Anda di halaman 1dari 6

JUDUL BUKU : SELAMANYA CINTA 

A. Identitas Cerpen
1. Judul Cerpen : Dunia Hanya Seluas Daun Kelor
2. Pengarang : Roidah
3. Penerbit : ©Diva Press
4. Tebal Buku : 236 Halaman
5. Cetakan : Cetakan Pertama Januari 2005
6. Penerjemah :-
7. Cerpen yang diresensi : Dari Halaman 57 s/d 73

B. Pendahuluan
Roidah,pengarang wanita kelahiran Padang, 6 April 1975, ini sangat akrab
dengan dunia jurnalistik. Menamatkan pendidikan S-1 di Fakultas Sastra
Universitas Andalas (Unand). Berbagai karir pernah dan sedang ditekuninya,
mulai dari Communication Specialist/Humas di Komunitas Konservasi Indonesia
(KKI) Warsi melalui Program The Habitat and Resource Management for the
Kubu (2002-2004) bekerjasama dengan Norwegia Rain Forest, Communication
Specialist/Humas di Komunitas Lankan Budaya Indonesia (KLBI) Padang
Sumatera Barat (2004-kini), editor Buletin Alam Sumatera (2002-2004), wartawan
Harian Umum Singgalang (2001-2002) hingga asisten Redaktur Pelaksana Harian
Umum Suara Riau (1999), staf PT Andalas Global Press (1999-2001) dan terakhir
sebagai koresponden Majalah Alkisah Aneka Yess! Jakarta untuk wilayah
Sumatera Barat (2004-kini). 
Pendidikannya dan pergaulannya yang berkaitan dengan dunia tulis-menulis
menghantarkannya menghasilkan beragam jenis karya tulis. Sebagian telah
dipublikasikan di berbagai media massa. Novelnya yang telah diterbitkan, Love
Me, Save Me. . . (DIVA Press, 2004). Sambil tetap berkecimpung secara aktif

1
dalam berbagai kegiatan organisasinya, kini dia sedang serius merampungkan
sebuah novel ChickLit yang direncanakan berjudul, Jangan Lari Dariku. 

C. Isi Cerpen (Sinopsis)


Suatu hari di perjalanan pulang dari Kampus, Ika memberhentikan sebuah bis
untuk ditumpanginya sampai rumah. Saat didalam bis, penanya terjatuh dari kursi
yang didudukinya. Lalu terdengar suara deheman disebelah kanan, segera
dirapikan kembali duduknya tanpa memungut pena tersebut. 
“Hem!” getar suara itu lagi untuk kedua kalinya. Ika melirik pemilik suara.
Hop! Dia lagi! Rasanya ingin kuterjang tubuh besarnya lalu lari melesat ke bangku
lain atau malah melompat dari bis kalau saja tangannya yang kokoh itu tidak
mencegah niatku. Kelancangannya, keisengannya, digombali dan dikejar-kejar
yang membuatku menjadi kesal dan malah keki sendiri tiap kali bertemu ataupun
melihatnya. Dia bilang kalau tindakkannya saat itu tidak disengaja. Teman-
temannya yang mengajarinya, blaa...bla... aku tak menanggapi penjelasannya.
Namun aku jadi tenggelam pada peristiwa yang diungkitnya itu. 
Yaaa.. lelaki yang duduk disampingku ini. Lelaki yang memaksaku untuk
berkenalan. Lelaki yang tempo hari saat dikelas melemparkan secarik kertas
kepadaku yang bertuliskan “Kamu manis, mau gak jadi cewekku?” . Aku
melongok ke belakang, samping kiri dan kanan mencari si penulis kalimat itu.
Segerombolan cowok yang duduk dipojokan tertawa riuh. Namun aku tak kenal
mereka. Maklum perkuliahan Kewiraan memang diikuti massal oleh mahasiswa,
lebih dari seratusan, gabungan dari beberapa fakultas. Umumnya diikuti
mahasiswa tahun satu, sehingga kami belum begitu saling mengenal alias belum
tau banyak nama. 
Dia meminta maaf kepadaku , namun aku mengabaikannya. Kusetop bis lalu
turun dengan cepat, walaupun sebenarnya belum sampai ketujuan. Ku lanjutkan
dengan langkah-langkah panjang. Ku pikir dia tak akan mengikutiku lagi, tapi
salah. Ternyata dia ikut turun lalu terus berjalan cepat hendak menyamai

2
langkahku. Aku mengeluh, tapi bersikap tak perduli pada upayanya itu. Namun
ketika aku hendak menyebrang jalan, kurasakan tarikan kencang ditangan kiriku.
Tubuhku terayun ke samping si penarik yang tak lain cowok iseng itu lagi. Dua
tangannya itu tiba-tiba ikut memegangi pinggangku mungkin untuk menahan
tubuhku agar tak terjerembab jatuh ke tanah karena tarikannya itu. Aku menjerit
tertahan. Sebuah kijang pick up melaju kencang didepanku. Hanya berjarak
beberapa jengkal dari tubuhku. 
Sekejap kemudian segera kulepaskan tubuh dari tangan-tangan cowok
gondrong itu. Mataku mulai membola dan mungkin saat ini mulai memerah juga,
dadaku terasa sesak, seperti mo turun hujan dari mataku. Dia mendadak pamit,
mungkin karena melihat perubahan di riak mataku itu. Kutarik nafas lega lalu
dengan hati yang lapang kusetop bis yang lewat, bermaksud hendak menuju
rumah. 
Mama berkata padaku bahwa katanya, Tante Heni atau adik bontot Papa yang
tinggal di Medan itu anak cowoknya kuliah juga di kampusku, tapi Mama tidak
tahu dia jurusan apa. Anaknya juga tidak mau tinggal bersama Ika, dia lebih suka
ngekost sendiri. Tante Heni akan ke Jakarta dua hari lagi, hari minggu. Keluarga
Tante Heni memang jarang berkunjung ke Jakarta. Kalaupun pernah, tak pernah
lengkap datang dengan suami dan anak-anaknya. Keluargaku juga begitu, hampir
gak pernah ke Medan. Sehingga informasi tentang mereka gak begitu dekat
ditelinga kami. Kecuali Bang Hardi, Mama ingat sekali anak sulung Tante Heni
itu. Kata Mama anak Tante Heni yang kuliah di Jakarta itu adalah anak ketiganya. 
Pintu kamarku diketuk bik Imah, melaporkan kalau Tante Heni dan anaknya
telah sampai dirumah. Kuhentikan mengetik tugas kampus didepan komputer lalu
menarik langkah keluar. Akupun berjalan mendekati mereka, anaknya Tante Heni
sedang tekun mengamati majalah Kosmo Pria yang digeletakkan bang Riko dimeja
ruang keluarga itu. 
“Nah... ini lho Hen keponakan bontotmu, Ika,” suara Mama tersadar dari
keasikannya bercerita tentang Papa. Langkahku sudah kian dekat ke Tante Heni

3
dan anaknya. “Wah...Cantik sekali! Ya, Rio...ini lho sepupumu itu,” suara Tante
Heni, seraya berdiri dari duduknya. Kami bersalaman. Sedangkan cowok bersama
Tante Heni itu, baru beberapa detik kemudian berdiri dan berbalik mendapatiku.
Mata kami bertemu. Senyumku mendadak patah dan bola mataku membola seperti
hendak keluar dari tempatnya. Hal yang sama juga berlangsung di diri cowok itu,
matanya tak kalah melototnya. 
Aku berusaha menepiskan kekakuan yang tercipta, menyambut perlahan
uluran tangan Rio lalu menarik kembali senyumku. Lalu ikut berbasa-basi
menanyai dia seperti dia menanyaiku. 
Yah... kami saling berpura-pura baru bertemu hari itu padahal kurasa
dikepalanya saat ini melintas semua perangainya padaku yang baru kemarin masih
kurasakan, diisengi, digombali, dikejar-kejar untuk kenalan! Sesekali senyum
nakalnya mencuat lalu diikuti sikap groginya sambil menggaruk-garuk kepalanya.
Perasaanku sendiri sekarang ini masih diantara percaya dan tidak, juga antara kesal
dan berusaha memaafkan. Dialah cowok yang melempariku dengan kertas di
kuliah Kewiraan serta yang membuatku hampir ditabrak kijang pick up. Tapi juga
dia yang menyelamatkanku. Tak pernah terpikirkan olehku kami sepupuan. Benar
juga kata pepatah, dunia ini hanya seluas daun kelor.

D. Analisis Unsur
1. Intrinsik
a. Tema : Dunia ini hanya seluas daun kelor.
b. Latar :
1) Di dalam Bis (kesal dan marah).
2) Di Aula Kampus (malu, sedih, dan marah bercampur-baur).
3) Di Jalanan (terburu-buru dan kaget nafasnya seolah terhenti).
4) Di Rumah Ika.
c. Alur : Alur Maju

4
d. Tokoh :
1) Ika
2) Rio (sepupu Ika)
3) Santi (sahabat Ika)
4) Mama Ika
5) Papa Ika
6) Bang Hardi (sepupu Ika)
7) Tante Heni (adik bontot Papa Ika)
8) Bik Imah (pembantu)
9) Bang Riko (Kakaknya Ika)
e. Watak :
1) Ika :
Jutek, cuek, baik, dan keras kepala.
2) Rio :
Ngeselin, iseng, jail, keras kepala, lancang, penggombal, dan
penyelamat.
3) Mama :
baik, ramah.
4) Tante Heni :
baik, ramah.
f. Sudut Pandang :
Orang Pertama Pelaku Utama dalam cerita.
g. Amanat :
Saling bersilahturahmilah terhadap keluarga sendiri yang letaknya jauh
maupun dekat.

5
2. Ekstrinsik
a. Nilai Moral :
Jangan bersikap lancang dan tidak sopan terhadap orang yang baru dikenal.

b. Nilai Sosial :
1) Saling tolong-menolong.
2) Saling bersilahturahmi dan berkunjung kerumah saudara.
c. Nilai Budaya : -

E. Kekurangan dan Kelebihan


1. Kekurangan :
Bahasanya baku-baku sehingga ada yang susah dimengerti bagi pembaca.
2. Kelebihan :
a. Alur dari ceritanya mudah dipahami.
b. Memiliki cover judul.
c. Cara penulisan cerpen rapi.

F. Penutup
Cerpen ini sangatlah cocok untuk para remaja, karena menceritakan tentang
percintaan dengan penuh perjuangan mendapatkannya namun ternyata dia adalah
sepupuan jauh yang selama ini tinggal di Medan. Dari cerpen tersebut kamupun
bakal banyak mendapatkan pelajaran berharga dari kisah indah didalam cerpen ini
(termasuk yang sudah dewasa) untuk senantiasa berusaha memaknai masa remaja
dalam koridor yang penuh dengan ketulusan, kejujuran dan kehangatan. Apalagi,
bila gelora itu sudah melibatkan dimensi terdalam pada diri manusia,yaitu CINTA.
Cerpen ini layak untuk dipublikasikan di masyarakat dan mendapatkan apresiasi.

Anda mungkin juga menyukai