tidak, saya juga berarti tidak
boleh mempercayainya. Saya jadi takut mengutarakan permohonan yang
saya katakan tadi, Kapten tentu tidak akan menyukainya.

KAPTEN:
Permohonan? Permohonan apa? Kutembak kalau kau memelihara anjing
di sini.

COMOL:
Siapa Kapten, tentu saja bukan anjing.

KAPTEN:
Aku mulai jemu meladeni kegemaranmu yang aneh-aneh itu.

COMOL:

22
Saya bersumpah tidak membawa anak anjing ke kapal ini, Kapten.

KAPTEN:
Anjing atau Dewa Laut atau siksaan yang menjijikkan itu, aku tak mau lagi
melayaninya.

COMOL:
Percayalah Kapten, bukan sekadar anjing. Saya akan mengembalikannya
besok, kalau Kapten memang tidak senang.

KAPTEN:
Kembalikanlah sebelum kutembak.

COMOL:
Tentu, tentu Kapten.

KAPTEN LEO MONDAR-MANDIR GELISAH

KAPTEN:
Sudah seminggu ini aku tidak enak pikiran. Kadang-kadang aku terlalu
kasar bukan?

COMOL:
Kapten sangat pemberang sekarang. (menggumam) anjing Kintamani
kecil-kecil, tetapi bulunya tebal dan lucu sekali.

KAPTEN:
Ya, sejak seminggu ini aku telah penat dan penasaran sekali dibuat
permainan. Dua puluh tahun aku menghirup angin di geladak,
mengalami pahit getirnya pelayaran di samudra-samudra besar. Baru
sekali ini aku merasa seperti tak punya kemampuan memimpin kapal
dengan baik. Aku dan Harimau Laut sudah menjadi satu dan selalu berhasil
menghadapi bahaya-bahaya. Bahkan pernah aku berpikir akulah Kapten

23
yang terbaik di keluargaku. Alex sendiri bilang, yang pertama kali
mengajarku tentang tali-temali bahwa aku akan lebih baik dari nenekku
yang terkenal itu. Sekarang ternyata kebalikannya. Akulah yang mewarisi
segala. Bahwa di samping aku masih banyak Kapten yang lebih baik. Aku
bukanlah generasi-generasi terakhir yang paling baik. Aku adalah orang
buta yang terlambat menyadari kebutaannya. Yes, abangku paling besar
sekarang memimpin kapal dua kali lebih besar dari Harimau Laut. Aku
sudah banyak tertinggal. Apakah yang telah terjadi? Waktu telah
meninggalkanku sebelum kusadari. Aku membiarkan arus celaka itu
menyeret kita. Aku telah membiarkan diriku dibius isapan jempol
nelayan-nelayan di pantai itu. Waktu kecil, nenekku yang perempuan
sering mendongeng cerita-cerita seram dari laut karena dia tidak setuju
aku menjadi pelaut. Kakek yang telah menyerahkan dirinya kepada laut
membuat dia menderita batin dan benci pada laut. Di luar sadarku
cerita-cerita itu telah hidup menguasai diriku. Satu di antaranya aku ingat
benar, cerita tentang Laut Bernyanyi.

COMOL:
Ya, Kapten.

KAPTEN:
Dengar suara angin itu.

MEREKA BERDUA MENDENGARKAN SUARA ANGIN DAN OMBAK YANG


MISTERIUS ITU

COMOL:
Ya, Kapten. Menakutkan.

KAPTEN:
Seolah-olah semuanya itu sengaja dibuat untuk kita. Alam yang dahsyat
yang tak bisa dikuasai dan selalu memusuhi ketika kita sudah tidak
berdaya. Mereka sedang menyanyikan keruntuhan kita. Mereka
memanggil maut untuk kita. Dan kita tak berdaya.

24
MEREKA MENDENGARKAN LAGI

KAPTEN:
Mol. Kau pernah mendengar laut bernyanyi?
COMOL:
Laut bernyanyi, Kapten?

KAPTEN:
Ya, lautan bernyanyi.

COMOL:
(setelah berpikir) Mungkin pernah, Kapten.

KAPTEN:
Pernah? Kapan kau mendengarkannya?

COMOL:
Empat tahun yang lalu, ketika saya hampir terbunuh di pelabuhan
Semarang.

KAPTEN:
Kau tak pernah lagi mendengarkannya di pantai ini?

COMOL:
Di sini? Tidak, Kapten.

KAPTEN:
Aneh, aku mendengarkannya semenjak seminggu yang lalu. Dia menyanyi
seolah-olah memanggil roh kita. Tapi di balik panggilan itu, terasa ada
ancaman yang mengerikan.

COMOL:

25
Oh ya, saya lupa, saya juga mendengarkannya, Kapten.

KAPTEN:
Kau? Bagaimana?

COMOL:
Yah, seperti memanggil roh kita, tetapi mengancam dan menakutkan,
mengerikan sekali. Pantas Kapten tak enak makan selama seminggu ini.
Padahal saya telah memasakkan telor mata sapi dan sop buntut. Saya
kuatir kalau malam ini Kapten juga tidak mau makan masakan saya.

KAPTEN:
Aku mencoba mengingatkan tapi sukar sekali. Semacam lolong anjing
kadang-kadang seperti teriakan orang yang disembelih, mengerang dan
menangis kesakitan. Aku telah mendengarnya berulang-ulang. Aku harus
membuktikan apa itu sebenarnya. Aku telah bertekad akan
menembaknya, seperti kita menembaki pencuri-pencuri besi yang mencuri
besi kapal, sebulan yang lalu itu.

COMOL MENDEKAT MEMEGANG TANGAN KAPTEN

COMOL:
Jangan hiraukan semua itu, Kapten. Lautan bernyanyi? Ah, setiap hari juga
ombak itu bernyanyi karena diembus angin. Bukan karena dia galak, tetapi
karena dia melawan kesepiannya yang abadi.

KAPTEN:
Aku telah tersinggung. Aku harus menghentikannya. Kau tahu apa artinya
itu?

COMOL:
Lautan bernyanyi itu, Kapten?

26
KAPTEN:
Kau tahu firasat apa itu?

COMOL:
Tentu saja saya tahu, Kapten. Saya telah menanyakannya kepada
orang-orang tua di pantai.

KAPTEN:
Apa yang mereka katakan?

COMOL:
Tentang diri kita, Kapten? Suara-suara yang seram itu firasat buruk.

KAPTEN:
Benar, kita akan menghadapi malapetaka, seperti kata nenekku dulu.

COMOL:
Kita telah kena malapetaka, Kapten, tetapi kenapa kita pedulikan? Saya
selalu akan menemani Kapten. Saya tidak akan pergi seperti mereka.
Malapetaka apa pun yang Dewa Laut itu akan timpakan. Saya tidak takut.
Paling banyak mati. Dan saya tidak takut mati, Kapten.

TIBA-TIBA KAPTEN LEO TERTAWA

COMOL:
Kaptenkah yang ketawa? (Kapten terus ketawa kecil) Kenapa Kapten
ketawa? (tersenyum ketawa kecil) Saya senang Kapten bisa ketawa. Orang
yang bisa ketawa adalah orang yang berani dan tidak takut mati.

KAPTEN:
Siapa yang mengajari kaubicara begitu?

COMOL:

27
Kapten sendiri bukan?

KAPTEN LEO MENGHAMPIRI COMOL. DIPEGANGNYA TUBUH COMOL.


COMOL DIAM SAJA
KAPTEN:
Kau. Kau. (membelai kepala Comol seperti membelai kepala anak kecil) .
Aku masih ingat, ketika kaudatang menyembah-nyembah supaya aku
melindungimu dari kematian, ketika orang-orang di pelabuhan itu
mengejarmu hendak membunuh karena kau telah memperkosa seorang
perempuan. Tapi sekarang kau bilang kau tidak takut mati. Padahal
orang-orang yang menjalankan hukuman mati yang sudah pasti mati
sekalipun masih menakutkan mati. Tapi kaubilang tidak. Aneh sekali.
Hantu busuk yang menjemukan sampai ke buku tulang. Makhluk yang
sedikit pun tidak punya keindahan yang bisa menimbulkan cinta. Dan aku
telah menyelamatkan makhluk seperti itu. Kenapa? Kecuali sop buntut,
kaldu ayam dan tak ada lagi yang bisa kaubuat untuk memperindah
Harimau Laut. Kalau kita bisa berlayar lagi, akan kucarikan kau seorang
perempuan yang bisa kaukawini (belaiannya semakin kasar dan
menyiksa). Seorang perempuan Maluku yang cantik, seperti Rita. Kau tidak
perlu menakuti lagi, seperti anjing yang saban-saban minta dipukuli. Salah
sekali kalau kau merasa berutang budi padaku. Tak ada manusia yang
berutang kepada manusia di atas kapal.

COMOL:
Jangan berkata begitu, Kapten.

KAPTEN:
Kautahu sendiri apa yang dikatakan nelayan-nelayan itu. Kautahu sendiri
aku telah mendengar laut bernyanyi. Pergilah sebelum terlambat.
Berdosalah engkau karena tidak menyelamatkan roh yang dipercayakan
kepadamu.

COMOL:

28
Tidak, Kapten.

KAPTEN:
Aku tidak lagi membutuhkan telor mata sapi dan sop buntut.
COMOL:
Kapten! Kapten! Berhentilah menghasut saya. Kapten tidak bisa mengusir
saya hanya dengan menyakiti hati saya. Saya telah bersumpah untuk
mengikuti Kapten seumur hidup. Kaptenlah yang telah memperpanjang
hidup saya. Kaptenlah yang berhak menerima pengabdian saya. Kalau
Kapten tahu bagaimana rasanya terlepas dari kematian, Kapten tidak akan
bicara begitu. Kematian pun tidak akan menyebabkan saya pergi dari kapal
ini meninggalkan Kapten.

KAPTEN:
Kau tolol. Kesetiaan buta itulah yang kadang-kadang membuat aku muak.
Kadang-kadang aku ingin menembak kepalamu (mengangkat senapannya
ke arah Comol)

COMOL:
Tembaklah! Kaptenlah yang membunuh saya. Tembaklah, Kapten, kalau
tidak menyukai saya lagi.

KAPTEN:
(menurunkan senapan berjalan menjauh) Aku pasti menembakmu kalau
aku sudah gila. Tolol sekali kalau sampai membunuh teman yang paling
sejati seperti kau. Seharusnya sudah lama aku menghajar pelaut-pelaut
yang sering mempermainkan kau itu. Barangkali aku telah putus asa kalau
tidak ada orang jelek seperti kau. Tetapi demi keselamatanmu, pergilah ke
darat seperti mereka. Aku bertanggung jawab buat semua nasib anak-anak
Harimau Laut.

COMOL:
Tidak, Kapten.

29
KAPTEN:
Aku muak melihatmu. Kau, selalu tanpa ada perubahan. Punggungmu
yang bongkok dan kegemaranmu yang ajaib itu. Setiap hari juga kau,
ketika aku terjaga, ketika aku tidur, ketika aku lapar, kau seperti bayangan
mengajar di sampingku, di depan, di belakang, menumbukku setiap
berpaling. Aku merasa sesak.

COMOL:
Ya, Kapten boleh berbuat apa saja. Kutuklah saya, tembaklah saya, tetapi
saya tidak akan pergi. Saya tahu itu semua karena apa? Jemu bukan? Ya,
tidak ada seorang pun yang tidak jemu menunggu kapal penarik yang tak
datang itu. Setiap malam hanya suara laut dan angin. Bintang-bintang yang
sama semuanya membosankan. Tidak ada surat atau teman bercakap.
Kapten seharusnya sekali-sekali mencari hiburan ke darat. Kalau Kapten
membutuhkan seorang perempuan barangkali saya bisa mencarinya ke
darat.

KAPTEN:
Diam, setan.

COMOL:
Maafkan, Kapten.

KAPTEN:
Kaupikir aku gila seperti kau?

COMOL MENGGUMAM PERGI KE UJUNG KAPAL DUDUK MENJUNTAI


MEMANDANG ORANG DI KEJAUHAN. KAPTEN LEO MENGISAP CERUTUNYA
LAGI

COMOL:
Seperti saya sendiri melakukannya dulu. Saya merindukan setiap

30
perempuan kalau sedang jenuh dan bosan. Perempuan selalu bisa
menenangkan pikiran. Tapi merasa jijik melihat punggung saya. Mereka
takut melihat saya, padahal cintai mereka daripada orang lain bisa
melakukannya. Sering sepanjang malam saya berjalan di sepanjang
pelabuhan, menahan kedinginan yang meluap-luap, tetapi tak berani saya
lakukan karena malu dan takut ditolak. Pada suatu malam, Kapten sendiri
tentunya masih ingat ketika saya berjalan menyusuri pantai membawa
kejemuan dan kebosanan karena perempuan itu telah menghina saya
dengan kurang ajar. Ketika itu saya mendengar suara-suara aneh dari laut.
Saya memperhatikan suara itu baik-baik. Barangkali itulah yang Kapten
katakan lautan bernyanyi. Suara itu meronta memanggil saya. Dan
tiba-tiba saja keinginan itu tambah mencari perempuan itu. Saya
ketemukan dia pulang dari kota sendirian.
Saya cegat dia dan kemudian saya paksa. Perempuan itu berteriak,
mencakar dan menggigit muka saya sampai berdarah. (menikmati
lamunannya) Alangkah nikmatnya, saya senang sekali Kapten, saya merasa
di sorga yang ketujuh. Saya biarkan perempuan itu memukul dan melukai
saya seperti orang gila. Tetapi kemudian beberapa buruh pelabuhan
mengetahuinya. Saya terpaksa lari. Mereka mengejar hendak membunuh
saya. Hampir-hampir saya mati pada waktu itu. Untunglah Kapten datang
menyelamatkan jiwa saya. Kapten masih juga ingat bukan?

KAPTEN:
Benar. Tapi itu cuma kebetulan.

COMOL:
Kebetulanlah yang biasanya menentukan, Kapten. Karena kebetulan itu
saya bisa menghirup angin laut, menyaksikan pantai-pantai yang belum
pernah saya lihat dan memasak sop buntut atau telor mata sapi untuk
Kapten. Kapten lebih baik makan sekarang. Nanti masuk angin.

KAPTEN:
Kau masuk saja sekarang, supaya besok pagi bisa ke darat mencari seorang
perempuan buatku.

31
COMOL:
Benar, Kapten? Syukurlah kalau Kapten mulai lagi ingat (ia berdiri
mengambil lentera lagi sambil terus berbicara). Hanya perempuan yang
bisa menghentikan kesepian Kapten. Suara lautan itu adalah suara
kesepian. Sudah hampir lima bulan Kapten tidak pernah menjamah
perempuan. Sudah waktunya sekarang saya mengupah seorang
perempuan yang kuat untuk menemani Kapten.

COMOL PERLAHAN-LAHAN HENDAK MASUK. TIBA-TIBA IA TERTEGUN


KETIKA MENDENGAR SUARA KAPTEN LEO BERSIUL

COMOL:
Dengar, Kapten? Jelas sekali. Sudah dua kali malam ini saya
mendengarnya.

KAPTEN:
Apa?

COMOL:
(setelah mencoba mendengarkan lagi) Sekarang tak kedengaran lagi. Ada
orang bersiul.

KAPTEN:
Tak ada yang bersiul.

COMOL:
Kapten tidak mendengarnya. Mungkin ada orang lain di sini.

COMOL MENGANGKAT LENTERA BERJALAN BERPUTAR DI SISI KAPAL


MENYUSURI TEPI GELADAK DENGAN CURIGA KETIKA IA BERADA JAUH
TERDENGAR COMOL MENGGERUTU

32
COMOL:
(sayup) Jangan main-main. Jangan coba-coba menakut-nakuti Comol.

SEPERTI TADI KAPTEN LEO KETAWA KECIL MISTERIUS. COMOL BERGEGAS


DATANG

COMOL:
Kapten, Kapten, dengar.

KAPTEN:
Apa?

COMOL:
Ajaib, Kapten tidak mendengarnya...?

KAPTEN:
Tak ada yang bersiul.

COMOL:
Bukan siul. Ada orang ketawa.

KAPTEN:
Tak ada yang ketawa. Siapa yang ketawa?

COMOL:
Entahlah, Kapten.

KAPTEN:
Kau mendengar orang ketawa?

COMOL:
Tidak tahulah saya, Kapten. Tidak, saya tidak mendengarnya. Saya tidak

33
mendengar apa-apa. Saya merasa lesu sekali. Hampir seperti ketika
hendak terjadi peristiwa di Semarang itu. Saya tidak enak pikiran. Malam
Ini buruk sekali. Selamat malam, Kapten.

COMOL MASUK KE PERUT KAPAL. KEMUDIAN KAPTEN LEO KETAWA LAGI


SENDIRIAN. SAMAR-SAMAR TAMPAK KEPALA COMOL MENYEMBUL LAGI
MEMPERHATIKAN KAPTEN LEO DENGAN TAKJUB. KEMUDIAN KEPALA ITU
CEPAT-CEPAT DITARIKNYA KETIKA KAPTEN LEO TERSENTAK MENOLEH KE
BELAKANG

ADEGAN KEEMPAT

SETELAH COMOL PERGI

KEDENGARAN SUARA PANIEKA LAGI MEMANGGIL. KAPTEN LEO MASIH


BERDIRI DI TEMPAT SEMULA MENGISAP CERUTU

SUARA:
Kapten! Kapten! (Kapten Leo tersentak dan membuang cerutunya)

SUARA:
Jangan menembak, Kapten. Saya membawa seorang perempuan. Jangan
menembak. Kapten dapat mendengar saya? Jangan menembak, saya
membawa seorang perempuan.

KAPTEN:
(menggumam) Tak henti-hentinya dia menggangguku.

SUARA:
(bertambah dekat) Saya membawa seorang perempuan, Kapten, jangan
menembak.

KAPTEN:

34
Kebencianku tak mengenal perempuan atau laki-laki. Dia hanya
mengenal manusia dan pula memilih-milihnya.

SUARA:
Tolonglah saya, Kapten. Mereka memburu saya.

KAPTEN:
Ya, karena kau memburu mereka, adakah orang yang tidak diburu, kita
semua binatang pemburu. Kita semua adalah pemburu-pemburu malang.

SUARA:
Saya melarikan seorang perempuan, Kapten. Tolonglah saya.

KAPTEN:
Lihat, dia selalu berbuat dan menyuruh orang lain memikul dosanya. Satu
kalimat lagi.

COMOL KELUAR DARI PERUT KAPAL DENGAN LENTERANYA

COMOL:
Tetapi mungkin akan banyak kesulitan, Kapten (mendekati Kapten).
Meneruskan tadi tentang perempuan itu. Kapten ingat ramalan-ramalan
itu?

SUARA:
Kapten? Kapten dapat mendengar? Tolonglah saya.

SUARA:
(keheranan)

SUARA:
Kapten, Kapten ….

35
SUARA:
(tambah heran tapi berusaha tak mempedulikannya) Tak bisa ditolong lagi
rupanya. Saya mendengar ada yang berteriak memanggil Kapten.

SUARA:
Tolonglah, Kapten, jangan menembak. Saya akan mendekati.

COMOL:
Nah, lucu sekali. Seperti suara Panieka. Kapten tak mendengarnya. Dia
menyuruh Kapten supaya jangan menembak.

SUARA:
Tolonglah saya, Kapten.

COMOL:
Dia minta kepada Kapten.

SUARA:
Ingatlah saya membawa perempuan.

COMOL:
Perempuan? Dia tahu sekali apa yang kita butuhkan. Saya tak sabar lagi.

KAPTEN:
(berteriak) Hoi, siapa itu? Siapa itu? Jangan coba-coba mempermainkan
Comol.

SUARA:
Mol! Mol!

COMOL:
Busyet. Ya, ada apa? Kaukah itu Panieka?

36
SUARA:
Benar. Aku Panieka, Mol.

COMOL:
Ajaib. Benar Panieka, Kapten. Apa kabar, Panieka?

SUARA:
Tolong, Mol. Aku membawa perempuan (semakin dekat)

COMOL:
Perempuan?

COMOL MENGANGKAT LENTERANYA MEMANDANG KE LAUT. BEBERAPA


LAMA KEMUDIAN TAMPAK PANIEKA MENDEKAT DENGAN SAMPAN

COMOL:
Benar Panieka, Kapten. Dia membawa seorang perempuan. Lihatlah
(Kapten menyalakan sebuah cerutu lagi)

SUARA:
(sudah dekat sekali) Selamat malam, Kapten.

COMOL:
Siapa yang kaubawa itu?

SUARA:
Seorang perempuan.

COMOL:
Aku tahu, tapi siapa dia?

SUARA:

37
Aku sudah melarikannya tiga hari yang lalu.
COMOL:
Busyet. Bagaimana kau melarikannya?

COMOL MEMPERHATIKAN PANIEKA MENCARI TEMPAT MENDEKATKAN


SAMPANNYA. IA MENYUSURI TEPI KAPAL MENGIKUTI GERAK SAMPAN
PANIEKA.

COMOL:
Bagaimana kau melarikannya, Panieka? Tidakkah berbahaya? Kau berani
sekali. Tetapi kau tidak mabok bukan? Kapten tidak senang kalau kau
membawa tuak ke kapal. (kepada Kapten) Kapten, bagaimana? Kita akan
membiarkan dia naik. Dia membawa seorang perempuan.

KAPTEN TIDAK MENJAWAB, SIBUK DENGAN CERUTUNYA MEMANDANG KE


LAUT. COMOL JADI KEBINGUNGAN

COMOL:
Ah, tak tahulah saya. Ada-ada saja yang terjadi. Di sebelah kiri itu, Panieka.
Hati-hati tangganya tidak begitu kuat. Ingat, seorang perempuan, Kapten.
Panieka biasanya pintar memilih yang baik-baik. Seleranya bagus.

PANIEKA MUNCUL

PANIEKA:
Sudah hampir rusak temali tangganya.

COMOL:
(tak acuh) Ya (mengangkat lenteranya menerangi wajah Panieka), agak
kurus kau sekarang. Kurang makan bukan?

COMOL:
Selamat malam, Kapten.

38
COMOL:
Mana perempuan itu?

PANIEKA:
Kutinggalkan di bawah. Akan kubawa naik kalau Kapten mengizinkannya.

COMOL:
Tanyalah sendiri.

PANIEKA:
Aku harus ditolong, Mol.

COMOL:
Aku takkan menjawab. Itu bagian Kapten.

PANIEKA:
Aku memerlukan tempat persembunyian untuk menunggu marah mereka.
Di sini melarikan anak perempuan itu biasa, Mol.

COMOL:
Ya, aku pernah mendengar juga. Tapi kalau Kapten diam saja, artinya aku
juga tidak boleh berbicara. Jangan berbicara denganku dulu. Selesaikan
saja urusanmu dengan Kapten.

PANIEKA:
Kapten rupanya marah kepadaku.

COMOL:
Aku tak boleh berbicara? Aku ingin melihat perempuan yang sudah
memikatmu itu.

PANIEKA:

39
Jangan.
COMOL:
Cuma melihat dari jauh saja.

PANIEKA:
Tidak, jangan.

COMOL:
Perempuan apa dia tidak boleh dilihat?

PANIEKA:
Jangan.

COMOL:
Nanti kukatakan padamu apakah dia baik atau tidak.

PANIEKA:
Tidak perlu lagi sekarang, jangan.

KAPTEN:
(tetap memandang ke laut) Kau dengar katanya, jangan.

COMOL:
Saya tidak akan berbuat apa-apa.

KAPTEN:
Kau dengar katanya?

COMOL:
Tetapi saya hanya ingin melihat, Kapten. Tidak bolehkah perempuan itu
dilihat? Saya cuma ingin melihat warna kerudungnya, biru atau cokelat,
tadi kurang terang.

40
KAPTEN:
Aku bertanya untuk yang terakhir, kaudengar katanya?

COMOL:
(dengan kecewa) Baiklah, nanti saya akan melihatnya juga.

COMOL DUDUK DI ATAS PETI SAMBIL MEMPERHATIKAN KE TEMPAT


PEREMPUAN ITU DENGAN PENUH MINAT

PANIEKA:
Maafkan saya, Kapten.

KAPTEN:
Untuk apa, Panieka?

PANIEKA:
Kapten tahu sendiri, saya menyesal, Kapten. Perkara membawa minuman
keras itu. Saya suka mabok dan yang terakhir sekali waktu saya tertidur
ketika dinas jaga malam waktu Harimau Laut. Saya belum minta maaf.
Sekarang saya minta maaf.

KAPTEN:
Lalu sesudah itu?

PANIEKA:
Tidak, saya berjanji, Kapten. Saya menyadari diri sekarang, setelah melihat
Kapten yang benar. Karena kurang disiplinlah maka Harimau Laut ini
kandas.

KAPTEN:
Atau kesalahan yang sama dalam bentuk yang lain?

41
PANIEKA:
Tidak, percayalah Kapten.

COMOL:
(nyeletuk) Siapa nama perempuan itu, Panieka? Apa ada tahi lalat di atas
bibirnya?

KAPTEN:
Maaf tidak pernah terlambat. Tapi tak ada gunanya lagi sekarang. Aku
sudah memaafkan kau dulu. Tapi apakah waktu yang sudah lewat itu juga
mau memaafkanku, entahlah. Maafkan sendiri juga belum dijawabnya,
tapi memang aku belum sempat minta maaf.

PANIEKA:
Semua kawan-kawan, anak buah Kapten sekarang menyesal dan ingin
minta maaf.

KAPTEN:
Oh ya, bagaimana keadaan mereka?

PANIEKA:
Baik-baik, Kapten. Semuanya siap menanti kapal penarik itu. Semua ingin
berlayar lagi dengan Harimau Laut.

KAPTEN:Rubi?

PANIEKA:
Rubi agak kurus, tapi masih tetap menyanyi.

KAPTEN:
Adenan?

42
PANIEKA:
Adenan sangat disukai penduduk. Dia membantu nelayan itu menangkap
ikan.

KAPTEN:
Abu?

PANIEKA:
Abu ke Denpasar, ada familinya jadi tentara di sana.

KAPTEN:
Dangin?

PANIEKA:
Oh ya, Dangin dirawat di rumah sakit. Kapten tahu, ada wabah di pantai,
mungkin tak bisa ditolong.

KAPTEN:
Kasihan kawanku main catur. Aku tak bisa menengoknya. Dan Panieka?
Ah, maaf.

COMOL:
Itu artinya nafsunya besar. Baik untuk orang seperti kau. Tapi kalau tahi
lalat itu di lehernya, berbahaya sekali itu. Perempuan yang membawa
maut. Tapi dia cantik bukan?

PANIEKA:
Kami semuanya tetap berhubungan seperti saudara saja. Seperti memang
kebiasaan Harimau Laut.

KAPTEN:
Itu baik sekali.

43
PANIEKA:
Semuanya memuji Kapten, kagum pada keteguhan Kapten
mempertahankan Harimau Laut. Kami juga teringat ketika masa-masa kita
masih belajar berlayar.
KAPTEN:
Aku juga teringat.

PANIEKA:
Maafkan mereka, Kapten. Kami tidak pernah lagi menjenguk kemari.
Bukan karena lupa, tapi karena bekerja untuk bisa makan, sambil menanti
kapal penarik itu datang.

KAPTEN:
Ah, itu tidak perlu.

COMOL:
Tapi kalau dia cantik, Kapten pasti memaafkan yang lain-lain. Siapa
namanya, perempuan di sini biasanya namanya aneh-aneh.

KAPTEN:
Jangan mengganggu, telor mata sapi. Apalagi yang perlu, Panieka?

PANIEKA:
Kapten harus menolong menyembunyikan saya.

KAPTEN:
Harus?

PANIEKA:
Ya, Kapten. Mula-mula saya kira mudah melakukannya, seperti
cerita-cerita anak-anak muda di sana. Tapi ketika saya larikan, orang
tuanya menjadi marah sekali. Katanya hidup atau mati perempuan itu

44
yang saya larikan harus didapatkannya kembali.

KAPTEN:
Jadi aku harus memaafkan kau. Sesudah itu aku harus membuktikan
bahwa aku telah memaafkan kau dengan harus menolongmu.
PANIEKA:
Sembunyikanlah saya, Kapten, di sini pasti aman. Mereka takkan berani
mengejar sampai kemari. Sebetulnya saya sendiri tak apa-apa Kapten, saya
tak memerlukan perlindungan. Tapi perempuan itu sedang … ah, kalau dia
sampai diketemukan, kasihan sekali. Mungkin dia akan disiksa atau bahkan
mungkin dibunuh oleh ibunya.

KAPTEN:
Baiklah, bawa perempuan itu naik. Nanti dicuri Dewa Laut.

PANIEKA:
Baik, Kapten (hendak pergi).

KAPTEN:
Satu buah pertanyaan lagi. Tentang pendapat orang-orang di pantai
terhadap diriku. Kalau tak salah kau telah menyebutnya tadi dari sana.

PANIEKA:
Oh, maafkan, Kapten, saya silaf. Itu tak benar sama sekali.

KAPTEN:
Bukan saja tak benar, tapi juga ucapan biadab.

PANIEKA:
Benar, Kapten. Maafkan saya tak sengaja menyebutnya.

KAPTEN:
Tidak apa-apa, sudah kumaafkan. Tapi ingatlah baik-baik, aku amat senang

45
mendengarnya. Satu kali lagi dan kepalamu akan kulubangi.

PANIEKA:
Terima kasih atas peringatan itu, Kapten.

KAPTEN:
Jangan terlalu cepat, simpan dulu untuk nanti, Mol.

COMOL:
Ya, Kapten.

KAPTEN:
Buatkan dia tempat tidur yang baik.

COMOL:
Dengan segala senang hati, Kapten. (kepada Panieka) aku tak melayani
perempuan yang belum kuketahui namanya. Paling sedikit warna
kerudungnya yang kita soalkan tadi.

PANIEKA:
Jangan. O ya, Kapten. Dia sangat pemalu dan takut kepada orang. Dia tak
mau berbicara karena gugup. Kita harus membiarkannya bersunyi-sunyi
supaya kagetnya hilang dan menjadi tenang kembali.

KAPTEN:
Kaudengar, telor sapi?

COMOL:
Busyet, alangkah pelitnya kau sekarang.

PANIEKA:
Terima kasih, Kapten. Dia masih muda sekali, tapi kami saling mencintai.
(berjalan pergi). Namanya Dayu Badung.

46
COMOL:
Siapa? (tak dijawab) Siapa, Panieka? Dayu Badung? Dayu Badung anak
Dayu Sanur? (Panieka tak menjawab terus berjalan) Panieka? Dayu
Badung anak Dayu Sanur?

SUARA:
Ya

COMOL:
Apa benar anak Dayu Sanur? (kebingungan)

KAPTEN:
Kaudengar, ia bilang ya?

COMOL:
Wah! Kapten dengar? Dayu Badung anak Dayu Sanur anak leak itu.
Berbahaya sekali, Kapten. Jangan kita pelihara orang itu di sini. Ibunya
tukang leak yang ditakuti di kampung nelayan di seluruh pantai Sanur ini.
Ajaib, Kapten. Jangan dibiarkan dia naik, Kapten, Dayu Sanur akan
membunuh kita.

KAPTEN LEO DIAM SAJA. COMOL MERONTA

COMOL:
Oo, Kapten, Dayu Sanur sangat sakti. Kita tak akan bisa melawannya. Dia
tidak bisa dibohongi. Dia pasti tahu anaknya di sini. Berbahaya sekali,
Kapten. Jangan biarkan dia di sini, Kapten, dengarlah saya, Kapten.

KAPTEN:
Tenanglah sedikit, telor mata sapi. Lebih baik kaupikirkan sop buntut itu
sekarang.

47
COMOL:
Ingat ramalan-ramalan itu, Kapten.

KAPTEN:
Aku tidak peduli pada ramalan-ramalan. Kalau toh memang terjadi
malapetaka, itu cuma kebetulan. Dan kita tidak takut mati bukan?

COMOL:
Tapi ini bukan mati biasa, Kapten. Mati dimakan leak.

KAPTEN:
Tidak, tidak akan begitu menyakitkan seperti hidup yang sakit. Tenanglah.

COMOL:
Jangan main-main, Kapten. Perempuan itu akan membawa malapetaka.

KAPTEN:
Sekalian. Kita latihan malapetaka.

COMOL:
Ajaib! Kapten sadar apa yang Kapten katakan? Jangan main-main Kapten!
Oo, Kapten, Kapten. Ya Tuhan! Kita akan mati dimakan leak! Sia-sia kapal
penarik itu datang. Kita akan mati dimakan leak. Oo, Kapten, Kapten.

PANIEKA MUNCUL KEMBALI MEMAPAH DAYU BADUNG, PEREMPUAN ITU


MEMAKAI KERUDUNG YANG MENUTUPI SELURUH MUKANYA. HANYA
MATANYA SAJA YANG KELIHATAN. COMOL TERGANGGU MELIHAT
PEREMPUAN ITU

PANIEKA:
Dia menderita dan payah sekali. Boleh saya membawanya masuk, Kapten?

KAPTEN:

48
Kaudengar, telor mata sapi?

COMOL:
Oh tidak, jangan. Maafkan saya Kapten, saya tidak berani.

KAPTEN:
Bawalah masuk, Panieka. Nanti dia dimakan leak.

PANIEKA MEMBAWA GADIS ITU MASUK KE PERUT KAPAL. COMOL


MELIHATNYA DENGAN TAKUT.

COMOL:
(menggumam) Dayu Sanur, dengarlah. Saya tidak ikut mencuri anak itu.
Dengarlah, Dayu Sanur, lihat saya tidak ikut apa-apa. Maafkan saya Dayu
Sanur, saya tidak ikut. Saya tidak berani mengganggu Dayu Badung.
Maafkan saya, Dayu Sanur.

KAPTEN LEO TERTAWA KECIL MISTERIUS

COMOL:
Kapten! Jangan menertawakan saya.

KAPTEN:
Ketawa? Tak ada yang tertawa.

COMOL:
Apa? Ajaib. Saya mendengar Kapten tertawa.

KAPTEN:
Tidak ada yang tertawa.

COMOL:

49
Oh, dia mengganggu lagi. Kapten, dia mulai mmepermainkan kita. Jangan
Dayu Sanur. Jangan ganggu kami orang yang lemah. Pergilah jangan
ganggu kami, Dayu Sanur.

KAPTEN LEO TERTAWA LAGI

COMOL:
Oh! Jangan! Jangan!

COMOL BERLUTUT MENUTUPI TELINGANYA. KAPTEN LEO TERUS KETAWA.


TIBA-TIBA COMOL BANGKIT MENYAMBAR LENTERA BERLARI
MENGELILINGI GELADAK. SAMBIL BERKELILING ITU BERTERIAK
MENYURUH PERGI DAYU SANUR

COMOL:
Dayu Sanur! Pergilah, jangan mengganggu kami.

TIBA-TIBA COMOL MELOTOT MEMANDANG KE PANTAI

COMOL:
(berteriak) Kapten! Lihat! Ada api di pantai.

KAPTEN LEO BERGERAK MELIHAT KE PANTAI

COMOL:
Ajaib! Lihat api itu bergerak-gerak.

KAPTEN:
Apa itu?

COMOL:
Api leak, Kapten! Lihat cahayanya kebiru-biruan. Itu cahaya leak.

50
IA MELETAKKAN LENTERA. MEMIJIT KEDUA MATANYA DENGAN UJUNG
TELUNJUKNYA

COMOL:
Wah, hanya satu tidak kembar. Dukun itu mengatakan, kalau mata dipijit,
tetap kelihatan satu itu artinya leak. Ya, Tuhan! Dayu Sanur telah melihat
kita. Lihat, api itu menari-nari, Kapten. Itu tarian leak! Ajaib, sekarang dia
pecah menjadi banyak. Kapten bisa melihat? Oh, mengerikan sekali,
Kapten.

KAPTEN LEO MENGANGKAT SENAPAN HENDAK MENEMBAK, COMOL


CEPAT MENCEGAH

COMOL:
Jangan menembak, Kapten! Nanti dia bertambah marah. Oh, saya tak
berani melihatnya.

SAYUP-SAYUP KEDENGARAN SUARA GONG. PANIEKA KELUAR DARI PERUT


KAPAL

COMOL:
Panieka! Lihat api itu di pantai hasil perbuatanmu.

PANIEKA MELIHAT SEBENTAR KEMUDIAN ACUH TAK ACUH

COMOL:
Sekarang kau mulai takut ya?

KAPTEN:
Apa itu, Panieka?

PANIEKA DUDUK DI ATAS PETI

51
KAPTEN:
Apa itu?

PANIEKA:
Upacara Pengorbanan Darah. Bermacam-macam binatang disembelih
untuk menyenangkan hati Batara Kala dan Batara Durga. Dewa-dewa maut
yang mereka takuti.

KAPTEN:
Malam-malam begini?

PANIEKA:
Ya, wabah itu sudah semakin mengganas. Orang-orang itu sudah putus
asa.

COMOL:
Bukan leak?

KAPTEN:
Bukan. Dan bukan pula Dewa Laut itu.

COMOL:
Kalau begitu syukurlah. Mudah-mudahan Dayu Sanur memaafkan kita.

KAPTEN:
Kadang-kadang aku heran apa yang mereka lakukan. Sekarang aku
mendengar sesuatu.

COMOL:
Saya juga mendengar, Kapten. Itu suara gong Bali.

KAPTEN:
Alangkah teguhnya mereka menjalani keyakinannya. Adakah mereka

52
lebih mempercayai dewa-dewa dan leak itu daripada Tuhan?

COMOL:
Mereka amat taat kepada agamanya, Kapten.

KAPTEN:
Malang. Penyembah-penyembah berhala yang dilindungi negara untuk
dipertontonkan kepada turis yang mau membayar.

COMOL:
Kapten! Mereka tidak menyembah berhala. Mereka orang yang berTuhan
seperti kita. Mereka menyebutnya Sang Hyang Wydhi Wasa Menurut
seorang Brahmana yang suka bercerita kepada saya di bawah pohon
beringin itu. Dewa-dewa itu sebenarnya cuma satu. Tapi diberi nama
bermacam-macam menurut keperluannya. Seperti Kapten sering
menyebut-nyebut Comol, si telor mata sapi, kadang-kadang si bongkok
atau si jelek, tapi sebetulnya maksud Kapten sama saja satu. Oh, lihatlah
Kapten, api itu bertambah banyak.

PANIEKA KELIHATAN GELISAH SEKALI

PANIEKA:
Kapten, saya mau pergi dulu, Kapten.

KAPTEN:
Bicara denganku, Panieka?

PANIEKA:
Saya harus pergi ke darat, Kapten.

KAPTEN:
Harus lagi! Untuk apa?

53
PANIEKA:
Saya harus mencari dukun.

KAPTEN:
Dukun untuk apa?
PANIEKA:
Saya harus mencari obat, Kapten. Dayu Badung sedang ... ah, dia lemah
sekali badannya. Dan lagi saya harus mengetahui bagaimana keadaan di
sana. Ya, terutama saya ingin tahu, apakah Dayu Sanur dan
kawan-kawannya masih marah kepada saya.

KAPTEN:
Itu saja?

PANIEKA:
Saya juga harus mengambil pakaian dan perbekalan. Mungkin lama kita
tidak akan bisa ke darat lagi. Saya akan kembali secepatnya, Kapten.

KAPTEN:
Apa lagi?

PANIEKA MASIH DUDUK DENGAN GELISAH

KAPTEN:
Apa lagi yang kautunggu?

PANIEKA CEPAT BERDIRI. MULA-MULA KELIHATAN BERAT DAN


RAGU-RAGU KEMUDIAN CEPAT PERGI

KAPTEN:
Kau telah menyembunyikan sesuatu dariku. Kau akan terus kuburu.

54
COMOL:
Kapten, jangan biarkan dia pergi. Hai, Panieka! (mengejar) Panieka! Bawa
dia pergi! Jangan tinggalkan malapetaka itu di sini. Panieka! Ah, kurang
ajar (mendekati Kapten lagi). Kapten, kenapa Kapten mau dijebak seperti
ini?

KAPTEN:
Tenanglah, Mol. Sekarang bawa sop buntut itu kemari.

COMOL:
Ajaib. Tidak, tidak mungkin, Kapten. Maafkan saya.

KAPTEN:
Nanti sop itu menjadi dingin. Telor mata sapi tak enak kalau sudah dingin
bukan?

COMOL:
Tidak. Saya mau berhubungan dengan Dayu Sanur. Kalau perempuan itu di
dalam, saya tidak akan masuk.

KAPTEN:
Jangan ribut. Kalau takut, aku tidak akan memaksa.

COMOL:
(berteriak) Hai, Panieka! Panieka!

KAPTEN DUDUK DI ATAS PETI, MEMANDANG KE LAUT. IA MENYALAKAN


LAGI CERUTU

KAPTEN:
Kalau suara itu kedengaran lagi, aku akan memburunya.

55
ADEGAN KELIMA

LAMA SETELAH PANIEKA MENINGGALKAN KAPAL.


COMOL TIDUR DI TUMPUKAN TALI. KAPTEN MASIH DUDUK SEPERTI TADI
MEMANDANG KE LAUT. LANGIT KELIHATAN GELAP. SAYUP-SAYUP MASIH
TERDENGAR SUARA GONG DARI PANTAI. RUBI DAN ADENAN DATANG
DARI PANTAI NAIK SAMPAN.

KEDENGARAN SUARA ADENAN MEMANGGIL

SUARA:
Kapten! Kapten!

KAPTEN LEO MEMBUANG CERUTUNYA MENGINTAI SAMBIL TETAP DUDUK

SUARA:
Kapten! Saya Adenan dan Rubi.

KAPTEN:
Ya. Aku belum tidur. Naiklah! Lewat kiri saja ada tangga tali di sana. Di
sebelah kanan aku tutup, banyak pencuri sekarang, Mol!

COMOL:
(masih tetap berbaring memejamkan mata) Ya, Kapten.

KAPTEN:
Kita dapat tamu.

COMOL:
Panieka lagi?
KAPTEN:
Bukalah matamu, tolol.

56
COMOL MENGGELIAT DENGAN MALAS. IA BANGKIT MENGAMBIL LENTERA
DENGAN MATA SETENGAH TERPEJAM. KEMUDIAN OTOMATIS IA PERGI KE
TANGGA

COMOL:
(menggumam) Kau kurang ajar, Panieka. Dari dulu kerjamu cuma
menyakitkan orang lain. Malapetaka apa lagi sekarang ini. Cepatlah naik!
Aku bukan budakmu.

SUARA:
Apa yang kaubilang, bongkok?

COMOL:
Terkutuklah kau, Panieka! Sayang aku belum dapat nama buruk buat kau.

SUARA:
Mulutmu kotor sekali sekarang. Aku bukan Panieka.

COMOL:
Oh, Adenan! Kukira Panieka. Siapa itu satu lagi?

SUARA:
Aku.

COMOL:
Oh, Rubi! Kukira Panieka! Naiklah! Hati-hati ada sampan di sana. Awas
tangganya kurang kuat.

ADENAN DAN RUBI MUNCUL

COMOL:
Aku kira Panieka.

57
ADENAN:
Jadi matamu belum sembuh?

COMOL:
Bukan begitu. Aku baru saja bangun. Tanya sama Kapten.

ADENAN:
Selamat malam, Kapten.

KAPTEN:
Apa kabar, Adenan?

ADENAN:
Baik, Kapten. Saya sama tukang keroncong ini.

KAPTEN:
Tepat pada saat aku mau dihibur.

COMOL:
Rubi, sudah kaujual gitar itu?

KAPTEN:
Kau Rubi. Apa yang mereka kerjakan di sana? (menunjuk ke pantai)

ADENAN:
Itulah, Kapten. Mereka mengadakan upacara selamatan membersihkan
pantai ini. Wabah cacar itu semakin ganas.

KAPTEN:
Lebih baik kauanjurkan mereka ke dokter daripada berbuat sia-sia seperti
itu.

ADENAN:

58
Yah, sukar memang dipikirkan kalau kita tak mengerti cara berpikir
mereka. Saya sudah hidup hampir dua bulan bersama mereka.
Kadang-kadang mereka tak yakin apa yang mereka lakukan. Banyak orang
di sana yang sudah pintar, hanya karena tradisi saja, mereka melakukan
itu. Semuanya juga pergi ke dokter. Hanya karena kekurangan dokter
mereka tidak ke dokter. Dangin juga sudah diobati oleh dukun itu.

COMOL:
Siapa yang membeli gitar, Rubi?

RUBI:
Anak pemilik hotel yang di selatan.

COMOL:
Berapa?

RUBI:
Lumayan untuk mengobati Dangin.

KAPTEN:
Abu di Denpasar ya?

ADENAN:
Di Tanjung Bungkak, Kapten. Dia jadi bebotoh* sekarang. Di mana saja ada
tajen*, dia pasti datang. Di sini orang mengadu ayam sampai mati. Mereka
mengikatkan pisau di kaki jagonya. Banyak orang yang sudah melarat
karena tajan itu, tapi Abu kebetulan sedang mujur nasibnya.

COMOL:
Kau tergesa-gesa menjualnya. Tukang warung di bawah beringin itu sudah
mau menukar dengan seekor babi.

RUBI:

59
Panieka pernah kemari?

COMOL:
Mereka memelihara babi seperti memelihara ayam saja di sini. Apa?
Terkutuklah dia. Dia baru saja pergi dari sini tadi.

RUBI:
Panieka?

COMOL:
Ya, siapa lagi yang suka bawa malapetaka kalau bukan dia. Ditinggalkannya
begitu saja di sini.

ADENAN:
Kau bicara soal apa, Comol?

COMOL:
Rubi menanyakan Panieka, Kapten.

KAPTEN:
Panieka tidak ada di sini, Rubi.

COMOL:
Ya, tidak ada di sini. Baru saja tadi pergi.

KAPTEN:
Kau terlalu banyak melek, Mol. Teruskanlah tidur. Di sini kau, Rubi, biarkan
dulu dia menyelesaikan tidurnya jangan terlalu banyak bicara. Panieka
tidak ada di sini sejak beberapa hari ini.

COMOL:
Ajaib, Kapten.

60
KAPTEN:
Tidak. Tidurlah dulu, telor mata sapi.

ADENAN MENGGERUTU. COMOL DUDUK DI ATAS TALI ITU LAGI.

KAPTEN:
Apa khabar, Rubi? Bagaimana gitarmu?

RUBI:
(malu) Sudah dijual, Kapten. Maaf.

KAPTEN:
Tidak apa-apa. Besok akan kuberikan kau gitar yang tidak bisa dijual.

ADENAN:
Bukan untuk dia sendiri, Kapten. Dangin memerlukan uang untuk
perawatannya.

KAPTEN:
O, jadi kau juru bicara Rubi.

ADENAN:
Ah, Kapten tahu sendiri, Rubi sangat pemalu.

KAPTEN:
Tak apa-apa, kalau memang dipergunakan untuk perikemanusiaan. Tapi
kau tidak lupa bukan, gitar itu. Rita yang memberikannya kepadaku.
Katanya kepadaku, kutitipkan kepercayaanku kepadamu, Leo, harapanku
dan nyawaku. Ah, aku lupa yang lain-lain. Aku menangis juga waktu itu.
Tapi ketika aku sudah berada di tengah Harimau Laut, aku tak pernah
memikirkan lagi. Kenapa kau berdua tiba-tiba datang kemari?

ADENAN:

61
Kapten, memang ada keperluan kami yang sangat penting. Ada dua buah
kejadian yang sangat menyedihkan, untuk kita semuanya. Tak dapat
ditolong lagi. Tuhan telah menghendaki agar dia kembali di sisi-Nya
meninggalkan kita dalam usia yang sebetulnya belum pantas.

RUBI KEDENGARAN MEMBISIK, WALAUPUN SUDAH BERUSAHA


MENEKANNYA

ADENAN:
Dia orang yang baik. Kita akan selalu mengenangnya. Harimau Laut telah
kehilangan seorang pelaut yang disiplin yang selalu mengalah untuk
kepentingan teman-temannya. Tadi siang meninggal, pukul dua belas
empat belas menit. Karena penyakitnya berbahaya, mayatnya tak boleh
dibawa pulang, terus dikebumikan waktu itu juga di Rumah Sakit Sanglah
di Denpasar.

RUBI:
(sambil menahan sedan) Percuma aku menjual gitar, Kapten.

ADENAN:
Sudahlah Rubi, apa boleh buat.

RUBI:
Dua hari dia mati, dia sudah tahu. Dia menulis surat kepada ibunya,
mengatakan dia minta maaf karena sempat pamitan. Dia menyampaikan
salam kepada Kapten, dia mendoakan agar Harimau Laut bisa berlayar
lagi. Mengapa dia tahu semuanya itu? Bahkan dia menyuruh saya menjual
cincinnya, supaya saya melunasi utangnya di warung nasi. Saya seperti
disiksa.

ADENAN:
Yah, marilah kita semua bersabar. Ini percobaan kepada Harimau Laut.

62
KAPTEN LEO MEMANDANG KE TENGAH LAUT DENGAN LUNGLAI, RUBI
TERUS MENANGIS.

RUBI:
Aku sering menyakiti hatinya. Kalau dulu kujual gitar itu, mungkin dia
sudah sembuh.

ADENAN:
Sudahlah, bukan salahmu, Rubi.

RUBI:
Aku tak pernah memperhatikan orang lain. Padahal ia selalu menolongku
tanpa aku minta. (Rubi semakin menyesali dirinya)

KAPTEN:
(membentak) Diam Rubi! Kenapa kau menangis? (mendekat) Aku malu
melihat perbuatanmu. Pelaut-pelaut Harimau Laut tak ada yang pernah
menangis, meskipun mereka bisa. Diam!

RUBI BELUM BISA MENENANGKAN DIRINYA. KAPTEN MENARIKNYA


BERDIRI.

KAPTEN:
Rubi (kemudian ia menariknya ke tepi geladak) Lihat laut itu. Kau belum
mati, kenapa kau menangis? Kesedihan itu sengaja datang karena ada
beberapa penonton yang ingin dihibur, tetapi mereka tidak pernah
membayar. Demi Tuhan, jangan jadi tontonan gratis, untuk
menyenangkan hati mereka. (melepaskan pegangan) Adenan! Berdoalah
atas namaku untuk arwah Dangin. Dia orang satu-satunya yang bisa
merebut Perdana Menteriku. Dia orang satu-satunya yang tidak pernah
membantah perintahku. Aku berjanji akan membawa Harimau Laut ke
tengah laut untuk dia.

63
ADENAN BERDIRI KEMUDIAN BERDOA

KAPTEN:
(setelah Adenan selesai berdoa) Cukuplah. Sekarang terangkan yang
satunya lagi. Kau, kembalilah ke tempatmu, Rubi. Ingat benar-benar apa
yang sudah kukatakan tadi. (Rubi kembali duduk di atas peti. Sudah lebih
tenang) Apa itu, Adenan?

ADENAN:
Yah, tentang Panieka, Kapten. Mungkin Kapten sudah mengetahuinya.

KAPTEN:
Belum.

ADENAN:
Saya sudah berusaha mencegahnya, Kapten, dengan menasihati dan
memberi pertimbangan yang panjang-lebar. Sebetulnya ia menyadari.
Anak muda seperti dia itu yang biasanya kalau dicegah malah ingin
mencoba, dan ia meneruskan niatnya. Kapten tahu, masyarakat di sini
dikenal orang perkawinan Merangkat atau kawin lari, yang biasanya
dilakukan oleh orang-orang muda kalau salah satu orang tua tidak setuju.
Asal mereka suka sama suka, kita laki-laki boleh melarikan anak gadis, asal
saja tidak ketahuan. Terus terang, saya sendiri sebetulnya tidak tahu-
menahu ketika itu terjadi. Saya dan Rubi sedang repot mengurus Dangin
yang sedang sakit. Kemudian saya tahu semua itu karena masyarakat di
sini menjadi ribut. Mereka mencari saya yang sudah banyak bergaul
dengan mereka. Saya katakan, saya tidak tahu apa-apa. Baru dua hari yang
lalu Abu menjelaskan kepada saya. Rupanya Abulah yang membantu
Panieka melarikan gadis itu, dan lebih aneh lagi, kebetulan anak gadis itu
putra seorang janda Brahmana, kasta yang paling tinggi di sini, dan
kebetulan pula ibunya adalah seorang yang amat ditakuti sebagai orang
yang mempunyai ilmu gaib.

64
COMOL:
K A P T E N!

KAPTEN:
Tidur sajalah, telor mata sapi! Teruskan ….

ADENAN:
Kapten tentu barangkali pernah mendengar nama Dayu Sanur. Itulah
perempuan yang paling ditakuti di sepanjang pesisir ini. Anak gadisnya
bernama ....

RUBI:
Dayu Badung.

ADENAN:
Yah, Dayu Badung. Memang cantik, Kapten.

TIBA-TIBA TERDENGAR ADA ORANG MENGADUH DARI PERUT KAPAL.


SUARA DAYU BADUNG YANG MERAWANKAN. SEMUANYA TERPAKU
MENDENGARNYA.

ADENAN:
Siapa itu, Kapten? Ada orang di dalam?

KAPTEN:
Apa? Tak ada apa-apa.

ADENAN:
Yah, itulah soal yang kedua itu, Kapten, mau tak mau itu menjatuhkan
nama Harimau Laut. Lain dari biasanya, keluarga Dayu Sanur, tidak mau
menerima itu begitu saja. Mereka terus mencari. Kalau sampai Panieka
dapat mereka temukan, mungkin dia akan dibunuhnya. Ah ...
mudah-mudahan saja tidak. Kami sendiri mencari, di mana persembunyian

65
Panieka.

SUARA RINTIHAN DAYU BADUNG KEDENGARAN LAGI

ADENAN:
Kapten! Pasti ada orang di dalam. Saya mendengar.

RUBI:
Seperti suara perempuan.

ADENAN:
Kapten ...

KAPTEN:
Ah, lama diam-diam di darat membuat kau mabok laut. Tak ada apa-apa.

ADENAN:
Tapi, yah sudahlah. Tak pernahkah Panieka datang lagi kemari?

KAPTEN:
Tak pernah.

RUBI:
Kalau dia hendak bersembunyi di sini, jangan diberikan, Kapten.

ADENAN:
Benar. Lebih baik kita mengembalikan kepada orang tuanya saja. Gadis itu
sedang sakit, Kapten.

SEKARANG SUARA ITU LEBIH JELAS LAGI MERINTIH

SUARA:
Ampun ... ampun Ibu... aduh ... ampun Ibu... Jangan sakiti saya ....

66
ADENAN:
Nah! Jelas sekali.

RUBI:
Suara perempuan yang minta tolong.

ADENAN:
Kapten, siapa di dalam itu?

KAPTEN:
Siapa? Tak ada siapa-siapa. Coba periksa, Comol!

COMOL:
Tit...tit...tidaaak, Kapten (bingung)

KAPTEN:
Tak ada orang di dalam, bukan?

COMOL:
Ya, Kapten.

KAPTEN:
Nah ....

ADENAN:
Tapi tadi, nah, itu dengarlah.

SUARA:
Aduh....aduh...Ibu! Jangan sakiti saya ... Ampun ampun ....

ADENAN:
Jelas sekali. Kau dengar, Rubi.

67
RUBI:
Benar, suara perempuan minta tolong.

ADENAN:
Kapten, boleh saya periksa?

COMOL:
Jangan. Tidak, tidak ada orang di sini, Adenan.

ADENAN:
Tapi itu, jelas sekali.

KAPTEN:
(tertawa) Kau sudah terlalu lama di darat, Adenan. Lautan sering
bernyanyi seperti manusia.

ADENAN:
Aneh, saya mendengar jelas sekali.

RUBI:
Aku juga dengar, tak mungkin kita salah dengar.

KAPTEN:
Tak ada apa-apa. Lebih baik kalian turun ke darat, mencari Panieka. Jangan
sampai dia celaka. Bawa dia kemari, aku tunggu di sini.

ADENAN:
Tapi, Kapten ....

COMOL:
(cepat mengambil lentera) Mari, Adenan!

68
KAPTEN:
Jangan bicara lagi! Tak ada waktu. Carilah Panieka sekarang!

ADENAN:
Kapten! Kalau perempuan itu di sini, berbahaya sekali. Kenapa Kapten
menyimpannya, di mana Panieka??

KAPTEN:
Antarkan mereka, Mol!

COMOL:
Ayolah kawan, nanti Kapten marah lagi.

RUBI:
Kapten! Gadis itu kena cacar!

KAPTEN:
(terkejut)

ADENAN:
Yah. Kenapa Kapten membiarkan Panieka membawa kemari. Abu yang
bilang kepada saya. Ketika perempuan itu dilarikan, dia tidak apa-apa, tapi
sehari kemudian dia kena cacar!

COMOL:
Cacar? Waduh ... Kapten, lihat malapetaka itu mulai datang!

ADENAN:
Awas Kapten! Wabah itu cepat sekali menularnya.

COMOL:
Oh...wabah itu sekarang di sini....!

69
KAPTEN LEO TERCENGANG DIAM SAJA. ADENAN MUNDUR

ADENAN:
Oya, saya kira sudah malam sekali. Mari kita pulang, Rubi. Selamat malam,
Kapten.

ADENAN MENARIK RUBI. MEREKA CEPAT PERGI


COMOL:
(sambil mengejar) Adenan! Jangan pergi dulu! Jangan pergi! Bawa
malapetaka itu dari sini! Adenan!! Rubi! Jangan tinggalkan kami di sini!

COMOL TERUS BERTERIAK-TERIAK MEMANGGIL ADENAN DAN RUBI.


SEDANG KAPTEN MEMANDANG KE PERUT KAPAL ITU DENGAN
KETAKUTAN DAN JIJIK

ADEGAN KEENAM

SETELAH ADENAN DAN RUBI PERGI.

LANGIT MENDUNG, SEKALI-SEKALI ADA KILAT DAN SUARA GUNTUR DI


KEJAUHAN. KAPTEN LEO MONDAR-MANDIR DENGAN GELISAH. COMOL
DUDUK JAUH DARI LUBANG YANG MENUJU PERUT KAPAL. IA MENUTUP
MUKANYA DENGAN PUTUS ASA. KEMUDIAN SUARA GURUH DI KEJAUHAN
DAN KILAT-KILAT ITU SEMAKIN MEMBINGUNGKAN

COMOL:
Kapten, apa yang harus kita lakukan? Oh, dengarkan suara itu, Kapten!

SUARA RINTIHAN ITU MASIH TERDENGAR SAYUP-SAYUP

COMOL:
Dengarlah suara langit itu, Kapten, ohhh...mengerikan sekali. Dayu
Sanur telah marah kepada kita. Kita akan dibunuhnya. Jangan ganggu

70
kami, maafkanlah kami, Dayu Sanur. Ini semua dosa Panieka. Saya tidak
mengganggu perempuan itu....

KAPTEN:
(berteriak) Diiiaaaammm!

COMOL:
Ingatlah ramalan-ramalan itu, Kapten!

KAPTEN:
Ramalan setan! Ini semua cuma kebetulan.

COMOL:
Tetapi semua penduduk pantai sangat mempercayainya Kapten.

KAPTEN:
Mereka orang-orang tolol!

COMOL:
Tetapi mereka bilang, kita yang tolol.

KAPTEN:
Tolol? Kenapa?

COMOL:
Sebab tidak mau meninggalkan kapal ini. Mereka bilang Dewa Laut
menghendaki Harimau Laut. Kita harus menyerahkannya.

KAPTEN:
Tolol! Itu isapan jempol. Pencuri-pencuri yang hendak merampok besi dari
Harimau Laut. Kau tolol, kenapa percaya semua itu.

COMOL:

71
Tidak, Kapten.

KAPTEN:
Ya, kaubiarkan kupingmu mendengar itu semuanya. Kaubiarkan mereka
diinjak takhayul macam itu.

COMOL:
Maaf Kapten, terus terang saya katakan, tetapi Kapten jangan marah. Saya
bersumpah, penduduk di pantai itu semuanya jujur. Mereka semuanya
orang-orang baik dan hidupnya cukup. Tidak mungkin mereka bermaksud,
apalagi mencuri besi-besi kapal.

KAPTEN:
Tolol! Kau sendiri menyaksikan ketika aku menembak mereka!!

COMOL:
(berdiri) Benar, Kapten, tetapi ....

KAPTEN:
Tetapi apa!

COMOL:
Tetapi Kapten tidak marah kalau saya katakan?

KAPTEN:
Aku akan menembak kepalamu! Katakan apa?

COMOL:
Saya memang melihat Kapten menembak.

KAPTEN:
Nah! Lantas apa lagi? (sinis)

72
COMOL:
Tetapi Kapten tidak pernah bertanya kepada saya, apakah saya melihat
juga apa yang Kapten tembak.

KAPTEN:
Setan! Apa maksudmu?

COMOL:
Maafkan saya, Kapten. Pukullah saya, tembaklah saya, daripada mati kena
cacar, tetapi saya tidak bisa berbohong, apa yang saya lihat malam itu.

KAPTEN:
Apa yang kaulihat?

