Anda di halaman 1dari 11

Analisis Novel Bekisar Merah

Karya Ahmad Tohari

Abdul Halim B.
Akhmad Sukoco
Bayu faizal R.
Cahyo Rizky
Hilman Fadlillah
Yusuf Riyanto H.
Kata Pengantar

Kami hadirkan kepada pembaca sekalian sebuah novel yang


mungkin menarik untuk para pembaca sekalian. Novel ini ditulis
sesuai dangan kehidupan sehari – hari masyarakat Indonesia.
Sehingga melalui novel ini kami berupaya untuk mengangkat
kehidupan sehari – hari masyarakat melalui sebuah tulisan yang
bermanfaat untuk kehidupan para pembaca sekalian.

Buku ini sarat dengan kehidupan tradisional Indonesia yang


mayoritas bermata-pencaharian petani. Oleh karena itu, para
pembaca dapat menambah wawasan tentang bagaimana
kehidupan seorang petani menurut yang dikisahkan oleh
pengarang.

Akhir kata kami mohon maaf apabila dalam penyajian


analisis novel ini terdapat hal – hal yang dirasa kurang berkenan
di hati para pembaca sekalian. Maksud kami disini hanyalah
sekedar untuk menyajikan informasi kepada pembaca sekalian
untuk dipikirkan dan dicermati.

Penyusun
Daftar Isi
A. Kata pengantar ii

B. Daftar Isi iii

C. Pendahuluan

1. Latar belakang

2. Perumusan Masalah

3. Ruang Lingkup

4. Metode Penelitian

5. Sistematika Penulisan

D. Biografi Pengarang

E. Sinopsis Cerita

F. Penutup

1. Saran & Kritik

2. Kesimpulan

G. Daftar Pustaka
Latar Belakang

Dewasa ini sudah banyak bermunculan novel – novel remaja.


Hal tersebut membuat banyak ditinggalkannya novel – novel lama
seperti karya – karya dari Chairil Anwar, Hamka, Marah Rusli, N.H
Dhini, dsb. Pada kesempatan kali ini kami ingin mengangkat
sebuah novel bertajuk “Bekisar Merah” karya seorang pujangga
terkenal Ahmad Tohari. Disini kami ingin menampilkan karya
satra lama dengan kekhasan bahasa yang digunakan, dengan
gaya bahasa puitisnya seorang Ahmad Tohari.

Novel ini kami rasa cocok untuk anda yang merindukan


karya sastra lama, sehingga novel ini sangat layak untuk dibaca
oleh semua kalangan. Tidak seperti novel remaja pada umumnya
yang menceritakan kehidupan percintaan remaja, novel ini
menceritakan tentang kehidupan sehari – hari yang dirasa lebih
alamiah dan tidak monoton, sehingga tidak membosankan untuk
dibaca.
Perumusan Masalah
Masalah yang diangkat pada novel ini adalah tentang
sulitnya kehidupan seorang petani aren bernama Darsa yang
memiliki seorang istri bernama Lasi yang kecantikannya sangat
terkenal di desanya. Masalah ini dimulai ketika Darsa pulang
dengan dipapah kedua temannya akibat terjatuh dari pohon aren.

Ruang Lingkup
Ruang lingkup pada cerita di novel ini berkisar pada
kehidupan sehari – hari seorang petani aren, sehingga masalah
yang dialami oleh tokoh di cerita pada novel ini hanya berkisar
pada kesulitan ekonomi atau kehidupan pertetanggaan antar
para petani aren.

Metode Penelitian
Metode yang kami lakukan disini adalah dengan membaca
erita pada novel ini dan memahami isinya serta dengan mencari
berbagai informasi lain yang terkait dengan novel ini dan
menuangkannya pada tulisan ini.

Sistematika Penulisan
Novel ini menggunakan sistem penulisan bergaya sastra
lama yang menggunakan gaya bahasa yang dirangakai
sedemikian rupa yang jarang di dengar oleh masyrakat pada saat
ini, sehingga butuh penalaran lebih agar mengerti maksud yang
disampaikan oleh pengarang.

Biografi Pengarang
Ahmad Tohari
Ahmad Tohari lahir di Tinggarjaya, Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah, 13 Juni
1948. Ia menamatkan SMA di Purwokerto. Namun demikian, ia pernah mengenyam
bangku kuliah, yakni Fakultas Ilmu Kedokteran Ibnu Khaldun, Jakarta (1967-1970),
Fakultas Ekonomi Universitas Sudirman, Purwokerto (1974-1975), dan Fakultas
Sosial Politik Universitas Sudirman (1975-1976).

Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala adalah
novel trilogi, yang melukiskan dinamika kehidupan ronggeng di desa terpencil,
Dukuh Paruk. Trilogi itu sangat terkenal. Ia pernah bekerja di majalah terbitan BNI
46, Keluarga, dan Amanah. Ia mengikuti International Writing Program di Iowa City,
Amerika Serikat (1990) dan menerima Hadiah Sastra ASEAN (1995).

Karya – karya :

• Kubah (novel, 1980)

• Ronggeng Dukuh Paruk (novel, 1982)

• Lintang Kemukus Dini Hari (novel, 1985)

• Jantera Bianglala (novel, 1986)

• Di Kaki Bukit Cibalak (novel, 1986)

• Senyum Karyamin (kumpulan cerpen, 1989)

• Bekisar Merah (novel, 1993)

• Lingkar Tanah Lingkar Air (novel, 1995)

• Nyanyian Malam (kumpulan cerpen, 2000)

• Belantik (novel, 2001)

• Orang Orang Proyek (novel, 2002)


• Rusmi Ingin Pulang (kumpulan cerpen, 2004)

• Ronggeng Dukuh Paruk Banyumasan (novel bahasa Jawa, 2006) meraih


Hadiah Sastera Rancagé 2007

Sinopsis Cerita
Bekisar merupakan sejenis ayam, hasil persilangan antara ayam hutan
dengan ayam piaraan. Keberadaannya cukup langka dan memiliki banyak
keistimewaan. Sejumlah hobiis ayam dan unggas menghargainya demikian
tinggi. Jauh lebih tinggi dari harga masing-masing induknya.

Tetapi novel ini tidak berbicara tentang bekisar dalam artian


sesungguhnya. Novel ini justru berkisah tentang kehidupan Karangsoga,
kampung pembuat gula kelapa; dimana para lelaki memanjat kelapa untuk
memperoleh nira yang dikumpulkan dalam pongkor bambu; sementara para
perempuan menunggu dirumah sembari bersiap memasak nira dalam
tungku panas hingga menjadi gula.

Meskipun mereka memiliki sendiri pohon kelapa dan memproduksinya


hingga menjadi gula, kehidupan mereka tidak pernah sejahtera. Ini karena
mereka tidak mampu mengakses pasar secara langsung. Gula kelapa dibeli
oleh tengkulak, dengan harga dan timbangan yang menyedihkan. bahan
baku maupun tenaga kerja pembuat gula kelapa tidak dihargai sebagaimana
mestinya. Sementara tengkulak, cukong dan jaringan distribusi lain
mengeruk kemakmuran diatas jerih payah orang lain.

Dengan latar belakang itu, Ahmad Tohari menampilkan tokoh Lasi


sebagai sosok sentral. Keturunan blasteran Jawa – Jepang ini dikisahkan
sebagai perempuan paling cantik diantara sebayanya. Semasa muda, Lasi
selalu menjadi olok-olok teman sekolahnya. Karena matanya yang sipit,
berbeda dengan kebanyakan anak Karangsoga. Tetapi ada satu anak yang
tidak ikut menggoda Lasi, bernama Kanjat. Dua tahun lebih muda, namun
pintar dan baik hati, di mata Lasi.

Menginjak usia dewasa, Lasi kemudian menikah. Ia menjadi istri Darsa,


pemanjat yang memiliki dua belas pohon kelapa. Sekaligus juga keponakan
Wiryaji, suami sambung ibunya. Kehidupan pasangan muda ini berbahagia,
meskipun dalam jerat kemiskinan dan bayangan masa depan tidak menentu.
Sampai tiga tahun pernikahan, mereka belum juga memiliki keturunan.

Suatu ketika Darsa jatuh dari pohon kelapa, tidak mati tetapi
mengalami luka parah, terus menerus buang air kecil tanpa henti. Dengan
sabar Lasi merawatnya. Bahkan sampai menggadaikan tanah pada
tengkulak untuk menutup biaya pengobatan Darsa di Rumah Sakit. Meskipun
Ia tahu konsekuensinya, harga gula produksinya akan dipermainkan dengan
seenak hati oleh tengkulak. Tapi Darsa belum sembuh benar, terpaksa
dibawa pulang karena ketiadaan biaya.

Sampai di rumah, Darsa kemudian berobat pada dukun pijat, Bunek.


Perlahan tapi pasti, Ia kemudian sembuh. Hingga suatu pagi, Ia mendatangi
istrinya bercerita bahwa Ia sudah tidak ngompol lagi. Sejenak kebahagian
dirasakan pasangan muda ini. Gairah yang sekian lama terpendam dapat
disalurkan. Darsa kembali utuh sebagai lelaki.

Tetapi disinilah justru permasalahan dan konflik mulai terbangun.


Tidak berapa lama semenjak kesembuhan Darsa. Sipah, anak Bunek
meminta pertanggungjawaban. Ia mengaku hamil oleh perbuatan Darsa. Lasi
kemudian kalut, bercampur sedih dan jengkel karena suami yang dirawat
dengan penuh kasih dan pengorbanan semasa sakit ternyata berbuat tidak
semestinya dengan perempuan lain. Lasi kemudian lari ke Jakarta,
menumpang truk Pardi, tetangganya mengantarkan gula kelapa.

Sebagaimana sopir kebanyakan, Pardi memiliki sejumlah rumah makan


langganan sepanjang perjalanan menuju Jakarta. Ia juga punya ’pacar’ di
tiap rumah makan yang disinggahi. Lasi kemudian dititipkan di salah satu
rumah makan langganan Pardi untuk diambil kembali sepulang dari Jakarta.
Lasi diperlakukan dengan sangat baik oleh pemilik rumah makan, Bu
Koneng. Seolah menemukan kedamaian, Ia tidak mau kembali ke
Karangsoga. Tetapi tidak ada kebaikan tanpa pamrih, apalagi di kota besar
seperti Jakarta.

Petualangan Lasi berlanjut. Karena keluguannya, Ia tidak sadar kalau


masuk dalam perangkap perdagangan perempuan. Lepas dari Bu Koneng, Ia
kemudian dibawa oleh Bu Lanting, yang terkagum akan kecantikan Lasi.
Sekali lagi, Bu Lanting adalah orang baik di mata Lasi, sementara Lasi
berprinsip bahwa ketika menerima kebaikan seseorang, Ia seperti berhutang
sehingga harus dibayar dengan kebaikan pula. Karena itu ia menurut saja
ketika diajak ikut Bu Lanting ke rumahnya. Perempuan bermata sipit pada
masa itu memang sedang tren, mengikuti Pemimpin Besar Revolusi yang
memiliki istri bermata sipit.

Oleh Bu Lanting, Lasi dipoles sedemikian rupa sehingga menjadi kian


cantik. Ia juga dibiasakan dengan budaya kota, termasuk dalam hal
berpakaian dan gaya hidup. Sampai dianggap siap, Ia kemudian dikenalkan
dengan Handarbeni, lelaki tua yang sedang mencari perempuan bermata
sipit untuk dijadikan istri, entah keberapa.

Singkat cerita, Lasi kemudian menikah dengan Handarbeni. Sebuah


pernikahan pura-pura, tanpa makna. Sekedar prestise bagi Handarbeni.
Dalam rangka mengurus surat cerai dari Darsa, Lasi kembali ke Karangsoga
sebagai ’sosok berbeda’. Lasi yang sangat kaya dan kian cantik. Ia
bercengkrama kembali dengan sebagian masa lalunya. Bertemu kembali
dengan Kanjat yang sudah menjadi sarjana. Dua insan ini ternyata saling
menyukai. Namun masing-masing harus menjalani takdirnya, Lasi kembali ke
Jakarta dan menjalani pernikahan semu dengan Handarbeni. Sementara
hatinya tetap untuk Kanjat.

Novel ini berakhir dengan tragis, dimana Karangsoga dan


penduduknya semakin merana. Namun tampaknya akhir cerita sengaja
digantung oleh penulis, entah demi kepentingan interpretasi dan imajinasi
pembaca atau apa.

Unsur Intrinsik
o Tema : Kesetiaan seorang istri terhadap suaminya

o Latar :

• Latar tempat : rumah Darsa, kebun kelapa Darsa, desa


Karangsoga,dan kota Jakarta

• Latar waktu : masa Revolusioner, senja hari, pagi – pagi buta

• Latar suasana : sunyi pedesaan, keramaian kota Jakarta

o Alur : Alur maju

o Sudut pandang : sudut pandang orang di luar cerita

o Penokohan :

• Darsa : rajin bekerja, setia kepada istrinya

• Lasi : agak kurang setia, berusaha memuaska suaminya

• Mas Pardi : ingin menolong Lasi, namun di sisi lain tidak


ingin membuat Darsa menjadi sedih

• Bu Koneng : seorang mucikari yang bersikap baik pada


Lasi karena mengetahui bahwa Lasi wanita baik – baik.
• Bu Lanting : seorang yang baik di mata Lasi, padahal ia
berniat untuk menjual Lasi

• Handarbeni : seorang pengusaha yang menikahi Lasi hanya


untuk nafsu birahinya

• Kanjat : pria cerdas nan gagah yang mencintai Lasi

o Amanat :

Penutup
Saran
Kami mengharapkan agar cerita ini mempunyai akhir yang jelas, karena
kami rasa akhir ceritanya agak sedikit menggantung, kami tidak mengetahui
maksud dari hal tersebut apakah untuk membuat pembaca penasaran atau
apapun alasannya.

Kami juga mengharapkan adanya perbaikan kata – kata yang sulit


dimengerti agar pembaca dapat lebih mengerti jalan ceritanya.

Kesimpulan
Kesimpulan dari cerita ini adalah
Daftar Pustaka

Tohari, Ahmad.1993. Bekisar Merah. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama
Internet: http://google.com
http://wikipedia.com
http://kompas.co.id
http://liputan6.com

Anda mungkin juga menyukai