Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wacana adalah salah satu bagian dari strata kebahasan yang menduduki posisi tertinggi.
Berdasarkan pernyataan itu, dapat dikatakan bahwa wacana merupakan satuan bahasa
terlengkap, yang dalam hirarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau
terbesar. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai
proses komunikasi antar penyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis,
wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penulis.

Wacana berasal dari bahasa Inggris “discourse” merupakan tulisan atau ucapan yang
merupakan wujud penyampaian pikiran secara formal dan teratur. Dalam realisasinya
wacana diwujudkan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedi, dan
sebagainya), paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang lengkap. Wacana
yang diwujudkan dalam bentuk karangan akan ditandai oleh satu judul karangan. Wacana
yang diwujudkan dalam bentuk karangan (karangan yang dituliskan) akan ditandai oleh
satu judul karangan. jika karanagan itu dilisankan, maka wacana tersebut akan ditandai oleh
adanya permulaan salam pembuka dan adanya penyelesaian dengan salam penutup.

Di atas dikatakan bahwa wacana dapat berbentuk karangan utuh, paragraf, kalimat, atau
kata. Hal ini menunjukkan bahwa panjang pendeknya karangan bersifat relatif. Artinya,
wacana itu dapat panjang sampai berjilid-jilid, dapat pula hanya atas satu paragraf. Jadi ciri
penanda wacana bukan dilihat dari panjang pendeknya pernyataan, tetapi dilihat dari
kelengkapan amanat yang disampaikan.
Suatu wacana dituntut memiliki keutuhan struktur. Keutuhan itu dibangun oleh
komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan. Organisasi
inilah yang disebut sebagai struktur wacana. Sebagai sebuah organisasi, struktur wacana
dapat diurai atau dideskripsikan bagian-bagiannya. Keutuhan struktur wacana lebih dekat
maknanya sebagai kesatuan maknawi (semantik) daripada sebagai kesatuan bentuk
(sintaksis) (Halliday dan Hassan, 1976 : 2). Suatu rangkaian kalimat dikatakan menjadi
struktur wacana bila di dalamnya terdapat hubungan emosional antar bagian yang satu
dengan bagian lainnya. Sebaliknya, suatu rangkaian kalimat belum tentu bisa disebut
sebagai wacana apabila tiap-tiap kalimat dalam rangkaian itu memiliki makna sendiri-
sendiri dan tidak berkaitan secara semantik.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk struktur keutuhan wacana?


2. Bagaimana pengertian dari kohesi dan koherensi?
3. Apa saja unsur-unsur aspek kohesi dan koherensi?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bentuk struktur keutuhan wacana.
2. Untuk mengetahui pengertian dari kohesi dan koherensi.
3. Untuk mengetahui berapa dan apa saja unsur-unsur aspek kohesi dan koherensi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Struktur Keutuhan Wacana


a. Kohesi

Kohesi adalah hubungan antar bagian dalam teks yang ditandai penggunaan unsur
bahasa. Konsep kohesi pada dasarnya mengacu kepada hubungan bentuk, artinya
unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana
memiliki keterkaitan secara padu dan utuh (Mulyana, 2005: 26). Dengan kohesi, sebuah
wacana menjadi padu, setiap bagian pembentuk wacana mengikat bagian yang lain
secara mesra dan wajar. Kohesi tidak datang dengan sendirinya, tetapi diciptakan secara
formal oleh alat bahasa, yang disebut “pemarkah kohesi” (cohesive maker), misalnya
kata ganti (pronomina), kata tunjuk (demonstrative), kata sambung (konjungsi), dan
kata yang diulang. Menurut Halliday dan Hassan (1976), unsur kohesi terbagi atas dua
macam, yaitu unsur leksikal dan unsur gramatikal.

1) Kohesi Gramatikal, yaitu hubungan semantis antar unsur yang dimarkahi alat
gramatikal dan alat bahasa yang digunakan dalam kaitannya dengan tata bahasa.
Kohesi gramatikal dapat berwujud referensi atau pengacuan, subtitusi dan
penyulihan, elipsis atau pelesapan dan konjungsi atau perhubungan.

a) Referensi atau pengacuan, yaitu hubungan antara kata dengan benda.


