Anda di halaman 1dari 15

TOKOH DAN PENOKOHAN PETER, WILLIAM, HANS, HENDRICK, DAN JANSHEN

DALAM NOVEL DANUR KARYA RISA SARASWATI: SEBUAH PENELITIAN


UNSUR INTRINSIK

Charles, Edwina Satmoko Tanojo

Program Studi Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia

E-mail: charles11@ui.ac.id

Abstrak

Setiap tokoh dalam sebuah karya sastra memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan
tokoh lainnya. Novel Danur sebagai bagian dari novel populer bergenre horor menyajikan tokoh-
tokoh dengan ciri yang unik. Tokoh-tokoh tersebut di antaranya yaitu Peter, William, Hans,
Hendrick, dan Janshen. Status mereka sebagai hantu-hantu Belanda merupakan hal utama yang
menarik perhatian peneliti untuk meneliti tokoh-tokoh tersebut. Penelitian inipun bertujuan untuk
memaparkan tokoh dan penokohan Peter, William, Hans, Hendrick, dan Janshen, serta alur dan
latar yang digambarkan dalam novel Danur. Berdasarkan penelitian ini, didapati kesimpulan
bahwa tokoh Peter, William, Hans, Hendrick, dan Janshen memiliki ciri-ciri yang humanistis dan
beragam satu dan lainnya.
Kata kunci: Tokoh, Penokohan, Peter, William, Hans, Hendrick, Janshen, Hantu, Belanda, Alur,
Latar, Unsur Intrinsik.

Abstrack

Every figure in a literary work has a certain quality of character which distinguish it from other
figures. Danur novel as part of the popular horror novel presents figures with the unique
characteristics. These figures among them are Peter, William, Hans, Hendrick, and Janshen.
Their status as the Dutch ghost is the main thing that attracted the attention of researcher to
describe these figures. Therefore, this study is aimed to describe the character and
characterization of Peter, William, Hans, Hendrick, and Janshen, including plot and background,
which described in Danur novel. Based on this research, it was found a conclusion that Peter,
William, Hans, Hendrick, and Janshen have humanistic characteristics and diverse one and the
other.

Keywords: Character, Characterization, Peter, William, Hans, Hendrick, Janshen, Ghost, Dutch,
Plot, Background, Intrinsic Element.

Tokoh dan ..., Charles, FIB UI, 2015


1. Pendahuluan

1.1 Pengantar

Sastra merupakan gambaran kehidupan yang disampaikan dalam bentuk lisan maupun
tulisan melalui media bahasa. Cerita dalam karya sastra diolah sedemikian rupa dengan
memerhatikan unsur estetika berbahasa sehingga pembaca atau penikmat sastra menikmati
sebuah gambaran kehidupan yang menarik dan merangsang imajinasinya. Dalam hal ini,
gambaran kehidupan dalam karya sastra merupakan cerminan kenyataan sosial di masyarakat,
yaitu sebagaimana yang disampaikan oleh Damono (1979: 1), bahwa “Sastra adalah lembaga
sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial.
Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan
sosial”. Dengan demikian, sastra telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan
masyarakat.

Di samping itu, karya sastra juga merupakan media ekspresi bagi masyarakat. Pengarang
sebagai bagian dari masyarakat memiliki kebebasan untuk mengkreasikan karya sastranya sesuai
dengan gagasan, kreativitas, maupun ideologinya. Semakin kreatif dan inovatif suatu cerita,
semakin diminati karya sastra tersebut oleh pembaca. Oleh karena itu, tidak mengherankan
apabila pengarang cenderung menyajikan cerita dalam karya sastranya yang semenarik mungkin
bagi pembaca.

Penyajian cerita yang menarik minat pembaca merupakan salah satu hal terpenting dalam
proses penciptaan karya sastra. Sebab, pembaca merupakan pihak yang menilai apakah suatu
karya sastra menarik untuk dibaca dan dinikmati atau tidak. Terkait hal ini, terdapat salah satu
ragam karya sastra yang mengutamakan minat pembaca dalam proses penciptaan karya sastra,
yaitu sastra populer.

Sastra populer adalah perekam kehidupan, dan banyak memperbincangkan kembali


kehidupan dalam serba kemungkinan. Ia menyajikan kembali rekaman-rekaman
kehidupan itu dengan harapan pembaca akan mengenal kembali pengalaman-
pengalamannya sehingga merasa terhibur karena seseorang telah menceritakan
pengalamannya itu. (Kayam, 1981: 88).
Lebih lanjut, Kayam (1981: 88) mengatakan bahwa syarat sebuah karya sastra populer yang baik
yaitu karya sastra yang merangsang pembaca untuk mengidentifikasikan dirinya. Dalam hal ini,

Tokoh dan ..., Charles, FIB UI, 2015


karya sastra tersebut tidak mendeskripsikan secara jelas situasi emosional yang ditimbulkan dari
peristiwa-peristiwa dalam cerita, tetapi membiarkan pembaca menyelami situasi emosional itu
sendiri. Dengan demikian, sastra populer merupakan ragam sastra yang mengutamakan unsur
hiburan dan merangsang emosional pembaca untuk mengidentifikasikan dirinya terhadap cerita.

Bentuk-bentuk sastra populer ada berbagai macam, salah satu di antaranya yaitu novel
populer. Terkait hal ini, Nurgiyantoro (1995: 18) memberikan definisinya mengenai novel
populer, bahwa

Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya,
khususnya pembaca di kalangan remaja. Ia menampilkan masalah-masalah yang
aktual dan selalu menzaman, namun hanya sampai pada tingkat permukaan. Novel
populer tidak menampilkan permasalahan kehidupan secara lebih intens, tidak
berusaha meresapi hakikat kehidupan. Sebab jika demikian halnya, novel populer
akan menjadi berat dan berubah menjadi novel serius, dan boleh jadi akan
ditinggalkan oleh pembacanya. Oleh karena itu, novel populer pada umumnya
bersifat artifisial, hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak
memaksa orang untuk membacanya sekali lagi.
Sifatnya yang sementara dan cepat ketinggalan zaman menunjukkan bahwa novel populer
diciptakan berdasarkan permintaan pasar, yaitu tergantung pada minat pembaca. Dalam hal ini,
pembaca berperan memengaruhi tema cerita dalam novel-novel populer yang beredar di
masyakarakat, yaitu sesuai dengan perubahan minat atau selera mereka. Lebih lanjut, Semi
(1988: 70--71) mengatakan bahwa fiksi populer (sastra populer) lebih digemari oleh masyarakat
pembaca karena berisi cerita yang menghibur, berbeda dengan fiksi serius (sastra serius) yang
cenderung memberikan nasihat-nasihat atau ajaran yang sulit dipahami oleh sebagian besar
masyarakat sehingga mayoritas pembaca lebih memilih fiksi populer untuk dibaca atau
dinikmati. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri novel populer yaitu novel yang
bersifat komersil, menghibur, dan diminati oleh sebagain besar masyarakat.

Adapun dari sekian banyak novel populer di Indonesia, terdapat sebuah novel yang
sangat menarik minat peneliti, yaitu novel berjudul Danur karya Risa Saraswati. Novel ini
merupakan novel populer bergenre horor yang diterbitkan pada tahun 2011. Disebut sebagai
novel populer karena novel ini berkisah mengenai persahabatan manusia dengan hantu. Kisah
persahabatan yang tidak lumrah tersebut merupakan sisi hiburan yang ditawarkan dalam novel

Tokoh dan ..., Charles, FIB UI, 2015


ini. Selain itu, novel ini juga tidak menyajikan cerita yang menampilkan permasalahan
kehidupan secara lebih intens dan tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan.

Sementara itu, novel Danur dikategorikan bergenre horor karena cerita yang disajikan
dalam novel ini mengandung unsur ketegangan atau situasi mencekam yang dihadirkan oleh
beberapa tokoh hantu yang menyeramkan. Carrol (1990: 13--14) menegaskan ciri khas karya
fiksi bergenre horor, yaitu melalui pernyataannya bahwa “For them, science fiction explores
grand themes like alternate societies or alternate technologies whereas the horror genre is really
only a matter of scarefying monsters”. Pernyataan Carrol ini menunjukkan bahwa pembatasan
yang digunakan untuk membedakan karya fiksi bergenre horor dengan genre fiksi lainnya yaitu
dengan kehadiran tokoh-tokoh monster yang menyeramkan dalam cerita. Dalam hal ini, tokoh-
tokoh monster yang dimaksud yaitu tokoh-tokoh supernatural (adikodrati) yang berwujud
menyeramkan. Sebagai tambahan, Carrol (1990: 15) juga menyampaikan, bahwa “Correlating
horror with the presence of monsters gives us a neat way of distinguishing it from terror,
especially of the sort rooted in tales of abnormal psychologies”. Pernyataan ini menegaskan
bahwa karya fiksi bergenre horor memiliki ciri hadirnya tokoh-tokoh monster menyeramkan
dalam cerita, sementara teror menghadirkan situasi menegangkan atau mencekam yang
disebabkan oleh tokoh-tokoh selain monster atau tokoh-tokoh non-supernatural.

Hal yang menarik perhatian peneliti untuk meneliti novel Danur yaitu karena novel ini
berkisah mengenai tokoh-tokoh hantu Belanda. Tokoh-tokoh tersebut yaitu Peter, William, Hans,
Hendrick, dan Janshen. Terkait dengan status mereka sebagai hantu-hantu Belanda, peneliti
menilai bahwa tokoh-tokoh tersebut memiliki keunikan tertentu yang membedakannya dengan
tokoh-tokoh hantu pada umumnya. Penilaian ini didukung oleh pendapat pengarang yang
menyampaikan melalui bab pengantar dalam novel Danur, bahwa Peter, William, Hans,
Hendrick, dan Janshen bukanlah sosok-sosok hantu menyeramkan yang umumnya dikenal oleh
masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. “Percayalah, mereka tak seperti yang kalian
bayangkan. Mari kesampingkan semua pikiran tentang kuntilanak pembunuh, pocong suka
kawin dengan manusia, atau hantu-hantu lainnya yang mengganggu kehidupan manusia.
Lupakan itu, hilangkan jauh-jauh dari kepala kalian” (Danur, 2011: 6). Selain itu, dalam novel
Danur pengarang juga menyampaikan bahwa novel tersebut dipersembahkan untuk Peter,
William, Hans, Hendrick, dan Janshen.

Tokoh dan ..., Charles, FIB UI, 2015


Kupersembahkan buku ini untuk kelima sahabatku Peter, William, Hans, Hendrick,
dan Janshen, tak penting seberapa banyak kutulis nama kalian di sini, yang harus
kalian tahu… kalian adalah sahabat yang berhasil membuatku semakin mencintai
hidup. Terima kasih (Danur, 2011: 8).

Kutipan ini menunjukkan bahwa kelima tokoh tersebut merupakan tokoh-tokoh yang
istimewa bagi pengarang, demikian pula dalam novel Danur. Hal inilah yang membuat peneliti
menilai bahwa tokoh Peter, William, Hans, Hendrick, dan Janshen dalam novel Danur penting
dan menarik untuk diteliti. Dalam hal ini, peneliti hendak memaparkan unsur-unsur intrinsik
dalam novel tersebut, yaitu tokoh dan penokohan Peter, William, Hans, Hendrick, dan Janshen,
serta alur dan latar yang digambarkan dalam novel Danur. Beberapa teori ataupun definisi
konsep dari para ahli mengenai tokoh, penokohan, alur, dan latar yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu E. M. Forster dalam bukunya yang berjudul Aspect of The Novel (1954),
Burhan Nurgiyantoro dalam bukunya yang berjudul Teori Pengkajian Fiksi (1995), M. Atar
Semi dalam bukunya yang berjudul Anatomi Sastra (1998), Panuti Sudjiman dalam bukunya
yang berjudul Memahami Cerita Rekaan (1991), M. H. Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1995),
Joseph E. Grimes (dalam Sudjiman, 1991), Robert Stanton (dalam Nurgiyantoro, 1995), dan
Aristoteles (dalam Nurgiyantoro, 1995).

1.2 Metode Penelitian

Metode penelitian dalam struktur karya ilmiah dibutuhkan untuk memberikan informasi
kepada pembaca mengenai teknik atau metode yang peneliti gunakan dalam menerapkan
penelitiannya. Dalam penelitian ini, peneliti menerapkan metode deskriptif analitis. “Metode
deskriptif analitis adalah metode yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta
kemudian disusul dengan analisis yang tidak semata-mata menguraikan, melainkan juga
memberikan pemahaman dan penjelasan” (Ratna, 2006: 53). Metode ini digunakan oleh peneliti
karena dalam penelitian ini peneliti hendak mendeskripsikan data dalam korpus penelitian dan
menganalisisnya. Langkah yang ditempuh peneliti dalam melakukan penelitian ini yaitu
membaca novel Danur, kemudian menguraikan isi novel tersebut dan memilahnya berdasarkan
unsur-unsur intrinsiknya. Adapun unsur-unsur intrinsik yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu tokoh, penokohan, alur, dan latar. Objek penelitian dalam penelitian ini bersumber dari
kutipan dialog maupun monolog, penggambaran perasaan dan pikiran para tokoh, serta

Tokoh dan ..., Charles, FIB UI, 2015


penggambaran latar yang terdapat dalam novel Danur. Data tersebut kemudian diinventarisasi
dan dianalisis dengan mengacu pada bab landasan teori.

2. Isi dan Pembahasan

Tokoh merupakan individu rekaan dalam sebuah cerita rekaan yang memainkan perannya
sesuai dengan karakternya masing-masing. Novel Danur, sebagai bagian dari cerita rekaan,
menampilkan berbagai macam tokoh dengan karakter yang cukup beragam dan mewarnai
peristiwa-peristiwa di dalamnya. Tokoh-tokoh tersebut memainkan perannya menurut fungsinya
masing-masing, yaitu fungsi tokoh sebagaimana yang disampaikan oleh Sudjiman (1992: 17--22)
yang membagi fungsi tokoh menjadi dua, yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan, serta tokoh
tambahan yang juga berperan mewarnai cerita.

Adapun tokoh-tokoh yang dipaparkan pada poin ini hanya ditujukan pada kelima tokoh
yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Tokoh-tokoh tersebut yaitu Peter, William, Hans,
Hendrick dan Janshen. Kelima tokoh tersebut merupakan tokoh-tokoh yang berfungsi sebagai
tokoh bawahan, karena peran mereka dalam cerita sebagai pendukung tokoh utama, yaitu Risa.
Terkait hal ini, Grimes (dalam Sudjiman, 1992: 19) mengatakan, bahwa ‘Tokoh bawahan adalah
tokoh yang tidak sentral kedudukannya di dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan
untuk menunjang atau mendukung tokoh utama’.

Lebih lanjut, perlu dijelaskan pula bahwa dalam penelitian ini, peneliti menerapkan
prinsip penokohan dalam sebuah karya sastra. Nurgiyantoro (1995: 165) mengatakan, bahwa
“Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam
sebuah cerita”. Pelukisan gambaran mengenai seorang tokoh tidak hanya terbatas pada ciri
mentalnya saja seperti sifat dan watak, tetapi juga ciri fisik atau ciri jasmania maupun
penampilannya. Dalam hal ini, peneliti berusaha untuk mendeskripsikan secara menyeluruh ciri-
ciri yang dimiliki oleh tokoh Peter, William, Hans, Hendrick, dan Janshen. Deskripsi secara
menyeluruh ini diperlukan karena peneliti melihat adanya hal yang menarik dari kelima tokoh
tersebut, baik secara fisik maupun mentalnya. Di samping itu, peneliti juga melakukan
pemilahan terhadap ciri fisik dan mental kelima tokoh tersebut, yaitu secara personal dan
kolektif. Ciri fisik dan mental secara personal menunjukkan bahwa ciri-ciri tersebut dimiliki
hanya oleh tokoh tertentu, sementara ciri fisik dan mental secara kolektif menunjukkan bahwa
6

Tokoh dan ..., Charles, FIB UI, 2015


ciri-ciri tersebut dimiliki oleh kelima tokoh tersebut. Sebab dalam novel Danur, tokoh Peter,
Wiliam, Hans, Hendrick, dan Janshen digambarkan memiliki beberapa kesamaan dalam hal ciri
fisik dan mentalnya. Kesamaan ciri-ciri inilah yang peneliti maksudkan sebagai ciri umum atau
ciri kolektif yang dimiliki kelima tokoh tersebut. Dengan demikian, dalam penelitian ini peneliti
membuat klasifikasi terhadap ciri fisik dan mental tokoh Peter, William, Hans, Hendrick, dan
Janshen secara personal dan kolektif.

Selain itu, peneliti juga membuat klasifikasi terhadap ciri fisik dan mental tokoh Peter,
William, Hans, Hendrick, dan Janshen dalam wujud manusia dan hantu. Klasifikasi ini
diperlukan untuk memberikan batasan mengenai ciri fisik dan mental yang digambarkan
pengarang terhadap kelima tokoh tersebut, baik ketika mereka masih menjadi manusia maupun
ketika mereka telah menjadi hantu. Sebab, tokoh Peter, William, Hans, Hendrick, dan Janshen
digambarkan secara terpisah dalam novel Danur; kehidupan sebagai manusia digambarkan
pengarang melalui sorot balik ketika Peter, William, Hans, Hendrick, dan Janshen masih menjadi
manusia, sementara kehidupan sebagai hantu digambarkan ketika mereka telah menjadi hantu.
Berdasarkan hal ini, peneliti tidak dapat menggabungkan ciri-ciri mereka ketika masih menjadi
manusia dengan ciri-ciri mereka ketika telah menjadi hantu karena tidak dapat ditarik
kesimpulan bahwa ciri-ciri mereka ketika masih menjadi manusia sama dengan ciri-ciri mereka
ketika telah menjadi hantu sehingga peneliti perlu memilah ciri-ciri mereka menjadi dua bagian,
yaitu dalam wujud manusia dan wujud hantu. Dengan demikian, pada poin ini peneliti
menyajikan tokoh dan penokohan Peter, William, Hans, Hendrick, dan Janshen berdasarkan ciri
fisik dan mental, baik secara personal maupun kolektif, serta ciri fisik dan mental dalam wujud
manusia dan wujud hantu. Berikut merupakan tokoh dan penokohan Peter, William, Hans,
Hendrick, dan Janshen dalam novel Danur berupa deskripsi dan inventarisasi yang disajikan
secara ringkas dalam bentuk tabel.

Tabel 3.1 Ciri Fisik dan Mental secara Personal dan Kolektif

No. Tokoh Ciri Fisik dan Mental secara Ciri Fisik dan Mental secara
Personal Kolektif
Ciri Fisik Ciri Mental Ciri Fisik Ciri Mental

Tokoh dan ..., Charles, FIB UI, 2015


1. Peter Berambut Pemarah - Berwujud - Polos
pirang agak sebagai hantu- - Nakal
kecokelatan hantu Belanda - Gemar
Bertubuh Egois - Tidak bernyanyi
pendek memiliki fisik - Menjunjung
Berwajah Anti sosial jasmani tinggi janji
tampan dan - Tidak dapat - Menyukai
menawan tumbuh dan lagu “Boneka”
Mengenakan Feodalistis berkembang - Pandai
kemeja yang - Berambut bersembunyi
lusuh pirang - Senang
Mengenakan Berjiwa - Tidak pernah berbagi kisah
celana pendek pemimpin merasa letih hidup
berwarna
cokelat
Mengenakan Rendah diri
sepatu kulit
dan kaos kaki
putih
Menjunjung
tinggi janji
Pandai
berbahasa
Melayu
2. William Berwajah Introver
muram
Membawa Anti sosial
sebuah biola
Sensitif
Penurut

Tokoh dan ..., Charles, FIB UI, 2015


Pandai
bermusik
3. Hans Berbintik- Pandai
bintik di wajah memasak
Cengeng
Pelupa
Nakal
4. Hendrick Berpenampilan Pandai dalam
menarik hal pelajaran
Berbintik- Nakal
bintik sedikit
di wajah
Gengsi

5. Janshen Bergigi Cengeng


ompong
Bertubuh Polos
sangat pendek
Berambut Manja
sangat pirang
Berwajah Pemurung
sangat pucat
Berbintik-
bintik sangat
banyak di
wajah

Tokoh dan ..., Charles, FIB UI, 2015


Tabel 3.2 Ciri dalam Wujud Manusia dan Wujud Hantu

No. Tokoh Ciri dalam Wujud Manusia Ciri dalam Wujud Hantu
Ciri Fisik Ciri Mental Ciri Fisik Ciri Mental
1. Peter Bertubuh Egois Berambut Egois
pendek pirang agak
kecokelatan
Bewajah Pemarah Mengenakan Pemarah
tampan dan kemeja yang
menawan lusuh
Anti sosial Mengenakan Senang berbagi
sepatu kulit kisah hidup
dan kaos kaki
putih
Berjiwa Tidak memiliki Menyukai lagu
Pemimpin tubuh jasmani “Boneka”
Rendah diri Tidak dapat Pandai
tumbuh dan bersembunyi
berkembang
Feodalistis Tidak pernah Menjunjung
merasakan tinggi janji
letih
Fasih Gemar
berbahasa bernyanyi
Melayu
Polos
Nakal
2. William Berwajah Sensitif Mengenakan Senang berbagi
muram kemeja yang kisah hidup
lusuh
Membawa Introver Membawa Menyukai lagu

