Anda di halaman 1dari 7

FENOMENA KEDWIBAHASAAN TERHADAP IMPLIKASI KEHIDUPAN

BERMASYARAKAT DI DESA SIKAYU

Difa Nurul Amalia1 Evi Chamalah2


Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Islam Sultan Agung Semarang
difaamalia@std.unissula.ac.id1 Chamalah@unissula.ac.id2

ABSTRAK
Bahasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, karena
dengan berbahasa seseorang dapat menyampaikan maksud dan tujuan kepada orang lain.
Dengan kata lain, bahasa merupakan alat yang digunakan manusia sebagai komunikasi
dengan yang lainnya sebagai makhluk sosial. Komunikasi melalui bahasa itulah manusia bisa
berinteraksi dengan yang lain dan menyesuaikan keadaan terhadap sekitarnya atau
lingkungan. Masyarakat suatu daerah tentu memiliki bahasa daerah masing-masing yang
menunjukkan ciri khas setiap daerahnya. Potret kedwibahasaan sudah menjadi cerminan bagi
masyarakat setiap daerah. Kedwibahasaan memiliki arti yaitu kemampuan berbicara dua
bahasa atau bilingual dengan baik, serta bersifat nisbi (relatif) yang mana membuat
pengertian kedwibahasaan berbeda antara yang satu dengan yang lain. Penggunaan dua
bahasa artinya yaitu pertama, bahasa ibu sendiri atau bahasa pertama (B1) dan yang kedua,
bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya (B2). Dengan demikian, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui sejauh mana bahasa yang digunakan antara bahasa daerah dan bahasa
Indonesia di kalangan masyarakat.
Pemakaian dua bahasa (bilingual) yang terjadi di kalangan masyarakat tidak hanya di
situasi nonformal tetapi formal sekaligus yang membuat masyarakat kebingungan dalam
memilah akan menggunakan bahasa apa untuk berkomunikasi. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Dimana metode
dan penelitian ini dianggap memiliki sifat sistematis terhadap penelitian yang dilakukan. Data
penelitian digambarkan dalam bentuk bahasa serta terperinci secara teguh memegang teori-
teori yang diambil sebagai acuan dalam penelitian. Rumusan masalah meliputi : a.)
Fenomena kedwibahasaan diantaranya alih kode dan campur kode. b.) Faktor yang
memengaruhi kedwibahasaan. c.) Solusi dari faktor yang memengaruhi. Hasil analisis
menunjukkan penggunaan bahasa daerah dan bahasa Indonesia tidak hanya terjadi secara
lisan maupun tulisan. Dengan begitu, kebiasaan ini membuat masyarakat menjadi tidak
konsisten terhadap penggunaan bahasa serta terjadi pemborosan dua bahasa antara bahasa
daerah dan bahasa Indonesia.