Kata pena misalnya mempunyai referensi sebuah benda yang memiliki
tinta digunakan untuk menulis.
 Referensi eksoforis, yaitu pengacuan satuan lingual yang terdapat
di luar teks wacana.
Contoh: Itu matahari. Kata itu pada tuturan tersebut mengacu pada
sesuatu di luar teks, yaitu ‘benda yang berpijar yang menerangi alam
ini.’

 Referensi endofora, yaitu pengacuan satuan satuan lingual yang


terdapat di dalam teks wacana.
Referensi endofora terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

 Referensi anaphora, yaitu satuan lingual yang disebut lebih


dahulu atau ada pada kalimat yang lebih dahulu, mengacu pada
kalimat awal atau yang sebelah kiri.
Contoh:
(a) Hati Adi terasa berbunga-bunga. (b) Dia yakin akan mendapatkan
peringkat kesatu di kelasnya.
Kata Dia pada kalimat (b) mengacu pada kata Adi.
Pola penunjukkan inilah yang menyebabkan kedua kalimat tersebut
berkaitan secara padu dan saling berhubungan.

3
Referensi katafora, yaitu satuan lingual yang disebutkan
setelahnya, mengacu pada kalimat yang sebelah kanan.
Karena bajunya kotor, Gani pulang ke rumah.
Pronomina enklitik-nya pada kalimat pertama mengacu pada antaseden
Gani yang terdapat pada kalimat kedua.

Baik referensi yang bersifat anafora maupun katafora mengunakan


pronomina persona, pronomina penunjuk, dan pronomina komparatif.

b) Subtitusi dan penyulihan, yaitu penyulihan suatu unsur wacana dengan


unsur yang lain yang acuannya tetap sama, dalam hubungan antarbentuk
kata, atau bentuk lain yang lebih besar daripada kata, seperti frasa atau
klausa (Halliday dan Hassan, 1979: 88; Quirk, 1985: 863).
Secara umum, penggantian itu dapat berupa kata ganti orang, kata
ganti tempat, dan kata ganti sesuatu hal.

 Kata ganti orang merupakan kata yang dapat menggantikan nama


orang atau beberapa orang.
Contoh: Nurul mengikuti olimpiade
matematika. Ia mewakili Kalimantan Selatan.
 Kata ganti tempat adalah kata yang dapat menggantikan kata yang
menunjuk pada tempat tertentu.
Contoh: Kabupaten Paser merupakan penghasil minyak
terbesar di Kalimantan Timur. Di sana banyak terdapat pabrik sawit
sebagai alat untuk mengolah buah sawit menjadi minyak mentah.
 Dalam pemakaian Bahasa untuk mempersingkat suatu ujaran yang
panjang yang digunakan lagi, dapat dilakukan dengan menggunakan
kata ganti hal. Sesuatu yang diuraikan dengan panjang lebar dapat
digantikan dengan sebuah atau beberapa buah kata.

c) Elipsis atau pelesapan, yaitu proses penghilangan kata atau satuan-


satuan kebahasaan lain. Elipsis juga merupakan penggantian unsur
kosong (zero), yaitu unsur yang sebenarnya ada tetapi sengaja
dihilangkan atau disembunyikan.
Contoh:
Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya
menghadapi saat-saat yang menentukan dalam penyusunan skripsi ini.
(Saya mengucapkan) terima kasih Tuhan.
d) Konjungsi atau perhubungan, yaitu salah satu jenis kata yang
digunakan untuk menghubungkan kalimat.

Piranti konjungsi dalam bahasa Indonesia dibedakan menjadi beberapa


macam, yaitu sebagai berikut.

4
 Piranti urutan waktu
Proposisi-proposisi yang menunjukkan tahapan-tahapan seperti
awal, pelaksanaan, dan penyelesaian dapat disusun dengan
menggunakan urutan waktu. Berikut ini beberapa konjungsi urutan
waktu. Setelah itu, sebelum itu, sesudah itu, lalu, kemudian, akhirnya,
waktu itu, sejak itu dan ketika itu.
Contoh:
Ani beristirahat sebentar di rest area. Setelah itu dia akan melanjutkan
perjalanannya ke Bali.

 Piranti Pilihan
Untuk menyatakan dua proposisi berurutan yang menunjukan
hubungan pilihan.
Contoh:
Pergi ke Pasar Lama atau ke Pasar Baru.

 Piranti Alahan
Hubungan alahan antara dua proposisi dihubungkan dengan
frasa-frasa seperti meski(pun) demikian, meski(pun) begitu, kedati(pun)
demikian, kedatipun begitu, biarpun demikian, dan biarpun begitu.
Contoh:
Rumi tetap pergi ke Pasar, meskipun ia sedang sakit.

 Piranti Parafrase
Parafrase merupakan suatu ungkapan lain yang lebih mudah
dimengerti.
Contoh:
Perlu juga diperhatikan bahwa sejumlah teori dan pendekatan yang ada
tersebut, bagi pembaca justru saling melengkapi. Dengan kata
lain, apabila tujuan pembaca ingin memahami keseluruhan aspek dalam
karya satra, tidak mungkin mereka hanya memiliki satu pendekatan.

 Piranti Ketidaserasian
Ketidakserasian itu pada umumnya ditandai dengan perbedaan
proposisi yang terkandung di dalamnya, bahkan sampai pada
pertentangan.
Contoh:
Dinar masih demam selama 3 hari, padahal ibu sudah memberinya obat
penurun panas.

 Piranti Serasian
Piranti keserasian digunakan apabila dua buah ide atau proposisi
itu menunjukkan hubungan yang selaras atau sama.
Contoh:
Nia sangat dermawan, demikian juga dengan ibunya.

5
 Piranti Tambahan (Aditif)
Piranti Tambahan berguna untuk menghubungkan bagian yang
bersifat menambahkan informasi dan pada umumnya digunakan untuk
merangkaikan dua proposisi atau lebih. Piranti konjungsi tambahan
antara lain: pula, juga, selanjutnya, dan, di samping itu, tambahan
lagi, dan selain itu.
Contoh:
Masukkan kentang dan wortel, selanjutnya beri
garam dan gula secukupnya. Selain itu, kita juga bisa
menambahkan brokoli dan jagung manis.

 Piranti Pertentangan (Kontras)


Piranti ini digunakan untuk menghubungkan proposisi yang
bertentangan atau kontras dengan bagian lain. Piranti yang biasa
digunakan misalnya (akan) tetapi, sebaliknya, namun, dsb.
Contoh:
Diky anak yang malas. Tetapi, ia patuh pada orang tuanya.

 Piranti Perbandingan (Komparatif)


Piranti ini digunakan untuk menunjukkan dua proposisi yang
menunjukkan perbandingan. Untuk mengatakan hubungan secara
eksplisit sering digunakan kata penghubung antara lain: sama halnya,
berbeda dengan itu, seperti, dalam hal seperti itu, serupa dengan
itu, dan sejalan dengan itu.
Contoh:
Adikku adalah anak yang sangat kreatif berbeda dengan aku. Yang
tidak bisa mempunyai kemampuan apapun.

 Piranti Sebab-akibat
Sebab dan akibat merupakan dua kondisi yang berhubungan.
Hubungan sebab-akibat terjadi apabila salah satu proposisi
menunjukkan sebab terjadinya suatu kondisi tertentu yang merupakan
akibat atau sebaliknya.
Contoh:
Karena sering membuang sampah ke Sungai akibatnya rumah warga di
pinggir sungai Ciliwung terendam banjir.

 Piranti Harapan (Optatif)


Hubungan optatif terjadi apabila ada ide atau proposisi yang
mengandung suatu harapan atau doa.
Contoh:
- Semoga lekas sembuh dan bisa beraktivitas kembali.
 Piranti Ringkasan dan Simpulan
Piranti tersebut berguna untuk mengantarkan ringkasan dari
bagian yang berisi uraian.
Contoh:
Demikianlah beberapa informasi mengenai kesehatan badan itu dilihat
dari olahraganya. Jadi, mulai sekarang rajin rajinlah berolahraga.

