Anda di halaman 1dari 13

INTERFERENSI BAHASA INGGRIS

DALAM KOMUNIKASI BERBAHASA BALI


PADA AKUN MEDIA SOSIAL HAI PUJA
Ni Komang Putri Widari 1, Yohanna Venensia Bidi Lua2, Luh Sitta Devi Wicaksana3

Program Studi Magister Ilmu Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya,


Universitas Udayana Denpasar

Email:putriwidari44@gmail.com

Abstrak
Berkembangnya teknologi informasi global menyebabkan terjadinya percampuran
bahasa yang digunakan pada media sosial. Percampuran bahasa tersebut menimbulkan
interferensi bahasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interferensi bahasa yang
terjadi pada objek penelitian. Objek penelitian ini adalah akun media sosial yang
menggunakan Bahasa Bali dalam kontennya yaitu akun @haipuja. Data diperoleh dari hasil
tangkapan layar dan video dari akun Instagram objek penelitian. Data diperoleh dengan
teknik simak dan catat. Data dianalisis dengan teknik padan yang dijabarkan dalam satu
teknik dasar dengan alat penentunya adalah bahasa lain yaitu Bahasa Inggris. Hasil analisis
data disajikan dengan metode informal, yaitu dengan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa interferensi yang terdapat dalam akun @haipuja terjadi dalam tiga
bidang kebahasaan, yaitu fonologi, semantik, dan leksikologi. Pada bidang fonologi,
interferensi terjadi pada perubahan bunyi, interferensi semantik terjadi pada makna
konseptual kalimat, sedangkan untuk bidang leksikologi terjadinya interferensi diakibatkan
karena penggunaan kosakata Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Bali. Interferensi Bahasa
Inggris pada Bahasa Bali ini dapat terjadi karena kosakata Bahasa Inggris tersebut tidak
terdapat dalam tatanan Bahasa Bali.
Kata Kunci: Interferensi, Bahasa Inggris, Bahasa Bali, Media Sosial, Hai Puja

Abstract
The development of global information technology has caused a mixture of languages used
on social media. The mixing of languages causes language interference. This study aims to
determine the language interference that occurs in the object of research. The object of this
research is a social media account that uses Balinese in its content, the @haipuja account.
The data was obtained through screenshots and videos from the Instagram account of
research object. The data was obtained using listening and note-taking techniques. The data
were analyzed using the matching technique described in one basic technique with the
determining instrument is another language, which is English. The results of data analysis
are presented by an informal method, which is descriptive qualitative. The results showed
that the interference contained in the @haipuja account occurred in three linguistic fields,
phonology, semantics, and lexicology. In the field of phonology, interference occurs in sound
changes, semantic interference occurs in conceptual meaning of the sentence, while in the
field of lexicology, the interference occurs due to the use of English vocabularies into
Balinese. English interference with Balinese can occur because English vocabularies are not
found in the Balinese language system.
Keywords: Interference, English, Balinese, Social Media, Hai Puja
LATAR BELAKANG

Bahasa merupakan instrumen terpenting dalam kehidupan manusia. Manusia


menggunakan bahasa dalam setiap aktivitasnya. Bahasa juga dijadikan simbol-simbol yang
digunakan untuk menyatakan gagasan, ide, dan perasaan orang kepada orang lain.
Penggunaan bahasa baik lisan maupun tulisan kian berkembang seiring dengan
berkembangnya teknologi informasi di era globalisasi. Salah satunya yaitu dalam bentuk
teknologi internet yang melahirkan beberapa media sosial seperti Facebook, Instagram,
YouTube, Twitter, dan lain-lain. Kelahiran media sosial tersebut dijadikan sarana komunikasi
masyarakat di jaman modern ini. Dalam perkembangan teknologi informasi global tersebut,
banyak terjadi pencampuran bahasa yang digunakan pada media sosial akibat interaksi sosial
yang amat luas yang dilakukan oleh orang-orang dari berbagai penjuru dunia. Pencampuran
tersebut bisa dalam bentuk bahasa daerah yang bercampur dengan Bahasa Indonesia, Bahasa
Indonesia bercampur dengan Bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya, atau bahkan lebih dari
dua bahasa bercampur.
Dikaitkan dengan budaya Masyarakat Indonesia, khususnya Budaya Bali, belakangan
ini juga muncul akun-akun media sosial yang menggunakan bahasa daerah dalam kontennya.
Baik itu dengan caption Berbahasa Bali, gambar atau meme Berbahasa Bali, hingga video
lawakan modern berbahasa Bali dengan logat khas daerahnya yang merepresentasikan Budaya
Bali dengan sisipan beberapa bahasa nasional Indonesia bahkan bahasa asing sebagai bahasa
komunikasinya. Hal tersebut terjadi karena masyarakat Bali merupakan masyarakat yang
bilingual, yaitu masyarakat yang menggunakan dua bahasa atau lebih dalam berkomunikasi.
Masyarakat Bali menguasai Bahasa Bali sebagai bahasa ibu yang paling sering digunakan
dalam komunikasi sehari-hari, Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, serta Bahasa
Inggris sebagai bahasa internasional. Proses komunikasi percampuran bahasa tersebut kadang
digunakan dalam komunikasinya di media sosial. Situasi ini memungkinkan terjadinya kontak
bahasa yang saling memengaruhi. Saling pengaruh itu dapat dilihat dari pemakaian Bahasa
Bali yang disisipi dengan kosakata Bahasa Inggris atau sebaliknya.
Kemultibahasaan Masyarakat Bali dalam media sosial tersebut tentu menimbulkan
adanya interferensi bahasa. Interferensi bahasa yaitu penyimpangan norma kebahasaan yang
terjadi dalam ujaran multibahasawan karena keakrabannya terhadap lebih dari satu bahasa,
yang disebabkan karena adanya kontak bahasa. Selain kontak bahasa, faktor penyebab
timbulnya interferensi menurut Weinrich (dalam Sukardi 1999:4) adalah tidak cukupnya
kosakata suatu bahasa dalam menghadapi kemajuan dan pembaharuan. Selain itu, interferensi
bisa terjadi karena menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan, meningkatnya
kebutuhan akan sinonim, dan prestise bahasa sumber. Kemultibahasaan peserta tutur dan
tipisnya kesetiaan terhadap bahasa penerima juga merupakan faktor penyebab terjadinya
interferensi.
Dewasa ini, Masyarakat Bali sudah mulai mencampur bahasa daerahnya dengan
Bahasa Indonesia bahkan bahasa asing dalam komunikasi sehari-hari baik secara langsung
maupun di media sosial. Adanya interferensi Bahasa Bali dan Bahasa Inggris ditemui dalam
proses berbahasa di media sosial terutama dalam tayangan video lawakan di akun YouTube
dan Instagram. Contoh interferensi bahasa tersebut terdapat pada akun media sosial
Instagram dan Youtube milik @haipuja. Proses interferensi bahasa ini menarik untuk
diteliti lebih lanjut karena diharapkan dapat memberi tambahan informasi mengenai
fenomena interferensi bahasa yang berkaitan dengan Masyarakat Bali khususnya Budaya Bali
di era globalisasi saat ini.