Kata kunci : Bahasa, Kedwibahasaan, Masyarakat, Bilingual

1
LATAR BELAKANG
Menurut Djajasudarma (2006: 63) bahasa adalah alat dalam setiap aspek bahkan hampir
semua aktivitas hidup. Bahasa merupakan milik manusia yang telah menyatu dengan
pemiliknya sehingga selalu muncul dalam segala aspek dan kegiatan manusia (Chaer A.,
2003). Bahasa memiliki pola sikap yang harus dibangun dalam berbahasa sebagai pesan
moral, yaitu tatakrama dan andhap asor yang mana akhlak baik dan sopan santun dengan
adanya bahasa membuat makhluk bermasyarakat dengan menjunjung etika kesopanan.
Fenomena berkembangnya globalisasi yang pesat membuat terancamnya kebhinekaan
dan NKRI yang semakin memanas dan tak kunjung usai. Dengan demikian, banyak generasi
muda yang berlomba-lomba dalam bidang teknologi khususnya media sosial. Oleh sebab itu,
kesantunan dalam berbahasa dan fenomena kedwibahasaan sangat penting untuk diteliti.
Kedwibahasaan tentu sudah tak asing lagi di dengar oleh anak usia sekolah dasar,
remaja, dewasa bahkan masyarakat sudah mampu menguasai bahasa pertama (B1) yaitu
bahasa daerah masing-masing biasa dikenal dengan bahasa ibu dan bahasa kedua (B2) yaitu
bahasa Indonesia atau sebaliknya. Meskipun tingkat kemahiran berbahasa dalam masyarakar
cukup berkembang tetapi masih banyak hal yang perlu dibenahi terutama perihal
kedwibahasaan.
Ada beberapa permasalahan yang timbul dengan adanya penggunaan dua bahasa atau
bahasa lain di kalangan masyarakat. Salah satunya yaitu terjadinya kontak bahasa yang
mengarah pada interferensi bahasa yang satu ke bahasa yang lain. menurut Rusyana (1984:
53) mengatakan bahwa praktik penggunaan dua bahasa oleh seseorang dapat menyebabkan
penyimpangan dari norma masing-masing bahasa. Dengan demikian, tentu akan berpengaruh
terhadap proses penuturan bahasa pada kalangan masyarakat.
Menurut Chaer (2004: 84) menyebutkan bahwa istilah bilingualisme dalam
kedwibahasaan. Sedangkan Rusyana (1984: 51) mengungkapkan bahwa “Kedwibahasan
merupakan penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseorang”. Dengan begitu,
kedwibahasaan adalah cara penutur menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian
dengan dipengaruhi oleh situasi serta kondisi yang dihadapi oleh penutur.
Dalam kedwibahasaan menyangkut beberapa hal-hal sebagai berikut :
1.) Interferensi
Peristiwa interferensi digunakan unsur-unsur bahasa lain dalam penggunaan suatu
bahasa yang dianggap sebagai suatu kesalahan karena menyimpang dari kaidah atau
aturan bahasa yang digunakan.
2.) Alih Kode
Peristiwa perialihan dari satu kode ke kode yang lain. Menurut Chaer, ada beberapa
penyebab alih kode yaitu pembiacara atau penutur, pendengar atau lawan tutur,
perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, perubahan dari formal ke informal atau
sebaliknya, dan perubahan topik pembicaraan.
3.) Campur Kode
Pemakaian dua bahasa atau lebih dari sebuah bahasa dalam suatu masyarakat tutur.
Campur kode biasanya dipengaruhi oleh karakter penutur seperti latar belakang sosial,
tingkat pendidikan, dan rasa keagamaan.

2
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif. Dimana metode ini digunakan untuk memecahkan masalah aktual dengan cara
mengumpulkan data, menyusun, menganalisis, menglasifikasikan, dan menginterpreta-sikan
(Narbuko dan Achmadi, 2002: 44). Metode kualitatif merupakan penelitian yang
mengandalkan verba (bahasa) daripada angka. Menurut Sugiyono (2017), metode kualitatif
digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna.
Dengan begitu, penelitian ini menganalisis penemuan mengenai fenomena kedwibahasaan di
masyarakat.
Observasi dilakukan pada kalangan masyarakat, dimana observasi ini dilakukan pada
penggunaan bahasa sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat. Penelitian dilakukan di
masyarakat karena berada di lingkungan yang mayoritas penduduknya menggunakan bahasa
jawa, namun dengan latar belakang yang berbeda atau beragam. Teknik pengambilan data
pada penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisis data yang sudah terkumpul.
Prosesnya dimulai dengan menganalisis langsung ke lapangan dengan memperhatikan
penggunaan bahasa yang digunakan masyarakat sehari-hari dan kedwibahasaan yang terjadi
di kalangan masyarakat.

KAJIAN PUSTAKA
Kedwibahasaan adalah suatu peristiwa atau fakta yang dihadapi oleh hampir semua
negara di dunia termasuk Indonesia. Kedwibahasaan timbulnya dipengaruhi oleh banyaknya
berbagai suku bangsa dengan bahasa daerahnya masing-masing serta adanya kewajiban
menggunakan bahasa indonesia sebagai bahasa nasional. Dalam teori kedwibahasaan tentu
sangat terkait akan campur kode, karena merupakan sumber atau adanya aspek
kedwibahasaan. Objek yang dituju pun yaitu masyarakat yang menggunakan dua bahasa
(bilingual) atau cenderung campur kode.
Menurut Jendra (1991: 85) menyatakan bahwa “dalam pengertian kedwibahasaan itu
seseorang tidak perlu menguasai bahasa kedua (B2) itu semahir bahasa pertama (B1)
walaupun hanya tahu beberapa kata atau kurang begitu fasih”. Sedangkan Fishman (dalam
Keriana, 2004: 14) mengemukakan “hal yang paling mendasar dalam kedwibahasaan adalah
kedwibahasaan masyarakat m\karena pemakaian dua bahasa atau lebih oleh masyarakat
bahasa”. Penggunaan dua bahasa oleh seseorang seolah-olah menunjukkan bahwa dirinya
terdapat dua bahasa yang berbeda. jadi, dia tidak menunjukkan adanya masyarakat
dwibahasawan karena masyarakat tersebut dapat dipandang sebagai kumpulan individu yang
dwibahasaan.
Kedwibahasaan tentu tidak langsung terjadi ketika seseorang di lahirkan, karena
seseorang tersebut akan terlebih dahulu menggunakan bahasa ibu atau pertama (B1). Semakin
beranjak remaja, seseorang akan menemukan atau menggunakan bahasa karena pengaruh
lingkungan sekitar atau sekolah. Dalam kedwibahasaan memiliki beberapa langkah yaitu
pemerolehan bahasa (bahasa pertama (B1) dan bahasa kedua (B2)), pembelajaran bahasa,
pembelajaran bahasa daerah, dan pembelajaran bahasa Indonesia.

3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peristiwa kedwibahasaan yang terjadi di kalangan masyarakat ternyata tidak hanya
terjadi dalam bentuk lisan tetapi juga terjadi dalam bentuk tulisan. Dimana prosesnya yaitu
bahasa kedua (bahasa Indonesia) dan bahasa pertama (bahasa ibu) dapat mengganggu
penggunaan bahasa kedua pada masyarakat. Masyarakat akan cenderung mentransfer unsur
bahasa pertamanya ini yang lama-kelamaan akan berkurang, dan mungkin juga menghilang,
sejalan dengan taraf kemampuan terhadap bahasa kedua itu.
Untuk mengetahui seberapa besar kedwibahasaan dalam komunikasi masyarakat, maka
diperlukan dengan cara pencataan pada saat percakapan masyarakat sehari-hari. Pencataan
tersebut didapat dari hasil analisis yang dilakuan. Dengan demikian, hasil analisis penelitian
ini yaitu ditemukan adanya kedwibahasaan yang terjadi karena dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar. Peristiwa yang paling banyak terjadi pada masyarakat adalah adanya campur kode
yang mengakibatkan masyarakat semakin lama lupa akan bahasa pertama (bahasa ibu).
Pada kalangan masyarakat terjadi konteks kedwibahasan sub-ordinatif (komplek).
Dimana kedwibahasaan sub-ordinatif merupakan kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa
pada saat memakai B1 (bahasa ibu) yaitu dimana seorang individu sering memasukkan B2
(bahasa Indonesia) atau sebaliknya contohnya pada saat mereka berbicara mengguakan
bahasa Indonesia baik dengan keluarga maupun temannya, kalimat yang mereka gunakan
masih dipengaruhi oleh penggunaan bahasa daerah (Jawa).
Menurut Hymes (1975: 103) alih kode merupakan istilah umum untuk menyebutkan
pergantian pemakaian dua bahasa atau lebih, beberapa variasi dari satu bahasa, atau beberapa
gaya dari satu ragam. Alih kode terjadi apabila penutur, dalam hal ini merasa bahwa situasi
yang ada relevan dengan peralihan kodenya. Alih kode juga merupakan peristiwa peralihan
dari satu kode ke kode yang lain (Suwito, 1985: 68). Dalam kegiatan alih kode dilakukan
oleh dua pihak yang memiliki bahasa yang sama serta terjadi dalam satu bahasa saja. Selain
alih kode, ada aspek lain yang saling ketergantungan bahasa yaitu campur kode. Ciri
ketergantungannya campur kode ditandai dengan adanya hubungan timbal-balik antara
peranan dan fungsi kebahasaan. Campur kode merupakan penggunaan satuan bahasa dari satu
bahasa ke bahasa yang lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa (Kridalaksana,
2008: 40). Sedangkan menurut Chaer (2010: 114) campur kode adalah sebuah kode dasar
atau utama yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya.
Berikut ini analisis penelitian terhadap fenomena kedwibahasaan yang digunakan
masyarakat Desa Sikayu pada percakapan sehari-hari.