6
 Piranti Misalan atau Contohan
Contohan atau misalan itu berfungsi untuk memperjelas suatu
uraian, khususnya uraian yang bersifat abstrak. Biasanya, kata yang
digunakan adalah contohnya, misalnya, umpamanya, dsb.
Contoh:
Adjektiva itu adalah kata sifat seseorang, Misalnya
cantik,baik,penyabar,sombong,pemarah.

 Piranti Keragu-raguan (Dubitatif)


Piranti tersebut digunakan untuk mengantarkan bagian yang
masih menimbulkan keraguan. Kata yang digunakan adalah jangan-
jangan, barangkali, mungkin, kemungkinan besar, dan sebagainya.
Contoh:
Kemungkinan besar dia bukan anak kandungnya.

 Piranti Konsesi: memang, tentu saja


Dalam memberikan penjelasan, adakalanya, pengirim pesan
mengakui sesuatu kelemahan atau kekurangan yang terjadi di luar jalur
yang dibicarakan. Pengakuan itu dapat dinyatakan dengan
kata memang atau tentu saja.
Contoh:
Memang benar dia anak yang sombong.

 Piranti Tegasan
Proposisi yang telah disebutkan perlu ditegaskan lagi agar dapat
segera dipahami dan di resapi.
Contoh:
Untuk makan sehari-hari saja susah apalagi untuk membeli rumah.

 Piranti Jelasan
Piranti ini digunakan untuk memberikan penjelasan yang berupa
proposisi (pikiran, perasaan, peristiwa, keadaan, dan sesuatu hal)
lanjutan.
Contoh:
Yang dimaksud ISPA itu adalah penyakit pernapasan pada anak.

2) Kohesi Leksikal, yaitu hubungan leksikal di antara bagian-bagian wacana


untuk mendapatkan keserasian struktur secara kohesif. Kohesi leksikal dapat
berupa reiterasi yang meliputi repetisi (pengulangan) dan sinonimi (padanan
kata), hiponimi, metonimi, antonimi (lawan kata).
a) Repetisi (pengulangan), yaitu pengulangan kata yang sama.
Contoh: Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Sumardi
sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi di perusahaan
besar itu. Tersangka saat ini ditahan di Rumah Tahanan Salemba.

7
Repetisi menciptakan kepaduan wacana dalam contoh di atas
terjadi pada kata tersangka. Repetisi dilakukan untuk menandai kata
yang dipentingkan.
Macam-macam ulangan atau repetisi berdasarkan data
pemakaian bahasa Indonesia seperti berikut.

 Ulangan Penuh
Ulangan penuh berarti mengulang satu fungsi dalam kalimat
secara penuh, tanpa pengurangan dan perubahan bentuk.
Contoh: Buah Apel adalah salah satu buah yang sangat tidak
diragukan kelezatan rasanya. Buah Apel memiliki kandungan vitamin,
mineral dan unsur lain seperti serat, fitokimian, baron, tanin, asam tartar,
dan lain sebagainya.

 Ulangan dengan bentuk lain


Terjadi apabila sebuah kata diulang dengan konstruksi atau
bentuk kata lain yang masih mempunyai bentuk dasar yang sama.
Contoh: Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian
dimulai dengan rasa ragu-ragu dan fisafat dimulai dengan kedua-
duanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu
dan apa yang belum kita tahu.

 Ulangan dengan Penggantian


Pengulangan dapat dilakukan dengan mengganti bentuk lain
seperti dengan kata ganti.
Contoh: Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang
yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin
mengetahui hakikat dirinya.

 Ulangan dengan hiponim


Contoh: Bila musim kemarau tiba, tanaman di halaman rumah
mulai mengering . Bunga tidak mekar seperti biasanya.

b) Sinonimi (padanan kata), yaitu hubungan antarkata yang memiliki


sama makna.
Contoh: Setelah 34 tahun memendam cinta membara, akhirnya
Pangeran Charles dan Camilla Parker resmi menjadi suami-istri.
Pasangan pengantin ini menikah pada Sabtu, 9 April 2005.
Sinonimi yang menciptakan kepaduan wacana dalam contoh
terjadi pada suami-istri dan pasangan pengantin. Dengan sinonimi,
penggunaan kata dalam wacana lebih bervariasi dan menarik.

c) Hiponimi, yaitu hubungan antara kata yang bermakna spesifik dan kata
yang bermakna generik.
Contoh: Mamalia mempunyai kelenjar penghasil
susu. Manusia menyusui anaknya. Paus pun demikian.
Dalam contoh tersebut manusia dan paus merupakan anggota
(hiponim) dari kelas (hiperonim) mamalia — perhatikan bahwa dalam
hubungan hiponimi ini hiperonim tidak perlu disebutkan di depan
hiponimnya, seperti *mamalia manusia dan *mamalia
paus. Penggunaan hiponimi membuat wacana menjadi lebih efisien.

8
d) Metonimi, yaitu hubungan antara nama untuk benda yang lain yang
berasosiasi atau yang menjadi atributnya.
Contoh: Maskapai penerbangan Garuda meningkatkan frekuensi
penerbangan untuk rute tertentu. Garuda Jakarta-Batam sekarang akan
terbang enam kali sehari.
Dalam contoh di atas, yang dimaksud garuda bukanlah burung
garuda, melainkan nama pesawat (atau maskapai penerbangan) yang
berasosiasi dengan burung garuda karena kemiripan sifat, misalnya,
yaitu dapat terbang. Metonimi membuat wacana lebih menarik dan
efisien.
e) Antonimi, yaitu hubungan antarkata yang beroposisi makna.
Contoh: Saat menyaksikan pelaku kejahatan yang berasal dari
kalangan miskin dalam berita di televisi, kadang-kadang muncul
perasaan simpati. Namun, pada saat yang lain muncul perasaan antipati.
Kohesi dalam contoh tersebut tercipta dengan pemakaian
kata simpati dan antipati yang berantonimi. Kata-kata yang beroposisi
dengan selaras membuat pemahaman mitra tutur atau pembaca lebih
cepat memahami wacana.
f) Kolokasi, yaitu hubungan antarkata yang berada pada lingkungan atau
bidang yang sama.
Contoh: Petani di Palembang terancam gagal memanen padi.
Sawah yang mereka garap terendam banjir selama dua hari.
Dalam contoh tersebut, petani berkolokasi secara tepat
dengan padi dan sawah sehingga tercipta kohesi wacana.

b. Koherensi

Koherensi adalah keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya,
sehingga kalimat memiliki kesatuan makna yang utuh (Brown dan Yule dalam
Mulyana, 2005: 30). Istilah koherensi mengacu pada aspek tuturan, bagaimana
proposisi yang terselubung disimpulkan untuk menginterpretasikan tindakan ilokusinya
dalam membentuk sebuah wacana. Proposisi-proposisi di dalam suatu wacana dapat
membentuk suatu wacana yang runtut (koheren) meskipun tidak terdapat pemerkah
penghubung kalimat yang di gunakan.
Koherensi merupakan pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta, dan ide
menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami pesan yang
dihubungkannya.
1) Hubungan sebab-akibat
Hubungan sebab-akibat yang menyebabkan keutuhan wacana itu adalah kalimat
yang satu menjadi sebab dari satu kejadian dan kalimat yang lain menjadi akibatnya.
Contoh : Warga masih seenaknya membuang sampah sembarangan (sebab)
Oleh karena itu, banjir bandang menerpa warga sekitar. (akibat)

2) Hubungan sarana-hasil
Contoh : Tim Sepak Bola Persija sangat kompak dan cerdas, memang tidak bisa
dipungkiri, mereka berlatih dengan sungguh dan disiplin.

9
3) Hubungan alasan-sebab
Contoh : Rina harus rajin belajar untuk ujian akhir semester. Jika tidak, maka ia
akan mendapatkan nilai jelek.

4) Hubungan sarana-tujuan
Contoh : Kamu harus gigih dan pantang menyerah untuk menyelesaikan
kuliahmu. Kamu harus ingat tujuan kedatangan kamu, yakinlah kamu nanti bakal
menjadi orang yang sukses.

5) Hubungan latar-kesimpulan
Contoh : Rumah Pak Suhardi sudah sangat lama berdiri. Tetapi masih kelihatan
bagus. Karena Pak Suhardi rajin merawatnya.

6) Hubungan kelonggaran-hasil
Contoh : Aisyah sangat gemar melukis sejak ia mengikuti les seni rupa, tetapi
ia belum pernah memenangkan perlombaan melukis sekali pun.

7) Hubungan syarat-hasil
Contoh : Raihlah cita-citamu setinggi langit, kelak kamu akan menjadi orang
yang sukses.

8) Hubungan perbandingan
Membandingkan sesuatu dengan yang lain adalah salah satu cara untuk
melengkapi wacana.
Contoh : Rita adalah anak yang rajin dan pintar sehingga banyak yang mau
berteman dengannya. Tidak seperti Arif yang pemalas dan tidak mempunyai banyak
teman.

9) Hubungan parafrastis
Parafrastis adalah pengungkapan sebuah kalimat dengan cara yang lain.
Contoh : Tasya Farasya membeli produk makeup Wardah di Sephora.

10) Hubungan amplifikasi


Yaitu penguatan suatu bagian kalimat lain. Penguatan ini dimaksudkan agar
apa yang kita ucapkan dalam kalimat pertama lebih dipercaya.
Contoh ; Ibu sangat suka membaca. Sudah banyak koleksi buku yang ia punya.
Karena sejak SD ibu sangat suka pergi ke perpustakaan untuk membaca buku.

11) Hubungan identifikasi


Contoh : Tidak pernah menempuh pendidikan formal bukan berarti bodoh.
Kenal Hamka? Ahli bahasa. Ahli sejarah itu tidak pernah menempuh pendidikan
formal.

10
12) Hubungan generik-spesifik
Contoh : Ayu adalah murid terpandai di kelasnya. Ia selalu mendapat
peringkat pertama dan mendapat nilai yang memuaskan. Ia sangat giat dalam
belajar karena didikan orang tuanya yang hidup serba disiplin. Ia juga murid
kesayangan semua guru-guru.

13) Hubungan ibarat


Contoh ; Kehidupan Alya dan Bayu sangat jauh berbeda. Bagaikan langit dan
bumi.

B. Perbedaan Kohesi dan Koherensi

Kohesi Koherensi
Kepaduan Kerapian
Keutuhan Kesinambungan
Aspek Bentuk (form) Aspek Makna (meaning)
Aspek Lahiriah Aspek Batiniah
Aspek Formal Aspek Ujaran
Organisasi Sintaktik Organisasi Semantis
Unsur Internal Unsur Eksternal

11
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Koherensi dan kohesi merupakan unsur wacana yang penting. Kedua


unsur itu digunakan untuk membangun teks yang baik. Wacana yang baik
ditandai dengan adanya hubungan semantik antar unsur bagian dalam wacana.
Hubungan tersebut disebut hubungan koherensi. Hubungan koherensi dapat
diciptakan dengan menggunakan hubungan kohesi. Hubungan kohesi dapat
dilihat dengan penggunaan piranti kohesi. Piranti kohesi ada bermacam-macam.
Piranti kohesi gramatikal dan kohesi leksikal.

Kohesi tidak datang dengan sendirinya, tetapi diciptakan secara formal


oleh alat bahasa, yang disebut “pemarkah kohesi” (cohesive maker), misalnya
kata ganti (pronomina), kata tunjuk (demonstrative), kata sambung (konjungsi),
dan kata yang diulang.

Istilah koherensi mengacu pada aspek tuturan, bagaimana proposisi


yang terselubung disimpulkan untuk menginterpretasikan tindakan ilokusinya
dalam membentuk sebuah wacana.

12
DAFTAR PUSTAKA

Rani, Dkk. 2004. Analisis wacana. Malang: Bayumodia Publishing.

Mulyana. 2005. Kajian Wacana.Yogyakarta: Tiara Wacana.

http://dandelionidha.blogspot.com/2013/03/kohesi-dan-koherensi_1709.html

https://www.inirumahpintar.com/2016/08/perbedaan-contoh-kohesi-dan-koherensi.html

13

Anda mungkin juga menyukai