TINJAUAN PUSTAKA

Terjadi hubungan yang sangat erat antara fenomena kemultibahasaan dan interferensi.
Hal ini dapat dilihat pada kenyataan pemakaian bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Situasi
kebahasaan masyarakat tutur Bahasa Bali sekurang-kurangnya ditandai dengan pemakaian dua
bahasa, yaitu bahasa daerah sebagai bahasa ibu dan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Terkadang percampuran bahasa asing juga terjadi pada komunikasi bahasa Masyarakat Bali. Hal
ini terjadi karena Masyarakat Bali sering terekspos dengan bahasa dan budaya asing dikarenakan
Bali merupakan salah satu destinasi favorit wisatawan mancanegara. Situasi pemakaian seperti
inilah yang dapat memunculkan percampuran antara Bahasa Bali dan bahasa asing. Kebiasaan
untuk memakai lebih dari satu bahasa secara bergantian disebut kemultibahasaan, peristiwa
semacam inilah yang dapat menimbulkan interferensi.
Interferensi terjadi sebagai akibat adanya kontak bahasa karena penutur mengenal
lebih dari satu bahasa. Didalam proses interferensi, kaidah pemakaian bahasa mengalami
penyimpangan karena adanya pengaruh dari bahasa lain. Ketidakcukupan kosakata suatu
bahasa dalam menghadapi kemajuan dan pembaharuan juga merupakan salah satu
penyebab terjadinya interferensi. Interferensi tidak terbatas pada seberapa besar unsur bahasa
yang mempengaruhi bahasa lain, pengambilan unsur terkecilpun dari bahasa pertama ke bahasa
kedua dapat menimbulkan interferensi.
Interferensi merupakan pengacauan yang terjadi akibat dari ketidakseimbangan
penguasaan bahasa yang terjadi pada diri dwibahasawan dalam hal ini kebiasaan orang dalam
bahasa utama atau bahasa sumber berpengaruh pada bahasa kedua, keadaan seperti ini disebut
dengan bilingualitas majemuk (Nababan, 1986). Menurut Dulay, dkk. dalam Budiarsa
(2006:355), interferensi sosiolinguistik adalah jika masyarakat atau negara yang memiliki
bahasa berbeda mengadakan kontak atau interaksi menggunakan bahasa. Selanjutnya, Alwasilah
(1985:131) mengemukakan pengertian interferensi berdasarkan pendapat Hartman dan Stonk
yang menyatakan bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya
kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup
pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata.
Dalam proses interferensi, terdapat tiga unsur yang mengambil peranan, yaitu: Bahasa
sumber atau bahasa donor, bahasa penyerap atau bahasa resipien, dan unsur serapan atau
importasi. Dalam peristiwa kontak bahasa, sangat memungkinkan pada suatu peristiwa suatu
bahasa menjadi bahasa donor, sedangkan pada peristiwa yang lain bahasa tersebut menjadi
bahasa resipien, peristiwa saling serap ini adalah peristiwa umum dalam suatu kontak bahasa.
Interferensi yaitu penyimpangan dari norma-norma bahasa dalam bahasa yang digunakan,
sebagai akibat pengenalan terhadap bahasa lain. Transfer dalam kontak bahasa dapat terjadi
dalam semua tataran linguistik, baik fonologis, morfologis, sintaksis, semantis, maupun
leksikon.
Salah satu latar belakang terjadinya interferensi bahasa adalah sikap yang kurang positif
dari penutur bahasa. Penutur bahasa sangat senang menggunakan bahasa asing daripada bahasa
daerah maupun Bahasa Indonesia walaupun kebanyakan Bahasa Indonesia sudah memiliki
padanan bahasa asing tersebut. Sikap bahasa ini juga kadang-kadang dipengaruhi oleh
lingkungan yang menggunakan bahasa tersebut. Dengan demikian, perkembangan zaman dan
teknologi dapat menyebabkan terjadinya interferensi. Sebagai patokan terjadinya interferensi
suatu bahasa adalah terjadinya penyimpangan kaidah-kaidah bahasa yang sudah disepakati oleh
suatu bahasa penerima. Di samping itu, masuknya unsur bahasa asing yang terdapat dalam kamus
bahasa asing dapat dijadikan suatu patokan interferensi unsur bahasa.

Suwito (1993: 186) menjelaskan bahwa interferensi merupakan gejala umum yang
terdapat dalam setiap bahasa dan interferensi dapat terjadi dalam semua tataran kebahasaan.
Hal ini berarti gejala interferensi dapat mengenai bidang tata bunyi, tata bentuk, tata kalimat,
tata makna dan sebagainya. Di dalam Bahasa Bali, unsur bahasa Indonesia dan bahasa lain
tampak dalam tataran tata bunyi (fonologi), tataran tata bentuk (morfologi), tataran kalimat
(sintaksis) dan kosakata (leksikologi). Namun, penelitian ini hanya akan terbatas pada
mengungkapkan interferensi dalam tataran sistem fonologi, sistem gramatikal yaitu semantik,
dan leksikal dalam objek penelitian.

1. Interferensi Fonologi
Fonologi sebagai bidang kasus dalam linguistik yang mengamati bunyi- bunyi suatu
bahasa tertentu (Verhaar, 1989:36). Fonologi berkonsentrasi pada persoalan bunyi, di sini dapat
dipahami bahwa material bahasanya adalah bunyi- bunyi ujar. Interferensi fonologi terjadi
apabila penutur mengungkapkan kata-kata dari suatu bahasa dengan menyisipkan bunyi-bunyi
bahasa dari bahasa lain, fonem yang digunakan dalam suatu bahasa menyerap dari fonem-
fonem bahasa lain. Misalnya untuk mengucapkan kata film (BI), penutur bahasa Bali yang
mempelajari bahasa Indonesia atau bahasa Inggris mengucapkannya dengan pilem (BB).
Interferensi yang terjadi berupa pengacauan fonim konsonan /f/ dengan /p/.

2. Interferensi Semantik
Menurut Suindratini, dkk. (2013) sekurang-kurangnya ada tiga unsur penting yang
mengambil peranan dalam terjadinya proses interferensi semantik yaitu: (1) bahasa sumber
atau biasa dikenal dengan sebutan bahasa donor. Bahasa donor adalah bahasa yang dominan
dalam suatu masyarakat bahasa sehingga unsur-unsur bahasa itu kerapkali dipinjam untuk
kepentingan komunikasi antar warga masyarakat; (2) bahasa sasaran atau bahasa penyerap
(recipient). Bahasa penyerap adalah bahasa yang menerima unsur- unsur asing itu dan
kemudian menyelaraskan kaidah- kaidah pelafalan dan penulisannya ke dalam bahsa
penerima tersebut; (3) unsur serapannya atau importasi (importation). Hal yang dimaksud di
sini adalah beralihnya unsur- unsur dari bahasa asing menjadi bahasa penerima
(http://www.google.com interferensi semantik).

3. Interferensi Leksikal
Bidang leksikologi mengkaji tentang leksikon, yaitu komponen bahasa yang memuat
semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam suatu bahasa (Adi Sumarto,
1985:43). Leksikon suatu bahasa merupakan perbendaharaan kata atau kosakata. Istilah
perbendaharaan kata erat kaitannya dengan kekayaan kata yang dimiliki oleh seorang
pembicara ataupun penulis. Interferensi dalam bidang leksikal merupakan pengacauan dalam
hal penggunaan kosakata, dapat melibatkan kata- kata dasar, kata majemuk maupun frasa,
interferensi bidang leksikal yang dibahas dalam penelitian ini merupakan interferensi leksikal
bahasa asing dan bahasa Indonesia pada bahasa Bali. Interferensi leksikal yang terjadi berupa
kosakata pinjaman meliputi kata dasar maupun berimbuhan, interferensi kosakata ini termasuk
jenis interferensi yang paling tinggi ferkueninya, hampir meliputi semua kela kata dengan
berbagai fungsinya di dalam kalimat.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapatlah dikatakan bahwa interferensi


merupakan gejala yang timbul di dalam masyarakat bilingual dan atau multilingual karena
adanya kontak bahasa yang mengakibatkan terjadinya penyimpangan kaidah-kaidah bahasa,
penyerapan dan penggunaan kosakata bahasa asing. Penyimpangan kaidah-kaidah bahasa dan
penyerapan bahasa asing dapatlah dikatakan sebagai interferensi. Penyimpangan kaidah bahasa
berupa perubahan bunyi (fonologi), makna konseptual (semantik) dan kosa-kata (leksikal).
Penyerapan bahasa asing dapat berupa pengambilan kosakata asing dan penyesuaian ejaan
bahasa asing ke dalam bahasa daerah dan bahasa Indonesia.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Secara kualitatif artinya data yang
diteliti dan hasil analisisnya diperoleh dari hasil pengamatan serta penggunaan bahan tertulis.
Sementara itu, melalui pendekatan deskriptif, data didapat berdasarkan fakta yang secara empiris
diperoleh dari penutur-penuturnya, sehingga hasilnya berupa bahasa seperti apa adanya (Zein dan
Wagiati, 2018). Teknik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan teknik
padan yang dijabarkan dalam satu teknik dasar dengan alat penentunya adalah bahasa lain yaitu
Bahasa Inggris dan menganalisis percampuran bahasa yang digunakan oleh akun @haipuja di
media sosial Instagram.

PEMBAHASAN
Akun Instagram @haipuja merupakan salah satu akun Instagram Berbahasa Bali yang
berisikan video-video lelucon berselipkan pesan moral. Sang pemilik akun bernama Kadek Puja
Astawa yang berasal dari Jalan Teratai, Kelurahan Banyuasri, Singaraja berhasil menarik perhatian
pengguna Instagram sebanyak kurang lebih 402.000, terhitung Desember 2019. Secara narasi,
video-video yang dibagikannya ditambah dengan sentuhan logat Bali khas Buleleng yang
menjadikannya unik. Puja Astawa juga mengaku bahwa dirinya menggunakan logat dan dialek
Buleleng dalam kesehariannya sehingga akun yang ia buat ini sangat berkaitan dengan dirinya.
Walau menggunakan Bahasa Bali ditiap videonya, akan tetapi, diselipkan subtitle Bahasa
Indonesia serta caption campuran Bahasa Indonesia dengan Bahasa Bali agar dapat menarik
audiens yang lebih luas.

Analisis Parodi @HaiPuja berjudul “Siapa Yang Masuk Rumah Sakit”


Video @HaiPuja berjudul “Siapa Yang Masuk Rumah Sakit” telah ditonton sebanyak
738.817 kali. Video ini menarik untuk diteliti karena isi dalam video ini bukan hanya komedi
namun juga pelajaran penting bagaimana komunikasi masyarakat Bali dengan turis asing terjadi.
Diceritakan dalam video ini, terdapat dua orang laki-laki yaitu Puja Astawa dan Kentung yang
akan pergi ke laundry. Namun dalam perjalanan menuju ke tempat tujuan, mereka melihat seorang
turis asing yang sedang kebingungan karena motornya mati. Kedua laki-laki tersebut berinisiatif
untuk menolong turis itu walaupun dengan keterbatasan kosakata Bahasa Inggris yang mereka
miliki. Berikut cuplikan dialog mereka.
Kentung: “Enggal dik, ngejang ne malun ke laundry mare meli nasi, enggal dik!”
Puja: “Enahhhh, jek sing dadi adeng lemane ne nok”
Puja: “Eh, ade bule to.. Ade bule montor e mati cai..”
Kentung: “Mai tulungin, tagih pis nas ne cai”
Puja: “Bungut caine, saling tulungin nae wake nelik di Bali nani”
“What, Sir?? What what Sir??”
Turis: “Sorry, my bike is not working anymore”
Puja: “Cek yes, cek yes?”
Turis: “Already”
Kentung: “Cek lengise cek lengis e”
Puja: “Oaje”
“Sajan bensinne telah cai”
“Sir, no what what no what, is bensin is bensin”
Turis: “What do you mean?”
Kentung: “Ape no what what cai?”
Puja: “Tidak apa-apa cai..”
Kentung: “Oooo tidak apa-apa”
Puja: “Tung, beliang kone bensin a botol”
Kentung: “Adi ake orinne meli bensin nani”
Puja: “Eee tulungin malu, ne pis dase tali sing mekade cai lacur cai. Jani cai nulungin
jeleme mani cai tulunginne. Mu lu”
Kentung: “Nah nah”
Puja: “Ape ngoyong?..... Ngoyong ngoyong.. yess ngoyong ngoyong”
“Cicingene aeng makelone jelemanene nok”
Kentung: “Sir ne Sir”
Turis: “Thank you very much, very kind of you”
Kentung: “No no no no no Sulawesi Sir Sulawesi. This is pantingan this is pantingan”
Puja: “Ngude cai Sulawesi Sulawesi?”
Kentung: “Kaden dagang kain awake cai, you kain you kain keto tunjukin Sulawesi”
Puja: “No no no kain no kain, pantingan pantingan yes”
“You motor is ok you motor is ok”
Turis: “Ok thank you”
Puja: “Yak”
“The helm the helm is enggo is enggo”
Turis: “Hah?”
Kentung: “Ape madan enggo?”
Puja: “Anggo anggo”
“Orin nalinin cai orin nalinin”
Kentung: “Ape Bahasa Inggrisne nalinin cai”
“Aha.. Dog dog dog”
Puja: “Adi dog nani, dog kan kuluk cai cicing?!”
Kentung: “Kuluk kan merantai nani ye pasti be ngerti artinne. Ooo kan ngerti ye artine cai
cing”
Puja: “If you no helm, serempet ojek sirah megledag.. aaa you no lipe you no lipe”
Turis: “Is it dangerous??”
Puja: “Ape dangerous nang?”
Kentung: “Gardu listrik artine cai. Mungkin kenehne kejet-kejet care kene listrik cai”
Puja: “Oh yes dangerous dangerous”
“If you helm, if you helm keep Bali clean”
Kentung: “Ape madan keep Bali clean cai”
Puja: “Nak Kerobok nak liu ngorang keto cai”
“Sir, you have SIM, you have SIM?”
Turis: “What is SIM? Driver license? No not yet”
Kentung: “Eh Sir, if you no SIM no greng-greng Sir”
Puja: “You go to polisi you go to polisi. Polisi no is clean good top KAPOLDA top”
Kentung: “Sir, polisi is cleaning service Sir”
Puja: “Adi cleaning service cai?!”
Kentung: “Men clean itu bersih. Service itu pelayanan. Kan pelayanan bersih cai”
Puja: “Bungut caine cleaning service tukang bersih-bersih nani len to adan nani lengeh
cicinge ne”
“No no no no Sir, go go go!”
Turis: “Thank you”
Puja: “Come back!”
Teman pria: “Ada apa ni ada apa ni?”
Turis: “Hey, why is your friend not using helmet? Why your friend no helm? Why no
helm? No helm!”
Puja: “Eh cai ketarange sing nganggo helm cai”
Kentung: “Orang gen gelem-geleman ye”
Puja: “This is sick-sickan”
Kentung: “Adi sick-sickan nani?”
Puja: “Men gelem Bahasa Inggrisne sick, men gelem-geleman kan sick-sickan cai”
Turis: “I must go ya.”
Puja: “Let’s go”
Turis: “Thank you”
Kentung: “Dada Sir, dada Sir”
Puja: “Eh kita itu contoh buat mereka nawang, yen cai sing nganggo helm, bule ne
bareng sing nganggo helm cai”
Teman pria: “Sing ade polisi mejage.”
Kentung: “Badah.”
“Eh cicing, ade sing ade polisi mejage nani harus mehelm nani!”
Puja: “Eh, yen cai tabrakan, polisine kel masuk rumah sakit? Cai nawang!”
Kentung: “Sing ngurusang cai gen polisine nawang, nak liu gaene nani!”
Puja: “Uhhh jelemanne ne..”

Dialog Berbahasa Bali di atas merupakan Bahasa Bali lisan berlogat Buleleng yang sangat
kental dengan ciri khas leksikal nani dan cicing dalam setiap kalimatnya. Untuk sebagian wilayah
lain di Bali, leksikal-leksikal yang terdapat dalam logat Buleleng sangatlah kasar penggunaannya.
Namun lain halnya dengan orang Buleleng, itu merupakan komunikasi yang menunjukan bahwa
mereka memiliki hubungan kedekatan yang sangat erat satu sama lain. Video @HaiPuja berjudul
“Siapa Yang Masuk Rumah Sakit” ini merupakan iklan masyarakat yang diperuntukan kepada
setiap orang untuk mematuhi rambu lalu lntas terutama penggunaan helm saat berkendara. Video
ini dibuat sangat menarik sesuai dengan situasi masyarakat Bali yang kesehariannya lekat dengan
turis mancanegara yang membuat masyakarat Bali tidak asing lagi menggunakan bahasa asing
dalam komunikasinya.
Dalam video ini ditemukan Interferensi bahasa. Interferensi pertama yaitu interferensi
fonologi. Interferensi dibidang fonologi dapat terjadi apabila penutur mengungkapkan kata-kata
dari suatu bahasa dengan menyisipkan bunyi-bunyi bahasa dari bahasa lain. Seperti di videonya
kali ini, ditemukan perubahan bunyi fonem konsonan /f/ yang dimana dilafalkan dengan /p/. Dapat
dilihat pada kalimat “If you no helm, serempet ojek sirah megledag.. aaa you no lipe you no lipe”.
Ini terjadi karena bunyi /f/ tidak terdapat dalam fonetis Bahasa Bali. Hal inilah yang menyebabkan
sebagian besar Orang Bali sulit untuk melafalkan bunyi /f/ dan melafalkannya dengan bunyi terdekat
yaitu /p/ bunyi yang dihasilkan oleh artikulator dua bibir (labium) yang membentuk titik artikulasi
yang dinamakan bilabial, dengan cara artikulasi hambat, dan bunyi ini tergolong tidak bersuara.
Interferensi yang ditemukan dari data tidak hanya pada tingkat fonologi, melainkan juga
terdapat pada tingkat semantik. Pada tahap ini interferensi ditinjau dari sudut ketepatan makna.
Sebagian kesalahan yang ditelaah merupakan kesalahan dimana aktor-aktor Bali dalam video lebih
cenderung menggunakan makna sebuah kata berdasarkan makna leksikal tanpa memperhatikan
makna kontekstualnya. Misal pada kalimat “Sir, no what what no what, is bensin is bensin”. Sang
aktor menerjemahkan setiap leksikon yang dipakai dalam Bahasa Indonesia ke Bahasa Inggris
sehingga maknanya tidak sampai, yang mana seharusnya adalah “Sir, it’s fine. You run out of
petrol.” Hal ini dapat menimbulkan kebingungan karena adanya perbedaan makna pada bahasa
target yang tidak sesuai dengan makna sesungguhnya dalam bahasa sumber.

Analisis Parodi @HaiPuja berjudul “On de Rud”


Video @HaiPuja berjudul ‘On de Rud” telah ditonton sebanyak 144.386 kali. Dalam video
ini, terdapat Puja dan salah seorang temannya yang tengah berbincang kepada ibunya.
Puja: “tiang dot meli Harley mek, cocok gati kone iang, Moge mek moge”
Meme: “nah bin mani beliange telung kilo”
Puja: “adi belianga telung kilo, kenken mek e ne, nto kan toge ne moge moge, motor gede”
Meme: “aji kuda hargane dek?”
Puja: “tergantung mek, ane on de rud apa op de rud mek”
Meme: “apa on de rud?”
Teman Puja: “misi surat-surat mek”
Meme: “apa isin suratne?”
Puja: “mihh ne kene-kene”
Meme: “ketik je didian di belakang”
Teman Puja: “len mek”
“maksudne to bpkb jak stnk mek, surat-surat motor”
Meme: “gaya gati negakin montor misi nulis surat, ulung nyan”
Puja: “mih meme kene nok, inguh ti ngomong, uling ija carane nembak ne”
Teman Puja: “mek beliang gen besik pang engal motor gede”
Meme: “kuda hargane to?”
Teman Puja: “tergantung taunne”
Meme: “dadi tukarang jak panak kucit?”
Puja: “meme kene mantak motor besar tukarang jak panak kucit mimih kene puk”
Meme: “men apa anggon memek nto dogen memek gelahang. Memek keneh gedenang dagangan
ne kula ngalih bank memek sing ngerti”
Teman Puja: “KUR alih mek”
Meme: “apa madan keto?”
Teman Puja: “KUR to, Kredit Usaha Rakyat”

Dialog berbahasa Bali di atas merupakan Bahasa Bali lisan dan bersifat komedi.
Diceritakan dalam dialog ada seorang pemuda yang meminta ibunya untuk membelikannya motor
gede, akan tetapi sang ibu tidak mengerti sama sekali tentang kendaraan bermotor sehingga
ketidaktahuan dan kepolosan sang ibu menjadikannya sebagai lelucon. Selain Berbahasa Bali,
dialog tersebut juga menggunakan istilah-istilah Berbahasa Indonesia khas anak muda, seperti
“moge” yang merupakan singkatan dari Motor Gede dan juga istilah Berbahasa Inggris, seperti
“on the road” dan “off the road”. Penggunaan istilah-istilah ini memberikan daya tarik sendiri
sehingga menjadikan lelucon dalam video ini dapat dinikmati oleh anak-anak muda Bali yang telah
terekspos istilah-istilah asing akibat pengaruh globalisasi. Menggunakan pelafalan Bahasa Bali
juga tentunya secara tidak langsung menjaga kelestarian Bahasa Bali itu sendiri.
Terdapat interferensi Bahasa Inggris yang paling jelas di sini, yaitu interferensi dalam segi
tataran fonologi karena pelafalan bunyi-bunyi yang berbeda dari bahasa asalnya. Seperti pada kata
frasa “off the road” yang dilafalkan dengan bunyi Bahasa Bali “op de rud”. Fonem /f/ pada kata
“off” berubah menjadi /p/, fonem /θ/ dalam kata “the” berubah menjadi /d/ serta diftong /oa/ dalam
kata “road” berubah menjadi /u/. Hal ini disebabkan karena bunyi-bunyi fonem yang terdapat
dalam Bahasa Inggris tidak terdapat dalam sistem fonetik Bahasa Bali sehingga Orang Bali
cenderung mencari padanan bunyi-bunyi tersebut dalam Bahasa Bali agar lebih mudah dilafalkan.
Secara gramatikal sebenarnya kedua frasa tersebut sudah tepat, namun terdapat kesenjangan dalam
segi penggunaan bahasa antara si penutur dengan si penerima, sehingga makna tidak sampai. Hal
ini disebabkan karena karakter “meme” merupakan generasi tua yang tidak terekspos kemajuan
teknologi dan kebahasaan sehingga tidak mengenal adanya interferensi bahasa.

SIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa, budaya, interferensi bahasa dan media
social merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat Bali. Bahasa
adalah salah satu simbol identitas kebersamaan yang bisa berfungsi untuk mewujudkan integrasi
sosial. Dalam hal ini bahasa Bali merupakan salah satu simbol indentitas telah dioperasionalkan
ke dalam bentuk penyebarluasan, guna mendapat pengakuan dari masyarakatnya.
Sebagai simbol identitas, bahasa Bali dapat dimanfaatkan untuk mengekspresikan segala
bentuk ide oleh manusia Bali dalam hal ini masih dipertahankan eksistensinya melalui media social
yaitu parodi “Hai Puja” dalam kedua video yang menghadirkan unsur humoris atau lelucon
sehingga membuat para pengguna media social merasa tertarik terhadap apa yang telah disajikan
dalam kedua parodi tersebut.
Dalam cuplikan dialog kedua video tersebut ditemukan tiga interferensi yaitu interferensi
dalam segi tataran fonologi, semantic dan leksikal. Hal ini terjadi karena tidak cukupnya kosakata
suatu bahasa dalam menghadapi kemajuan dan pembaharuan, Masyarakat Bali sering terekspos
dengan bahasa dan budaya asing dikarenakan Bali merupakan salah satu destinasi favorit
wisatawan mancanegara serta penutur mengenal lebih dari satu bahasa. Dari segi tataran fonologi
dalam cuplikan video tersedut terdapat beberapa bunyi fonetis yang tidak terdapat dalam fonetis
Bahasa Bali. Pada tingkat semantic, interferensi ditinjau dari sudut ketepatan makna. Sebagian
kesalahan yang ditelaah merupakan kesalahan dimana aktor-aktor Bali dalam video lebih
cenderung menggunakan makna sebuah kata berdasarkan makna leksikal tanpa memperhatikan
makna kontekstualnya. Hal ini dapat menimbulkan kebingungan karena adanya perbedaan makna
pada bahasa target yang tidak sesuai dengan makna sesungguhnya dalam bahasa sumber.

Anda mungkin juga menyukai