Percakapan masyarakat 1 dan masyarakat 2


Alih Kode
Masyarakat 1 : “Bansos ulan iki wes cair durung to?”
(Bansos bulan ini udah cair belum to?)
Masyarakat 2 : “Enggak tau nih, belum ada kabar. Emang bulan kemarin tanggal
berapa?”
Masyarakat 1 : “Bulan kemarin tanggal 5.”
Masyarakat 2 : “Mundur paling bulan ini, yaudah tunggu saja.”
Pada percakapan antara masyarakat 1 dan masyarakat 2 terdapat kedwibahasaan yaitu
bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Bahasa Jawa dan bahasa Indonesia yang digunakan dalam

4
percakapan tersebut : “Bansos ulan iki wes cair durung to?” artinya (Bansos bulan ini udah
cair belum to?) menggunakan bahasa Jawa. “Enggak tau nih, belum ada kabar. Emang bulan
kemarin tanggal berapa?” “Bulan kemarin tanggal 5.” “Mundur paling bulan ini, yaudah
tunggu saja.” menggunakan bahasa indonesia. Percakapan antara masyarakat 1 dan
masyarakat 2 merupakan bentuk alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia.

Percakapan masyarakat 1 dan masyarakat 2


Campur Kode
Masyarakat 1 : “Sudah dapat undangan vaksin ing Puskesmas durung?”
(Sudah dapat undangan vaksin di Puskesmas belum?”)
Masyarakat 2 : “Belum ini, kamu wes dapat to? Ada batasan umur opo enggak?”
(Belum ini, kamu sudah dapat to? Ada batasan umur apa enggak?)
Masyarakat 1 : “Iya nih udah dapet. Enggak ono batasan umur kok, beda karo bulan
wingi.”
(Iya nih sudah dapat. Enggak ada batasan umur kok, beda dengan bulan
kemarin).
Masyarakat 2 : “Yowes, Alhamdulillah.”
(Yaudah, Alhamdulillah).
Pada percakapan antara masyarakat 1 dan masyarakat 2 terdapat kedwibahasaan yaitu
bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Bahasa Indonesia dan bahasa Indonesia yang digunakan
dalam percakapan tersebut : “Sudah dapat undangan vaksin ing Puskesmas durung” artinya
“Sudah dapat undangan vaksin di Puskesmas belum?” “Belum ini, kamu wes dapet to? Ada
batasan umur opo enggak?” artinya “Belum ini, kamu sudah dapat to? Ada batasan umur apa
enggak” “Iya ni udah dapet. Enggak ono batasan umur kok, beda karo bulan wingi.” artinya
“Iya nih sudah dapat. Enggak ada batasan umur kok, beda dengan bulan kemarin.” “Yowes,
Alhamdulillah.” Artinya “Yaudah, Alhamdulillah.” Percakapan di atas antara masyarakat 1
dan masyarakat 2 menggunakan dua bahasa yang mana terjadi kedwibahasaan dan biasa kita
kenal dengan campur kode.
Segala sesuatu terbentuk dan dipertahankan atas dasar faktor yang melatar belakangi,
termasuk kedwibahasaan. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kedwibahasaan
pada kalangan masyarakat antara lain sebagai berikut :
a. Kebiasaan penggunaan bahasa ibu (B1) dirumah memang menjadi hal yang lumrah di
daerah, termasuk di Jawa yang kental yaitu bahasa Jawa sebagai bahasa ibu.
b. Kurangnya intensitas pengenalan masyarakat terhadap bahasa Indonesia pada setiap
individu. Hal ini terjadi karena masyarakat masih mengganggap bahasa Jawa sebagai
bahasa komunikasi yang dapat diterima dan tidak canggung digunakaan dalam kehidupan
sehari-hari.
c. Faktor pekerjaan merupakan faktor yang sering terjadi karena dalam sebuah pekerjaan
setiap individu tidak hanya dari satu daerah saja tetapi dari berbagai daerah yang
mengakibatkan bercampur sebuah bahasa.
d. Masih kesulitan menemukan kata yang pas dalam bahasa Indonesia yang maknanya
sepandan dengan bahasa Jawa.
e. Penggunaan kosa kata bahasa Indonesia masyarakat masih terbatas.

