Atau kekelopak kembang layu oleh angin sayu mendadak menuakan waktu. Buah apel
keriput sebelum terjamah jemari halus. Rimbaud memanggil kedatangan bayu bukan
kemanjaan, namun pesona sumringah seasmara maut.
Datang angin purba membentur-benturkan mata anak-anaknya, pada bebatuan tebing
meruncing legam. Di sana lelempengan waktu bersimpan hikayat kerinduan.
Tanah longsor menimbuni suara-suara lama, kini tergerus bayu pantai meniup tulangbelulang ribuan tahun silam. Yang terpendam menjelma batuan kapur, sepucat getir hujan dini
hari.
Melupakannya kesadaran akan berpindah atau telah muksa. Kematian kekasih membayangi
tercinta, terus mengharumkan percumbuan lekati bibir mengatup bergetaran.
Beterbangan seawan hitam melahirkan masa-masa menggoyang rerimbun kekokohan.
Menara tertinggi kehadiran kala percintaan: maut selalu dirindu para pencari jalan keabadian.
Menjalarkan api abadi ke lorong-lorong buram. Hantu-hantu dibangkitkan bukan kangen, tapi
petaka menimpa lama tersia.
Ngeri derita luput ke langit merah. Di padang-padang binasa berlipat amarah, datang sewaktu
bercinta penuh gairah.
Demikian tafsiranku kali ini. Untuk riwayatnya aku petik dari buku Puisi Dunia, jilid I
disusun M. Taslim Ali, Balai Pustaka, 1952:
Jean Nicolas Arthur Rimbaud (20 Oktober 1854 10 November 1891) penyair Perancis lahir
di Charleville, Ardennes. Seorang berpendidikan agama, mula pendiam tapi tiba-tiba
berontak meninggalkan sekolah dan ibunya, muncul di Paris pada usia 15 tahun. Langsung
mendapatkan Paul Verlaine bersama sekumpulan sajak yang menggemparkan penyair-penyair
di Paris. Yang kelihatan sajaknya berpandangan hayali dramatis. Fantasi serta perasaan halus
melamun. Sajak bebasnya lincah, kata-kata yang dipergunakan sewarna bunyi bergeraknya
gambar, asosiasi di sekitar satu metafor sebagai pusat.
Dari kumpulan ini mengalir arus simbolik masuk kesusastraan Prancis. Dalam beberapa hal
Rimbaud dianggap pelopor aliran surealis, menulis sajak antara usia 15 dan 19 tahun.
Himpunannya yang terkenal ?Po?sies?, ?Une Saison En Enfer? , ?Illuminations.? Sajak
tersohornya Le Bateau Ivre penuh lambang peristiwa nasib-nasiban serta lukisan daerahdaerah jauh yang aneh.
Rimbaud tidak normal ini seakan sanggup melihat dengan mata bathinnya. Paul Claudel
(1868 ?1955) menganggapnya penyair terbesar yang pernah hidup. Setelah hampir ditembak
mati oleh Verlaine, tiba-tiba menghilang. Menempuh hidup nasib-nasiban, berbakat di
lapangan yang kurang cocok dengan pembawaan sastrawan. Menjadi pedagang gading,
menjual senjata kepada Negus. Rimbaud meninggal di Merseille karena jatuh dari kudanya.
Kakinya terpaksa dipotong, radang darah menamatkan riwayatnya.
Petikan http://en.wikipedia.org/wiki/Arthur_Rimbaud: tertulis, Mei 1876 mendaftar prajurit
Tentara Kolonial Belanda demi berjalan bebas biaya ke Jawa (Indonesia), melakukan desertir
dan kembali ke Perancis dengan kapal. Di kediaman walikota Salatiga, sebuah kota kecil 46
km selatan Semarang, Jawa Tengah, ada piagam marmer yang menyatakan Rimbaud pernah
tinggal di kota.
Rimbaud dan Verlaine bertemu terakhir, Maret 1875 di Stuttgart, Jerman, setelah bebasnya
Verlaine dari penjara. Saat itu Rimbaud menyerah menulis, memutuskan bekerja atau sudah
muak kehidupan liarnya. Ada yang menyatakan berusaha kaya agar mampu hidup satu hari
sebagai sastrawan independen. Terus bepergian secara ekstensif di Eropa, sebagian besar
jalan kaki.
Di rumah sakit di Marseille, kaki kanannya diamputasi. Diagnosis pasca operasi ialah kanker.
Setelah tinggal sebentar di kediaman keluarganya di Charleville, melakukan perjalanan
kembali ke Afrika. Di jalan kesehatannya memburuk, dibawa ke rumah sakit yang sama.
Pembedahan dilakukan dihadiri saudarinya Isabelle. Rimbaud meninggal di Marseille,
dimakamkan di Charleville.
SEMUSIM DI NERAKA:
Dulu sekali, kalau ingatanku tak keliru, hidupku adalah pesta dansa di
mana setiap hati menyingkapkan diri, di mana setiap anggur mengalir.
Suatu petang kudekap keindahan - dan kurenungkan ia dengan getir dan kuhina dia.
Kutegapkan diri menentang keadilan.
Aku berlari. O tukang sihir, o kesengsaraan, o kebencian, kalian rawat
harta bendaku!
Dalam diriku telah pudar semua harapan kemanusiaan. Dengan lompatan
tangkas hewan buas, aku telah taklukkan dan cabik-cabik semua
kegembiraan.
Aku telah panggil para algojo.Aku ingin musnah denga mengunyah popor
senjata mereka. AKu telah undang wabah penyakit agar aku bisa megapmegap di pasir dan genangan darah. Kesengsaraan telah menjadi
dewaku. Aku telah terjerumus di lumpur dan aku keringkan diri di udara
Pesta Lapar
menangis.
Gadis kencana
Adalah burung bangau
putih, di air kencana
Alihbahasa JJ. Kusni
Sumber: Federico Garcia LORCA, POESIES III 1926-1936,
Editions Gallimard, Paris, 1954
Sanjak-sanjak Federico Garcia LORCA
Alihbahasa: JJ: KUSNI
1.KASIDAH ANAK YANG DILUKAI AIR
Aku ingin turun hingga ke sumur,
aku ingin memanjat tembok-tembok Granada
untuk melihat hati yang lobang
oleh bor air yang hitam.
Anak luka merintih
bermahkotakan kebekuan
Tempayan, tangki dan fonten
di tengah angin mengacungkan pedang-pedang mereka.
Ai, alangkah ganasnya cinta, alangkah melukainya tikaman,
wahai berita burung malam, alangkah putihnya ajal!
Betapa lengangnya cahaya melengkung
pasir-pasir pagi!
Anak itu sendiri
Bersama kota yang terlena di lehernya.
Secercah air memercik dari dukanya
yang membelanya dari lapar ganggang laut.
Anak itu dan ajalnya hadap-hadapan,
Bagaikan dua hujan hijau lilit-melilit.
Anak itu terbujur di bumi
dan ajal bersandar kepadanya
Aku ingin turun ke sumur ,
Aku ingin, di garis-garis lempang , membunuh ajalku ,
Aku ingin mengisi buih jantungku,
demi anak yang dilukai air
III. KASIDAH DEDAHANAN
di bawah pepohonan Tamarit
anjing-anjing timah berdatangan tiba
menunggu jatuhnya dedahanan
menununggu remuknya kesendirian
Pohon Tamarit mempunyai sebatang apel
dihasebuah apel sedu-sedan.
Burung rosinyol bernafas lega
Dihalau debu kuau berlalu
Tapi dedahanan punya kegembiraan mereka,
dedahanan bagaikan kita.
akan irama atau meter, menyenandungkan segala macam objek dengan kekuatan,
kepekaan, paparan yang menghidupkan pembaca.
Karyanya yang paling terkenal adalah Leaves of Grass sebuah proyek
raksasa Whitman setara dengan membangun sebuah katedral atau bagaikan
sebatang pohon yang tumbuh pelan membesar dengan pasti. Karya ini merupakan sebuah
serial dan ketika Whitman hidup ia sudah terbit dalam sembilan edisi
antara 1855 dan 1892. Leaves of Grass sekarang dipandang sebagai salah
satu tonggak dalam sejarah sastra Amerika.
TENTANG KOPLA
Di atas senar-senar gitar, empat baris yang keluar langsung dari lubukhati, rakyat Spanyol,
termasuk Andalusia, menyenandungkan duka-lara mereka. Gitar dan puisi. Federico Garcia
Lorca pernah mengatakan bahwa Spanyol akan sepi tanpa gitar. Sebuah jendelapun lalu lebar
terbuka dari mana kita bisa memandang wajah jiwa seorang anak manusia yang sedang
berlagu. Dan itulah copla, yang di sini kuindonesiakan menjadi kopla. Jarang ada penyair
dari negeri manapun yang mempunyai daya ungkap begitu intens dengan kata-kata demikian
ekonomis ketika berbicara tentang bunga, gelora cinta dan kesedihan yang mendekati
keputusasaan. Para penyanyi kopla pun mengungkapkan diri tanpa pretensi untuk disebut dan
menjadi penyair atau menciptakan suatu karya seni karena yang terpenting bagi para
penyanyi kopla adalah membuka pintu dan jendela hati mereka agar burung-burung hitam
duka bisa terbang leluasa keluar mengarung angkasa luas di atas perbukitan atau dataran
terhampar Andalusia. Yang mereka perlukan adalah menyanyi menendangkan kegembiraan,
bersenandung untuk melagukan dukalara mereka. Ketika berbicara tentang cinta, mereka
sering menghubungkannya dengan kematian. Mereka jarang sekali menyambungkan cinta
dengan kegembiraan. Kopla tidak ditulis, ia dinyanyikan. Para penyanyi membiarkan
perasaan mereka terbang menyatu dengan angin dan mengelanai penjuru demi penjuru.
Setiap kopla adalah ungkapan lugas tentang hidup dan perasaan yang merasuk, motif-motif
abadi, kebersamaan ataupun yang khusus bersifat perseorangan, tentang perempuan dan
lelaki, cinta, benci, kemiskinan, kesedihan dan kematian. Daya kopla, oleh orang-orang
Andalusia sering disebut mendekati kekuatan mantra dalam masyarakat berbagai etnik di
Indonesia. Melalui kopla kita menyaksikan gambaran menyeluruh kehidupan sebagai sebuah
drama.Kita mendengar tetapi lebih-lebih lagi kita menyaksikannya. Malangnya, tapi ini
adalah juga kenyataan, yang ditampilkan lebih banyak kesedihan sebagaimana halnya dengan
keadaan kehidupan itu sendiri. Kopla menuturkan segalanya ini dengan kesederhanaan ironis
menusuk, terkadang mendekati suara jeritan.Isi kopla lebih dekat kepada kepercayaan yang
jauh dari Tuhan [paen].
Di Andalusia kopla hidup sangat subur, merupakan pengungkap diri utama yang digunakan
dalam Kantata Flamenco atau Kantata Jondo. Ia banyak ditemukan di lingkungan para gitana
[jipsi. Jadinya, kopla bisa disebut sebagai Andalusia dan gitana itu sendiri.
Andalusia termasuk salah satu daerah yang langka di mana puisi abadi demikian menyatu
dengan nyanyian, menyuarakan segala pahit-manis yang dikecap dalam kehidupan seharihari, memancar dari setiap bintang malamnya, menyenandungkan kepahlawanan dan
kekalahan. Kopla adalah tempat di mana raga dan jiwa bertemu. Dan inilah, Romansero
Spanyol, inilah Cancionero dan Kantata Jondo. Kopla mengingatkan aku akan sansana kayau,
khususnya Sansana Kayau Pulang di Katingan, sungai kelahiranku di Kalimantan Tengah,
yang tentunya juga kau kenal. Selanjutnya akan kusertakan contoh menyusul apa yang sudah
kusampaikan terdahulu.
Paris, Mei 2004.
--------------JJ.KUSNI
KOPLA CINTA ANDALUSIA:[1]
hari kau dilahirkan
matahari tentu akan berduka
oleh munculnya tandingan
dari dirinya lebih bercahaya
kembang mawar kembang anyelir
demikian pun cengkeh yang wangi,
menyertai bibirmu
ketika kau tersenyum
matamu, wahai si kulit sawomatangku
demikian bijak bestari
pembunuhmu pun merunduk
memberikan salut
wajahmu bernama
Sierra Morena
dan matamu, para pencuri
yang melintasinya
- dengan gerangan apa
wajah kau basuh maka warna kencana?
- kubasuh dia dengan air jernih
selebihnya tuhanlah yang lakukan
nafasmu, nafasmu bunga
nafas limau, mungil:
di dadamu ada
sebuah limau semarak bunga
aku tak tahu gimana dan pabila
ia datang ke kalbu
cercah api pelan menyala
tapi tak nampak lidah cahayanya
sebuah derita lembut kecil
di sini kupunyai bernama cinta
dari mana gerangan ia masuk tiba
maka sampai tak terasa?
kuterjuni air
dalam sepinggang
tunanganku dibawa orang
dan dingin tiba-tiba menyusup belulang
ketidakmungkinan membunuhku
aku terbunuh oleh ketidakmungkinan;
ketidakmungkinan pun sampai tepian
ketidakmungkinan yang kurindukan.
Catatan:
* Kopla, adalah salah satu bentuk sanjak-sanjak pandak Spanyol.
[Dari: "Coplas. Poemes de l'Amour Andalou", Edition
Allia, Paris,1998].
Alihbahasa: JJ.KUSNI
[Bersambung...]
KOPLA CINTA ANDALUSIA
tiga kali pena kuangkat
tiga kali pula aku teriak
tiga kali aku tergeletak
dibanting hatiku
aku merasa sangat menderita, alangkah perihnya!
aku merasa sangat sakit dan alangkah pahitnya!
aku merasa ada paku
menancap di tengah jantungku
kepada Tuhan kupinta
untuk mengakhiri dukaku ini
Dia berkata:Ini berarti
tanpa dia kau tak bisa hidup lagi.
kalau begitu rajamlah aku, kawan-kawan;
lepaskan anjing-anjing, biarkan ia menggigitku;
gadis yang berumah di jalan ini kepadaku
ia berkata tidak mencintaiku!
tersandung aku di pintumu
terjerembab aku di jendelamu;
lalu berpegangan di kisi-kisi;
maafkan jika kau anggap aku melecehi.
agak keras memang ibuku,
o kebahagiaanku;
agak keras memang ibuku,
tapi segalanya hanya pada diriku.