COMOL:
Kapten menembak ke tengah lautan seperti orang gila, berteriak-teriak
dan membuat saya ketakutan. Padahal di sana tidak ada apa-apa yang
perlu ditembak, kecuali kabut bergulung seperti biasanya.

KAPTEN:
Jadi kau tidak melihat? Tolol!

COMOL:
Saya bersumpah demi Tuhan, saya tidak melihat apa-apa, Kapten.

KAPTEN:
Jadi kalau begitu, kenapa kaubiarkan aku menembak?

COMOL:
Maaf Kapten, saya sangat takut waktu itu. Kapten tahu sendiri, Kapten
tidak mendengarkan omongan saya.

KAPTEN:

73
Tidak. Matamu yang rabun, jelas pencuri itu mengelilingi badan Harimau
Laut. Aku biarkan dia mendekati sisi kanan sampai dekat sekali, baru
kutembak. Tidak! Kau sudah rusak. Kau tidak melihat kalau orang melihat.
Kau tidak bisa dipercaya, telinga dan tuamu yangterkutuk itu!

COMOL:
Tak tahulah saya. Tapi apa yang saya dengar esoknya ketika turun ke
darat? Tepat tiga hari setelah tembakan Kapten itu, seorang perempuan
tua di kampung nelayan itu mati mendadak. Orang bilang badannya
bengkak-bengkak kebiru-biruan seperti kena sesuatu. Dia juga seorang
perempuan yang ditakuti, karena tukang leak.

KAPTEN:
Setan! Kenapa baru kauceritakan!

COMOL:
Maaf Kapten, saya ingin cuma menjaga ketenangan Kapten. Mereka
menuduh kita, Kapten.

KAPTEN:
Menuduh? Menuduh apa?

COMOL:
Pantai ini memang mengerikan, Kapten. O, apa yang akan kita perbuat
wabah itu sudah di sini. Kita akan mati kena wabah cacar, Kapten.

KAPTEN:
Menuduh apa?

COMOL:
Kapten tidak marah kalau saya katakan?

KAPTEN:

74
Aku tidak sabar. Katakan cepat! Apa yang mereka tuduhkan?

COMOL:
Mereka menuduh kitalah yang telah membunuh perempuan itu.

KAPTEN:
Setan! Itu hasutan yang kurang ajar, dan kau, kau diam saja tolol!
(mengguncangkan Comol)

COMOL:
Maafkan saya, Kapten.

KAPTEN:
(mencampakkannya) Omong kosong! Aku tidak pernah membunuh
perempuan itu. Aku hanya menembaki pencuri-pencuri besi, itupun tidak
kena. Kecuali kalau pencuri itu dia sendiri. Tidak mungkin, seorang
perempuan tua renta mendayung sekencang itu.

COMOL:
Orang tua itu justru lebih kuat dari kita kalau jadi tukang leak, Kapten.

KAPTEN:
Diam! Aku bersumpah melihat dengan sadar, pencuri itu orang laki-laki
yang bertubuh besar. Ia tidak memakai celana kecuali cawat. Kalau dia
perempuan aku dengan mudah bisa mengenalnya. Aku tidak gila
menembaki perempuan. Bahkan kalau itu cuma fatamorgana, apa
hubungannya tembakanku dengan perempuan yang satu itu.

COMOL:
Saya tidak mengerti, Kapten.

KAPTEN:
Kalau tidak, kenapa kaubiarkan mereka berfikir begitu?

75
COMOL:
Saya tidak bisa mencegah, Kapten.

KAPTEN:
Ya, kau memang tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali telor mata sapi dan
sop buntut dan memerkosa perempuan.

COMOL:
Benar, Kapten. Saya bersalah. Saya tidak bisa dimaafkan lagi, pukullah
saya, Kapten, saya sudah bersalah.

KAPTEN:
Jadi mereka menyangka aku yang membunuh perempuan itu?

COMOL:
Benar, Kapten.

KAPTEN:
Kenapa mereka tidak menangkapku?

COMOL:
Oh, mereka tidak mempunyai bukti, Kapten.

KAPTEN:
Tentu saja. Aku tidak mempunyai hubungan dengan perempuan itu.
Setan! Kandas, dituduh, pelautku yang paling baik. O kenapa begini
kehidupan ini menyiksaku. Kegetiran yang lebih sakit. Apakah aku
berdosa? Tidak, aku tidak pernah melakukan dosa yang berarti. Atau
leluhur-leluhurku dulu yang berdosa? Dosa leluhurku yang aku tanggung?
Kenapa aku tidak bersalah mesti menanggungnya? (menoleh kepada
Comol) Kaulah sebab semua ini. Dosa-dosamu yang menyebabkan
malapetaka ini!

76
COMOL:
Benar Kapten, dosa-dosa sayalah yang menyebabkannya. Pukullah saya,
Kapten. Sayalah yang bersalah, Kapten. Pukullah saya.

KAPTEN:
Tidak, aku tidak mau menjamahmu lagi. Aku muak meladeni penyakit
terkutuk itu. Aku berdosa karena menolongmu, melemparkan malapetaka
kepada diriku sendiri. Kaulah dosa terkutuk yang membuat Harimau Laut
kandas!

COMOL:
Demi Tuhan, pukullah saya, Kapten.

KAPTEN:
Kau harus turun ke darat, menghapus noda ini. Kau harus
membuktikannya kepada mereka, semua takhayul itu tidak ada
hubungannya denganku.

COMOL:
Tidak mungkin Kapten, mereka tidak mau mendengar omongan saya.

KAPTEN:
Mereka harus mendengarkannya. Kalau perlu aku sendiri yang akan turun
ke darat, mengajarkan mereka cara berpikir memakai otak.

COMOL:
Kapten akan turun ke darat? Jangan, Kapten, terlalu berbahaya.

KAPTEN:
Aku tidak takut mati.

COMOL:

77
Kapten tidak tahu, Kapten sebenarnya dituduh?

KAPTEN:
Aku tahu apa yang mereka tuduhkan, sering ada perahu-perahu nelayan
yang hampir kemari. Mereka bicara keras-keras agar aku bisa
mendengarnya. Segala yang paling buruk mereka timpakan kepadaku dan
Harimau Laut. Aku diam saja, meskipun tahu itu tidak benar. Satu ketika
kebenaran yang kudiamkan itu akan bicara dengan sendirinya. Ya aku
diam saja. Tapi sekarang laut bernyanyi. Semua yang terkutuk ini
membuat aku berontak, aku tak bisa lagi mengekang diriku untuk
menerima apa-apa yang terjadi tanpa sempat mengekang dan menolak.
Apa hubungan ini dengan mereka dan kapalku dengan perempuan itu?
Apa hubungannya Harimau Laut dengan panen mereka yang tak berhasil?
Apa hubungannya aku dengan penyakit cacar yang sedang berjangkit di
kampung mereka?
Mereka telah memerkosa dan mengkambinghitamkan diriku dengan
kurang ajar. Mereka bilang akulah yang menyebabkan panen mereka
gagal. Akulah yang menyebabkan penyakit laut berkurang ikannya. Akulah
yang menyebabkan penyakit itu berjangkit. Akulah, akulah yang harus
bertanggung jawab atas kejadian-kejadian alam yang tak bersangkut paut.
Setan!

COMOL:
Benar, Kapten, mereka semua mengatakan begitu. Hampir tak ada lagi
yang menjual apa-apa kepada kita.

KAPTEN:
Kenapa kau diamkan semuanya itu?

COMOL:
Saya takut, Kapten.

KAPTEN:

78
Takut? Baru sebentar tadi kau mengatakan, kau tidak takut mati.

COMOL:
O, tak tahulah saya. Kenapa semuanya ini saya sangat lesu, Kapten. Sudah
berapa lama ini Kapten tidak mau melakukannya. Pukullah saya, Kapten!
Kenapa Kapten diam sekarang. Pukullah saya Kapten (berlutut ke kaki
Kapten).

KAPTEN:
Bangun tolol! Jangan merayap seperti anjing! Kau harus bisa menghargai
martabat manusiamu, daging yang telah susah payah dititipkan indukmu
ke atas dunia ini untuk meneruskan keturunannya. Bangun!

COMOL:
Kapten, tolonglah saya, sekali ini saja untuk yang terakhir. Saya tak bisa
menahannya lagi. Lihat tangan saya gemetar, saya gugup, saya tak bisa
menguasai diri lagi seperti ketika hendak memperkosa perempuan itu.
Demi Tuhan, tolonglah saya, Kapten.

KAPTEN:
Berdiri kataku! Berdiri! (Comol berdiri hati-hati) Kau tidak akan dapat
mendapat apa-apa lagi dariku. Aku sudah muak melayani penyakit
terkutuk itu. Sekarang juga kau turun ke darat. Jelaskan semuanya kepada
mereka. Kalau kau belum berhasil memberikan penjelasan dan
membersihkan namaku dan Harimau Laut, jangan coba datang kemari.
Aku telah kalap, aku akan menembak siapa saja yang berani
menggangguku. P e r g i!!

COMOL:
Kapten ....

KAPTEN:

79
Tidak. Berenanglah ke darat jangan memakai sampan, sebelum kau
melaksanakan tugasmu.

COMOL:
Tidak ada gunanya, Kapten.

KAPTEN:
Pergilah, sebelum kulubangi kepalamu!

COMOL:
Mereka tidak akan mempercayai saya, Kapten. Apalagi si Panieka sudah
melarikan anak Dayu Sanur.

KAPTEN:
Kau harus membuat mereka percaya kepadamu.

COMOL:
Tidak mungkin, Kapten. Sudah terlambat.

KAPTEN:
Apa yang terlambat, apa yang tidak terlambat! Persetan! Kau ke sana
sekarang, perbaiki kesalahanmu!

COMOL:
Tidak bisa Kapten, saya sudah telanjur mengatakannya.

KAPTEN:
Suruh mereka datang kemari, biar aku perbaiki mulut mereka satu per
satu.

COMOL:

80
Mereka tidak mau datang kemari, Kapten.

KAPTEN:
Oo, jadi mereka pengecut semua? Takut kepada sebuah kapal kandas?

COMOL:
Bukan itu soalnya, Kapten.

KAPTEN:
Itulah soalnya! Dewa Laut, hantu kapal kandas, leak atau Dayu Sanur,
sama saja. Sama saja takhayulnya.

COMOL:
Tapi benar-benar ada, Kapten.

KAPTEN:
Apakah setiap yang ada harus kita percayai? Apakah setiap yang ada
memperbudak kita? Tidak. Aku tidak lebih percaya kepada sesuatu yang
ada, tapi tidak punya hakikat yang paling pertama. Aku akan mengajarkan
kepada mereka bagaimana seharusnya berpikir memakai otak!

COMOL:
Mereka tidak akan memercayai omongan Kapten.

KAPTEN:
Tidak? Kenapa tidak? Mereka tidak akan lebih percaya kepada juru masak
bongkok seperti kau daripada seorang kapten.

COMOL:
Ya, tapi saya telah membuat kesalahan, Kapten.

KAPTEN:
Kesalahan? Kesalahan apa lagi?

81
COMOL MUNDUR DAN KAPTEN LEO MENDESAKNYA

KAPTEN:
Katakan kesalahan apa?

COMOL:
Kapten tidak akan marah kalau saya katakan?

KAPTEN MENYAMBAR KE ARAH JAKET COMOL DENGAN PAKSA

KAPTEN:
Tolol! Aku sudah marah sejak tadi, telor mata sapi!!
COMOL:
Pukullah, pukullah saya, Kapten.

KAPTEN:
Katakan, ketololan apalagi yang kaubuat!!

COMOL:
Saya berusaha mencegahnya, Kapten.

KAPTEN:
Mencegah apa?

COMOL:
Mereka hendak menyerbu kemari dan mengeluarkan Kapten dengan
kekerasan.

KAPTEN:
Menyerbu?

COMOL:

82
Ya, mereka telah mempersiapkannya, tapi untung saya masih sempat
mencegah. Kapten harus berterima kasih kepada saya.

KAPTEN:
Terima kasih?

COMOL:
Ya, sekarang Kapten berutang budi kepada saya. Saya telah
menyelamatkan jiwa Kapten.

KAPTEN:
Terima kasih, terima kasih … (tiba-tiba ia merasa geli dan tertawa keras).
Bagaimana otakmu yang dungu itu menyuruh berterima kasih? Aku telah
menyelamatkan jiwamu lebih dahulu. Apa pun yang kauperbuat, setelah
itu tak ada artinya untuk menebus, apalagi berterima kasih. Cuih ... terima
kasih (ia tertawa geli).

COMOL:
Ya, saya tipu mereka dan mereka percaya saja, mereka mengurungkan
niatnya. Kapten harus berterima kasih.

KAPTEN:
Ya Tuhan...alangkah terkutuk dan tololnya manusia yang satu ini.

COMOL:
Benar. Ajaib, Kapten! Mereka mengurungkan niatnya, setelah saya
mengatakan kepada mereka bahwa Kapten telah gila. Ajaib, mereka
menjadi takut sekali datang kemari.

KAPTEN LEO TIBA-TIBA TERDIAM

KAPTEN:
(lemah heran) Apa?

83
COMOL:
Saya katakan kepada mereka bahwa Kapten telah gila. Ajaib.

KAPTEN:
(berbisik) Gila?????

COMOL:
Ya! Gila!!!

KAPTEN:
(mendekat berbisik) Dan mereka percaya????

COMOL:
Ya, tentu saja mereka percaya!

KAPTEN:
(lemah sedih) Jadi menganggapku telah gila?

COMOL:
Ya!

KAPTEN LEO BERHENTI SESAAT MEMEJAMKAN MATA

KAPTEN:
(dengan mata terpejam dan lemah) Jadi aku telah gila menurut
pendapatmu?

COMOL:
Ya...! Ah … tidak, Kapten!

KAPTEN:
(mendekati dengan suara datar tapi penuh kebencian) Kenapa kaukatakan

84
aku gila? Hah...!

COMOL:
(mundur) Tidak Kapten, Kapten tidak gila. Saya hanya membohongi
mereka.

KAPTEN:
(terus mendesak) Karena aku tidak mau turun ke darat seperti cucut-cucut
itu?

COMOL:
Ajaib. Sama sekali tidak Kapten. Kapten telah salah paham.

KAPTEN:
Karena aku telah mendengar laut bernyanyi?

COMOL:
(cemas) Kapten!!!

KAPTEN:
Karena aku telah menembaki seorang perempuan tua? Karena aku telah
membawa kesialan ke pantai ini? Karena aku tidak percaya apa yang
kulihat, tetapi tidak dapat kurasakan?

COMOL:
Kapten!!! Berhentilah!

KAPTEN:
Karena aku tidak percaya kepada Dewa Laut? Karena aku tidak percaya
kepada leak, karena aku tidak percaya kepada yang kulihat, karena tidak
mau percaya, tidak mau percaya lebih dari apa yang bisa masuk ke dalam
keyakinanku?

85
COMOL:
Kapten ... Kapten...Kapten!!!!

KAPTEN:
Setan!! Terkutuklah kau, binatang!! (Kapten Leo memukul Comol dengan
senapan sampai jatuh) Terkutuklah kau anjing busuk! Si bongkok
terkutuk!!!

COMOL:
Pukullah, pukullah saya, Kapten!

KAPTEN LEO TERUS MEMUKULNYA BERULANG-ULANG SAMBIL


MENGUTUK.

ADEGAN KETUJUH

SETELAH KAPTEN MEMUKUL COMOL, KAPTEN BERDIRI LAGI MEMANDANG


KE LAUT MENGISAP CERUTU. COMOL MENGGELETAK DI LANTAI,
PELAN-PELAN KEMUDIAN IA BANGUN MENGUSAP MUKANYA YANG
BERDARAH.

COMOL:
Terima kasih, Kapten. Sudah lama sekali Kapten tidak melakukannya.
Kapten masih kuat seperti dulu. Pukulan-pukulan Kapten bersemangat dan
enak sekali. Saya merasa sehat lagi sekarang, hanya terlalu payah. Saya
akan istirahat dan tidur supaya besok pagi tidak terlambat menyediakan
telor mata sapi dan sop buntut yang hangat dan seorang perempuan yang
kuat, Kapten. (ia berusaha berdiri. Ia merangkak mengambil lentera,
kemudian jatuh lagi karena payah) … Dayu (menggumam) Dayu Sanur
…pergilah, jangan ganggu kami. Bawa malapetaka itu keluar dari sini. Dayu
Sanur, pergilah dengan baik-baik, tinggalkan kami.

COMOL TERUS MERINTIH, SEDANG KAPTEN TAK MENGHIRAUKANNYA.

86
KEMUDIAN SUARA YANG MIRIP KEDENGARAN PADA ADEGAN PERTAMA
ITU KEDENGARAN PULA. SUARA MISTERIUS YANG TAK TERANG
PUSATNYA. TERSENGAL KADANG-KADANG LANTANG. KAPTEN LEO
TERSENTAK, MEMBUANG CERUTU. IA MENGANGKAT SENAPAN
MENYUSURI TEPI KAPAL MENCARI ARAH SUARA ITU. SETIAP KALI IA
MEMBIDIK SUARA ITU BERHENTI KEMUDIAN BERUBAH ARAH. KAPTEN
LEBIH SEPERTI GILA MEMUTARI ISI KAPAL.

KAPTEN:
Kurang ajar!!! Terkutuklah yang mempermainkan aku. Tampakkan dirimu.
Mari berkelahi secara jantan. Ya, Tuhan alangkah gelapnya, kalau saja aku
bisa melihat, kulubangi batok kepalanya sekarang juga. Diam ... apa
maksudmu dengan semua ini!!! Kaupikir aku akan menyerahkan Harimau
Laut begitu saja. Terkutuklah. Kuperingatkan sekali lagi sebelum aku
menembak. Jangan coba-coba mempengaruhiku. Kaudengar ….

SUARA ITU MASIH KEDENGARAN

KAPTEN:
Baik!!! (Kapten Leo menembak membabi buta ke laut)

COMOL:
Kapten! Kapten! Jangan menembak! Nanti ada yang kena (berdiri
memegangi Kapten). Jangan menembak Kapten. Apa yang Kapten
tembak?

KAPTEN LEO MENOLAK COMOL

KAPTEN:
Aku harus memburunya sekali ini (lari ke tempat sampan)

COMOL:
Jangan, Kapten! Apa yang Kapten buru? Jangan pergi, Kapten! Lihat cuaca

87
buruk sekali, nanti Kapten tersesat. Mau ke mana Kapten? Jangan
tinggalkan saya di sini. Bawa saya ikut, Kapten. Oh…kenapa dia seperti itu?
Dewa Laut itu telah mengutuknya. (mengangkat lenteranya) Ajaib, dia
benar-benar pergi … Kapten (berteriak) hati-hati, Kapten! Awas, Dewa
Laut! Cepat kembali! Jangan tinggalkan aku di sini! Oh ... kenapa dia
seperti itu? Ajaib ... jangan-jangan dia sudah gila...kaptenku ... oh... (suara
guruh itu semakin keras) Dengar Dewa Laut! Ya…Tuhan jangan ambil dia!
Selamatkan kaptenku! Ampunilah kami telah melanggar perairan yang
terlarang ini. Kami tidak tahu, lepaskan hukuman ini. (suaranya tertelan
oleh gemuruh halilintar. Beberapa lama kemudian Comol bergerak
menghampiri lubang perut kapal)

COMOL:
Dayu Sanur! Dayu Sanur! Keluarlah, Kapten sudah pergi.

KEMUDIAN DIA MUNDUR MEMPERHATIKAN DARI JAUH. BEBERAPA LAMA


KEMUDIAN DARI PERUT KAPAL ITU MUNCUL SEORANG PEREMPUAN TUA
MEMAKAI PAKAIAN BALI. MUKANYA KUNING BERSIH TAPI
MENYERAMKAN. IA JUGA MEMBAWA SEBUAH KERANG YANG BESAR
SEKALI.

COMOL:
Kapten baru saja pergi, Dayu Sanur. Dewa Laut itu mengganggunya lagi.
Maafkanlah kami. Panieka busuk itu melakukannya tanpa mendapat
persetujuan dari Kapten. Kami tidak bertanggung jawab atas putri Dayu
Sanur. Hukumlah dia. tapi maafkanlah saya dan Kapten. Dayu Sanur tidak
marah kepada kami bukan?

DAYU SANUR SEOLAH-OLAH TIDAK MENDENGAR. IA MENGELILINGI


KAPAL. COMOL MEMPERHATIKAN DENGAN KHAWATIR

DAYU S.:
Tidak bisa.

88
COMOL:
Lekaslah usir dulu Dewa Laut itu, Dayu Sanur, nanti dia membunuh kapten
saya.

DAYU S.:
Tidak bisa.

COMOL:
Dayu sudah berjanji akan mengusirnya, bukan? Saya sudah memberikan
cincin emas itu kepada Dayu.

DAYU S.:
Tidak bisa. Aku sudah berjanji akan mempersembahkan tiga jasad di Pura
Dalem. Betari Durga sudah marah kepadamu.

COMOL:
Tapi Dayu sudah berjanji untuk mengusir setan-setan itu. Kalau tidak
begitu, saya tidak akan mau menyelundupkan Dayu kemarin, ketika
Kapten sedang tidur.

DAYU S.:
Kamu berdua harus mati.

COMOL:
Apa? Tidak, jangan Dayu, kasihanilah saya. Saya tidak tahu Panieka
mencuri Putri Dayu.

DAYU S.:
Panieka akan kubunuh juga, Dayu Badung anakku sudah Dicemarkannya

COMOL:
Bunuhlah dia, Dayu, tapi jangan bunuh saya dan Kapten.

89
DAYU S.:
Awaslah. Kamu sudah berani melawanku. Aku yang mempunyai malam di
pesisir Pantai Sanur ini. Kenapa kamu berani datang kemari sebelum minta
izin?

COMOL:
Kami tidak tahu Dayu, ampunilah kami.

DAYU S.:
Tidak bisa. Besok malam, tunggulah, aku sudah menghaturkan kau ke
Pura Dalem, bersiap-siaplah.

COMOL:
Dayu Sanur, ampunilah saya, saya tidak bersalah.

DAYU S.:
Sudah terlambat. Kamu sudah menyakitkan hatiku, terimalah balasannya
besok malam.

COMOL:
Jangan Dayu, jangan bunuh saya, saya minta ampun.

DAYU S.:
Kalau kau bisa menyediakan tiga orang bayi yang masih hidup, kau akan
kuampuni.

COMOL:
Bayi? Dari mana saya dapatkan bayi?

DAYU S.:
Carilah di pesisir itu. Tiga bayi dalam sebulan, yang akan datang tiga orang
bayi lagi, barulah kuampuni. Tetapi Panieka akan kubunuh, sebab dia telah

90
menyakiti hatiku.

COMOL:
Busyet, bagaimana saya mencari bayi itu?... Ampunilah saya, Dayu. Saya
akan menghamba kepada Dayu. Jangan bunuh saya.

SUARA:
Ampun … ampun, Ibu … jangan sakiti saya ….

DAYU BADUNG MUNCUL DARI PERUT KAPAL

BADUNG:
Panieka …Panieka ….

COMOL:
Lihat wabah itu keluar ! (mundur ketakutan) Bawa dia masuk, Dayu Sanur!

BADUNG:
Ibu ampun…Ibu ampun…ampun Ibu …

DAYU S.:
Badung ….

BADUNG:
Ibu, ampun Ibu …jangan sakiti saya ….

DAYU S.:
Kenapa kaulari dari rumah, Badung ….

BADUNG:
Bunuhlah tiyang, Ibu, jangan disakiti terus. Tidak ada gunanya lagi tiyang
hidup. Kalau tiyang sembuh, cacar ini akan meninggalkan bekas. Bunuhlah
tiyang, Ibu ….

91
DAYU S.:
Anak tulah … (Dayu mendekati Badung) O…Betari, terimalah anak durhaka
ini. Anak yang tidak tahu menghormati ibunya (kemudian anak itu
dicekiknya. Halilintar keras, kemudian turun hujan lebat. Di atas geladak
itu suram)

COMOL:
Dayu, masukkan lagi ke dalam.

BADUNG:
(kepada Comol) Tolong…tolong bawa saya pergi dari sini, saya tidak kuat.

COMOL:
Jangan dekat-dekat kemari!

BADUNG:
Tolonglah, saya tidak kuat.

COMOL:
Tidak! Jangan dekati aku (mundur dan terdesak ke tepi)

BADUNG:
Tolonglah bawa saya pergi. Saya hendak dibunuh Ibu.

COMOL:
Ya …Tuhan, aku tidak mau mati kena cacar (Badung mendekati Comol dan
Comol meloncat ke laut karena kehilangan akal)

BADUNG:
Oh ….

92
ADEGAN KEDELAPAN

PAGI TELAH DATANG SETELAH MALAM YANG HUJAN LEBAT. KELIHATAN


COMOL DUDUK MEMANDANG KE TENGAH LAUT. SERING-SERING IA
MENOLEH KE PERUT KAPAL DENGAN KETAKUTAN. DI ATAS PETI
KELIHATAN KERANG YANG BESAR. SEBUAH SAMPAN MENDEKATI
MEMBAWA RUBI DAN ADENAN.

SUARA:
Mol! (Comol tidak menjawab) Mana Kapten, Mol! Hai, kau sudah gila.
Mana, Kapten?

COMOL:
Kapten belum pulang.

SUARA:
Ke mana?

COMOL:
Mencari Dewa Laut.

SUARA:
Setan! Jangan main-main. Di mana Kapten!

COMOL:
Sudah kukatakan belum pulang!

SUARA:
Ke mana?

COMOL:
Sudah kukatakan mencari Dewa Laut.

93
SUARA:
Setan! Dia rupanya sudah gila juga, Rubi.

SUARA:
Mol! Gadis cacar itu di sana semalam bukan?

COMOL:
Tidak.

SUARA:
Ah, ya! Kau ikut-ikutan saja bilang tidak. Sekarang dia masih ada di dalam.

COMOL:
Masih.

SUARA:
Nah! Dengarlah gila! Mana Panieka?

COMOL:
Sejak kemarin belum kembali, katanya mencari dukun.

SUARA:
Kalau begitu kauturun saja, bongkok. Jangan diam dekat orang cacar itu.
Nanti kaumati seperti Dangin.

COMOL:
Aku menunggu, Kapten. Dia belum pulang.

SUARA:
Kauturun saja dulu. Nanti kita cari Kapten.

COMOL:
Tidak. Aku disuruh menunggui kapal ini. Aku tidak mau turun kalau Kapten

94
tidak suruh. Harus ada yang menjaga Harimau Laut. Nanti pencuri-pencuri
besi itu mencuri besi kapal kita.

SUARA:
Lihatlah dia sudah mulai gila!

SUARA:
Benar kau tidak mau turun?

SUARA:
Baiklah, Bongkok, jangan menyesal nanti. Aku sedang mencari Panieka.
Nanti siang aku datang lagi. Katakan kepada Kapten bahwa wabah di
pantai sudah bertambah hebat. Ayo kita kembali dulu, Rubi.

SUARA:
Pikirlah baik-baik Mol. Jangan terlalu setia. Ini soal hidup dan mati!
MEREKA BERDUA MEMUTAR SAMPANNYA PERGI KE DARAT KEMBALI.
COMOL MEMANDANG KE LAUT. KEMUDIAN BANGKIT

COMOL:
Dayu Sanur! Kenapa Kapten belum pulang? Tinggalkanlah kapal ini dengan
Putri Dayu sekarang. Pergilah ke darat, sebelum Kapten datang. Kalau aku
tahu seperti ini jadinya, tidak akan kubiarkan dia masuk kemarin.
Bilangnya dia pintar mengusir Dewa Laut, Ia pintar menyembuhkan orang
gila. sekarang dia membawa malapetaka. Dayu Sanur pergilah sekarang,
nanti Kapten datang.

DAYU MEMBAWA SEMANGKOK SOP YANG MASIH HANGAT

COMOL:
Pergilah sekarang, Dayu, bawalah putri Dayu ke darat.

DAYU S.:

95
Makanlah ini, orang bongkok!

COMOL:
Apa itu?

DAYU S.:
Untuk menghilangkan gila dan mengusir setan.

COMOL:
Benar?

DAYU S.:
Yaa ....

COMOL:
Baunya enak, begini cara mengusir setan-setan itu??
DAYU S.:
Kalau kau sudah makan.

COMOL:
Baiklah kalau begitu. Demi kesehatan Kapten dan Harimau Laut. Saya juga
merasa lapar sekali, sejak semalam belum makan (mengambil mangkok
dan memakannya) Apakah ramuan sop untuk menghilangkan setan itu?

DAYU S.:
Hati manusia!

COMOL:
Jangan bermain-main, Dayu. Tapi ini memang ada hatinya. Luar biasa
enak. Kalau ada obat setan seperti ini, saya mau makan obat setan setiap
hari.

DAYU S.:

96
Kau mau memakannya setiap hari?

COMOL:
Luar biasa enak, Dayu tidak makan?

DAYU S.:
Aku sudah kenyang. Maukah kau jadi muridku, orang bongkok?

COMOL:
Murid apa? Saya juru masak, tidak perlu berguru lagi.

DAYU S.:
Kalau mau, setan-setan itu tidak akan mengganggu lagi.

COMOL:
Ah, benarkah? Bagaimana caranya menjauhkan setan-setan laut itu?

DAYU S.:
Berkawan dengan mereka.

COMOL:
Berkawan dengan setan? Bagaimana?

DAYU S.:
Menjadi pengikutku.

COMOL:
Apakah itu baik?

DAYU S.:
Ya, setan itu tidak akan mengganggumu lagi.

97
COMOL:
Kalau itu baik tentu saja saya mau. Tapi apakah Kapten akan setuju?

DAYU S.:
Dia tidak boleh tahu.

COMOL:
Kenapa?

DAYU S.:
Dia tidak percaya padaku.

COMOL:
Kalau Kapten tidak memberi izin, saya tidak mau berbuat apa-apa.

DAYU S.:
Cobalah dulu.

COMOL:
Kalau tidak berat, saya akan coba. Nanti saya usulkan kepada Kapten.
Barangkali Kapten juga mau ikut nanti.

DAYU S.:
Tidak. Dia tidak boleh ikut.

COMOL:
Kenapa?

DAYU S.:
Sebab dia tidak bongkok punggungnya.

COMOL:
Ah, aneh sekali. Enak benar sop ini, Dayu Sanur.

98
DAYU S.:
Nanti sore akan kuajarkan kepadamu. Mempelajari ilmu ini hanya boleh
ketika matahari sedang masuk ke peraduan.

COMOL:
Tapi kapan Dayu akan pergi? Saya tidak berani lagi menyembunyikan Dayu
lama-lama di sini, sekarang Kapten jarang tidur.

DAYU S.:
Setelah kamu menjadi pengikutku.

MASUK LAGI KE DALAM

COMOL:
Ini berbahaya sekali. Kalau Kapten tahu, dia akan marah sekali. Dulu
pernah ketahuan membawa anak anjing kemari, saya didiamkannya
selama satu minggu. Ah, tak tahulah saya. Oh, lihatlah!

IA MEMUNGUT BANGKAI SEEKOR BURUNG

COMOL:
Bangkai seekor camar lagi. Ini berarti malapetaka. Jangan-jangan Kapten
mendapat kecelakaan di tengah-tengah. Ajaib bukankah tadi malam ia
memperingatkan supaya aku berhati-hati nanti malam. Tiga orang jasad
manusia katanya, atau kalau tidak aku harus mencarikan tiga orang bayi
yang masih hidup. Dia pasti tidak bermain-main. Dayu Sanur? (Comol
pergi ke dekat lubang di perut kapal)

COMOL:
Dayu Sanur! Jangan marah, bunuhlah Panieka celaka itu, tapi jangan
bunuh saya dan Kapten. Ajarilah nanti sore menjauhkan setan itu.

99
ADEGAN KESEMBILAN

SORE BEREBUT MALAM

DALAM KEADAAN YANG SURAM, SAMAR-SAMAR KELIHATAN DAYU SANUR


MEMAKAI SECARIK KAIN YANG PENDEK MENGAJARI COMOL MENJADI
LEAK. DAYU SANUR MELOMPAT DAN MENARI DI ATAS SEBELAH KAKINYA
MENGELILINGI SISI KAPAL. COMOL MENIRUKANNYA.

DAYU S.:
Hari ini kita sudah cukup. Ingatlah apa yang baru aku ajarkan tadi.

COMOL:
Baiklah, Dayu. Bolehkah saya mengenakan pakaian lagi?

DAYU S.:
Boleh. Nyalakan lampu.

COMOL:
Kalau cuma seperti ini, tidak sukar. Hanya pantangan-pantangan itu yang
agak sukar melakukannya. Tak boleh dilangkahi orang dan tak boleh lewat
di bawah benda-benda yang dipakai manusia. Tapi akan saya coba. Kalau
ini bisa membuat pintar.

DAYU S.:
Tak boleh dikatakan kepada orang lain.

COMOL:
Ya, soal itu tak ada seorang pun yang akan bisa membujuk saya.

DAYU S.:
Setiap bulan kau harus memberikan persembahan kepada Betari Durga di
Pura Besakih.

100
COMOL:
Nah, itu yang belum saya mengerti. Apakah yang harus dipersembahkan?

DAYU S.:
Jasad manusia.

COMOL:
Ha! Jasad manusia? Kalau bisa itu diganti saja, Dayu Sanur.

DAYU S.:
Tidak bisa!

COMOL:
Kapten tidak akan menyetujui ini. Sedangkan jasad kita saja tak boleh
disia-siakan, apalagi kepunyaan orang lain.

DAYU S.:
Tidak boleh dikatakan kepada orang lain. Awas kalau kau tidak menurut
perintahku kau akan mendapat celaka.

COMOL:
Kalau begitu tidak jadi saja.

DAYU S.:
Tidak bisa. Kau sudah jadi muridku. Kau harus meneruskan sampai bisa
jadi leak.

COMOL:
Bisakah saya jadi leak?

DAYU S.:
Bisa!

101
COMOL:
Mereka tidak akan berani lagi kepada saya?

DAYU S.:
Kau akan bisa berbuat apa saja yang kausukai.

COMOL:
Kalau begitu saya pikir dulu.

KEMUDIAN IA MENYALAKAN LENTERA. DAYU SANUR MASUK KE PERUT


KAPAL

COMOL:
Kalau saya bisa jadi leak, tak ada lagi yang berani memanggilku dengan si
bongkok atau si telor mata sapi. Tapi baiklah saya pikir dulu, Dayu Sanur …
ajaib ke mana dia, baru saja di sini. Orang itu benar-benar sakti.

SUARA:
(Dayu Sanur dari dalam kapal) Orang bongkok!

COMOL:
Ya, Dayu Sanur!

SUARA:
Usirlah kawan-kawanmu yang masih di sini!

COMOL:
Siapa?

SUARA:
Murid-muridku yang lain. Ia melihat kaubelajar tadi. Tiuplah kerang itu.

102
COMOL:
Kerang? O, itu dia. Seperti biasanya, Dayu? Baiklah, saya akan mengusir
setan-setan itu. Saya belum sempat minta izin kepada Kapten memelihara
benda itu di sini. Kemarin malam saya hendak memintanya, tapi Kapten
menolak sebab dikiranya anjing seperti dulu. Tapi selama ini diam-diam
saya telah mencobanya tanpa setahu Kapten.

MENGAMBIL KERANG BESAR ITU

COMOL:
Lihatlah alangkah lucunya. Kerang raksasa yang ajaib ini yang bisa
mengusir setan. Kalau Kapten melihat, mungkin dia akan menertawainya,
atau mungkin akan ditembaknya.

IA NAIK KE ATAS PETI HENDAK MENIUP KERANG ITU

COMOL:
Hai Dewa Laut, hai semua setan-setan yang menunggui laut, dan pesisir.
Hai leak-leak yang ada di sini, dengarlah, Dayu Sanur memerintahkan
engkau supaya sayan. Pergilah baik-baik cari mangsa di tempat lain,
jangan ganggu ketenangan kami.

KETIKA IA HENDAK MENIUPNYA, KEDENGARAN ADA SUARA MEMANGGIL


SEHINGGA IA TAK JADI MENIUP

SUARA:
Comol!

COMOL MENCOBA MELIHAT, TAPI BANYAK KABUT

COMOL:
Hai, siapa itu? Kapten?

103
SUARA:
Bukan. Dewa Laut !

COMOL:
Hai, Adenan, kurang ajar kau. Apa yang kauintip di sana?

SUARA:
Yah, apa yang kaukerjakan bongkok? Kau sudah ngomong sendirian.
Kapten sudah pulang?

COMOL:
Sudah lama kau di sana? Kaudengar apa yang kukatakan.

SUARA:
Tentu saja, tapi omongan orang gila tak penting. Mana Kapten?

COMOL:
Hai! Kenapa kaukatakan aku gila!!

SUARA:
Kalau Kapten gila itu tak apa, tapi kalau juru masak yang gila tak berharga
seperti kau gila, itu perlu dipikirkan cara membuangnya.

COMOL:
Naiklah, jangan mengumpat saja di sana.

SUARA:
Gadis cacar itu masih di sana?

COMOL:
Ya!

104
SUARA:
Kalau begitu biar kau sajalah yang menjaganya. Aku belum menemukan
Panieka. Nelayan-nelayan tadi ada yang baru saja pulang setelah satu hari
kemarin dipermainkan arus. Ada taufan tadi malam di sana. Aku kuatir
kalau Kapten mendapat kecelakaan. Katakan kepada Kapten kalau dia
datang, aku baru saja menerima kabar, Abu tertangkap.

COMOL:
Ditangkap di mana?

SUARA:
Itulah yang belum kuketahui.
.
COMOL:
Naiklah, coba ceritakan ke sini.

SUARA:
Tak ada gunanya minta pertimbanganmu. Aku akan ke pantai lagi mencari
kabar.

KEDENGARAN SAMPANNYA

COMOL:
Ajaib, Abu tertangkap? Dayu Sanur! Kenapa Abu tertangkap?

DAYU SANUR KELUAR MEMBAWA MANGKOK

COMOL:
Kenapa Abu ditangkap, Dayu?!

DAYU S.:
Makanlah ini, orang bongkok!

105
COMOL:
Abu ditangkap, Dayu.

DAYU S.:
Setelah makan, usirlah mereka.

COMOL:
Siapa?

DAYU S.:
Lihatlah, mereka masih berdiri di sana melihatmu.

COMOL:
Ajaib. Siapa, Dayu? Saya tak melihat apa-apa.

DAYU S.:
Nanti setelah pintar kau akan melihatnya. Makanlah.
COMOL:
Aneh-aneh saja. Enak juga bau sup ini.

COMOL MAKAN DAN DAYU SANUR MASUK. MALAM BERTAMBAH GELAP.


SUARA LAUT DAN ANGIN ITU MULAI LAGI KEDENGARAN. TIBA-TIBA
COMOL TERPELANTING JATUH KE LANTAI. IA MENJERIT KAGET

COMOL:
Ajaib! Apa ini? Siapa ini? Siapa yang menolakku?

IA CEPAT BERDIRI MENGGAPAI LENTERA. KEDENGARAN SUARA ANGIN


DAN OMBAK. TUBUHNYA AGAK BERGOYANG

COMOL:
Lihat, ajaib. Ada gempa!

106
KEMUDIAN SEMUANYA KEMBALI BIASA. KEDENGARAN SUARA ANGIN DAN
OMBAK SEMAKIN BESAR

COMOL:
Ya, Tuhan! Dewa laut itu menggangguku, tak henti-hentinya ia mengikuti.

CEPAT IA MENGAMBIL KERANG ITU KEMBALI DAN NAIK KE ATAS PETI

COMOL:
Dengarlah Dewa Laut, setan-setan, leak-leak yang menguasai pesisir
Sanur, janganlah ganggu kami. Kami di sini orang-orang lemah yang tidak
bermaksud jahat. Pergilah ke tempat lain yang lebih layak untuk kalian.
Maafkan kalau kami bersalah, kami tidak tahu siapa yang punya pesisir ini.
Pergilah sekarang.

DI TENGAH SUARA OMBAK DAN ANGIN ITU, IA KEMUDIAN MENIUP


KERANGNYA. SUARA YANG TERDENGAR DARI KERANG ITU ADALAH
SEBUAH SUARA MISTERIUS SEPERTI YANG DIDENGAR OLEH KAPTEN LEO
PADA ADEGAN PERTAMA. COMOL MENIUP KERANG ITU
BERULANG-ULANG KE BERBAGAI ARAH

COMOL:
Pergilah, hanyutlah bersama ombak, terbanglah bersama angin,
tinggalkanlah Harimau Laut di sini. Kami sedang menunggu kapal penarik
itu, kalau kapal itu datang kami akan pergi dari sini. Janganlah
mengganggu kami.

IA MENIUP KERANG ITU KEMBALI KE BERBAGAI ARAH. TIBA-TIBA


TERDENGAR SUARA LETUSAN SENAPAN DARI ARAH LAUT BEBERAPA KALI.
COMOL TEPAT KENA PADA DADANYA. IA TERPELANTING KE ATAS LANTAI
KAPAL

COMOL:

107
Ah, Kapten! Kapten!

IA BERDIRI TERHUYUNG-HUYUNG KE SISI GELADAK

COMOL:
Kapten! Kapten!

SUARA TEMBAKAN ITU TERDENGAR LAGI DAN MENGENAI COMOL.


COMOL TERPELANTING JATUH KE LAUT. BEBERAPA LAMA DI ATAS
GELADAK ITU SEPI. YANG TERDENGAR CUMA SUARA ANGIN DAN OMBAK.
KEMUDIAN MUNCUL KAPTEN LEO. TOPINYA SUDAH HILANG DAN
PAKAIANNYA TIDAK KARUAN. DENGAN TENANG IA MELANGKAH KE
TEMPAT BIASANYA. DI SANA BERDIRI MEMANDANG KE LAUT. SEPERTI
BIASA SAJA IA MENGELUARKAN SEBATANG CERUTU DAN MULAI
MENYALAKANNYA. BEBERAPA LAMA DEMIKIAN SEOLAH-OLAH TAK
TERJADI APA-APA

KAPTEN:
(lembut, tetap memandang ke laut) Mol. (tak ada jawaban) Mol! Aku
sudah berhasil menembaknya. Sekarang ia tak akan mengganggu lagi. Aku
siap dengan telor mata sapi dan sop buntut itu (beberapa lama, ia
menanti jawaban, tapi tak ada). Mol! Barangkali dia sudah tidur.

IA MELANGKAH HENDAK MASUK KE PERUT KAPAL. TAPI TIBA-TIBA


TERTEGUN TERINGAT SESUATU. CEPAT IA MUNDUR KETAKUTAN

KAPTEN:
(keras) Mol! Comol! Bawa sop buntut itu keluar! (tak ada jawaban). Mol!
(Kapten menjadi gugup)

IA MEMANDANG SEKELILINGNYA DENGAN PANDANGAN ANEH

KAPTEN:
(berjalan berkeliling) Mol! Comol! (kemudian bertambah panik dan

108
berteriak-teriak) Mol! Comooool ... Comoooooooool ....

ADEGAN KE SEPULUH

LAMA SETELAH, MALAM ITU JUGA KAPTEN LEO DENGAN GELISAH


BERPUTAR-PUTAR DI ATAS GELADAK. IA NGOMEL SEPERTI ORANG GILA

KAPTEN:
(sambil berjalan berputar-putar) Terkutuklah cucut jahanam itu! Ke mana
ia pergi membiarkan Harimau Laut sendirian di sini! Tak bisa kumaafkan
lagi keteledorannya. Awaslah kalau dia kembali, sudah waktunya aku
memberikan telor mata sapi itu pelajaran.

PANIEKA MUNCUL MEMBAWA KARUNG. DIIKUTI OLEH SEORANG DUKUN


LAKI-LAKI YANG SUDAH TUA

PANIEKA:
Selamat malam, Kapten. Maafkan kemarin saya tak bisa kembali. Kapten
tahu sendiri seperti itu, juga karena urusan saya belum selesai. Perbekalan
ini cukup untuk sebulan. Ini Pak Dukun dari pantai, Kapten. Pak Dukun, ini
Kapten yang memimpin Harimau Laut.

PANIEKA MENURUNKAN BEBANNYA DAN DUKUN ITU MENGANGGUK


KEPADA KAPTEN. KAPTEN LEO TERTEGUN SEBENTAR KEMUDIAN TERUS
LAGI DENGAN CERUTUNYA DAN MONDAR-MANDIR

KAPTEN:
Ke mana Comol?

PANIEKA:
Comol? Tak tahu saya, Kapten, bukankah dia di sini bersama Kapten?

KAPTEN:

109
Aku baru saja kembali. Dia tak ada di sini. Kau tidak melihat dia ke darat?

PANIEKA:
Entahlah, Kapten. Saya tak berani terang-terangan kelihatan. Saya hanya
sempat membawa perbekalan dan dukun ini.

KAPTEN:
Kalau begitu dia ada di dalam. Atau Dewa Laut itu sudah menculiknya.

PANIEKA:
(ketawa). Mungkin dia di dalam, Kapten.

KAPTEN:
Panieka.

PANIEKA:
Ya, Kapten.
KAPTEN:
Bawalah perempuan itu ke darat.

PANIEKA:
Kapten.

KAPTEN:
Kalau aku biarkan lebih lama di sini, kutembak dia. Kalau kautahu dia
membawa wabah, tak akan kubiarkan kau menghampiri kemari. Ambillah
dia sekarang.

PANIEKA:
Ya, saya tahu bagaimanapun saya harus mengatakannya kepada Kapten.
Kemarin tak berani saya terangkan, pasti kalau Kapten tahu, Kapten tidak
akan membiarkan saya mendekati. Maafkanlah saya bukan berbohong,
Kapten.

110
KAPTEN:
Sekarang tak ada maaf lagi. Sudah terlalu banyak. Sudah waktunya bagiku
untuk menghilangkan kesabaran. Bawalah dia, Panieka. Aku memang
bertanggung jawab untuk kamu semua, tapi kalau kau mulai
menyalahgunakan tanggung jawab itu, aku mempunyai tanggung jawab
pula untuk memisahkan kau dari tanggung jawabku. Di sini kau ketahui
sekarang bahwa seorang manusia yang terpojok seperti aku, mulai
memikirkan kepentingan dirinya sendiri.

DUKUN:
Benar, Kapten. Untuk keselamatan anak gadis itu, kalau memang ia kena
wabah, sebaiknya dibawa ke darat.

KAPTEN:
Aku mendengar Pak Dukunmu berbicara. Akan kucoba mempercayainya,
Pak Dukun.

DUKUN:
Saya, Tuan Kapten.

KAPTEN:
Bapak orang pintar bukan?

DUKUN:
TIdak, Tuan Kapten. Saya tidak tahu apa-apa.

KAPTEN:
Kalau tidak, kenapa Bapak kemari?

DUKUN:
Saya biasa dipanggil orang, Kapten, karena saya tidak tahu apa-apa. Saya
datang untuk mengetahui apakah kebodohan saya, apakah yang belum

111
saya ketahui.

KAPTEN:
Tahukah Bapak, apa itu yang disebut Dewa Laut?

DUKUN:
Kalau perlu, Tuan Kapten.

KAPTEN:
Kalau perlu, bagaimana?

DUKUN:
Kalau perlu saya tahu, kalau tidak, ya ….tidak.

KAPTEN:
Benarkah di sini ada Dewa Laut?

DUKUN:
Kalau Tuan Kapten percaya, dia tentu ada, tapi kalau Tuan Kapten tidak
percaya ya tidak ada.

KAPTEN:
Kalau begitu saya katakan kepada Bapak sekarang, saya tidak mau kalau
dia ada!

DUKUN:
Coba sajalah, Tuan Kapten.

KAPTEN:
Kemarin saya memburu suara yang aneh, menembakinya satu hari satu
malam. Saya akan tetap menembaknya. Panieka, lentera itu pasti ada yang
menyalakannya, bawalah turun, siapa tahu si bongkok itu kumat lagi
penyakitnya. Dia bisa memerkosa perempuan itu. Tidak peduli perempuan

112
itu sakit cacar.

PANIEKA TERSENTAK KEMUDIAN MENGAMBIL LENTERA

PANIEKA:
Astaga, benar, Kapten. Aku bunuh kalau dia main gila!

IA MASUK KE PERUT KAPAL. KAPTEN MONDAR-MANDIR LAGI

KAPTEN:
Aku melihat sesuatu di balik kabut itu. Mula-mula aku membiarkannya
saja sehingga dia bertambah hebat. Akhirnya kucari dan kubuktikan apa
sebetulnya itu. Ternyata hanya kekosongan yang besar. Benar apa yang
Bapak katakan, dia ada kalau kita mempercayainya. Tapi saya ingin
bertanya, apakah yang ada itu selalu ada dan apakah yang tidak ada itu
selalu tidak ada?

DUKUN:
Tidak, Tuan Kapten. Menurut pendapat saya, yang tidak ada itulah ada,
sebab kita selalu mencarinya. Sedangkan setelah dia ada, kita tidak
memedulikannya sehingga seolah-olah sudah tak ada.

KAPTEN:
Itu tak benar. Sesuatu yang tidak ada setelah kita mencarinya adalah
benar-benar tidak ada.

TIBA-TIBA TERDENGAR SUARA JERITAN PANIEKA KAGET. DISUSUL


KEMUDIAN DENGAN MUNCULNYA IA KEMBALI DENGAN MATA
TERBELALAK

PANIEKA:
(memandang Kapten Leo dengan pandangan aneh) Kapten! Kau
membunuhnya!

113
KAPTEN:
Apa?

PANIEKA:
Ya, Tuhan! Kejam sekali! Terkutuklah pembunuh! Kau sudah gila!

KAPTEN:
Bicara kepadaku, Panieka?

PANIEKA:
Setankah kau, Kapten gila! Binatang buas!

IA DENGAN KALAP MENYERANG KAPTEN. KAPTEN TERKEJUT


MEMUKULNYA DENGAN POPOR SENAPAN

PANIEKA:
Binatang! Pembunuh gila!

IA BANGUN HENDAK MENYERANG LAGI. TAPI MEMUKUL LAGI DENGAN


POPOR

PANIEKA:
Pembunuh! Orang gila! Laknat kau!

KAPTEN MENDEKAT DAN MEMUKULNYA TERUS. KARENA PANIK, PANIEKA


TERJUN KE LAUT

KAPTEN:
Aku tidak gila! Awas aku bunuh kalau sekali lagi mengatakannya!

KEMUDIAN KAPTEN MELANGKAH DENGAN CURIGA KE LUBANG PERUT


KAPAL. MULA-MULA IA TERTEGUN SESAAT. KEMUDIAN MUNDUR DENGAN

114
TAKUT

DUKUN:
Masuklah, Kapten, tidak akan terjadi apa-apa. Saya menjaga Tuan Kapten.

KAPTEN:
Comol…Comol….

KEMUDIAN KAPTEN CEPAT MASUK KE PERUT KAPAL. TAK BERAPA LAMA


KEMUDIAN IA MENJERIT SEPERTI PANIEKA. KEDENGARAN RIBUT-RIBUT.
DIAM-DIAM DAYU SANUR KELUAR, HATI-HATI IA MELANGKAH HENDAK
TURUN KE TEMPAT SAMPAN, TAPI DUKUN ITU DENGAN TENANG TELAH
BERDIRI DI SANA MENEGURNYA

DUKUN:
Mau ke mana, Kak? (Dayu Sanur terkejut lalu mundur. Pada saat itu
muncul Kapten)
KAPTEN:
Terkutuklah! Comol telah menyembelih perempuan itu. (ketika dia
melihat Dayu Sanur, marahnya tak terkendalikan) Siapa kau, leak? (Dayu
Sanur diam saja) Terkutuk ….

KEMUDIAN DENGAN KALAP DIPUKULNYA DAYU SANUR DENGAN POPOR


SENAPAN. DAYU SANUR JATUH, TAPI TIDAK MENGELUARKAN SUARA.
SAMBIL MEMAKI-MAKI KAPTEN TERUS MEMUKULNYA

KAPTEN:
Setan! Jahanam! Mana Comol? Kaubunuh juga dia?

DUKUN:
Tidak ada gunanya, Kapten.

115
KAPTEN TERTEGUN MELIHAT PEREMPUAN ITU TIDAK APA-APA. DAYU
SANUR BANGUN LAGI DAN MENGEJEK

KAPTEN:
Tidak! Tidak mungkin! (cepat Kapten mengangkat senapannya dan
mengokang serta membidik ke arah Dayu Sanur. Dukun itu dengan cepat
mencegah)

DUKUN:
Jangan, Tuan Kapten. Ini bagian saya. Dia adalah musuh saya. Sayalah yang
menyelesaikannya. (ia menyingkirkan Kapten, kemudian mendekati Dayu
Sanur)

DUKUN:
Sudah lama kakak saya peringatkan, masih saja kakak berbuat seperti ini.

DAYU S.:
Kakak minta maaf, kakak memang bersalah.

DUKUN:
Kalau begitu ya hentikan sekarang. Sekarang pulanglah! (Dukun
merenggut ikat pinggang Dayu Sanur). Berhenti sekarang kau jadi orang
pintar.

DAYU S.:
Anakku...anakku...(ia berdiri, Dayu Sanur menggeliat kesakitan kemudian
jatuh menangis. Dia menjerit kesakitan) Dayu….Dayu Badung….... (dia
berdiri serta merangkak masuk ke perut kapal) Dayu Badung..........Dayu
Badung....

DUKUN:
Tuan Kapten melihat semuanya itu?

116
KAPTEN:
Demi Tuhan. Aku tidak melihat semuanya itu, aku tidak melihat apa-apa.

DUKUN:
Baiklah, Tuan Kapten. Kalau begitu, bagi Tuan Kapten, semuanya itu
memang tidak ada. Saya sekarang akan membawa dia pulang. Tiga hari
lagi dia akan meninggal karena dosanya sudah terlalu banyak (sambil
masuk ke perut kapal) Dayu mari pulang ….

KAPTEN BERDIRI KEBINGUNGAN. DIA TERINGAT COMOL

KAPTEN:
(berbisik) Mol! Comol! (kemudian tambah keras sambil bergerak ke tepi
geladak) Mol…Comol ! Comol….

ADEGAN KE SEBELAS

LAMA SETELAH ITU, MALAM ITU JUGA HUJAN LEBAT. KAPTEN LEO
MEMBIARKAN DIRINYA KEHUJANAN. IA BERDIRI MEMELUK LUTUT
SENAPANNYA SAMBIL MEMANDANG KE TENGAH LAUT. SUARA OMBAK
KEDENGARAN BERTAMBAH KERAS

SUARA:
Kapten! Kapten!

KAPTEN TIDAK MENYAHUTNYA. BEBERAPA LAMA KEMUDIAN MUNCUL


ADENAN MEMIKUL MAYAT COMOL DIIKUTI RUBI

ADENAN:
Kapten…(Kapten tak menoleh). Kapten, kami tak tahu apa-apa, yah kami
mendapat ini dengan kebetulan. Ketika kami sedang meninggalkan pantai,
seratus meter, mayatnya seperti mendekati kami (ia meletakkan mayat
Comol di lantai). Seorang lagi telah meninggalkan kita. Juru masak yang

117
baik, tadi siang saya bercakap-cakap dengannya. Waktu itu Kapten belum
pulang.

KAPTEN:
Letakkan saja di sana, Adenan.

ADENAN:
Saya tidak tahu apa-apa.

KAPTEN:
Kau juga tidak tahu apa-apa, Rubi?

RUBI:
Tidak, Kapten.

KAPTEN:
Jadi bukan kalian yang mengganggunya. Kalau begitu mungkin Dewa Laut
itu.

ADENAN:
Kapten ….

KAPTEN:
Atau dia mencari perempuan ke darat. Lalu suami perempuan itu
melemparkannya ke sampanmu. Suruhlah dia bicara.

ADENAN:
Tak tahulah Kapten, dia sudah mati, tak mungkin memberi keterangan.

KAPTEN:
Suruhlah dia bicara. Orang mati adalah orang yang paling jujur.

ADENAN:

118
Ah Kapten, tak mengerti saya.

RUBI:
Dia sudah gila!

KAPTEN:
Belum, Rubi, mungkin sebentar lagi. Mol! Kenapa kau mati! Suruhlah dia
bicara, sahabatku Adenan.

RUBI:
Dadanya kena tembak!

KAPTEN:
Terima kasih, Rubi. Siapa yang menembaknya, Dewa Laut?

RUBI:
Bukan Kapten?!

ADENAN:
Tenang, Rubi.

KAPTEN:
Coba ulangi ….

RUBI:
Kenapa Kapten menembaknya?

ADENAN:
Hati-hati, Rubi!

KAPTEN:
Biar saja, Adenan. Kenapa aku menembaknya, bukan Dewa Laut?
(sekarang dia berdiri mendekati mayat Comol) Comol, telor mata sapiku,

119
benarkah aku yang menembakmu? Dia tak mau menjawab, kawan-kawan.

ADENAN:
Ya sudahlah, Kapten. Mari kita buang ke laut. Hanya saja terangkan
kepada kami apa salahnya.

KAPTEN:
Sebenarnya tidak ada, tapi kalau dikumpulkan ada juga. Dia masih hidup,
seharusnya sudah lama mati. Dia terlampau setia kepadaku.

RUBI:
Bangsat! Dia sudah gila! (Rubi memukul Kapten dan merampas
senapannya, Kapten Leo tidak melawannya)

ADENAN:
Jangan, Rubi! Kita belum tahu perkaranya.

RUBI:
Aku benci! Aku benci sekali pada kau (Rubi mengokang senjata. Adenan
mencegahnya)

ADENAN:
Jangan menambah korban lagi, Rubi!

ADENAN MENEMBAK, TAPI ADENAN SEMPAT MEMBELOKKAN ARAHNYA,


TAPI MASIH MENGENAI LENGAN KAPTEN. KEMUDIAN ADENAN BERHASIL
MEREBUT SENJATA ITU KARENA GUGUP

ADENAN:
Kau sudah gila! (ditamparnya Rubi sampai jatuh)

KAPTEN:
(sambil memegang lengannya) Kau bodoh sekali, Adenan. Teruskanlah

120
menembakku, sebelum aku menembakmu kelak. Lepaskan aku dari
kegetiran ini. Aku sudah sempat pada puncak kesanggupanku. Lepaskan
aku, Adenan.

ADENAN:
Kapten, sabarlah.

KAPTEN:
Tak bisa lagi. Adenan. Kesabaranku telah menghancurkan kesadaranku.
Sejak kemarin aku merasa dirikulah yang paling benar, Karena itu aku
takut aku akan gila. Aku pernah ke tengah laut mencari suara itu, sehari
semalam dalam topan dan hujan, aku hanya menjumpai kekosongan dan
kelengangan yang sepi. Demi Tuhan, untuk pertama kalinya aku merasa
sangsi. Ketika sore aku pulang, kudengar suara itu melolong lagi dari sini.
Aku tak berpikir lagi, aku hanya meyakinkan diriku. Aku menembak seperti
orang gila. Aku percaya sekarang, aku telah melakukan kesalahan yang aku
kerjakan dengan yakin karena tidak tahu itu adalah kesalahanku. Demi
Tuhan, sebelum kegetiran ini menghancurkanku, tolonglah aku, Adenan
.............

ADENAN:
Kapten bersungguh-sungguh?

KAPTEN:
Aku menyembah padamu, Adenan, tembaklah aku. Itu lebih baik daripada
aku hidup.

ADENAN:
Baiklah Kapten, kalau begitu saya lakukan demi kebaikan Kapten sendiri.

KAPTEN:
Kalau ada yang menanyaimu, katakanlah aku bunuh diri. Kalau sempat ke
Maluku, sampaikanlah salamku pada Rina, cintanya belum sempat aku

121
perhatikan.

ADENAN MEMBIDIKKAN SENAPANNYA KEPADA KAPTEN LEO. TIBA-TIBA


KAPAL ITU BERGERAK DENGAN KERAS. TEMBAKAN ITU MELETUS, TAPI
KAPTEN DAN ADENAN SAMA-SAMA JATUH. MEREKA BERDUA
KEHERANAN. DENGAN SUSAH PAYAH MEREKA BERDIRI BERPEGANGAN
SUPAYA TIDAK JATUH LAGI

RUBI:
Ya Tuhan. Kapal bergerak!

ADENAN:
Pegang kemudi, Rubi!

ADENAN BERSORAK KEGIRANGAN. KAPTEN LEO MEMEGANG LENGANNYA


YANG LUKA. IA MENGANGKAT BADAN COMOL DAN MENDONGAKKAN
KEPALA YANG KAKU ITU KE TENGAH LAUT

KAPTEN:
Lihat Mol … kita sudah mengalahkan Dewa Laut … Ya Tuhan kenapa begitu
terlambat! Begitu terlambat!

HARIMAU LAUT MULAI BERGERAK KE TENGAH. HUJAN SEMAKIN DERAS


DAN SUARA OMBAK SEMAKIN MENGHEMPAS

DAN SETERUSNYA...................................................

DENPASAR, 1964
YOGYAKARTA, 1967

Istilah Bali dalam naskah:


1. Bebotoh = petaruh
2. Tajen = sabung ayam

122

Anda mungkin juga menyukai