5
Faktor-faktor di atas yang telah disebut tentunya akan berpengaruh terhadap tujuan
pemakaian bahasa dalam masyarakat. Terjadinya kedwibahasaan pada masyarakat desa
Sikayu dipengaruhi oleh kontak sosial. Seperti halnya yang telah disebutkan oleh Darwis
(2011) mengatakan bahwa dalam kontak sosial sudah tentu tidak dapat dihindari, adanya
saling memengaruhi antara bahasa-bahasa yang terlibat kontak. Bahasa yang kuat akan
bertahan serta mempersempit ruang gerak terhadap bahasa-bahasa lain yang berkeadaan
lemah. Dalam kontak sosial, sangat lazim terjadi pengaruh atau percampuran dua bahasa atau
lebih yang biasa disebut dengan kedwibahasaan. Akibat yang timbul yaitu gejala interferensi,
peminjaman, lahirnya bahasa baru hingga kepunahan.
Chaer (2010: 96) mengatakan jika pergeseran ini berjalan terus-menerus maka
penggunaan bahasa daerah di dalam keluarga semakin sulit untuk diharapkan menjadi
penompang agar lestarinya bahasa daerah. Dengan begitu, perlu adanya pemikiran cara lain
untuk menciptakan lingkungan bahasa serta menyelamatkan bahasa daerah dari
kepunahannya dengan cara yaitu mewajibkan penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa
daerah pengantar sejak masa anak-anak hingga sampai kelas tiga sekolah dasar pada daerah
yang memungkinkan, dan mengajarkannya sebagai salah satu mata pelajaran dengan
pendekatan komunikatif.
Berdasarkan faktor yang mempengaruhinya, maka muncul solusi untuk mengatasinya
yaitu melestarikan bahasa daerah di lingkungan Desa Sikayu dengan cara menggunakan
bahasa daerah sebagai bahasa sehari-hari, menjaga eksitensi bahasa daerah dengan cara
menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pertama dan tidak adanya unsur bahasa lain
dalam setiap percakapan, partisipasi dan solidaritas masyarakat dalam pembangunan yaitu
tidak terpengaruh globalisasi atau budaya barat yang menggunakan bahasa Inggris dengan
cara meminalisir sebaik-baiknya, dan mempertahankan bahasa daerah tersebut agar tidak
punah dengan cara mengajarkannya pada anak-anak atau dalam sebuah keluarga.

SIMPULAN
Dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa setiap makhluk sosial harus perlu
kontak sosial dengan makhluk yang lain. Seperti yang sudah disebutkan oleh Darwis (2011)
yaitu kontak sosial tidak dapat dihindari, dimana adanya saling memengaruhi bahasa satu
dengan bahasa yang lainnya. Bahasa juga tidak akan pernah bisa dipisahkan karena bahasa
merupakan alat komunikasi antara makhluk yang satu dengan yang lain. Setiap daerah tentu
memiliki satu bahasa daerah yang khas dan berbeda dengan bahasa daerah lain. Dengan
begitu, timbulnya kedwibahasaan karena percampuran dua bahasa dalam percakapan.
Kedwibahasaan tersebut dibagi menjadi dua yaitu alih kode dan campur kode. Alih kode
merupakan peralihan dari satu kode ke kode yang lain, sedangkan campur kode merupakan
menggunakan dua bahasa sekaligus dalam satu waktu percakapan.
Kedwibahasaan tersebut timbul dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi kebiasaan
dalam penggunaan bahasa ibu, kurangnya intensitas masyarakat terhadap bahasa Indonesia,
faktor pekerjaan, kesulitan dalam pemilihan kosa kata, dan penggunaan kosa kata bahasa
Indonesia yang masih terbatas. Ada beberapa solusi untuk mengurangi faktor-faktor tersebut
yaitu dengan cara menggunakan bahasa daerah dalam percakapan sehari-hari, partisipasi dan
solidaritas masyarakat dalam penggunaan bahasa daerah dan bahasa Indonesia, serta
mempertahankan bahasa daerah agar tidak punah dan tergantikan oleh bahasa asing.

6
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul dan Agustina, Leoni. 2004.


Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka
Cipta
Darwis, muhammad. 2001. Nasib Bahasa Daerah di Era Globalisasi. Makassar.
Hymes, D. 1976. “On the Communication Competence
“dalam Pride dan Holmes (ed.)
Sociolinguistics. Harmonds-worth, Midlesex,
England: Pinguin Books.
Kridalaksana, Harimurti. 2008.
Kamus Linguistik: Edisi
Keempat. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Narbuko, A dan Achmasi, A. 2002.
Metodologi Penelitian. Jakarta:
Bumi Aksara.
Rusyana, Yus. 1984. Bahasa dan Sastra
dalam Gamitan Pendidikan.
Bandung: Diponegoro.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian (Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D).
Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai