ABSTRAK
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Subjek
penelitian ini adalah novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Penelitian ini
difokuskan pada permasalahan yang berkaitan dengan relasi kuasa. Data diperoleh
dengan teknik membaca dan mencatat. Data dianalisis dengan teknik deskpripsi
kualitatif. Keabsahan data diperoleh melalui validitas dan reabilitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) bentuk relasi kuasa dalam novel
Laskar Pelangi adalah atas pemikiran dan atas tubuh. Bentuk relasi kuasa atas
pemikiran berupa obyektifikasi, manipulasi, dominasi, stigmatisasi, dan kontrol.
Bentuk relasi kuasa atas tubuh berupa bentuk obyektifikasi, manipulasi, dan
kontrol, (2) terdapat perlawanan terhadap representasi relasi kuasa terhadap tubuh
maupun pemikiran yang dilakukan oleh tokoh Ikal, Bu Mus, Ayah Ikal, Pak Harfan,
Flo, dan lain sebagainya.
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Plato (Faruk, 2012: 47) dunia dalam karya sastra merupakan tiruan
terhadap dunia kenyataan yang sebenarnya juga dunia ide. Dunia dalam karya sastra
membentuk diri sebagai sebuah dunia sosial yang merupakan tiruan terhadap dunia
sosial yang ada dalam kenyataan.
Karya sastra bisa saja dianggap sebagai kekuatan fiktif dan imajinatif untuk
dapat secara langsung menangkap bangunan sosial secara langsung. Karya sastra
juga mampu menggambarkan objek-objek dan gerak-gerik yang terdapat dalam
dunia pengalaman. Salah satu objek dan gerak-gerik yang ada dalam dunia
pengalaman langsung adalah soal kekuasaan. Terdapat relasi kekuasaan yang
mendefinisikan sifat kompleks dari hubungan massa rakyat dengan kelompok-
kelompok pemimpin masyarakat. Artinya hubungan tersebut tidak hanya soal
politis dalam pengertian sempit, tetapi juga mengenai persoalan gagasan dan
kesadaran (Faruk, 2012: 144).
Salah satu jenis karya sastra yang bisa dijadikan media peniru realitas adalah
novel. Selain itu, novel juga berfungsi sebagai media perekam objek dan gerak-
gerik yang terdapat dalam dunia nyata, untuk melihat relasi kekuasaan antar negara
dengan masyarakat, masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan individu.
Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata merupakan sebuah karya sastra yang
banyak memuat soal relasi kuasa.
Selain banyaknya relasi kuasa, novel Laskar Pelangi juga banyak merekam
peristiwa yang sarat dengan kekuasaan. Dimana kekayaan tanah Belitong dikuasai
oleh PN Timah yang bekerja sama dengan pemerintah. Rakyat Belitong sendiri
hanya hidup melarat di atas tanah kelahirannya yang kaya raya. Penjabat tinggi di
PN Timah mendapatkan perlakuan istimewa daripada profesi lainnya, termasuk
buruh lapangan di PN Timah itu sendiri.
Secara tidak langsung, novel ini seperti sebuah buku sejarah yang mencatat
tiap peristiwa yang kerap terlupakan oleh masyarakat. Cerita diawali oleh tokoh
Ikal yang menceritakan hari pertama menginjak bangku pendidikan. Betapa
sulitnya mengenyam pendidikan bagi masyarakat miskin di Belitong. Dan
kebanyakan anak pria tertua dalam sebuah keluarga lebih dominan bekerja
membantu ekonomi keluarga daripada bersekolah.
Novel pertama Andrea Hirata ini berkisah tentang ketimpangan sosial dalam
masyarakat. Ketimpangan tersebut terjadi karena adanya media-media kuasa
yang dipakai untuk mengotakkan masyarakat, lembaga kerja, dan lain-lain.
Media tersebut merupakan alat legitimasi kekuasaan yang tidak bekerja dengan
cara-cara yang represif.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Dari rumusan masalah yang ada, peneliti menentukan tujuan yang akan dicapai
dari penelitian ini, di antaranya sebagai berikut:
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
LANDASAN TEORI
Definisi tema menurut Stanton dan Kenney (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005:
67) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Makna yang dimaksud dapat
berupa makna pokok (tema pokok) novel dan makna khusus (sub-sub tema atau
tema-tema tambahan). Tema merupakan ide yang mendasari sebuah cerita sehingga
berperan juga sebagai pangkal tokoh pengarang dalam memaparkan fiksi yang
diciptakannya. Tema sebagai makna pokok sebuah karya fiksi sengaja tidak
disembunyikan karena hal inilah yang justru ditawarkan kepada pembaca. Namun
demikian tema adalah makna keseluruhan yang mendukung sebuah cerita dan
secara otomatis ia akan tersembunyi di balik cerita yang mendukungnya.
Pendapat lain, Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1985: 142) menyatakan bahwa
tema adalah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang
terkandung dalam teks sebagai struktur semantik yang menyangkut berbagai
persamaan maupun perbedaan yang ada. Tema-tema tersebut disaring dari beberapa
motif yang menentukan hadirnya beragam peristiwa, konflik, dan situasi tertentu.
2. Penokohan
3. Latar
Suminto A. Sayuti (1997: 80) membagi latar dalam tiga kategori yakni, latar
tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat merupakan hal yang berkaitan dengan
masalah geografis, latar waktu berkaitan dengan masalah historis, dan latar sosial
berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Pendapat Suminto A. Sayuti didukung
dengan pendapat Burhan Nurgiyantoro (2005: 227) yang membedakan unsur latar
ke dalam tiga unsur pokok. Adapun penjelasan mengenai tiga unsur pokok tersebut
sebagai berikut:
a. Latar Tempat
Latar adalah tempat menunjuk pada lokasi peristiwa. Nama tempat yang
digunakan yaitu nama tempat yang nyata,misalnya, nama kota, instansi atau tempat-
tempat tertentu. Penggunaan nama tempat haruslah tidak bertentangan dengan sifat
atau geografis tempat yang bersangkutan, karena setiap latar tempat memiliki
karakteristik dan ciri khas sendiri.
b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan kapan peristiwa tersebut terjadi. Latar yang
diceritakan harus sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Penekanan waktu lebih
pada keadaan hari, misalnya, pada pagi, siang, atau malam. Penekanan ini dapat
juga berupa penunjukan waktu yang telah umum, misalnya, maghrib, subuh,
ataupun dengan cara penunjukan waktu pukul jam tertentu.
c. Latar Sosial
Latar sosial merujuk pada berbagai hal yang berkaitan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat pada tempat tertentu. Hal tersebut meliputi masalah
kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir,
serta hal-hal yang termasuk latar spiritual.
Sudut pandang adalah bagian dari unsur intrinsik dalam karya sastra. Berkenaan
dengan sudut pandang ada yang mengartikan sudut pandang dari pengarang dan ada
juga yang mengartikan dari pencerita, bahkan ada pula yang menyamakan antara
keduanya. Pada dasarnya sudut pandang dalam karya sasta fiksi adalah strategi,
teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan
dan ceritanya. Sudut pandang merupakan masalah teknis yang digunakan
pengarang untuk menyampaikan makna, karya dan artistiknya untuk sampai dan
berhubungan dengan pembaca. (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 249). Menurut
Djibran (2008: 60) sudut pandang atau point of view dalam cerita terbagi menjadi
tiga, yaitu sudut pandang orang pertama, sudut pandang orang kedua dan sudut
pandang orang ketiga.
B. Relasi Kuasa
1. Pengertian
Foucault (Sulistya dkk., 2011: 135) mendefiniskan relasi kuasa sebagai sesuatu
yang membuat orang patuh. Relasi kuasa merupakan konsep hubungan kekuasaan
yaitu praktik-praktik kekuasaan dari subyek pada obyek melalui berbagai media
dan rupa Kekuasaan yang dimaksudkan tidak didapat dari cara-cara yang represif,
melainkan secara manipulatif dan hegemonik.
2. Jenis
a. Relasi Kuasa Atas Tubuh
Hal ini membuat lahirnya aturan-aturan yang mengatur tubuh secara seksual
yang disebut politik anatamo dan tubuh secara sosial, yang disebut biopolitik.
Sedangkan untuk yang kedua, Foucault (2007: 181) mengatakan bahwa bahwa
masyarakat kapitalis modern gencar mempromosikan tubuh yang sehat sebagai ciri
kebudayaan yang sentral dan kuat. Pemodelan bentuk tubuh yang dikaitkan dengan
kebudayaan perkotaan tersebut membuat tubuh menjadi tempat beroperasinya
produk-produk dagang kapitalisme.
1) Tubuh Sosial
2) Tubuh Seksual
Tubuh seksual atau tubuh pribadi bagi Foucault (Suyono, 2002: 476)
berlangsung dalam skala kecil dan besar. Penanaman atau paksaan bagaimana
seharusnya tubuh pribadi digunakan berlangsung terus-menerus dan membentuk
matriks-matriks transformasi.
Foucault (Jones, 2003: 193) menuliskan bahwa salah satu cara terbaik dimana
kita bisa memeroleh pengertian keseimbangan kekuasaan antara wacana-wacana
yang berkompetisi pada titik pertautan tertentu adalah dengan merefleksikan pada
bahasa yang digunakan untuk membicarakan segala sesuatu. Bahasa mampu
mengidentifikasi bagaimana tubuh tersebut biasa digunakan atau merujuk pada
penggunaan tubuh demi suatu kepentingan. Misalnya, bahasa yang merujuk pada
pelacuran selalu diasosiaikan pada perempuan. Tidak ada bahasa yang merujuk
pada kegiatan yang sama oleh laki-laki.
Menurut Foucault (Jones, 2003: 175) pendidikan adalah aspek dominan dari
dunia modern. Dari sekian banyak lembaga pendidikan, sekolah adalah tempat
paling populer untuk mendisiplinkan tubuh dan pikiran. Teori-teori pendidikan
selalu diberikan di sekolah berisikan manajemen untuk mendisiplinkan tubuh-
tubuh yang belum matang di sekolah.
b. Lembaga Kesehatan
Konsep sehat dan sakit, bagi Foucault (Jones, 2003: 177) dalam kehidupan
analog dengan dikotomi baik dan buruk. Oleh sebab itu, manusia pasti tunduk
dengan kekuasaan definisi medis tentang normal dan menyimpang. Manusia
dikatakan normal jika kondisi tubuh (fisik) tidak mengalami gangguan,
sedangkan menyimpang jika kondisi tubuh tidak baik. Rumah sakit, tulis
Foucault (Suyono, 2002: 271) menjadi tempat pemeriksaan kondisi tubuh tanpa
mempertimbangkan aspek lain, seperti psikologis. Tubuh dimanipulasi dan
diatur geraknya dalam ruang tertentu hingga terciptanya ketergantungan pada
dokter dan rumah sakit.
c. Bahasa
d. Negara
PEMBAHASAN
Secara umum, novel ini bertemakan pendidikan. Pendidikan sebagai tema novel
ini dapat dilihat dari banyaknya hal yang mengandung pendidikan yang tersebar
merata pada keseluruhan bab. Hal tersebut antara lain terlihat dalam kutipan yang
ada dalam bab-bab novel ini, antara lain sebagai berikut:
- Ada tiga alasan mengapa para orang tua mendaftarkan anaknya di sini.
Pertama karena sekolah Muhammadiyah tidak menetapkan iuran dalam
bentuk apapun, kedua karena firasat, anak-anak mereka dianggap memiliki
karakter yang mudah disesatkan oleh iblis sehingga sejak usia muda harus
mendapatkan pendidikan Islam yang tangguh. Ketiga, karena anaknya
memang tak diterima di sekolah manapun. (Laskar Pelangi: 2)
2. Penokohan
a. Aku (Ikal)
b. Lintang
Tokoh ini termasuk ke dalam tokoh utama dalam novel. Banyak adegan yang
menceritakan tentang Lintang. Dari segi fisik, tokoh Lintang memiliki perawakan
kecil, berkulit hitam, bertubuh kurus, dan berambut Ikal. Hal ini terlihat dalam
kutipan berikut ini:
- Kecuali anak lelaki kotor berambut keriting merah yang meronta-ronta dari
pegangan ayahnya. (Laskar Pelangi: 3)
- Kecuali aku dan anak lelaki kecil kotor berambut keriting merah yang tak
kukenal tadi. Ia tak bisa tenang. Anak ini berbau hangus seperti karet
terbakar. (Laskar Pelangi: 10)
Tokoh ini bersifat rajin. Ia merupakan siswa yang tak pernah membolos,
walaupun jarak antara rumah dengan sekolahnya jauh, namun hal itu tak
mengurangi semangatnya untuk menempuh pendidikan. Hal ini terlihat pada
kutipan berikut :
- Dapat dikatakan tak jarang Lintang mempertaruhkan nyawa demi
menempuh pendidikan, namun tak pernah seharipun ia pernah bolos.
(Laskar Pelangi: 93)
- Ketika esoknya Lintang juga tak hadir, kami mulai khawatir. Sembilan
tahun bersama-sama tak pernah ia bolos. (Laskar Pelangi: 428)
- Keluarga Lintang berasal dari Tanjung Kelumpang, desa nun jauh di pinggir
laut. Menuju ke sana harus melewati empat pohon nipah, tempat berawa-
rawa yang dianggap seram di kampung kami. Kampung itu secara geografis
dapat dikatakan sebagai kampung paling timur di Sumatera. Daerah minus
nun jauh di kedalaman Belitong. Baginya, kota kecamatan, tempat sekolah
kami, adalah metropolis yang harus ditempuh dengan sepeda sejak subuh.
(Laskar Pelangi: 11)
Adapun karakter yang paling menonjol dan paling banyak dideskripsikan dari
tokoh Lintang adalah kejeniusannya, kemampuan otaknya yang di atas rata-rata.
Hal inilah yang menjadi karakter utama dalam tokoh ini. Di antara sekian banyak
kutipan tersebut antara lain adalah:
- Karena nanti ia -seorang anak miskin pesisir- akan menerangi nebula yang
melingkupi sekolah miskin ini sebab ia akan berkembang menjadi manusia
paling jenius yang pernah kujumpai seumur hidupku. (Laskar Pelangi: 15)
- Ia memperlihatkan bakat kalkulus yang amat besar dan keahliannya tidak
sebatas menghitung guna menemukan solusi, tapi ia juga memahami operasi
filosofis matematika dalam hubungannya dengan aplikasi seperti yang
dipelajari para mahasiswa tingkat lanjut dalam subjek metodologi riset.
(Laskar Pelangi: 119)
- Kecerdasannya yang lain adalah kecerdasan linguistik. Ia mudah
memahami bahasa, efektif dalam berkomunikasi. (Laskar Pelangi: 115)
- Pikirannya telah jauh meninggalkan kami, dan dengarlah itu, bicaranya
lebih pintar dari seluruh menteri penerangan yang pernah dimiliki di
republik ini. (Laskar Pelangi: 122)
- Ia tak pernah tinggi hati, karena ia merasa ilmu demikian luas untuk
disombongkan dan menggali ilmu tak ada habis-habisnya. (Laskar Pelangi:
108)
- Jika kami kesulitan, ia mengajari kami dengan sabar dan selalu
membesarkan hati kami. (Laskar Pelangi: 109)
c. Harun
- Pria jenaka sahabat kami semua yang sudah berusia lima belas tahun dan
agak terbelakang mentalnya. (Laskar Pelangi: 7)
- Harun adalah anak kecil yang terperangkap dalam tubuh orang dewasa.
(Laskar Pelangi: 78)
d. Bu Muslimah
- Selama puluhan tahun keluarga besar yang amat bersahaja ini berdiri pada
garda depan dalam pendidikan di sana. Pak Harfan telah puluhan tahun
mengabdi di sekolah Muhammadiyah nyaris tanpa imbalan apa pun demi
motif syiar Islam. Beliau menghidupi keluarga dari sebidang kebun palawija
di pekarangan rumahnya. (Laskar Pelangi: 21)
- Jika ia mengucapkan sesuatu kami pun terpaku menyimaknya dan tak sabar
menunggu untaian kata berikutnya. Tiba-tiba aku merasa beruntung
didaftarkan orangtuaku di sekolah miskin Muhammadiyah. (Laskar Pelangi:
25)
f. A Ling
Dari segi fisik, A ling merupakan wanita Tionghoa bermata sipit, berkulit putih,
berbadan ramping dan mempunyai postur yang relatif tinggi untuk ukuran wanita.
- Alisnya indah alami dan jarak antara alis dengan batang rambut di
keningnya membentuk proporsi yang memesona. (Laskar Pelangi:210)
g. Flo
- “Dia sudah tak ingin lagi sekolah di PN dan sudah membolos dua minggu.
Dia bersikeras hanya ingin sekolah di sini. (Laskar Pelangi: 353)
Flo merupakan anak orang kaya. Hal ini nampak dalam kutipan di bawah ini:
- Kelas rombeng ini juga tak cocok dengan kulit putih dan raut mukanya
yang penuh sinar kekayaan. Apa yang dicari anak kaya di sekolah miskin
tak punya apa-apa? (Laskar Pelangi: 357)
Flo adalah wanita tomboy yang sulit diatur, keras kepala, cuek, namun baik
hati dan tidak sombong. Hal itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini:
Ada beberapa tempat dalam novel ini yang semuanya berada di Belitong. Untuk
lebih jelasnya, tempat itu adalah:
1) Sekolah Muhammadiyah
Sekolah ini merupakan tempat yang paling sering menjadi latar tempat dalam
novel ini karena sekolah ini merupakan tempat di mana tokoh utama dan anggota
Laskar Pelangi yang lain menimba ilmu. Sekolah ini merupakan sekolah Islam
pertama di Belitong, miskin dan minim fasilitas. Tidak ada gambar symbol
negara. Sangat memprihatinkan dan hampir rubuh. Hal ini terlihat pada:
2) Sekolah PN Timah
4) Gedong
- Maka lahirlah kaum menak, implikasi dari institusi yang ingin memelihara
citra aristokrat. PN melimpahi orang staf dengan penghasilan dan fasilitas
kesehatan, pendidikan, promosi, transportasi, hiburan, dan logistik yang
sangat diskriminatif dibanding kompensasi yang diberikan kepada mereka
yang bukan orang staf. Mereka, kaum borjuis ini, bersemayam di kawasan
eksklusif yang disebut Gedong. (LP: 42)
b. Latar Waktu
- Pagi itu, waktu masih kecil, Aku duduk di bangku panjang sebuah kelas…
itu adalah hari pertamaku masuk SD. (LP: 1)
- Kami diam sampai matahari membenamkan diri. Azan maghrib menggema
dipantulkan tiang-tiang rumah orang Melayu. (LP: 162)
- Sekarang sudah hampir tengah hari, udara semakin panas. Berada di tengah
toko ini serasa direbus dalam panci sayur lodeh yang mendidih. (LP: 207).
- Kami menonton film yang diputar sehabis maghrib itu di bioskop MPB
(Markas Pertemuan Buruh) yang khusus disediakan oleh PN Timah bagi
anak-anak bukan orang staf. (LP: 426)
c. Latar Sosial
Latar sosial merujuk pada berbagai hal yang berkaitan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat pada tempat tertentu. Hal tersebut meliputi masalah
kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir,
serta hal-hal yang termasuk latar spiritual. Latar sosial dalam novel Laskar Pelangi
ini adalah masyarakat yang tinggal di Belitong, komunitas etnis Melayu dan
sebagian kecil Tionghoa yang mayoritas beragama muslim. Mereka pada umumnya
hidup di bawah garis kemiskinan. Sebuah ironi di tengah kekayaan alamnya yang
melimpah. Wujud dari ketidakmerataan distribusi kemakmuran di daerah tersebut.
Alur yang digunakan pengarang pada novel ini menggunakan alur maju. Yang
artinya tidak adanya kilas balik.
5. Sudut Pandang
B. Hasil Penelitian
Penelitian mengenai relasi kuasa dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea
Hirata menghasilkan dua temuan. Kedua temuan tersebut mencakup bentuk relasi
kuasa, yaitu relasi kuasa terhadap pemikiran dan relasi kuasa atas tubuh yaitu
dominasi, manipulasi, kontrol, obyektifikasi, dan stigmatisasi. Selanjutnya hasil
penelitian dikaitkan dengan batasan masalah yang telah diberikan pada teori
kekuasaan Michel Foucault.
Temuan bentuk relasi kuasa dalam novel Laskar Pelangi ada dua, yaitu
bentuk relasi kuasa terhadap pemikiran dan tubuh. Bentuk relasi kuasa atas
pemikiran adalah stigmatisasi, manipulasi, pengontrolan, dan dominasi. Sedangkan
bentuk relasi kuasa atas tubuh adalah obyektifikasi, manipulasi, dan pengontrolan.
Episteme, yang menurut Foucault kerap ditemukan secara tidak lisan, dalam
agama yang ditemukan di novel Laskar Pelangi disebarluaskan melalu mitos, cerita
nabi, yang berpegang teguh terhadap Tuhan. Bentuk relasi kuasa yang disebarkan
melalui agama meliputi manipulasi dan dominasi. Bentuk manipulasi Relasi kuasa
atas pemikiran yang memakai media budaya disebarluaskan melalui masyarakat
asli Belitong yang berbentuk stigmatisasi, dan pengontrolan Negara. Penyebaran
wacana melalui lembaga melibatkan sekolah, yang menjadi tempat pengasupan
wacana-wacana moralitas, negara, dominasi pikiran manusia.
Bentuk relasi kuasa atas tubuh dalam novel Laskar Pelangi adalah tubuh sosial
yang terdiri dari politik ruang, budaya, dan kapitalisme. Kapitalisme ditandai oleh
adanya prasangka yang dilakukan oleh “orang staf” kepada warga asli Belitong
bahwa mereka adalah orang-orang malas karena tidak mau kerja dipabrik. Selain
itu terdapat juga prasangka yang dilakukan oleh Ikal kepada A Ling bahwa wanita
yang cantik adalah wanita yang seperti A Ling, sempurna.
Politik ruang ditandai dengan tingginya kekontrasan status sosial PN Timah dan
juga warga asli Belitong. Pada budaya ditandai dengan, adanya keinginan ayah dari
Flo untuk anak perempuannya menjadi benar-benar perempuan, sampai ia berusaha
untuk mengeleskan Flo kursus piano.
Relasi Kuasa dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata
Harun (anak
berkebutuhan
khusus) tidak
dapat bersekolah
di sekolah biasa.
SLB hanya ada
di pulau Bangka
dan biaya
sekolah di sana
mahal. Namun,
manipulasi
pikiran itu
dilawan dengan
diterimanya
Harun di SD
Muhammadiyah
yang merupakan
sekolah biasa.
Pak Harfan
menyampaikan
cerita nabi-nabi
agar muridnya
dapat
mengambil
amanat dari
cerita tersebut
berupa,
keteguhan
pendirian,
ketekunan,
keinginan untuk
mencapai cita-
cita agar hidup
menjadi bahagia
dalam
keterbatasan jika
dimaknai dengan
keikhlasan
berkorban untuk
sesama.
Terhadap pemikiran Lembaga PN Timah Stigmatisasi:
Karyawan PN
Timah (orang
staf) berpikir
bahwa mereka
lebih hebat atau
tinggi
derajatnya
daripada orang
Belitong asli
yang tidak
bekerja di PN
Timah. Mereka
berpikir orang-
orang Belitong
yang berdagang,
nelayan,
penjahit, dan
lain-lain malas
karena tidak
bekerja di
tambang.
PN Timah
menguasai
kekayaan tanah
Belitong
sementara
penduduk asli
Belitong hidup
miskin di atas
kekayaan
negerinya.
Orang staf
(urang setap)
tinggal di
kawasan
eksklusif dan
mendapat
fasilitas berupa
jaminan
kesehatan,
pendidikan,
promosi,
transportasi,
hiburan, dan
logistik.
Sedangkan
yang bukan
orang staf
(buruh
lapangan) tidak
mendapat
fasilitas
tersebut.
Wanita yang
cantik
digambarkan
seperti Aling
memiliki wajah
lonjong,
kulitnya halus
cerah
mengkilap,
simetrikal
wajahnya yang
elegan, alis
yang indah
alami dengan
porsi yang
proporsional,
serta kuku-
kuku yang
sehat terawat
indah dengan
potongan yang
rapi di setiap
jarinya.
KESIMPULAN
Relasi kuasa yang ada pada novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata
terdiri dari relasi kuasa atas pemikiran; agama, budaya, negara, dan lembaga.
Adapun relasi kuasa atas tubuh social terdiri dari; politik ruang, kapitalisme, dan
budaya.
Daftar Pustaka