Anda di halaman 1dari 33

ANALISIS RELASI KUASA ANTARTOKOH DALAM NOVEL

LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA


UNYUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH ESTETIKA
BAHASA DAN SENI
Dosen Pengampu: Ibu Venus Hasanah
Disusun Oleh:
(1)
Amalia Mumtaz Nabila (1210617046); (2) Maharani Laksmi
Dewi (1210617060)
Kelas: 2 SI-L

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk relasi kuasa


dan representasi relasi kuasa dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.
Selain itu, juga memapaparkan perlawanan kuasa yang menjadi bagian dari
representasi kuasa.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Subjek
penelitian ini adalah novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Penelitian ini
difokuskan pada permasalahan yang berkaitan dengan relasi kuasa. Data diperoleh
dengan teknik membaca dan mencatat. Data dianalisis dengan teknik deskpripsi
kualitatif. Keabsahan data diperoleh melalui validitas dan reabilitas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) bentuk relasi kuasa dalam novel
Laskar Pelangi adalah atas pemikiran dan atas tubuh. Bentuk relasi kuasa atas
pemikiran berupa obyektifikasi, manipulasi, dominasi, stigmatisasi, dan kontrol.
Bentuk relasi kuasa atas tubuh berupa bentuk obyektifikasi, manipulasi, dan
kontrol, (2) terdapat perlawanan terhadap representasi relasi kuasa terhadap tubuh
maupun pemikiran yang dilakukan oleh tokoh Ikal, Bu Mus, Ayah Ikal, Pak Harfan,
Flo, dan lain sebagainya.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Plato (Faruk, 2012: 47) dunia dalam karya sastra merupakan tiruan
terhadap dunia kenyataan yang sebenarnya juga dunia ide. Dunia dalam karya sastra
membentuk diri sebagai sebuah dunia sosial yang merupakan tiruan terhadap dunia
sosial yang ada dalam kenyataan.

Karya sastra bisa saja dianggap sebagai kekuatan fiktif dan imajinatif untuk
dapat secara langsung menangkap bangunan sosial secara langsung. Karya sastra
juga mampu menggambarkan objek-objek dan gerak-gerik yang terdapat dalam
dunia pengalaman. Salah satu objek dan gerak-gerik yang ada dalam dunia
pengalaman langsung adalah soal kekuasaan. Terdapat relasi kekuasaan yang
mendefinisikan sifat kompleks dari hubungan massa rakyat dengan kelompok-
kelompok pemimpin masyarakat. Artinya hubungan tersebut tidak hanya soal
politis dalam pengertian sempit, tetapi juga mengenai persoalan gagasan dan
kesadaran (Faruk, 2012: 144).

Persoalan dalam gagasan tersebut dibuat sebagai legitimasi kekuasaan. Menurut


Foucault (2007) kekuasaan dalam realitas direpresentasikan dengan dua cara.
Pertama, adalah dengan kekerasan dan tindakan represif. Kedua, kekuasaan
dijalankan dengan terselubung. Kekuasaan yang direpresentasikan dengan
kekerasan dan tindakan represif misalnya membuat orang patuh dengan ancaman
pistol dan ancaman fisik lainnya. Sedangkan kekuasaan yang direprsentasikan
dengan terselubung misalnya lewat ilmu pengetahuan dan lembaga-lembaga
pendidikan. Contohnya makan dengan tangan kanan, membilas bokong
menggunakan tangan kiri, tidak boleh berkata kasar di dalam kelas, dan lain
sebagainya.

Salah satu jenis karya sastra yang bisa dijadikan media peniru realitas adalah
novel. Selain itu, novel juga berfungsi sebagai media perekam objek dan gerak-
gerik yang terdapat dalam dunia nyata, untuk melihat relasi kekuasaan antar negara
dengan masyarakat, masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan individu.
Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata merupakan sebuah karya sastra yang
banyak memuat soal relasi kuasa.

Selain banyaknya relasi kuasa, novel Laskar Pelangi juga banyak merekam
peristiwa yang sarat dengan kekuasaan. Dimana kekayaan tanah Belitong dikuasai
oleh PN Timah yang bekerja sama dengan pemerintah. Rakyat Belitong sendiri
hanya hidup melarat di atas tanah kelahirannya yang kaya raya. Penjabat tinggi di
PN Timah mendapatkan perlakuan istimewa daripada profesi lainnya, termasuk
buruh lapangan di PN Timah itu sendiri.

Secara tidak langsung, novel ini seperti sebuah buku sejarah yang mencatat
tiap peristiwa yang kerap terlupakan oleh masyarakat. Cerita diawali oleh tokoh
Ikal yang menceritakan hari pertama menginjak bangku pendidikan. Betapa
sulitnya mengenyam pendidikan bagi masyarakat miskin di Belitong. Dan
kebanyakan anak pria tertua dalam sebuah keluarga lebih dominan bekerja
membantu ekonomi keluarga daripada bersekolah.

Novel pertama Andrea Hirata ini berkisah tentang ketimpangan sosial dalam
masyarakat. Ketimpangan tersebut terjadi karena adanya media-media kuasa
yang dipakai untuk mengotakkan masyarakat, lembaga kerja, dan lain-lain.
Media tersebut merupakan alat legitimasi kekuasaan yang tidak bekerja dengan
cara-cara yang represif.

Untuk membongkarnya akan digunakan pisau analisis kekuasaan dari


perspektif Michel Foucault. Dengan kajian relasi kuasa dalam, diharapkan
pembaca bisa memahami bahwa dalam masyarakat, negara atau pihak penguasa
tidak selalu merepresentasikan kekuasaan melalui cara yang represif, melainkan
bisa juga dengan cara yang lembut.

B. Rumusan Masalah

Dari beberapa identifikasi masalah yang ada, peneliti menentukan beberapa


rumusan masalah yang akan diteliti di antaranya sebagai berikut:
1. Analisis relasi kuasa antartokoh dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea
Hirata.

C. Tujuan

Dari rumusan masalah yang ada, peneliti menentukan tujuan yang akan dicapai
dari penelitian ini, di antaranya sebagai berikut:

1. Menemukan dan mengklasifikasikan bentuk relasi kuasa dalam Novel


Laskar Pelangi.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap


perkembangan penelitian sastra, khususnya dalam menggunakan teori relasi kuasa
Michael Foucault dalam sebuah fiksi.

2. Manfaat Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca memahami


secara menyeluruh bahwa hegemoni kuasa dalam masyarakat juga terekam dalam
novel dan dapat mengambil nilai yang ada di dalamnya, sekaligus memahami
dengan apa saja kekuasaan hadir di tengah masyarakat dan dalam fiksi dengan
unsur-unsur instrinsiknya.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Struktur pada Novel


1. Tema

Definisi tema menurut Stanton dan Kenney (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005:
67) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Makna yang dimaksud dapat
berupa makna pokok (tema pokok) novel dan makna khusus (sub-sub tema atau
tema-tema tambahan). Tema merupakan ide yang mendasari sebuah cerita sehingga
berperan juga sebagai pangkal tokoh pengarang dalam memaparkan fiksi yang
diciptakannya. Tema sebagai makna pokok sebuah karya fiksi sengaja tidak
disembunyikan karena hal inilah yang justru ditawarkan kepada pembaca. Namun
demikian tema adalah makna keseluruhan yang mendukung sebuah cerita dan
secara otomatis ia akan tersembunyi di balik cerita yang mendukungnya.

Senada dengan pendapat di atas, Burhan Nurgiyantoro (2005: 68) mengatakan


bahwa tema adalah inti dari cerita sehingga peristiwa-peristiwa yang ada dalam
cerita semua berpusat pada tema. Selain itu tema juga disebut ide, gagasan,
pandangan hidup pengarang yang melatar belakangi penciptaan karya sastra. Tema
sebagai makna yang dikandung oleh cerita.

Pendapat lain, Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1985: 142) menyatakan bahwa
tema adalah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang
terkandung dalam teks sebagai struktur semantik yang menyangkut berbagai
persamaan maupun perbedaan yang ada. Tema-tema tersebut disaring dari beberapa
motif yang menentukan hadirnya beragam peristiwa, konflik, dan situasi tertentu.

2. Penokohan

Unsur intrinsik dari novel yang lain adalah penokohan/perwatakan. Burhan


Nurgiyantoro (2005: 165) mengatakan bahwa penokohan adalah pelukisan
gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Menurut Djibran (2008: 58) penokohan mencakup pembentukan identitas, watak,
kebiasaan, dan karakter tokoh yang diceritakan. Penokohan merupakan hal yang
penting dalam sebuah cerita karena tanpa tokoh yang diceritakan sebuah cerita tidak
akan berjalan. Ia tidak akan menjadi cerita melainkan hanya deskripsi atau narasi.

Pendapat senada, Herman J. Waluyo (2002: 165) menyatakan bahwa


penokohan berarti cara pengarang menampilkan tokoh-tokohnya, jenis-jenis tokoh,
hubungan tokoh dengan unsur yang lain dalam sebuah cerita, watak tokoh-tokohnya
serta bagaimana pengarang dalam menggambarkan watak tokoh-tokoh itu. (Esten:
2008) penokohan karakter adalah bagaimana cara pengarang menggambarkan dan
mengembangkan watak tokoh-tokoh dalam cerita rekaannya. Sedangkan menurut
Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 165) tokoh cerita (character) adalah
orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh
pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti
yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Burhan Nurgiyantoro (2005: 176) mengatakan bahwa dalam sebuah cerita,


masing-masing tokoh memiliki peranan yang berbeda. Dilihat dari tingkat peranan
atau kepentingan tokoh dibedakan menjadi dua, yaitu 1) tokoh utama, yaitu tokoh
yang ditampilkan terus menerus atau paling sering diceritakan, dan 2) tokoh
tambahan, yaitu tokoh yang dimunculkan sekali atau beberapa kali saja dalam
sebuah cerita. Masih menurut Burhan Nurgiyantoro (2005: 181) mengemukakan
bahwa tokoh cerita dapat dibedakan antara tokoh sederhana dan tokoh kompleks.
Tokoh sederhana adalah tokoh yang dalam penampilannya hanya menampilkan
sifat atau watak tertentu saja sedangkan tokoh komplek atau bulat adalah tokoh
yang memiliki berbagai sifat dan watak yang diceritakan secara detail.

3. Latar

Suminto A. Sayuti (1997: 80) membagi latar dalam tiga kategori yakni, latar
tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat merupakan hal yang berkaitan dengan
masalah geografis, latar waktu berkaitan dengan masalah historis, dan latar sosial
berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Pendapat Suminto A. Sayuti didukung
dengan pendapat Burhan Nurgiyantoro (2005: 227) yang membedakan unsur latar
ke dalam tiga unsur pokok. Adapun penjelasan mengenai tiga unsur pokok tersebut
sebagai berikut:
a. Latar Tempat

Latar adalah tempat menunjuk pada lokasi peristiwa. Nama tempat yang
digunakan yaitu nama tempat yang nyata,misalnya, nama kota, instansi atau tempat-
tempat tertentu. Penggunaan nama tempat haruslah tidak bertentangan dengan sifat
atau geografis tempat yang bersangkutan, karena setiap latar tempat memiliki
karakteristik dan ciri khas sendiri.

b. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan kapan peristiwa tersebut terjadi. Latar yang
diceritakan harus sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Penekanan waktu lebih
pada keadaan hari, misalnya, pada pagi, siang, atau malam. Penekanan ini dapat
juga berupa penunjukan waktu yang telah umum, misalnya, maghrib, subuh,
ataupun dengan cara penunjukan waktu pukul jam tertentu.

c. Latar Sosial

Latar sosial merujuk pada berbagai hal yang berkaitan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat pada tempat tertentu. Hal tersebut meliputi masalah
kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir,
serta hal-hal yang termasuk latar spiritual.

4. Alur atau Plot

Menurut Boulton (dalam Herman J. Waluyo, 2002a: 145) menyatakan bahwa


alur merupakan seleksi peristiwa yang disusun dalam rangkaian waktu yang
menjadi penyebab mengapa seseorang tertarik untuk membaca dan mengetahui
kejadian yang akan datang. Plot tidak hanya sekedar menyangkut peristiwa, namun
juga cara pengarang dalam mengurutkan peristiwa-peristiwa, motif dan
konsekuensi serta hubungan antara peristiwa yang satu dengan yang lainnya.
Pendapat lain, Luxemburg (dalam Zainuddin Fananie, 2002: 93) menyatakan
bahwa alur atau plot adalah konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah
deretan peristiwa yang secara logis dan kronologis saling berkaitan atau dialami
oleh para pelaku.
5. Sudut Pandang

Sudut pandang adalah bagian dari unsur intrinsik dalam karya sastra. Berkenaan
dengan sudut pandang ada yang mengartikan sudut pandang dari pengarang dan ada
juga yang mengartikan dari pencerita, bahkan ada pula yang menyamakan antara
keduanya. Pada dasarnya sudut pandang dalam karya sasta fiksi adalah strategi,
teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan
dan ceritanya. Sudut pandang merupakan masalah teknis yang digunakan
pengarang untuk menyampaikan makna, karya dan artistiknya untuk sampai dan
berhubungan dengan pembaca. (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 249). Menurut
Djibran (2008: 60) sudut pandang atau point of view dalam cerita terbagi menjadi
tiga, yaitu sudut pandang orang pertama, sudut pandang orang kedua dan sudut
pandang orang ketiga.

B. Relasi Kuasa
1. Pengertian

Foucault (Sulistya dkk., 2011: 135) mendefiniskan relasi kuasa sebagai sesuatu
yang membuat orang patuh. Relasi kuasa merupakan konsep hubungan kekuasaan
yaitu praktik-praktik kekuasaan dari subyek pada obyek melalui berbagai media
dan rupa Kekuasaan yang dimaksudkan tidak didapat dari cara-cara yang represif,
melainkan secara manipulatif dan hegemonik.

Kekuasaan, bagi Foucault (2007) adalah soal praktik-praktik konkrit yang


lantas menciptakan realitas dan pola-pola perilaku, memproduksi wilayah objek-
objek pengetahuan dan ritual-ritual kebenaran yang khas. Praktik-praktik itu
menciptakan norma-norma yang lalu direproduksi dan dilegitimasi melalui para
guru, pekerja sosial, dokter, hakim, polisi dan administrator, misalnya. Kekuasaan
mewujudkan diri dalam pengetahuan, tetapi pengetahuan pun lantas melahirkan
kekuasaan.

2. Jenis
a. Relasi Kuasa Atas Tubuh

Foucault (Jones, 2003: 173) menunjukan bahwa masyarakat modern memiliki


dua alasan mengapa pengaturan sistemik atas tubuh menjadi penting. Pertama
adalah karena tekanan penduduk sebagai akibat urbanisasi.Kedua adalah karena
kebutuhan kapitalisme industri. Untuk yang pertama, Jones (2003: 173-174)
memaparkan bahwa urbanisasi berdampak pada meledaknya jumlah penduduk di
perkotaan. Peledakan tersebut member efek lanjutan pada politik hingga ekonomi
masyarakat perkotaan.

Hal ini membuat lahirnya aturan-aturan yang mengatur tubuh secara seksual
yang disebut politik anatamo dan tubuh secara sosial, yang disebut biopolitik.
Sedangkan untuk yang kedua, Foucault (2007: 181) mengatakan bahwa bahwa
masyarakat kapitalis modern gencar mempromosikan tubuh yang sehat sebagai ciri
kebudayaan yang sentral dan kuat. Pemodelan bentuk tubuh yang dikaitkan dengan
kebudayaan perkotaan tersebut membuat tubuh menjadi tempat beroperasinya
produk-produk dagang kapitalisme.

1) Tubuh Sosial

Foucault (Synnott, 2007:371) menjelaskan bahwa tubuh dalam ranah sosial


adalah simbol natural di antara alam, masyarakat, budaya, hingga politik. Artinya,
di tengah semua itu, ada aturan yang mengharuskan bagaimana seharusnya tubuh
ditampilkan secara ideal menurut aturan-aturan tersebut.

2) Tubuh Seksual

Tubuh seksual atau tubuh pribadi bagi Foucault (Suyono, 2002: 476)
berlangsung dalam skala kecil dan besar. Penanaman atau paksaan bagaimana
seharusnya tubuh pribadi digunakan berlangsung terus-menerus dan membentuk
matriks-matriks transformasi.

b. Relasi Kuasa Atas Pikiran

Foucault (Jones, 2003: 193) menuliskan bahwa salah satu cara terbaik dimana
kita bisa memeroleh pengertian keseimbangan kekuasaan antara wacana-wacana
yang berkompetisi pada titik pertautan tertentu adalah dengan merefleksikan pada
bahasa yang digunakan untuk membicarakan segala sesuatu. Bahasa mampu
mengidentifikasi bagaimana tubuh tersebut biasa digunakan atau merujuk pada
penggunaan tubuh demi suatu kepentingan. Misalnya, bahasa yang merujuk pada
pelacuran selalu diasosiaikan pada perempuan. Tidak ada bahasa yang merujuk
pada kegiatan yang sama oleh laki-laki.

Pergeseran keseimbangan kekuasaan wacana, lanjut Foucault (Jones, 2003:


194) antara definisi perempuan semakin massif pada masa modern. Laki-laki tidak
dapat mengalami ninfomania atau histeria, juga tidak dapat menjadi laki-laki
simpanan atau pelacur lelaki. Contoh lainnya menurut Foucault (Suyono, 2002:
498) adalah rasisme. Bahasa mampu memengaruhi pikiran individu dalam
menggolongkan manusia berdasar kelas sosial maupun ciri-ciri fisik yang dimiliki
manusia.

Penggolongan manusia, baik-buruk, benar-salah, dan sebagainya menurut


Foucault (Jones. 2003: 174) dilakukan dengan wacana. Wacana, baik itu bahasa
langsung atau teks yang mendominasi suatu waktu dalam sejarah dan suatu tempat
di dunia sehingga manusia memiliki kerangka-pikir, atau pandangan dunia tertentu.
Dominasi yang terus menerus diasupi dalam pikiran ini merubah cara pandang
segala sesuatu.

3. Bentuk Relasi Kuasa

Menurut Foucault (Synnott, 2002: 369) kontribusi utama Foucault adalah


pendeskripsian mengenai pengaturan tubuh politik dan pikiran. Kekuasaan berakar
di dalam kekuasaan atas tubuh dan di dalam setiap aktivitas kecil mikrokospik
tubuh. Kekuasaan bersifat interdisipliner dan secara fisik. Pembentukan kekuasaan
dalam tubuh fisik dan ilmu pengetahuan dipaksa melalui manipulasi atas elemen,
sikap, dan tingkah laku. Lalu, menurut Foucault (Suyono, 2002: 327-502)
berbentuk pengontrolan pemikiran dan tubuh, dan terakhir bagi berbentuk
stigmatisasi.

4. Media Penyebar Kuasa

Foucoult (Jones, 2003: 175-178) menuliskan media penyebaran kuasa


tersebut merupakan upaya medikalisasi yang disebarkan melalui:
a. Lembaga Pendidikan

Menurut Foucault (Jones, 2003: 175) pendidikan adalah aspek dominan dari
dunia modern. Dari sekian banyak lembaga pendidikan, sekolah adalah tempat
paling populer untuk mendisiplinkan tubuh dan pikiran. Teori-teori pendidikan
selalu diberikan di sekolah berisikan manajemen untuk mendisiplinkan tubuh-
tubuh yang belum matang di sekolah.

Lembaga pendidikan lain adalah pesantren dan institusi agama. Foucault


(Jones, 2003: 184) mengatakan bahwa anggota masyarakat juga diatur oleh
pengetahuan agama. Pengetahuan yang disampaikan melalui institusi agama
tersebut menentukan baik dan buruk serta kepatutan dan ketidakpatutan perilaku
masyarakat. Foucault mencontohkan soal seksualitas. Pada prinsipnya, dorongan
seksual fisik dapat dipuaskan dengan semua cara aktivitas tubuh. Meski
demikian, lanjut Foucault (Jones, 2003: 184) pada semua kebudayaan telah
membangun atauran-aturan mengenai wacana kekuasaan tertentu. Pada agama
misalnya, mengatur mengenai normalitas dan aturan mengenai sebuah hubungan
seksual agama juga mampu mengatur tubuh beraktivitas sesuai dengan wacana
di dalamnya. Mampu melakukan penghakiman kebenaran untuk merefleksikan
kekuasaan institusi atau agama itu sendiri.

b. Lembaga Kesehatan

Konsep sehat dan sakit, bagi Foucault (Jones, 2003: 177) dalam kehidupan
analog dengan dikotomi baik dan buruk. Oleh sebab itu, manusia pasti tunduk
dengan kekuasaan definisi medis tentang normal dan menyimpang. Manusia
dikatakan normal jika kondisi tubuh (fisik) tidak mengalami gangguan,
sedangkan menyimpang jika kondisi tubuh tidak baik. Rumah sakit, tulis
Foucault (Suyono, 2002: 271) menjadi tempat pemeriksaan kondisi tubuh tanpa
mempertimbangkan aspek lain, seperti psikologis. Tubuh dimanipulasi dan
diatur geraknya dalam ruang tertentu hingga terciptanya ketergantungan pada
dokter dan rumah sakit.
c. Bahasa

Manusia adalah makhluk yang berbahasa. Sebagai linguis, manusia memakai


bahasa dalam percakapan sehari-hari dalam ruang dimanapun ia berada. Namun,
dalam berbahasa juga telah dibuat aturan normatif aturan penggunaan bahasa
dalam ruang-ruang tertentu.

Hal ini, menurut Foucault (Sulistya dkk., 2011:138) merupakan salah


satu klaim pembenaran sekaligus bentuk stigmatisasi, yaitu pemutlakan atau
pembakuan bahasa secara benar-salah dan baik buruk dibuat teratur. Hal ini juga
menentukan perilaku dari penutur bahasa.

d. Negara

Negara, dalam konteks suprastruktur juga memegang peranan penting dalam


penyebaran wacana sebagai kekuasaan dan pendisiplinan tubuh. Negara sebagai
institusi, menurut Foucault (Suyono, 2002: 370) membuat peraturan-peraturan
dan media penghukuman bagi individu dalam menyebar kuasa. Teknik
pengondisian manusia ini adalah dengan menciptakan sistem penjara yang
mendisiplinkan tubuh dan pikiran agar patuh pada negara.

Modus operandi pengondisian individu menurut Foucault (Suyono, 2002:


400) dibagi menjadi empat prosedural, yaitu distribusi ruang, time table,
administrasi kumulatif, dan komposisi konfigurasi tenaga. Distribusi ruang
artinya mengalokasikan ruang untuk individu tertentu agar mudah diawasi
individu lainnya. Time Table, yaitu pengorganisasian waktu untuk
mendisiplinkan tubuh dan pikiran individu. Misalnya aktivitas
masyarakat.Terakhir, komposisi konfigurasi adalah pemodelan ideal tubuh di
masyarakat.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Struktur Novel Laskar Pelangi


1. Tema

Secara umum, novel ini bertemakan pendidikan. Pendidikan sebagai tema novel
ini dapat dilihat dari banyaknya hal yang mengandung pendidikan yang tersebar
merata pada keseluruhan bab. Hal tersebut antara lain terlihat dalam kutipan yang
ada dalam bab-bab novel ini, antara lain sebagai berikut:

- Ada tiga alasan mengapa para orang tua mendaftarkan anaknya di sini.
Pertama karena sekolah Muhammadiyah tidak menetapkan iuran dalam
bentuk apapun, kedua karena firasat, anak-anak mereka dianggap memiliki
karakter yang mudah disesatkan oleh iblis sehingga sejak usia muda harus
mendapatkan pendidikan Islam yang tangguh. Ketiga, karena anaknya
memang tak diterima di sekolah manapun. (Laskar Pelangi: 2)

- Sekolah-sekolah PN berada di kawasan Gedong. Sekolah sekolah ini berdiri


megah di bawah naungan aghatis berusia ratusan tahun dan dikelilingi pagar
besi tinggi beruling melambangkan kedisiplinan dan mutu tinggi
pendidikan. (Laskar Pelangi: 57)

- Memang menyenangkan menginjak remaja, di sekolah mata pelajaran terasa


mulai bermanfaat. Misalnya, pelajaran membuat telur asin, menyemai biji
sawi, membedah perut kodok, ketrampilan menyulam, menata
janur,membuat pupuk dari kotoran hewan, dan praktek memasak. (Laskar
Pelangi: 191)

2. Penokohan
a. Aku (Ikal)

Berdasarkan keutamaan tokohnya, tokoh aku (Ikal) merupakan tokoh utama


protagonis. Dari fisiknya, tokoh ini berperawakan kecil, berbadan kurus, relatif
berkulit hitam, dan berambut Ikal. Di sisi lain, tokoh aku memiliki kemauan serta
tekad yang kuat jika sudah menginginkan sesuatu, terlihat pada:

- “Aku harus mendapatkan beasiswa itu.” (Laskar Pelangi: 460)


- Aku benar-benar bertekad mendapatkan beasiswa itu karena bagiku ia
adalah tiket terakhir untuk meninggalkan hidupku yang terpuruk. (Laskar
Pelangi: 460)

Keberhasilannya memperoleh beasiswa itu juga merupakan bukti bahwa sosok


Aku memiliki otak yang relatif pintar. Dalam kelas ia selalu menempati peringkat
kedua. Terbukti pada:

- Aku berada di bawah bayang-bayangnya, sudah terlalu lama malah.


Rangking duaku abadi, tak berubah sejak caturwulan pertama kelas satu SD.
Abadi seperti lukisan ibu menggendong anak di bulan, (Laskar Pelangi:
122)

b. Lintang

Tokoh ini termasuk ke dalam tokoh utama dalam novel. Banyak adegan yang
menceritakan tentang Lintang. Dari segi fisik, tokoh Lintang memiliki perawakan
kecil, berkulit hitam, bertubuh kurus, dan berambut Ikal. Hal ini terlihat dalam
kutipan berikut ini:

- Kecuali anak lelaki kotor berambut keriting merah yang meronta-ronta dari
pegangan ayahnya. (Laskar Pelangi: 3)
- Kecuali aku dan anak lelaki kecil kotor berambut keriting merah yang tak
kukenal tadi. Ia tak bisa tenang. Anak ini berbau hangus seperti karet
terbakar. (Laskar Pelangi: 10)

Tokoh ini bersifat rajin. Ia merupakan siswa yang tak pernah membolos,
walaupun jarak antara rumah dengan sekolahnya jauh, namun hal itu tak
mengurangi semangatnya untuk menempuh pendidikan. Hal ini terlihat pada
kutipan berikut :
- Dapat dikatakan tak jarang Lintang mempertaruhkan nyawa demi
menempuh pendidikan, namun tak pernah seharipun ia pernah bolos.
(Laskar Pelangi: 93)
- Ketika esoknya Lintang juga tak hadir, kami mulai khawatir. Sembilan
tahun bersama-sama tak pernah ia bolos. (Laskar Pelangi: 428)
- Keluarga Lintang berasal dari Tanjung Kelumpang, desa nun jauh di pinggir
laut. Menuju ke sana harus melewati empat pohon nipah, tempat berawa-
rawa yang dianggap seram di kampung kami. Kampung itu secara geografis
dapat dikatakan sebagai kampung paling timur di Sumatera. Daerah minus
nun jauh di kedalaman Belitong. Baginya, kota kecamatan, tempat sekolah
kami, adalah metropolis yang harus ditempuh dengan sepeda sejak subuh.
(Laskar Pelangi: 11)

Adapun karakter yang paling menonjol dan paling banyak dideskripsikan dari
tokoh Lintang adalah kejeniusannya, kemampuan otaknya yang di atas rata-rata.
Hal inilah yang menjadi karakter utama dalam tokoh ini. Di antara sekian banyak
kutipan tersebut antara lain adalah:

- Karena nanti ia -seorang anak miskin pesisir- akan menerangi nebula yang
melingkupi sekolah miskin ini sebab ia akan berkembang menjadi manusia
paling jenius yang pernah kujumpai seumur hidupku. (Laskar Pelangi: 15)
- Ia memperlihatkan bakat kalkulus yang amat besar dan keahliannya tidak
sebatas menghitung guna menemukan solusi, tapi ia juga memahami operasi
filosofis matematika dalam hubungannya dengan aplikasi seperti yang
dipelajari para mahasiswa tingkat lanjut dalam subjek metodologi riset.
(Laskar Pelangi: 119)
- Kecerdasannya yang lain adalah kecerdasan linguistik. Ia mudah
memahami bahasa, efektif dalam berkomunikasi. (Laskar Pelangi: 115)
- Pikirannya telah jauh meninggalkan kami, dan dengarlah itu, bicaranya
lebih pintar dari seluruh menteri penerangan yang pernah dimiliki di
republik ini. (Laskar Pelangi: 122)

Walaupun memiliki kemampuan di atas rata-rata, Lintang tidak sombong. Ia


dengan senang hati membantu kesulitan teman sekelasnya dalam memahami
pelajaran. Kerendahan hati inilah yang membuat Ikal menjadi pengagum Lintang.
Hal itu nampak pada:

- Ia tak pernah tinggi hati, karena ia merasa ilmu demikian luas untuk
disombongkan dan menggali ilmu tak ada habis-habisnya. (Laskar Pelangi:
108)
- Jika kami kesulitan, ia mengajari kami dengan sabar dan selalu
membesarkan hati kami. (Laskar Pelangi: 109)

c. Harun

Harun adalah salah seorang anggota Laskar Pelangi yang mempunyai


keterbelakangan mental. Ia tidak bisa membaca ataupun menulis.

- Pria jenaka sahabat kami semua yang sudah berusia lima belas tahun dan
agak terbelakang mentalnya. (Laskar Pelangi: 7)
- Harun adalah anak kecil yang terperangkap dalam tubuh orang dewasa.
(Laskar Pelangi: 78)

d. Bu Muslimah

Bu Mus adalah seorang guru di sekolah Muhammadiyah, muda dan berjilbab.


Karakter utama dari tokoh ini adalah rela berkorban, sabar, disiplin serta memiliki
tekad yang kuat dalam hal pendidikan.

- Namun ia bertekad untuk terus melanjutkan perjuangan ayahnya untuk terus


mengobarkan pendidikan Islam. (Laskar Pelangi:30)
- Tekad itu yang memberinya kesulitan hidup yang tak terkira, siapa yang rela
diupah beras 15 kilo setiap bulannya. Maka selama enam tahun di SD beliau
sendiri yang mengajar semua mata pelajaran. Setelah seharian mengajar,
beliau melanjutkan bekerja menerima jahitan sampai jauh malam untuk
mencari nafkah, menopang hidup dirinya dan adik-adiknya. (Laskar
Pelangi: 30)
e. Pak Harfan

Pak Harfan merupakan kepala sekolah di SD Muhammadiyah. Karakter


utamanya adalah dedikasinya yang tinggi untuk memajukan pendidikan di
daerahnya. Seorang guru yang sabar, bersahaja dan pintar bercerita sehingga
disukai oleh muridnya:

- Selama puluhan tahun keluarga besar yang amat bersahaja ini berdiri pada
garda depan dalam pendidikan di sana. Pak Harfan telah puluhan tahun
mengabdi di sekolah Muhammadiyah nyaris tanpa imbalan apa pun demi
motif syiar Islam. Beliau menghidupi keluarga dari sebidang kebun palawija
di pekarangan rumahnya. (Laskar Pelangi: 21)
- Jika ia mengucapkan sesuatu kami pun terpaku menyimaknya dan tak sabar
menunggu untaian kata berikutnya. Tiba-tiba aku merasa beruntung
didaftarkan orangtuaku di sekolah miskin Muhammadiyah. (Laskar Pelangi:
25)

f. A Ling

Dari segi fisik, A ling merupakan wanita Tionghoa bermata sipit, berkulit putih,
berbadan ramping dan mempunyai postur yang relatif tinggi untuk ukuran wanita.

- Ia memiliki struktur wajah lonjong dengan air muka yang sangat


menawan. Hidungnya kecil dan bangir. (Laskar Pelangi: 210)

- Alisnya indah alami dan jarak antara alis dengan batang rambut di
keningnya membentuk proporsi yang memesona. (Laskar Pelangi:210)

- Seperti kebanyakan ras mongoloid, tulang pipinya tidak menonjol, tapi


bidang wajahnya, bangun bahunya, jenjang lehernya, potongan
rambutnya, dan jatuh dagunya… (Laskar Pelangi: 210)

A Ling merupakan cinta pertama dari Ikal:

- Ketika mempersiapkan sepeda untuk pulang, Aku mencuri pandang ke


dalam toko. Kulihat dengan jelas Michele Yeoh mengintipku dari balik
tirai keong itu. Ia berlindung, tapi sama sekali tak menyembunyikan
perasaannya. Aku kembali melayang menembus bintang gemerlapan.
Menari di atas awan, menyanyikan lagu nostalgia I told you lately that I
love you. Aku menoleh lagi ke belakang, di situ, di antara tumpukan
kemiri basah yang tengik, kaleng-kaleng minyak tanah dan karung-
karung pedak cumi aku telah menemukan cinta.(Laskar Pelangi: 213)

g. Flo

Flo merupakan anggota laskar pelangi yang masuk belakangan. Anggota


kesebelas ini merupakan pindahan dari sekolah PN:

- “Dia sudah tak ingin lagi sekolah di PN dan sudah membolos dua minggu.
Dia bersikeras hanya ingin sekolah di sini. (Laskar Pelangi: 353)

Flo merupakan anak orang kaya. Hal ini nampak dalam kutipan di bawah ini:

- Kelas rombeng ini juga tak cocok dengan kulit putih dan raut mukanya
yang penuh sinar kekayaan. Apa yang dicari anak kaya di sekolah miskin
tak punya apa-apa? (Laskar Pelangi: 357)

Flo adalah wanita tomboy yang sulit diatur, keras kepala, cuek, namun baik
hati dan tidak sombong. Hal itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini:

- Namun anak perempuannya ini bersikeras ingin menjadi laki-laki. (Laskar


Pelangi: 47)
- Flo tak suka menerima dirinya sebagai seorang perempuan. (Laskar
Pelangi: 47)
- Ternyata Flo adalah pribadi yang menyenangkan. Ia memiliki kemampuan
beradaptasi yang luar biasa. Ia cantik dan sangat rendah hati, sehingga
kami betah berada di dekatnya. Ia tak pernah segan menolong dan selalu
rela berkorban. Terbukti dibalik sifatnya keras kepala tersimpan kebaikan
hati yang besar. (Laskar Pelangi: 359)
3. Latar
a. Latar Tempat

Ada beberapa tempat dalam novel ini yang semuanya berada di Belitong. Untuk
lebih jelasnya, tempat itu adalah:

1) Sekolah Muhammadiyah

Sekolah ini merupakan tempat yang paling sering menjadi latar tempat dalam
novel ini karena sekolah ini merupakan tempat di mana tokoh utama dan anggota
Laskar Pelangi yang lain menimba ilmu. Sekolah ini merupakan sekolah Islam
pertama di Belitong, miskin dan minim fasilitas. Tidak ada gambar symbol
negara. Sangat memprihatinkan dan hampir rubuh. Hal ini terlihat pada:

- Adapun sekolah ini, SD Muhammadiyah, juga sekolah kampung yang


paling miskin di Belitong. (Laskar Pelangi: 4)
- Jika dilihat dari jauh sekolah kami seolah akan tumpah karena tiang kayu
yang telah tua sudah tak tegap menahan atap sirap yang berat. Maka seolah
akan mirip gudang kopra. (Laskar Pelangi: 19)
- Sekolah kami tidak terdapat tempelan poster operasi kali-kalian seperti pada
umumnya terdapat di sekolah-sekolah dasar. Kami juga tak memiliki
kalender serta gambar presiden dan wakil presidennya atau gambar seekor
burung aneh berekor delapan helai yang selalu menoleh ke kanan itu.
(Laskar Pelangi:19)

2) Sekolah PN Timah

Sekolah PN Timah adalah sekolah dengan kualitas terbaik di seantero Belitong.


Sekolah ini didukung sepenuhnya oleh PN Timah. Memiliki gedung yang bagus
serta fasilitas yang sangat memadai. Murid-murid di dalamnya merupakan anak dari
orang-orang kaya yang ada di pulau itu. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan di
bawah ini:

- Sekolah-sekolah ini berdiri megah di bawah naungan aghatis berusia


ratusan tahun dan dikelilingi pagar besi tinggi berulir melambangkan
kedisiplinan dan mutu tinggi pendidikan. Sekolah PN merupakan center of
excellence atau tempat dari semua hal yang terbaik. Sekolah ini demikian
kaya raya karena didukung sepenuhnya oleh PN Timah, sebuah korporasi
yang kelebihan duit. Institusi pendidikan yang sangat modern ini lebih
tepat disebut percontohan bagaimana seharusnya generasi muda dibina
(Laskar Pelangi: 57)

3) Toko Sinar Harapan

Toko Sinar Harapan adalah sebuah toko tempat di mana SD Muhammadiyah


membeli kapur. Di tempat ini tokoh aku mengenal A Ling yang merupakan cinta
pertamanya.

- Toko Sinar Harapan, pemasok kapur satu-satunya di Belitong timur, amat


jauh letaknya. (Laskar Pelangi: 195)

4) Gedong

Gedong adalah sebutan pengarang terhadap sebuah tempat di Belitong yang


maju dan makmur. Tempat ini berbeda dengan keadaan Belitong pada umumnya.
Di sini merupakan tempat tinggal orang-orang kaya, para staf dari elit PN Timah
yang kaya-raya. Rumah yang bagus lengkap dengan sarana prasarana yang
menunjang serta berkelas terdapat di dalamnya.

- Maka lahirlah kaum menak, implikasi dari institusi yang ingin memelihara
citra aristokrat. PN melimpahi orang staf dengan penghasilan dan fasilitas
kesehatan, pendidikan, promosi, transportasi, hiburan, dan logistik yang
sangat diskriminatif dibanding kompensasi yang diberikan kepada mereka
yang bukan orang staf. Mereka, kaum borjuis ini, bersemayam di kawasan
eksklusif yang disebut Gedong. (LP: 42)

b. Latar Waktu

Latar waktu merupakan waktu kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang


dialami tokohnya. Latar waktu menggunakan senja, malam, siang, menjelang
maghrib, subuh pagi, fajar, sore dan menunjuk jam serta tingkatan kelas. Hal ini
sesuai dengan pendapat Burhan Nurgiyantoro (2005: 227) yang menyatakan bahwa
penekanan waktu lebih pada keadaan hari, misalnya, pada pagi, siang, atau malam.
Penekanan ini dapat juga berupa penunjukan waktu yang telah umum, misalnya,
maghrib, subuh, ataupun dengan cara penunjukan waktu pukul jam tertentu.

- Pagi itu, waktu masih kecil, Aku duduk di bangku panjang sebuah kelas…
itu adalah hari pertamaku masuk SD. (LP: 1)
- Kami diam sampai matahari membenamkan diri. Azan maghrib menggema
dipantulkan tiang-tiang rumah orang Melayu. (LP: 162)
- Sekarang sudah hampir tengah hari, udara semakin panas. Berada di tengah
toko ini serasa direbus dalam panci sayur lodeh yang mendidih. (LP: 207).
- Kami menonton film yang diputar sehabis maghrib itu di bioskop MPB
(Markas Pertemuan Buruh) yang khusus disediakan oleh PN Timah bagi
anak-anak bukan orang staf. (LP: 426)

c. Latar Sosial

Latar sosial merujuk pada berbagai hal yang berkaitan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat pada tempat tertentu. Hal tersebut meliputi masalah
kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir,
serta hal-hal yang termasuk latar spiritual. Latar sosial dalam novel Laskar Pelangi
ini adalah masyarakat yang tinggal di Belitong, komunitas etnis Melayu dan
sebagian kecil Tionghoa yang mayoritas beragama muslim. Mereka pada umumnya
hidup di bawah garis kemiskinan. Sebuah ironi di tengah kekayaan alamnya yang
melimpah. Wujud dari ketidakmerataan distribusi kemakmuran di daerah tersebut.

- Agaknya selama turun-temurun laki-laki cemara angin ini tak mampu


tarangkat dari endemik kemiskinan komunitas Melayu yang menjadi
nelayan. (LP: 11)
- Sebagian komunitas di Belitong juga termarginalkan dalam ketidak adilan
kompensasi tanah ulayah, persamaan kesempatan dan trickledown effect.
(LP: 40)
4. Alur/Plot

Alur yang digunakan pengarang pada novel ini menggunakan alur maju. Yang
artinya tidak adanya kilas balik.

5. Sudut Pandang

Novel Laskar Pelangi gaya penceritaannya menggunakan sudut pandang


“Aku”, berarti pengarang terlibat dalam cerita secara langsung. Pengarang adalah
tokoh yang mengisahkan kesadaran dunia, menceritakan peristiwa yang dialami,
dirasakan, serta sikap pengarang (tokoh) terhadap orang (tokoh) lain kepada
pembaca.

B. Hasil Penelitian

Penelitian mengenai relasi kuasa dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea
Hirata menghasilkan dua temuan. Kedua temuan tersebut mencakup bentuk relasi
kuasa, yaitu relasi kuasa terhadap pemikiran dan relasi kuasa atas tubuh yaitu
dominasi, manipulasi, kontrol, obyektifikasi, dan stigmatisasi. Selanjutnya hasil
penelitian dikaitkan dengan batasan masalah yang telah diberikan pada teori
kekuasaan Michel Foucault.

1. Bentuk Relasi Kuasa

Temuan bentuk relasi kuasa dalam novel Laskar Pelangi ada dua, yaitu
bentuk relasi kuasa terhadap pemikiran dan tubuh. Bentuk relasi kuasa atas
pemikiran adalah stigmatisasi, manipulasi, pengontrolan, dan dominasi. Sedangkan
bentuk relasi kuasa atas tubuh adalah obyektifikasi, manipulasi, dan pengontrolan.

a. Bentuk Relasi Kuasa atas Pemikiran

Dari hasil pembacaan berulang-ulang terhadap novel Laskar Pelangi,


ditemukan bahwa bentuk relasi kuasa sesuai teori Michel Foucault, yang tergolong
sebagai relasi atas pemikiran dapat dikelompokan menjadi lima bagian. Kelima
bagian yang dimaksud adalah agama, budaya, negara, dan lembaga. Keempatnya
juga menjadi media penyebar kuasa.
Disesuaikan dengan konsep kekuasaan Michel Foucault yang telah dipaparkan
di bab dua, kekuasaan yang hadir masuk dalam konsep episteme karena sudah
menjadi kebiasaan pola berpikir masyarakat Belitong, dimana sudut pandang orang
pertama menceritakan juga berinteraksi kepada semua tokoh.

Episteme, yang menurut Foucault kerap ditemukan secara tidak lisan, dalam
agama yang ditemukan di novel Laskar Pelangi disebarluaskan melalu mitos, cerita
nabi, yang berpegang teguh terhadap Tuhan. Bentuk relasi kuasa yang disebarkan
melalui agama meliputi manipulasi dan dominasi. Bentuk manipulasi Relasi kuasa
atas pemikiran yang memakai media budaya disebarluaskan melalui masyarakat
asli Belitong yang berbentuk stigmatisasi, dan pengontrolan Negara. Penyebaran
wacana melalui lembaga melibatkan sekolah, yang menjadi tempat pengasupan
wacana-wacana moralitas, negara, dominasi pikiran manusia.

b. Bentuk Relasi Kuasa atas Tubuh

Bentuk relasi kuasa atas tubuh dalam novel Laskar Pelangi adalah tubuh sosial
yang terdiri dari politik ruang, budaya, dan kapitalisme. Kapitalisme ditandai oleh
adanya prasangka yang dilakukan oleh “orang staf” kepada warga asli Belitong
bahwa mereka adalah orang-orang malas karena tidak mau kerja dipabrik. Selain
itu terdapat juga prasangka yang dilakukan oleh Ikal kepada A Ling bahwa wanita
yang cantik adalah wanita yang seperti A Ling, sempurna.

Politik ruang ditandai dengan tingginya kekontrasan status sosial PN Timah dan
juga warga asli Belitong. Pada budaya ditandai dengan, adanya keinginan ayah dari
Flo untuk anak perempuannya menjadi benar-benar perempuan, sampai ia berusaha
untuk mengeleskan Flo kursus piano.
Relasi Kuasa dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata

No. Relasi Kuasa Media Varian Bentuk

1. Terhadap Pemikiran Budaya Sekolah Dominasi


pikiran:

Bagi Ayah Ikal,


seorang anak
laki-laki lebih
baik bekerja
membantu
ekonomi
keluarga
daripada
bersekolah.

Agama Mitos: Mitos bahwa


karakter anak-
Disesatkan iblis
anak yang
mendaftar SD
Muhammadiyah
memiliki
karakter yang
mudah
disesatkan iblis
sehingga sejak
usia muda harus
mendapatkan
pengajaran Islam
yang tangguh.
Negara Peraturan Pengontrolan:
Pemerintah Depdikbud
Daerah SumSel telah
memperingatkan
bahwa jika SD
Muhammadiyah
hanya mendapat
murid baru
kurang dari
sepuluh orang
maka sekolah
paling tua di
Belitong itu
harus ditutup.

Lembaga Kesehatan Manipulasi


pikiran:

Harun (anak
berkebutuhan
khusus) tidak
dapat bersekolah
di sekolah biasa.
SLB hanya ada
di pulau Bangka
dan biaya
sekolah di sana
mahal. Namun,
manipulasi
pikiran itu
dilawan dengan
diterimanya
Harun di SD
Muhammadiyah
yang merupakan
sekolah biasa.

Agama Tuhan Dominasi


pikiran:
menyuruh
kepada yang
makruh dan
mencegah dari
yang munkar
merupakan
pedoman warga
Muhammadiyah.
Agama Cerita Nabi Dominasi
pikiran:

Pak Harfan
menyampaikan
cerita nabi-nabi
agar muridnya
dapat
mengambil
amanat dari
cerita tersebut
berupa,
keteguhan
pendirian,
ketekunan,
keinginan untuk
mencapai cita-
cita agar hidup
menjadi bahagia
dalam
keterbatasan jika
dimaknai dengan
keikhlasan
berkorban untuk
sesama.
Terhadap pemikiran Lembaga PN Timah Stigmatisasi:

Karyawan PN
Timah (orang
staf) berpikir
bahwa mereka
lebih hebat atau
tinggi
derajatnya
daripada orang
Belitong asli
yang tidak
bekerja di PN
Timah. Mereka
berpikir orang-
orang Belitong
yang berdagang,
nelayan,
penjahit, dan
lain-lain malas
karena tidak
bekerja di
tambang.

2 Terhadap Tubuh Tubuh sosial Politik ruang Manipulasi


Pikiran:

PN Timah
menguasai
kekayaan tanah
Belitong
sementara
penduduk asli
Belitong hidup
miskin di atas
kekayaan
negerinya.

Kapitalisme Kontrol Tubuh:

Orang staf
(urang setap)
tinggal di
kawasan
eksklusif dan
mendapat
fasilitas berupa
jaminan
kesehatan,
pendidikan,
promosi,
transportasi,
hiburan, dan
logistik.
Sedangkan
yang bukan
orang staf
(buruh
lapangan) tidak
mendapat
fasilitas
tersebut.

Budaya Kontrol Tubuh:


orang Tua Flo
(insinyur di PN
Timah)
bersikeras
memperempuan
kan Flo dengan
memaksanya
mengikuti les
piano.
Kapitalisme Obyektifikasi
tubuh:

Wanita yang
cantik
digambarkan
seperti Aling
memiliki wajah
lonjong,
kulitnya halus
cerah
mengkilap,
simetrikal
wajahnya yang
elegan, alis
yang indah
alami dengan
porsi yang
proporsional,
serta kuku-
kuku yang
sehat terawat
indah dengan
potongan yang
rapi di setiap
jarinya.
KESIMPULAN

Relasi kuasa yang ada pada novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata
terdiri dari relasi kuasa atas pemikiran; agama, budaya, negara, dan lembaga.
Adapun relasi kuasa atas tubuh social terdiri dari; politik ruang, kapitalisme, dan
budaya.
Daftar Pustaka

1. Hirata, Andrea. Laskar Pelangi.Yogyakarta: Bentang Pustaka.


2. Erfan, Mohammad. 2010. Analisis Novel Laskar Pelangi Karya Andrea
Hirata. Surakarta. (Makalah)
3. Wasesa, Swadesta. Relasi Kuasa dalam Novel Entrok Karya Okky
Mandasari. (Makalah)
4. Nurgiyantoro. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
Press.

Anda mungkin juga menyukai