Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS PERGOLAKAN SOSIOLOGI DALAM NASKAH DRAMA “BILA

MALAM BERTAMBAH MALAM” KARYA PUTU WIJAYA


Difa Nurul Amalia
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Islam Sultan Agung
difaamalia04@gmail.com

PENDAHULUAN
Karya sastra merupakan ungkapan pribadi manusia atau penulis yang berupa pengalaman, ide
atau gagasan, pengetahuan, wawasan bagi pembacanya serta dalam keyakinan suatu bentuk
gambaran kehidupan yang membangkitkan pesona bahasa melalui media bahasa sebagai
alatnya. Karya sastra bisa hidup karena hasil cipta masyarakat berdasarkan aspek penerimaan
secara emosional maupun rasional dari pembaca karya sastra tersebut. Karya sastra
merupakan cerminan dari masyarakat. Dengan begitu, masyarakat sangat mempengaruhi
pengarang dalam menciptakan suatu karya yang dikaitkan bahwa pengaruh masyarakat
sangat besar serta menentukkan penulisan pengarang, apa tujuannya, bagaimana menulisnya,
dan untuk siapa karya tersebut. sehingga karya sastra merupakan hasil dari masyarakat yang
mencerminkan dinamika kehidupan masyarakat atau sebaliknya yang menjadi cermin oleh
masyarakat (Darmono, 1984: 3-4).
Karya sastra tidak hanya tentang puisi dan cerpen, tetapi drama salah satunya. Dengan
bekembangnya zaman, drama semakin beragam jenisnya. Drama tidak lagi untuk
pertunjukkan lakon yang bersifat improviasi, namun berupa naskah yang di persiapkan
dahulu sebelum berlangsungnya suatu pertunjukkan. Drama merupakan sebuah karya sastra
yang menceritakan tentang kisah, watak, dan tingkah laku manusia melalui peran dengan
dialog yang dipertunjukkan di atas panggung. Dimana kisah atau cerita yang terkandung
dalam drama berupa konflik dan emosi dengan tujuan mempengaruhi orang yang melihat.
Naskah drama merupakan unsur penting dalam sebuah drama karena di dalam naskah
terdapat dialog antar lakon dengan yang lain. Agar pementasan drama berhasil, tentu lakon
harus membutuhkan naskah drama untuk komunikasi dengan lakon yang lain sehingga
terlihat seimbang dan selaras serta dapat ditangkap makna yang akan disampaikan kepada
penonton.

1
Menurut Atmazaki (199: 31), karya sastra dikatakan berbentuk drama memiliki ciri-ciri
sebagai berikut : (1) sebuah karya sastra disebut drama yang ditentukan oleh dialog; (2)
drama diciptakan bukan untuk dinikmati tetapi untuk dipentaskan; (3) jika karya sastra
berbentuk prosa serta menceritakan suatu kejadian sedangkan drama merupakan kejadian saat
itu atau sendiri yaitu di atas panggung. dengan begitu drama merupakan kisah atau cerita
yang disampaikan melalui dialog antar lakon satu dengan yang lain. sebuah naskah drama
sangat penting dalam sebuah drama tetapi sutradara diperbolehkan merubah atau mengganti
sesuai dengan keadaan atau kebutuhan tanpa adanya menghilangkan kandungan isi yang
terdapat dalam drama tersebut.
Naskah drama Bila Malam Bertambah Malam merupakan salah satu naskah drama realitis
dengan kehidupan masyarakat Bali yang ditulis oleh Putu Wijaya. Dimana realitis tersebut
terlihat di alur dan pengaluran, tokoh dan penokohan yang dikemas oleh penulis dengan rapi
serta lurus. Di lihat dari tema yang terdapat pada naskah ini sangat menarik, karena berkisah
tentang cinta dan keangkuhan manusia yang berlatar sosial Bali. Dengan maksud untuk
menjaga keutuhan martabat latar sosial dengan adanya benturan cinta sehingga membuat
membeda-bedakan manusia dalam suatu kasta.
Sosiologi sastra berkaitan erat dengan masyarakat sebagai sumbernya. Dengan latar belakang
manusia sebagai makhluk sosial dikarena masyarakat hidup berdampingan serta
membutuhkan satu sama lain. Hubungan dua arah tersebut, dapat mempengaruhi penulis
dalam membangun imajinasi serta implikasi karyanya terhadap kehidupan sosial secara luas.

RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penilitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana keterkaitan teori sosiologi dalam naskah drama Bila Malam Bertambah
Malam karya Putu Wijaya?
2. Apa amanat yang terkandung dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam
karya Putu Wijaya?

TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui teori sosiologi dalam naskah drama Bila Malam
Bertambah Malam karya Putu Wijaya yang akan berdampak dalam sosial kehidupan
bermasyarakat. Dengan beberapa amanat yang akan dipaparkan juga untuk memahami serta
pembelajaran yang dapat kita ambil di dalamnya.

2
METODE PENELITIAN
Metode merupakan cara utama yang ditempuh atau digunakan para peniliti untuk mencapai
tujuan tertentu. Metode penelitian adalah cara pengumpulan data dengan tersistematis
berdasarkan fakta serta bertujuan mengumpulkan data hasil penelitian untuk mencapai suatu
tujuan yang sudah ditetapkan (Sugiyono: 2017).
Dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya menggunakan
metode penilitian kualitatif deskriptif. Menurut Sugiyono (2017) mengemukakan bahwa
metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, serta suatu data yang
mengandung makna. Metode kualitatif merupakan penilitian yang mengandalkan verba
(bahasa) daripada angka. Metode deskriptif merupakan metode yang mempunyai tujuan
untuk menjelaskan peristiwa tertentu yang sedang terjadi di masa sekarang atau sudah terjadi
di masa lampau. Dengan begitu, penilitian ini mendeskripsikan penemuan mengenai analisis
teori sosiologi serta amanat yang terkandung dalam naskah ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karya sastra merupakan ungkapan mausia yang bersifat pribadi berupa pengalaman, ide,
pemikiran, serta keyakinan dalam bentuk gambaran kehidupan untuk membangkitkan pesona
dengan bahasa sebagai alatnya.
Drama merupakan karya sastra yang menggunakan dialog sebagai unsur utama dalam
mengisahkan suatu kisah dengan dibalut menggunakan macam jenis seni lainnya. Sedangkan
Menurut Budianta (2002: 95) drama merupakan sebuah karya sasstra yang bergenre
menampilkan fisik serta memperlihatkan secara verba adanya dialog atau percakpan antar
tokoh. Dengan begitu, drama juga terdapat unsur instrinsik dan ektrinsik sebagai pembangun
di dalamnya. Drama juga memiliki macam-macam teori yang mengikati seperti teori
sosiologi, romantisme, absudisme, psikologi, dan lain sebagainya.
Dalam naskah drama Bila Malam Bertamabh Malam karya Putu Wijaya menggunakan teori
sosiologi. Dimana teori sosiologi itu hubungan antara karya sastra dan masyarakat. Di dalam
teori ini terdapat dua arah hubungannya yaitu konteks sosial mempengaruhi penulis sastra
dalam memperoleh imajinasinya dan implikasi karyanya terhadap kehidupan sosial secara
luas.
Menurut Wellek dan Warren (dalam Damono 1997: 3-6), hubungan yang nyata antara sastra
dan masyarakat sebagai berikut :

3
1. Sosiologi Pengarang yaitu menyangkut masalah status sosial, ideologi, sosial, dan
keterlibatan pengarang di luar karya sastra.
2. Sosiologi Karya Sastra yaitu menyangkut masalah isi karya sastra, tujuan, serta hal-
hal lain yang tersirat dalam karya sastra.
3. Sosiologi Pembaca yaitu mempermasalhkan pembaca dan pengaruh sosial karya
tersebut.
Dengan demikian, kritik sosiologi dapat berupa deskriptif artinya deskripsi masyarakat yang
melengkapi karya sastra sering memberikan bantuan sehingga terciptanya keberhasilan suatu
krtitik sastra. Di samping itu, dengan menggunakan pendekatan sosiologi ini membuat kita
mungkin dapat menunjukkan latar belakang dan sebab kelahiran suatu karya sastra serta
dapat menghindarkan dari kesalahpahaman atau kekeliruan dalam melakukan penelitian.
Pengarang tidak hanya menggambarkan dunia secara mentah saja, ia juga harus mengemban
tugas penting yaitu memainkan tokoh ciptaannya dalam situasi agar mencari nasib sehingga
menemukan nilai dan makna dalam dunia sosialnya (Damono: 1978).
Dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya Putu Wijaya dapat dianalisis
sesuai dengan teori sosiologi dalam tiga hal telah disebutkan diatas. Dalam naskah ini juga
terdapat masalah yang tersirat secara langsung yang berkaitan dengan masalah masyarakat
terutama masyarakat Bali serta terdapat amanat yang bisa di ambil dan pahami untuk
masyarakat.
Pada hubungan nyata antara sastra dan masyarakat yaitu Sosiologi Pengarang dapat dianalsis
bahwa adanya pergolakan antara dua buah tingkatan status sosial masyarakat Bali yaitu kasta
ksatria dan kasta sudra. Dalam naskah ini yang memiliki kasta ksatria adalah Gusti Biang,
Ratu Ngurah, I Gusti Ngurah Kentut, dan Sagung Rai. Sedangkan yang memiliki kasta sudara
adalah Wayan dan Nyoman Niti.
Dengan begitu, naskah drama ini menggambarkan pertentangan antara dua tingkatan sosial
yaitu kasta ksatria dan sudra. Dimana Gusti Biang yang merupakan kasta ksatria masih ingin
mempertahankan harkat dan martabat yang diturunkan oleh leluhurnya. Gusti Biang
beranggapan bahwa orang yang berkasta ksatria tidak boleh menikah dengan kasta sudra
karena hal itu dianggap merendahkan dan menghina kebangsaannya. Sehingga membuat
Gusti Biang semena-mena dalam bertindak dan tuturannya kepada orang yang berkasta sudra.
Dalam naskah drama ini, Gusti Biang menentang keras hubungan antara anaknya (Ratu
Ngurah) dengan Nyoman Niti yang berkasta sudra. Dengan begitu, Gusti Biang berbuat
deskriminasi terhadap Nyoman Niti dan Wayan dengan melakukan perbudakan serta
penindasan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya.
4
“Setan! Setan! Kau tak boleh berbuat sewenag-wenang di rumah ini. Berlagak mengatur
orang lain yang masih waras. Apa good, good apa? Good bye! Menyebut kekasih, manis, kau
pikir apa anakku. Wayan akan menguncimu di dalam gudang tiga hari tiga malam, dan kau
akan meraung seperti si belang.”
“Tua bangka, kemana saja kau tadi, kenapa baru datang?”
“Tua bangka, pukul dia sampai mati, putar lehernya. Diam saja seperti kambing!
“Kau perempuan sudra, kau akan kena tulah karena berani menentangku. Hai cepat,
Wayan!”
“Tidak! Semua itu hasutan! Anakku tidak akan kuperkenankan kawin dengan bekas
pelayannya. Darah kami keturunan Kesatrian Kenceng, keturunan raja-raja Balii yang tak
boleh dicermarkan oleh darah orang sudra.”

Pada hubungan nyata antara sastra dan masyarakat yaitu Sosiologi Karya Sastra dapat
dianalisis adanya rasa belas kasih dan sayang. Dimana dulu Gusti Biang menyayangi
Nyoman Niti seperti anaknya sendiri tetapi setelah mengetahui jika Nyoman Niti menyukai
putranya (Ratu Ngurah) membuat perbudakan dan penindasan di lakukan oleh Gusti Biang
kepada Nyoman Niti.

“Setan! Setan! Kau tak boleh berbuat sewenag-wenang di rumah ini. Berlagak mengatur
orang lain yang masih waras. Apa good, good apa? Good bye! Menyebut kekasih, manis, kau
pikir apa anakku. Wayan akan menguncimu di dalam gudang tiga hari tiga malam, dan kau
akan meraung seperti si belang.”

Dengan tindakan semena-mena dan ucapan yang tidak mengenakan hati yang di lontarkan
Gusti Biang kepada Nyoman Niti membuat Nyoman Niti muak dan tidak kuat lagi hingga
memutuskan untuk pergi dari rumah Gusti Biang.

“Gusti Biang, tiyang bosan merendahkan diri, dulu tiyang menghormati Gusti karena usia
Gusti lanjut ......, menjadi tauladan tapi seperti ...”

Selanjutnya yang terakhir, hubungan nyata antara sastra dan masyarakat yaitu Sosiologi
Pengarang. Dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam terdapat nasihat dan amanat
yang tersirat bisa kita ambil.
5
“Orang kebanyakan saja mempunyai kasih sayang dan menghargai orang lain. Tapi Gusti,
dimana letak keagungan Gusti? Cobalah Gusti berjalan di jalan raya seperti sekarang, Gusti
akan ditertawakan oleh orang banyak. Sekarang orang tidak lagi diukur dari keturunan tapi
kelakuan dan kepandaianlah yang menentukan. Sekarang tidak hanya bangsawan, semua
orang berhak dihormati kalu baik. Begitu mestinya.”

Dengan adanya perlawanan Nyoman Niti dan Wayan yang memberontak, kasta bukanlah
tolak ukur untuk suatu orang untuk dihormati karena seseorang dihormati itu atas kebaikan
dan tingkat pendidikan. Begitu halnya dengan perkawinan, kasta ksatria terlalu mematok
bahwa harus sama dengan kasta ksatria dan dilarang menikah dengan beda kasta atau kasta
dibawahnya.

“Orang kebanyakan saja mempunyai kasih sayang dan menghargai orang lain ......, semua
orang berhak dihormati kalu baik. Begitu mestinya.”

Dengan begitu Putu Wijaya ingin menyampaikan bahwa aturan perkawinan dalam
masyarakat Bali sudah kuno dan konyol sehingga Putu Wijaya menyampaikan bahwa
sekarang sudah saatnya semua untuk bergerak atau bertindak, dengan cara mencari temannya
dan pasangan hidupnya tanpa membeda-bedakan.

Amanat yang dapat disampaikan dalam naskah drama Bila Malam Bertambah Malam karya
Putu Wijaya adalah kita sebagai manusia yaitu makhluk sosial bermasyarakat tentu tidak bisa
terlepas dari makhluk hidup yang lain karena kita saling membutuhkan. Kita juga harus
memiliki sikap yang sama tanpa adanya unsur membedakan antara makhluk yang satu
dengan yang lain yaitu status sosialnya.

PENUTUP
Karya sastra tidak hanya memlulu tentang cerpen dan puisi, karena karya sastra memiliki
beragam macam bentuk salah satunya yaitu drama. Dalam naskah drama Bila Malam
Bertambah Malam karya Putu Wijaya menceritakan tentang seorang janda yang begitu
membanggakan kebangsawananya. Gusti Biang merupakan seorang janda dari almarhum I
Gusti Rai seorang bangsawan yang dulu sangat dihormati serta dianggap sebagai pahlawan
kemerdekaan. Dengan latar belakang tersebut, Gusti Biang menjadi sombong dan semena-
6
mena. Gusti Biang juga melakukan perbudakan dan penindasan kepada Nyoman dan Wayan
yang merupakan dari kaum sudra. Gusti Biang menentang keras hubungan antara putranya
(Ratu Ngurah) dengan Nyoman Niti karena menganggap itu sebuah kerendahan atas harga
dirinya. Menurut Gusti Biang jika menikah harus sederajat dengan kaumnya tidak dengan
kaum rendahan seperti kasta sudra.
Naskah drama Bila Malam Bertambah Malam mengandung teori sosiologi yang memberikan
nasihat dan pelajran untuk masyrakat dalam bertindak. Jika kita ingin di hargai, maka kita
harus hargai terlebih dahulu orang lain tanpa adanya merendahkan derajat status sosialnya
karena kita manusia, makhluk sosial yang membutuhkan makhluk yang lain dalam menjalani
kehidupan.
Pada naskah drama Bila Malam Bertambah Malam, yaitu Puu Wijaya mengajak kita untuk
tidak merendahkan derajat status sosial seseorang khususnya masyarakat Bali. Sebab,
peraturan tersebut sudah konyol dan ketinggalan zaman kareana zaman sekarang sudah
berkembang dan mengajak para anak muda generasi bangsa untuk bertindak serta berhak
memilih apa yang dikendakinya tanpa adanya membeda-bedakan lagi.
Naskah drama Bila Malam Bertambah Malam juga memiliki amanat yang sangat bagus untuk
masyarakat dan pembaca. Serta mengingatkan kita untuk selalu berbuat baik kepada setiap
makhluk di bumi ini karena kita tidak bisa hidup tanpa adanya makhluk lain. Selain itu,
memberikan pembelajaran yang bermanfaat untuk para pembaca dalam kehidupannya.

DAFTAR PUSTAKA
Atmazaki. 1990. Ilmu Sastra Teori dan Terapan. Padang: Angkasa Raya.
Budianta, Melani. (2002). Membaca Sastra : Pengantar Memahami Sastra Untuk Perguruan
Tinggi. Yogyakarta: Indonesia Tera.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian (Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai