Anda di halaman 1dari 10

KAJIAN SOSIOLOGI KARYA SASTRA SEBUAH REALITAS SOSIAL DALAM

CERPEN “SENYUM KARYAMIN” KARYA AHMAD TOHARI


Oleh Muhammad Firman
180110170005

ABSTRAK
Realitas sosial menunjukan bahwa persoalan dalam kehidupan saat ini masih banyak
ditemukan. Namun, banyak nilai-nilai sosial yang dapat kita ambil dari berbagai masalah yang
timbul tersebut. Sebagai cerminan dari realitas sosial, karya sastra merupakan sebuah media
untuk menyampaikan pemikiran, imajinasi pengarang melalui tulisan tanpa takut akan masalah
yang di timbulkan.
Permasalah yang penulis angkat dalam penulisan ini yakni mengenai masalah sosial yang
terdapat dalam cerpen “Senyum Karyamin” yang menjadi satu di antara masalah yang benar-
benar terjadi di masyarakat atau realitas dalam masyarakat saat ini.
Teori yang digunakan untuk mengkaji permasalahan ini yakni kajian sosiologi karya
sastra. Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dapat dilihat hubungannya dengan
kenyataan yang ada, sejauh mana karya sastra tersebut dapat mencerminkan kenyataan atau
fakta sebenarnya dalam kehidupan. Penulisan ini menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan desain deskriptif, yaitu penelitian yang memberi gambaran secara cermat mengenai
individu atau kelompok tertentu tentang keadaan dan gejala yang terjadi.
Cerpen “Senyum Karyamin” mengangkat sebuah permasalahan yang terbilang cukup
banyak terdapat di indonesia. Permasalahan ekonomi menjadi faktor utama dalam kemiskinan.
Hal ini diangkat sebagai masalah pokok dalam cerpen ini, Karyamin sebagai tokoh utama
digambarkan sebagai orang yang kuat dalam menghadapi berbagai masalah yang ia hadapi.
Muali dari masalah utang, kelaparan dan lain sebagainya. Namun, sebagai tokoh yang kuat
Karyamin menghadapi segala permasalahannya dengan senyuman. Banyak makna yang
terkandung dalam senyuman yang dilontarkan oleh Karyamin ini, untuk itu penulis mencoba
untuk menganalisisnya dengan pendekatan sosiologi karya sastra.

Kata Kunci: Sosiologi Karya Sastra, Senyum Karyamin, Masalah Sosial.

LATAR BELAKANG
Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (2000: 2) mengatakan bahwa Karya sastra
merupakan hasil cipta manusia dengan menggunakan media bahasa tertulis maupun lisan,
bersifat imajinatif, dan disampaikan secara khas. Sebagai hasil imajinasi, karya sastra berfungsi
sebagai hiburan yang menyenangkan, karya sastra juga berguna menambah pengalaman batin
bagi pembacanya. Membicarakan sastra yang bersifat imajinatif, ada tiga genre sastra yaitu
prosa, puisi dan drama. Prosa dalam pengertian kesusastraan juga disebut fiksi, teks naratif,
atau wacana naratif. Istilah fiksi dalam pengertian ini adalah cerita rekaan atau cerita khayalan.
Hal ini disebabkan fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pada kebenaran
sejarah.
Sebagai sebuah karya imajinasi, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan
kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang menghayati aspek dari berbagai permasalahan
tersebut dengan penuh kesungguhan yang diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi sesuai
dengan pandangannya. Salah satu jenis prosa adalah cerita pendek atau sering disingkat cerpen.
Menurut Susanto dalam Tarigan (1984 : 176) mengatakan bahwa cerpen merupakan cerita yang
panjangnya sekitar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap yang terpusat dan
lengkap pada dirinya sendiri. Cerpen bisaanya menggambarkan hubungan manusia dengan
manusia yang berupa status sosial seseorang, pola pikir, tingkah laku, dan tata nilai budaya dan
sebagainya. Kemudian interaksi itu ditandai dengan hal-hal yang bermanfaat untuk manusia
yang lain.
Sebagai karya seni, karya sastra merupakan bagian dari kebudayaan yang berhubungan
erat dengan sosial budaya bangsa yang memilikinya. Dengan demikian karya sastra juga
berbicara tentang manusia, peristiwa, dan lingkungan hidup manusia. Menurut Emzir dan
Rohman (2015: 254) Karya Sastra adalah penciptaan yang disampaikan oleh seorang penulis
untuk tujuan estetika. Karya sastra mengungkapkan realitas kehidupan masyarakat secara
kiasan. Artinya karya sastra merupakan representasi atau cerminan dari masyarakat. Karya
sastra sendiri dibagi kedalam dua bentuk yang berbeda, yaitu fiksi dan nonfiksi. sastra fiksi
yakni prosa, puisi, dan drama. Sementara contoh nonfiksi sastra adalah biografi, otobiografi,
esai, dan kritik sastra. Objek dalam penelitian ini adalah mengenai sastra fiksi yaitu cerpen.
Cerpen juga mengungkapkan fenomena sosial dalam aspek-aspek kehidupan yang dapat
digunakan sebagai sarana mengenal manusia dan zamannya. Fenomena sosial yang kemudian
diangkat menjadi sebuah karya. Dewasa ini, bentuk bacaan cerpen semakin beragam. Sebagai
salah satu sumber bacaan, cerpen merupakan bacaan yang sangat digemari, sebab cerita yang
terdapat dalam cerpen cenderung lebih pendek dan mudah dipahami. Para penulis cerpen
berlomba-lomba membuat cerpen yang bisa menarik minat dan memenuhi keinginan pembaca
dengan memanfaatkan unsur-unsur negatif, misalnya pencintraan seksualitas dan kekerasan.
Cerpen yang disinyalir mengandung unsur-unsur yang negatif sudah banyak beredar di
kalangan masyarakat, baik orang dewasa maupun anak-anak. Untuk pembelajaran, khususnya
apreasiasi Sastra Indonesia unsur-unsur negatif semacam itu tidak pantas dan tidak bermanfaat
bagi sebagian orang, karena akan berdampak negatif pada berbagai lapisan masyarakat.
Terdapat banyak cerpen yang ada di Indonesia. Satu di antra sekian banyak cerpen dan
menjadi objek penulisan kali ini adalah cerita pendek yang berjudul “Senyum Karyamin”
Karya Ahmad Tohari. Ahmad Tohari adalah sastrawan Indonesia yang lahir di Tinggarjaya,
Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah pada tanggal 13 Juni 1948. Ahmad Tohari terkenal
sebagai penulis yang menggunakan lantaran gaya bahasanya lugas, jernih, dan juga sederhana,
disamping kuatnya metafora dan ironi. Cerpen “Senyum Karyamin” merupakan satu di antara
berbagai cerpen dalam Buku kumpulan cerpen Senyum Karyamin. Secara umum, cerpen-
cerpen dalam kumpulan buku cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari banyak
mengangkat tema cinta dan kasih sayang manusia terhadap sesamanya serta kemunafikan.
Dalam kumpulan cerpen ini banyak menceritakan kehidupan pedesaan yang masih awam, lugu,
kumuh, bodoh dan alami. Tetapi, dunia pedesaan adalah dunia yang jujur dan senantiasa
mengutamakan keharmonisan serta keselarasan hubungan mahluk dengan dunia sekitarnya.
Masalah lingkungan hidup menjadi daya pikat dan nilai tambah cepen karya Ahmad Tohari ini
yang jarang dijadikan latar oleh pengarang Indonesia lainnya. Sebagai bahan penulisan, penulis
lebih mengkhususkan pada satu cerpen dengan tujuan pengkajian akan lebih terfokus. Dalam
hal ini dipilih cerpen “Senyum Karyamin”.
Cerpen yang dipilih dalam penelitian ini memiliki latar belakang orang kemiskinan yang
kuat, bagaimana para tokoh menghadapi persoalan-persoalan (proses yang terjadi di
masyarakat) yang terjadi dalam cerita memiliki kesamaan, tentang perilaku orang miskin
mengatasi masalah, menyikapi kemiskinan, moral dan kritik atas gagasan yang mencerminkan
kenyataan tergambar didalamnya. Dalam cerpen digambarkan bahwa masing-masing tokoh
memiliki perwatakan yang kuat, posisi tokoh sangat dominan untuk menggambarkan gagasan
pengarang, baik secara langsung maupun tidak langsung.

METODOLOGI PENULISAN
Jenis penulisan ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang tidak
menggunakan perhitungan. Dalam ilmu sastra, sumber datanya adalah naskah. Data yang
digunakan sebagai dasar penelitian ini adalah berwujud kata-kata, kalimat-kalimat atau teks
yang terdapat dalam cerpen tersebut. Sumber pengambilan data tersebut berasal dari kumpulan
cerpen “Senyum Karyamin” karya Ahmad Tohari, cetakan kesembilan penerbit Gramedia
Pustaka Utama tahun 2013 dalam bentuk PDF. Menurut Ratna (2012: 47) mengatakan bahwa
Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif bertujuan
untuk membangun persepsi alamiah sebuah objek, jadi peneliti harus mendekatkan diri kepada
objek secara utuh atau berdasrkan apa adanya pada naskah.

PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN


Penulisan ini menggunakan teori sosiologi sastra yang merujuk pada pendapat Rene
Wellek dan Austin Warren. Rene Wellek dan dan Austin Warren (1956) membagi telaah
sosiologis menjadi tiga klasifikasi. Pertama, sosiologi pengarang, yakni mengenai sosiologi
sastra yang mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi politik, dan lain-lain yang
menyangkut diri pengarang. Kedua, sosiologi tentang karya sastra itu sendiri, yakni
mempermasalahkan tentang suatu karya sastra. Yang menjadi pokok telaah adalah tentang apa
yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak
disampaikannya. Ketiga, sosiologi sastra yang mengambil permasalahan tentang pembaca dan
pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.
Paradigma sosiologi sastra berakar dari latar belakang historis dua gejala, yaitu
masyarakat dan sastra: karya sastra ada dalam masyarakat, dengan kata lain, tidak ada karya
sastra tanpa masyarakat. Sosiologi sastra, meskipun belum dapat dikatakan menemukan pola
analisis yang dianggap memuaskan, mulai memperhatikan karya seni sebagai bagian yang
integral dari masyarakat. Tujuannya sudah jelas bahwa hal ini dilakukan untuk memberikan
kualitas yang proposional bagi kedua gejala: sastra dan masyarakat.
Oleh karena itu, untuk melihat secara mendalam mengenai isi atau pesan yang sampaikan
pengarang pada cerpen “Senyum Karyamin”, akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan
sosiologi karya sastra.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Sinopsis Cerpen “Senyum Karyamin”.
Senyum Karyamin adalah salah satu cerpen yang ditulis oleh Ahmad Tohari. Ringkasan
cerpennya adalah sebagai berikut:
Suatu pagi di tempatnya biasa bekerja, Karyamin sudah jatuh dua kali karena tergelincir.
Tubuhnya yang tidak seimbang untuk memanggul beban batu di pundaknya, serta keadaannya
yang sejak tadi perutnya belum terisi apapun menambah bebannya. Teman satu pekerjaannya,
justru menertawakan apa yang dialami Karyamin.
Teman Karyamin tetap saja bercanda tentang perempuan yang menyeberang dengan
tetap menggoda Karyamin yang sedari tadi hanya terdiam dan tertunduk. Walaupun demikian,
Karyamin tetap tersenyum.
Melihat bagaimana kondisi Karyamin, Saidah yang mulai menata dagangannya
menawari Karyamin makan. Namun Karyamin menolaknya dan hanya meminta segelas air
saja. Karyamin merasa kasihan kepada Saidah karena selama ini ia hanya berhutang kepada
Saidah. Setelah itu, Karyamin memutuskan untuk pulang ke rumah.
Dibayangkan, istrinya yang sedang sakit harus menghadapi dua penagih bank harian
yang datang kerumahnya. Karyamin melihat seorang lelaki yang sebelumnya ia anggap orang
yang mau menagih utang dan ternyata lelaki tersebut adalah Pak Pamong. Pak Pamong ke
rumah Karyamin dengan tujuan hendak menagih iuran untuk menolong orang-orang Afrika
yang kelaparan di sana.
Namun kali ini Karyamin tidak hanya tersenyum, melainkan tertawa terbahak
mengetahui tujuan Pak Pamong ke rumahnya. Karena yang ada di dalam pikirannya adalah
mengapa ia harus membayar iuran tersebut padahal ia sendiri kelaparan. Demikian kerasnya ia
tertawa, hingga merapuhkan keseimbangan tubuhnya. Karyamin jatuh terguling ke lembah.
Usaha Pak Pamong untuk menahan Karyamin agar tidak terjatuh gagal, dan akhirnya Karyamin
terjungkal.

Hasil Analisis
Ahmad Tohari adalah satu di antara sastrawan Indonesia yang pantas diperhitungkan
dalam dunia sastra di Indonesia. Ahmad Tohari dilahirkan pada tanggal 13 Juni 1948 di
Tringgarjaya, Jatiwalang, Banyumas, Jawa Tengah. Ahmad Tohari adalah sastrawan yang telah
banyak membuat karya yang mengangkat tentang kehidupan “wong cilik” atau orang miskin
yang termarjinalkan. Satu di antara karyanya adalah cerpen yang berjudul “Senyum
Karyamin”. Cerpen yang terbit pada tahun 2013 ini terdiri dari 13 judul cerpen yang memiliki
jalan cerita yang memilukan dan menarik untuk dibaca.
Penulis mengaitkan cerpen “Senyum Karyamin” karya Ahmad Tohari dengan
menggunakan pendekatan sosiologi sastra pada realitas di masyarakat yakni penulis lebih
menekankan pada sosiologi yang terdapat dalam karyanya. Fokus perhatian sosiologi Sastra
adalah pada isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri
dan yang berkaitan dengan masalah sosial yang dikemukakan Wellek dan Warren (1994). Hal
ini dilakukan agar cerpen tersebut mudah dimaknai sebagai suatu karya sastra yang menjadi
cerminan dari realitas sosial yang ada. Pendekatan sosiologi sastra merupakan perkembangan
dari pendekatan mimetik yang memahami karya sastra dalam hubungannya dengan realitas dan
aspek sosial kemasyarakatan.
Dalam cerpen latar pedesaan sangat ditonjolkan oleh Ahmad Tohari. Kekuatan latar
inilah yang menjadi terasa lebih sesuai karena yang menjadi tokoh utamanya adalah Karyamin.
Seseorang yang berwatak lugu dan pekerja keras yang hidup dalam lingkup kemiskinan di
desanya. Di masa saat ini, sudah tak banyak orang seperti Karyamin.
Ahmad Tohari seolah-olah mewakili aspirasi atau jeritan hati rakyat kecil dengan segala
probelmatika hidup di dalamnya. Dengan demikian, permasalahan sehari-hari yang dihadirkan
dalam cerpen begitu membuat hati pembaca bak teriris pilu. Ia seakan lebih bebas menyapa
kita tentang tanggung jawab kemanusiaan dan tidak merasa terikat untuk berbicara apa pun.
Penggambaran tokoh Karyamin dapat kita anggap sebagai sebuah realitas yang sering
terjadi di masyarakat yang tinggal di desa. Kehidupan yang seratus persen berbeda dengan
perkotaan yang seolah menawarkan kemapanan atau kesejahteraan hidup. Sesuatu yang begitu
menggiurkan sehingga tak sedikit masyarakat yang rela meninggalkan desa tercintanya hanya
untuk mengadu nasib di kota. Namun, hal itu tidak berlaku untuk Karyamin. Ia tidak tergiur
dengan apa yang ditawarkan tersebut. Ia memilih tetap tinggal di desanya, meskipun harus
membanting tulang dengan bekerja sebagai pencari batu kali. Nyatanya, pekerjaan itu tak juga
membuat dirinya hidup sejahtera karena uang yang dihasilkan pun tak seberapa. Hal tersebut,
seakan menyiratkan bahwa kehidupan masyarakat yang bekerja sebagai pencari batu itu masih
hidup dalam lingkup kemiskinan.
Pemunculan potret kemiskinan yang dialami Karyamin dan semakin terasa memilukan
adalah ketika petugas bank harian terus menagih setoran hutangnya yang terus menumpuk. Hal
ini dibuktikan dalam kutipan berikut:

“Memang bahaya meninggalkan istrimu seorang diri di rumah. Min, kamu ingat anak-
anak muda petugas bank harian itu? Jangan kira mereka hanya datang setiap hari hanya
buat menagih setoran kepada istrimu. Jangan percaya kepada anak-anak muda penjual
duit itu. Pulanglah, istrimu kini pasti sedang digodanya.” (Tohari: 2013:2)
Kaitan Sosiologi Sastra begitu terpancar jelas dalam cerpen. Alur cerita yang menggugah
nurani pembaca membuat siapa saja yang membaca cerpen ini langsung membandingkan
dengan keadaan realitas yang ada. Dalam menggambarkan ketidakmampuan Karyamin,
Ahmad Tohari menyelipkan diksi-diksi menggugah simpati dan tentunya diksi yang mudah
dipahami sehingga pembaca tidak merasa kesulitan dalam mengartikan setiap diksi yang
terdapat dalam cerpen.
Kata “senyum” yang selalu dari raut muka Karyamin dalam cerpen seakan
menggambarkan bahwa Karyamin menjalani pahit-manisnya kehidupan dengan penuh
kepasrahan dan keikhlasan. Dengan bermodalkan senyuman yang selalu terukir dalam
wajahnya, Karyamin seakan mampu menghadapi setiap permasalahan yang selalu datang
kepadanya, tidak peduli sebesar apa pun masalahnya. Ia mampu menghadapi
ketidakberdayaannya dengan senyumannya.
Reduplikasi atau pengulangan kata senyum dalam cerpen seakan menyihir pembacanya
dalam mengartikan makna hidup yang sesungguhnya. Karyamin dengan segala problematika
dalam hidupnya, ia memberikan senyuman dengan berbagai makna. Makna yang pertama,
yakni ia tidak ingin orang lain mengasihaninya, walaupun sebenarnya hidupnya begitu
memprihatinkan. Kedua, ia tidak ingin terus terpuruk karena problematika kehidupan yang
harus dilaluinya. Karyamin ingin menggapai ibadah meskipun kecil dalam menapaki
kehidupan yang sementara ini dengan sisa senyum yang ia punya. Berikut adalah contoh
kutipan:

“Memang, Karyamin telah berhasil membangun fatamorgana kemenangan dengan


adanya senyum dan tawanya.”
“Jadi, Karyamin hanya tersenyum. Lalu bangkit meski kepalanya pening dan langit
seakan berputar.”
“Dia tersenyum ketika menapaki tanah licin yang berparut bekas perosotan tubunya
tadi.” (Tohari: 2013: 3).
Potret kemiskinan memang tampak sekali dalam cerpen tersebut. Masyarakat pedesaan
yang mengandalkan hasil alam sebagai mata pencahariannya yang masih dirasa belum cukup
untuk menutupi segala kebutuhan hidup. Akibatnya, ada saja masyarakat yang harus berpuasa
atau menahan lapar karena tidak ada lagi uang yang tersisa sehinga tidak bisa membeli
makanan. Karyamin dengan pekerjaan yang berat dan sangat menguras tenaga itu dengan
terpaksa harus menahan lapar dan haus. Tak heran jika banyak masyarakat yang terpaksa
berhutang kepada petugas bank harian yang sering berkeliling di desa-desa terpencil. Pada
hakikatnya, masalah-masalah yang dialami oleh tokoh Karyamin bukan lagi menjadi hal yang
tabu. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan berikut:

“Sesungguhnya Karyamin tidak tahu betul mengapa dia harus pulang. Di rumahnya tidak ada
sesuatu buat mengusir suara kruyuk dari lambungnya. Istrinya juga tak perlu dikhawatirkan”
(Tohari: 2013: 5)
Kemarginalan kehidupan pedesan memang bukan lagi menjadi sesuatu yang tabu. Dalam
hal ini, jika dibandingkan dengan keadaan perkotaan yang serba ada dan lengkap begitu juga
mempengaruhi kehidupan masyarakatnya. Masyarakat pedesaan yang tertinggal dalam banyak
aspek seakan membenarkan paradigma bahwa ketika dewasa, masyarakat sudah berpikir untuk
bekerja di sawah atau kebun di desa. Tidak membekali diri dengan keahlian atau keterampilan
yang mampu mengantarkan masyarakat ke dalam kehidupan yang lebih sejahtera.
Realitas sosial yang dihadirkan dalam cerpen Senyum Karyamin membuktikan bahwa
itu semua bukan hanya sekadar fiktif belaka. Dengan demikian, antara sastra dan masyarakat
memang saling berkaitan satu sama lain. Ahmad Tohari berperan sebagai pengamat keadaan,
sangat cerdas dalam mengaitkan realitas sosial yang terjadi dengan imajinasi yang luas yang
dimilikinya. Kemiskinan dan jauh dari kesejahteraan.
Tokoh Karyamin dalam cerpen tersebut menggambarkan sosok yang pekerja keras dan
tidak mudah menyerah pada keadaan. Dalam kemiskinan yang menjeratnya, Karyamin tetap
menjalankan tanggung jawabnya sebagai seorang suami yaitu dengan memberikan nafkah
kepada istrinya. Hal tersebut membuat Karyamin tetap bekerja keras, walaupun dengan
menahan beratnya pikulan batu yang dibawanya bahkan ia pun sudah terjatuh berkali-kali pada
saat ia membawa pikulan batu menuju pangkalan material. Hal tersebut dapat dilihat dari
kutipan berikut:
“Meskipun demikian, pagi itu Karyamin sudah dua kali tergelincir. Tubuhnya rubuh, lalu
menggelinding ke bawah, berkejaran dengan batu-batu yang tumpah dari keranjangnya.”
(Tohari: 2013: 1)
Jelaslah, bahwa pemberian judul “Senyum Karyamin” dalam cerpen Ahmad Tohari
seolah ini memiliki magnet atau kekuatan tersendiri, bahkan memiliki pesan atau amanat yang
begitu memberi banyak pembelajaran khususnya tentang hidup. Karyamin seakan mampu
menjadi contoh sosok yang tegar dalam menghadapi berbagai tantangan, penderitaan, dan
permasalahan lainnya dalam hidup.
Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa cerpen “Senyum Karyamin” memiliki
hubungan yang erat dengan pendekatan sosiologi sastra. Hal tersebut terjadi karena apa yang
dialami Karyamin merupakan realitas sosial yang ada di pedesaan, khususnya pada masyarakat
yang bekerja sebagai pencari atau pengumpul batu di kali yang hidup dalam di bawah garis
kemiskinan. Berbagai masalah yang ditampilkan dalam cerpen tersebut seakan-akan menjadi
sebuah tamparan bagi kehidupan di Indonesia, banyak sekali permasalahan kemiskinan,
kelaparan, dan kesehatan. Hal ini menjadi sebuah evaluasi bagi setiap pihak di negara ini.

KESIMPULAN
Setelah melalui pendeskripsian dan analisis data, penulis dapat menyimpulkan beberapa
hal terkait dengan bentuk realitas sosial dalam cerpen “Senyum Karyamin” karya Ahmad
Tohari dan kaitannya dengan bentuk realitas sosial di tengah masyarakat pembaca. Pertama,
cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari mengangkat berbagai persoalan sosial
kemasyarakatan yang terjadi di tengah masyarakat perdesaan kalangan bawah. Kedua, realitas
sosial yang terdapat dalam kumpulan cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari berkait
dengan masalah moral seperti pada seorang tokoh yang memiliki sifat dan prilaku yang tidak
baik. pada cerpen Senyum Karyamin karya Ahmad Tohari yaitu bentuk realitas sosial moral
berupa sifat iri dan melakukan perbuatan zina yang tidak baik diterima oleh masyarakat
sekitarnya. Cerpen “Senyum Karyamin” karya Ahmad Tohari memiliki banyak manfaat yang dapat
dijadikan unsur-unsur pengajaran bagi pembaca sastra. Karena, dalam cerpen tersebut mengandung
berbagai aspek sosial dalam masyarakat yang menjadi permasalahan di lingkungan pedesaan. Hal ini
berbeda jauh dengan hiruk pikuk kehidupan diperkotaan.
Setelah melakukan analisis ini ada beberapa hal yang dapat penulis rekomendasikan
sebagai saran kepada berbagai pihak yang terkait dengan sastra dan pengajarannya. Pertama,
kajian terhadap karya sastra dan hubungannya dengan realitas sosial yang berkembang di
tengah masyarakat pembaca perlu dilakukan secara berkelanjutan, agar pengkajian terhadap
karya sastra berkembang secara terus menerus. Kedua, kajian terhadap berbagai moral, politik,
pendidikan, agama, kebiasaan, ekonomi dan rumah tangga masyarakat dicerminkan dalam
karya sastra . Ketiga, kajian terhadap karya-karya Ahmad Tohari layak dilakukan karena dari
segi gaya penulisan dan hal-hal yang diungkapkan memperlihatkan unsur kebaruan yang akan
menambah wawasan pembaca dan peneliti terkait dengan perkembangan penulisan karya sastra
di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Emzir dan Saifur Rohman.2015. Teori dan Pengajaran Sastra. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.
Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Penelitian Sastra: Teori, Metode, dan Teknik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Tohari, Ahmad. 2013. Senyum Karyamin Kumpulan Cerpen. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1956. Theory of Literature, Third ed. New York: Harcourt,
Brace & World, Inc. Terjemahan bahasa indonesia oleh Melani Budiyanto. 1989. Teori
Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai