Direview juga oleh Nur Alfa Alfin N. dan Khalisah Putri S.
Cerita Dari Jakarta ini berisi sekumpulan karikatur keadaan dan manusianya. Kisah ini menceritakan pengalaman yang suram atau malah sebaliknya, banyak sekali muncul keadaan yang jauh dari segala harapan indah setelah berevolusi menegakkan kemerdekaan. Kita bisa mengikuti kisah tentang pejuang yang menjadi gelandangan, menjadi pengangguran di negeri merdeka yang ikut ditegakkan, lahirnya kelas priyayi baru yang tetap mendambakan kemewahan tanpa kerja seperti di masa lalu. Kisah awal berjudul Jongos + Babu, yang di dalamnya menceritakan seorang hamba atau babu yang sangat setia kepada majikannya sampai bulu-bulunya. Namanya Rodinah, walaupun matanya coklat ia tetap babu juga. Rodinah sama dengan Victoria buat kerjaan inggris. Saat bersejarah datang, tiba-tiba Rodinah di panggil “Popi” oleh tuannya, ia memang seperti pop buatan jepang. Popi tak kenal politik “devide et impera”, tapi sebagai babu kulit putih ia tahu bahwa seorang Ambonia yang hitam harus dilihat sebagai putih. Ia sendiri pun punya muslihat yang manjur: pecah belah dan serahkanlah diri. Muslihatnya ini dijalankannya dengan betul. Disamping itu ia tetap berdisiplin pada tradisinya yaitu setia sampai bulu-bulunya, tetap mengikat diri pada penghambaan, namun ia pecah belah juga. Dan kemenangan itu ini, anak pertama lahir, keriting pirang. Oleh manjurnya muslihat itu ia sampai tak sanggup memikirkan, adakah si Sobi anak tuan Hendrik, atau anak dari anak tuan Hendrik-majikannya, atau anak tetangga tuan Hendrik, ia tak tahu dan ia tak pernah mencoba memusingkan tentang hal itu. Hingga suatu saat Popi berhasil memaksa mereka untuk mengakui Sobi anak mereka. Antara satu dengan lain bapak membentang tabir gelap. Masing-masing tak kenal mengenal dalam peristiwa terjadinya Sobi. Dari enam bapak ini Popi bisa mendirikan rumah dengan isinya, dua radio dan gramapun. Jiwa budaknya tak menghendaki ia hidup diam-diam di rumah, karena itu sekali lagi ia menjadi babu di daerah lain. Muslihatnya dijalankannya juga. Hasil baru datang – Inah lahir di dunia. Ia tak bisa menentukan siapa bapak dari anaknya, lebih dari sembilan. Hanya duit masuk yang bisa dihitungnya. Hingga pada akhirnya ia mati dengan meninggalkan 50% untuk Sobi dan 50% Inah. Sesudah Popi meninggal, Sobi menjadi jongos di kantor Dai Sanka (kantor mata-mata jepang) sedangkan Inah kerja di tempat itu sebagai pembantu babu cuci. Sobi adalah jongos dari derajat penghabisan. Inah kini telah gadis, ia bukan babu jepang lagi. Sekali ia jadi babu di tangsi batalyon. Kisah kedua berjudul Ikan – Ikan yang Terdampar. Cerita ini tentang seorang gelandangan yang hidup di Jakarta beserta kawannya, namanya Idulfitri dan kawannya bernama Namun, sudah enam bulan mereka menjadi bajingan tulen, kadang mencuri kadang merampok. Semua itu dilakukan untuk mengisi perut mereka yang kelaparan. Sebenarnya Idulfitri sangat diharapkan jadi komunis oleh ibunya dan wedana oleh bapaknya, akan tetapi apa boleh buat, setelah terjadi revolusi, ia kehilangan pekerjaanya dan menjadi gelandangan. Kisah ketiga berjudul Berita dari Kebayoran, cerita ini menceritakan seorang wanita bernama Aminah yang kabur bersama Diman ke Jakarta, Aminah kabur karena ingin merubah nasibnya di Jakarta dan ia tak kuat melihat sikap suaminya yaitu Shaleh yang sering main judi dan menjual rumah dan ladang yang sebagai sumber penghidupannya. Akan tetapi, di Jakarta ia hidup susah, tak punya rumah dan tinggal di emperan. Apa boleh buat, untuk menghidupi kebutuhan sehari-harinya ia bekerja sebagai wanita malam. Hingga pada suatu hari, ia bertemu dengan Khatijah yaitu adiknya. Aminah bertanya pada adiknya itu bagaimana keadaan di Kebayoran, Khatijah pun menceritakan semuanya pada kakaknya itu, bahwa ia akan segera menikah dengan Shaleh, dan sekarang Shaleh pun telah sukses. Shaleh berhasil membuka sebuah restoran dan memiliki beberapa cabang. Sedangkan Emak sangat marah pada Aminah, sehingga jika Amina pulang ia mau di pukuli dengan alu. Mendengar hal tersebut, Aminah menyesal karena ia telah meninggalkan Shaleh dan pergi ke Jakarta bersama Diman. Kisah ke empat berjudul Rumah, kisah ini menceritakan segerombolan orang yang mengobrol tentang kesulitan-kesulitan masa pancaroba politik, sosial dan ekonomi. Kisah ke lima berjudul Keguguran Calon Dramawan, kisah ini menceritakan seorang pemuda yang bernama Hamid, ia ingin sekali bisa menulis sebuah drama, akan tetapi usahanya gagal. Namun, pada akhirnya ia mempunyai tekad untuk menulis sebuah drama, setelah ia berhasil menulis karangannya tersebut, ia meminta pendapat kepada seorang pengarang drama, seorang redaktur, seorang guru kesusastraan di SMA yang kini menyusun buku pelajaran kesusastraan, seorang pemain sandiwara yang kini menjadi pemain film dan meraangkap pengarang scenario, dan seorang redaktur seni di radio. Lalu, ia bangkit dan menemui pengarang tersebut, namun ia tak ada di rumah. Setelah berjalan tak kurang dari lima kilometer barulah ia bisa menemui guru kesusastraan. Ia keluarkan permulaan dramanya dan disodorkannya kepada guru itu. Setelah guru itu membacanya maka ia berkata “kenapa baru permulaan saudara bacakan? Selesaikanlah dahulu.”. Hamid telah kehabisan perkataan. Ia pulang dengan perasaan kocar-kacir. Malam itu ia mencoba untuk menyelesaikan dramanya, namun tenaganya telah habis. Namun setidak-tidaknya dia bisa menulis dramanya, lalu diambilnya lem dan ditempelkan selembar kertas kwarto itu di buku hariannya, kemudian lembaran-lembaran yang menjepit dramanya itu dilemnya pula, sehingga hasil ciptaanya itu tersimpan dalam sampul lembaran buku harian. Kisah ke enam berjudul Nyonya Dokter Hewan Suharko. mengisahkan seorang dokter hewan bernama Suharko yang membuka prakteknya sendiri, ia memiliki istri yang bernama Corry. Corry seorang istri yang setia kepada suaminya, hemat dan pandai mempergunakan uang suaminya. Tiap sore banyak belanda datang kepada dokter hewan itu untuk memeriksakan dan merawatkan binatang piraanya masing-masing. Pendeknya rejeki keluarga dokter hewan itu mengalir tiada hentinya. Perkakas rumah tangga dari model terbaru, yang paling megah ada di dalam rumahnya. Corry memang tahu dan memilih barang yang mempunyai garis-garis sederhana, garis-garis yang mengarah-arah pada klasik. Akan tetapi dalam masa yang pendek itu terlalu lama bagi Corry. Dalam masa itu ia telah meninggal dunia, meninggalkan suami dan ketiga anaknya. Tahun pertama kemerdekaan juga tidak memberikan keuntungan bagi dokter hewan Suharko. Namun, masa-masa yang kian memuncak sulitnya bagi Suharko memberikan kenangan yang indah didalam jiwanya terhadap almarhumah istrinya baik dalam bekas-bekas perbuatan maupun benda-benda pilihan yang ditinggalkannya. Untuk itu ia memutuskan untuk pergi mengunjungi rumah orang tuanya. Akan tetapi, disana orang tuanya menyuruh Suharko untuk menikah dengan Kiki yang seharusnya menjadi istrinya dahulu. Awalnya Suharko menolak, tetapi lama- kelamaan dia menyetujui pernikahan tersebut. Beberapa minggu ia menikah, ternyata bagi Suharko si Kiki lebih gesit, lebih bebas. Ia melihat bagaimana dalam sebentar waktu si Kiki dapat memikat hati orang, apabila dulu rumahnya semacam benteng terkurung, kini adalah semacam lapangan terbuka, tamu datang tiada henti-hentinya. Dalam waktu yang lama Kiki telah mengubah rumah tangganya beserta suasananya sekaligus menjadi “modern” sebagaimana ia dan golongannya menamainya. Suharko kaget melihat benda-benda perobatan kesayangan Corry di jual oleh Kiki, ia mengganti perabotannya dengan yang lebih modern,namun Suharko tetap diam saja. Sewaktu waktu anak pertamanya jatuh terpeleset karena menubruk sesuatu benda yang keras, yaitu motor Express 150 cc melihat anaknya pingsan dan banyak mengeluarkan darah. Suharko menjadi murka pada Kiki, karena ia beranggapan ini semua gara-gara Kiki, ia meminta untuk membuang expres 150 cc itu. Gara- gara itu Kiki minta cerai kepada Suharko. Suharko tentu saja menerima itu tapi dengan satu syarat bahwa ia harus menjual perabotannya yang modern dan mencari perabotannya yang lama. Kisah ke tujuh berjudul Tanpa Kemudian, menceritakan seorang pemuda yang bernama Khalil yang di hukum mati karena tuduhan yang tak pernah ia lakukan, yaitu membawa seorang gadis yang bernama nana kabur ke pedalaman. Walaupun akan di hukum mati, Khalil tak mempunyai rasa takut pun karena dia memang tak melakukan apapun seperti hal yang dituduhkan kepadanya. Kisah ke delapan berjudul Makhluk di Belakang Rumah, kisah ini menceritakan seorang makhluk yaitu babu yang tinggal di belakang rumah. Kisah ini bercerita bagaimana keadaan seorang babu beserta aktivitasnya. Kisah ke sembilan berjudul Maman dan Dunianya, Kisah ini bercerita seorang pemuda yang mempunyai kekurangan bernama Maman, ia sangat dekat dengan adiknya. Hingga suatu hari saat adiknya meninggal dunia, ia sangat terpukul. Namun, Maman bisa bangkit kembali dan di usianya yang empat belas tahun ini, ia bekerja untuk membantu orang tuanya. Pada suatu hari Maman jatuh cinta pada seorang babu yang gagu, dan ia ingin menikahinya. Orang tua Maman mendengar hal itu tidak setuju, akan tetapi Maman berhasil meyakinkan kedua orang tuanya itu. Pda akhirnya, ia meminta ijin pada majikannya untuk menikahi babu tersebut. Dengan tiada di duga-duga si juragan menawarinya pekerjaan untuk menjadi pembantunya di kantor, dan mendapat gaji tiga kali lipat dari yang diterimanya sekarang. Beberapa bulan kemudian kawinlah Maman dengan si gagu dan tinggal di rumah majikannya itu. Pada suatu hari majikannya berkata pada Maman, perusahaanya akan gulung tikar, hingga ia hanya diberi gaji sepertiganya saja. Pada keesokannya terdengarlah bahwa emak Maman sakit dan tidak ada yang merawatnya. Hingga akhirnya, Maman meminta ijin pada majikannya untuk pindah ke rumah orang tuanya, majikannya pun mengijinkan hal tersebut. Setelah ia pulang ke rumah emaknya , ia mempunyai ide untuk membuat mainan dan dijualnya keliling. Ide tersebut membuahkan hasil, banyak mainan yang terjual dan pada akhirnya ia bisa membuka sebuah pabrik. Kisah ke sembilan berjudul Kecapi, menceritakan bahwa tokoh aku ini salah tafsir dalam menjalani kehidupannya, tokoh aku ini sangat piawai dalam memainkan alat musik kecapi. Ia adalah seorang petani yang rajin tatapi, itu dulu.Sekarang tanahnya sendiri sempit dan sawah tang sanggup lagi memberikan kemakmuran selama setahun. Usaha lain tak da, selain mendapat makan siang waktu gotong-royong mendirikan rumah, dan memancing lele di kali. Hidupnya sekarang melarat, dan ia tidak senang tinggal di rumah. Dalam pikirannya kesialan ini disebabkan oleh bininya, karena si Cicih lah di anggap sebagai biang keladi segala ketidaksenangan dalam hidupnya. Ia ingin memberontak kepadanya, tapi alasan untuk itu tidak ada. Hingga suatu saat ia bertemu dengan seorang gadis cantik bernama jangkung koneng dan dijadikanlah sebagai istrinya. Pecahlah kemudian perkawinanya dengan Cicih. Cicih kembali ke rumah emaknya sedangkan anak lelakinya dibawa oleh tokoh aku bersama si jakung koneng ke daerah pelarian Jakarta. Dan di Jakarta ia memulai sejarah penghidupannya yang baru. Ia tinggal di kontrakan sepetak yang dibelakangnya terdapat kali besar, yang setiap kali turun hujan, air kali tersebut meluap dan membanjiri rumahnya, hal tersebut lah jelas membuat si jakung koneng mengomel tiap hari, apalagi tak segan-segan ia memaki suaminya di hadapan orang banyak. Hal itulah yang membuat tokoh aku tak betah tinggal di rumah. Rasa penyesalan pun tak bisa dihindari, karena ia sadar bahwa ia sudah salah tafsir dalam kehidupannya sendiri. Ia dahulu menduga bahwa istrinyalah yang menjadi biang keladi kehancuran rumah tangganya, tetapi ia sekarang sadar bahwa yang menjadi biang keladi adalah dirinya sendiri yang tidak bisa menciptakan suasana hidup yang menyenangkan sekarang pun tidak juga. Dalam penyesalannya tersebut, setiap malam ia memainkan alat musik kecapinya dengan irama yang menyesali. Kisah ke sebelas berjudul Biang Keladi, menceritakan tokoh yang bernama Karimun yang dalam perjalanan hidupnya, ia sangat populer dan terkenal. Resminya ia adalah seorang kepala Jawatan, ia banyak mendapat penghargaan karena kepiawaian dalam menangani masalah politik. Akan tetapi, karena hidup di alam keresmian dan kepopuleran ia merasa dirinya asing, sehingga pada suatu hari saat istrinya melahirkan anak ke tujuh di rumah sakit, ia melakukan hal yang tidak sepantasnya dengan si babunya itu. Pada suatu malam untuk pertama kalinya sejak perhubungannya dengan Karimun, si babu meminta uang kepadanya dan langsung pergi entah kemana. Hingga pada suatu saat datanglah dua lelaki yang ternyata adalah kakak dari si babu untuk meminta pertanggung jawaban mas karimun. Mendengar hal itu ia menjadi takut pada runtuhnya popularitas yang kini baru ditanamnya. Kisah yang terakhir berjudul Gambir, kisah ini menceritakan seorang lelaki yang bernama Hasan yang merantau dari desa ke Jakarta untuk mengadu nasib. Sayangnya nasibnya buruk, ia tidak mempunyai tempat tinggal, dan bekerja sebagai kuli panggul di stasuin. Tiap malam ia tidur di gerbong-gerbong bersama temannya Khalil. Sebenarnya dulu ia mempunyai istri yang sangat cantik, dan karena kecantikannya itu ia dibawa kabur oleh jagoan di kampungnya bernama Incup. Dari situlah ia dendam dan ingin membalas perbuatannya. Hingga suatu hari, ia melihat polisi yang sedang bertugas dengan membawa pistol yang disarungkan di celananya. Ia sangat menginginkan pistol itu, pada akhirnya ia menawarkan sejumlah uang pada polisi itu, dan sebagai gantinya polisi itu harus meminjamkannya pistol itu. Awalnya polisi itu menolak, akan tetapi Hasan berhasil membujuk polisi tersebut. Hasan sebenarnya orang yang sangat baik, ia rajin solat dan mengaji, apalagi dia sangat rajin bekerja dan dari bekerja ia mendapat uang yang banyak. Hingga suatu hari Diman yaitu temanya meminta uang pada si Hasan, akan tetapi Hasan menolak memberinya uang. Perkelahian pun tidak dapat di hindari, dan dalam perkelahian tersebut Diman terbunuh sedangkan Hasan tak tau lagi dimana keberadaanya. Sejak itulah polisi yang meminjamkan pistol pada Hasan di pecat dalam jabatannya. Sedangkan Hasan sampai saat ini menjadi buron. Itulah kisah-kisah yang terkumpul dalam buku ini.