10

Tokoh dan ..., Charles, FIB UI, 2015


sebuah biola sebuah biola “Boneka”
Penurut Tidak memiliki Pandai
tubuh jasmani bersembunyi
Pandai Tidak dapat Menjunjung
bermusik tumbuh dan tinggi janji
berkembang
Hobi bermain Tidak pernah Polos
biola merasakan
letih
Fasih Nakal
berbahasa
Belanda
Cukup fasih
berbahasa
Melayu
3. Hans Pandai Berbintik- Cengeng
memasak bintik di wajah
Bersuara parau Pelupa
Tidak memiliki Senang berbagi
tubuh jasmani kisah hidup
Tidak dapat Menyukai lagu
tumbuh dan “Boneka”
berkembang
Tidak pernah Pandai
merasakan bersembunyi
letih
Menjunjung
tinggi janji
Gemar
bernyanyi

11

Tokoh dan ..., Charles, FIB UI, 2015


Polos
Nakal
4. Hendrick Pandai dalam Berpenampilan Berbintik- Senang berbagi
hal pelajaran menarik bintik sedikit di kisah hidup
wajah
Mengenakan Menyukai lagu
kemeja yang “Boneka”
lusuh
Tidak memiliki Pandai
tubuh jasmani bersembunyi
Tidak dapat Menjunjung
tumbuh dan tinggi janji
berkembang
Tidak pernah Gemar
merasakan bernyanyi
letih
Polos
Gengsi
Nakal
5. Janshen Bergigi Bergigi Senang berbagi
ompong ompong kisah hidup
Bertubuh Menyukai lagu
sangat pendek “Boneka”
Berambut Pandai
sangat pirang bersembunyi
Berwajah Menjunjung
sangat pucat tinggi janji
Berbintik- Gemar
bintik sangat bernyanyi
banyak di

12

Tokoh dan ..., Charles, FIB UI, 2015


wajah
Mengenakan Polos
kemeja yang
lusuh
Tidak dapat Nakal
tumbuh dan
berkembang
Tidak pernah Cengeng
merasakan
letih
Manja
Pemurung

3. Kesimpulan

Setelah menyelesaikan analisis pada bab 3, peneliti sampai pada kesimpulan dari
penelitian ini. Pertama, mengenai topik utama penelitian ini, yaitu tokoh dan penokohan Peter,
William, Hans, Hendrick, dan Janshen. Kesimpulan mengenai tokoh dan penokohan ini
mencakup deskripsi dan inventarisasi ciri fisik dan mental secara personal dan kolektif, dan
dalam wujud manusia maupun hantu dari kelima tokoh tersebut. Mengenai ciri fisik secara
personal, hal yang menjadi ciri utama tokoh Peter yaitu bahwa ia bertubuh pendek. Sementara
itu, William memiliki ciri fisik wajahnya yang terlihat muram, dan ia selalu membawa sebuah
biola bernama Nouval. Di sisi lain, ciri fisik yang paling menonjol dari Hans dan Hendrick yaitu
bahwa mereka memiliki bintik-bintik di wajah. Terakhir mengenai ciri fisik Janshen,
digambarkan bahwa ia memiliki ciri bergigi ompong.

Selanjutnya mengenai ciri mental Peter, William, Hans, Hendrick, dan Janshen. Hal yang
paling menonjol dari ciri mental Peter yaitu bahwa ia berjiwa pemimpin. Hasrat tersebut tumbuh
dalam diri Peter akibat didikan dari Papanya. Selain itu, ketika menjadi hantu pun Peter
menerapkan jiwa kemimpinannya yaitu dengan menjadi ketua hantu yang beranggotakan
William, Hans, Hendrick, dan Janshen, termasuk dirinya. Sementara itu, ciri mental yang paling
menonjol dari William yaitu bahwa ia merupakan seorang anak yang berkepribadian introver. Di
13

Tokoh dan ..., Charles, FIB UI, 2015


sisi lain, Hans memiliki ciri mental berupa kepandaiannya dalam hal memasak. Kemudian
Hendrick, diketahui bahwa ciri mental yang paling melekat darinya yaitu bahwa ia merupakan
seorang siswa yang pandai dalam hal pelajaran sehingga membuatnya populer di sekolah.
Terakhir mengenai ciri mental Janshen, diketahui bahwa ia merupakan hantu kecil yang sangat
cengeng dan manja. Usianya yang baru menginjak enam tahun membuatnya bersikap sangat
kekanak-kanakan. Jika disimpulkan secara umum, kelima tokoh tersebut memiliki beberapa
kesamaan kolektif, yaitu bahwa mereka sama-sama memiliki ciri fisik berbintik-bintik di wajah,
berambut pirang, dan mengenakan kemeja lusuh. Sementara itu terkait ciri mental mereka, dapat
disimpulkan bahwa mereka merupakan hantu-hantu kecil Belanda yang polos, nakal, dan senang
berbagi kisah hidup.

Berdasarkan hal ini, dapat diambil garis besar kesimpulan bahwa tokoh Peter, William,
Hans, Hendrick, dan Janshen memiliki ciri-ciri yang humanistis. Sebab, ciri fisik dan mental
mereka dalam wujud hantu sebagian besar menunjukkan bahwa mereka memiliki ciri yang
umumnya dimiliki oleh manusia, yaitu seperti cengeng, nakal, polos, dan lain sebagainya.

Kedua, mengenai alur dalam novel Danur. Berdasarkan analisis alur, dapat dilihat bahwa
deskripsi secara lengkap terhadap tokoh Peter, William, Hans, Hendrick, dan Janshen
disampaikan pengarang pada tahap awal, khususnya pada bagian paparan 2, 3, 4, dan 5. Pada
paparan-paparan tersebut, pengarang menerapkan deskripsi secara personal mengenai tokoh
Peter, William, Hans, Hendrick, dan Janshen, sementara pada tahap tengah dan akhir, deskripsi
terhadap kelima tokoh tersebut cenderung dilakukan secara kolektif. Pada tahap awal, tokoh
Peter, William, Hans, Hendrick, dan Janshen digambarkan masih hidup sebagai manusia,
sementara pada tahap tengah dan akhir kelima tokoh tersebut digambarkan telah menjadi sosok-
sosok hantu yang bersahabat dengan tokoh Risa.

Terakhir, mengenai latar dalam novel Danur, peneliti menemukan adanya ciri khas latar
yang terdapat dalam novel ini, yaitu latar tempat. Terdapat delapan latar tempat yang menjadi
lokasi berlangsungnya interaksi tokoh Peter, William, Hans, Hendrick, dan Janshen serta
beberapa hantu lainnya dengan tokoh Risa. Latar tempat tersebut di antaranya yaitu rumah
peninggalan Belanda, loteng rumah, tenda kemah, kamar Risa, kamar hotel, mobil, lift, dan
ruang rekaman.

14

Tokoh dan ..., Charles, FIB UI, 2015


Daftar Pustaka

Alwi, Hasan, dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Carrol, Noel. 1990. The Philoshopy of Horror: Paradoxes of The Heart. New York &
London: Routledge.

Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Forster, E. M. 1954. Aspect of The Novel. New York: Harcourt, Brace, & World, Inc.

Kayam, Umar. 1981. Seni, Tradisi, Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan.

Lestari, Puji Eka. 2015. “Relasi Kekuasaan antara Perempuan dan Laki-laki pada Kelompok
Kejahatan yang Terorganisasi dalam Novel Metropolis Karya Windry Ramadhina”.
Depok: Skripsi Universitas Indonesia.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2006. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Sabol, John. G. 2007. Ghost Culture: Theory, Context, dan Scientific Practice. Bloomington:
Authorhouse.

Saraswati, Risa. 2014. Ananta Prahadi. Jakarta: Rak Buku.

Saraswati, Risa. 2011. Danur. Jakarta: Bukune.

Saraswati, Risa. 2014. Maddah. Cetakan ketiga. Jakarta: Rak Buku.

Saraswati, Risa. 2014. Ri.sa.ra. Jakarta: Rak Buku.

Saraswati, Risa. 2013. Sunyaruri. Jakarta: Omupress.

Semi, M. Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.

Sudjiman, Panuti. 1991. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

15

Tokoh dan ..., Charles, FIB UI, 2015

Anda mungkin juga menyukai