Anda di halaman 1dari 7

PEMBAHASAN

A. Pengertian Bahasa
Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara kita, Indonesia. Selain itu, bahasa
Indonesia merupakan bahasa yang setiap harinya digunakan dalam kehidupan sehari-hari
pada masyarakat umum. Bahasa terdapat suatu sistem lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan
oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama, dan identifikasi
diri. Dalam bahasa terdapat bahasa lisan maupun tulisan.
Bahasa resmi adalah resmi Negara. Sebagai bahasa resmi negara, posisi Bahasa Indonesia
menjadi bahasa terpenting di kawasan Republik Indonesia. Dengan menggunakan Bahasa
Indonesia yang baik dan benar, berarti kita telah menjunjung tinggi bahasa resmi Negara
sebagaimana yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
Perkembangan teknologi yang sangat cepat telah memberikan andil besar bagi terjadinya
perubahan bahasa.
Fenomena di lapangan memeberikan bukti bahwa makin maraknya penggunaan media
sosial dikalangan masyarakat yang dulu mengenal media sosial semacam facebook dan
twiter, kini beralih ke media social semacam Facebook, Twitter, kini mulai beralih
menggunakan Path, Instagram, Line atau media sosial lainnya dan sebagainya. Terlebih
dengan banyaknnya kemudahan yang ditawarkan dalam media sosial, terutama kemudahan
bahasa. Fenomena ini wajar mengingat pengguna media sosial sangat heterogen, memiliki
latar belakang budaya, bahasa, dan pendidikan yang sangat beragam. Tersedianya berbagai
bahasa di dunia berakibat pada meningkatnya jumlah pengunjung media sosial pada setiap
harinya. Tidak adanya batasan sosial dan bahasa, semakin mempersubur perkembangan
bahasa. Jika sebagian besar pengguna media sosial adalah remaja maka perubahan bahasa
lebih banyak terjadi pada remaja.
Contoh konkrit yang membuktikan bahwa media sosial telah mengakibatkan terjadinya
perubahan bahasa adalah munculnya penggunaan bahasa alay di kalangan remaja. Fenomena
munculnya bahasa ini ditengarai oleh pemerhati bahasa sebagai bentuk kontaminasi dalam
berbahasa. Kontaminasi ini terjadi semenjak maraknya pengunanan media sosial sebagai
sarana komunikasi mereka.
Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder.
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang kita pakai sehari-hari dan juga bahasa resmi nagara
kita. Dalam penggunaannya, bahasa Indonesia mempunyai beberapa aturan yang harus ditaati
agar kita bisa menggunakannya dengan baik dan benar (Suminar, 2016:116).
Penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan umur si pengguna, bahasa yang tidak sesuai
dengan makna atau artinya, bahasa yang dicampur-campur bahasa daerah. Salah satu fungsi
bahasa adalah fungsi interpersonal, maksudnya bahasa dapat digunakan untuk membangun
dan memelihara hubungan sosial (Sudaryanto, 2013: 17). Media sosial diartikan sebagai
media alat komunikasi (McQuail, 2003). Sedangkan sosial sebagai kenyataan sosial pada
setiap individu yang melakukan aksi memberikan kontribusi masyarakat dengan keduanya
merupakan produk sosial (Fuchs, 2014). Aktivitas daring yang dilakukan oleh khalayak di
seluruh penjuru dunia terbilang masif dan intensif (Mulawarman, 2017).
B. Penggunaan Bahasa dalam Media Sosial
Pemakaian bahasa dalam media sosial (medsos) dewasa ini menjadi perhatian para
bahasawan, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain. Hal ini dikarenakan
adanya pengaruh media sosial yang dipandang kurang pantas bagi perkembangan bahasa
nasional pada masing-masing negara karena penerapannya tidak merujuk pada tata bahasa
baku yang telah ditentukan. Ketidakpakeman penggunaan bahasa dalam media sosial
disebabkan oleh teknologi itu sendiri dan dipengaruhi oleh budaya, bahasa daerah, serta
serapan bahasa di media sosial lain dari bahasa asing yang begitu massif memengaruhi
bahasa nasional. Orang-orang yang gemar bermedia sosial, tentu sudah fasih dengan berbagai
kosakata baru atau pun singkatan kata yang tidak baku atau standar yang sering digunakan
saat berinteraksi melalui media sosial seperti kata gw (dialek Betawi: gue atau gua) yang
merujuk pada kata “saya” atau “aku” atau kata “btw” (bahasa Inggris) yang merupakan
singkatan dari “by the way” yang berarti “ngomong-ngomong”.
Pemakaian bahasa di media sosial lambat laun mengubah cara kita berbahasa dan
berkomunikasi dengan orang lain. Namun, kita juga perlu memahami bahwa beragam media
sosial yang kini menjamur memiliki keterbatasan karakter untuk pesan teks yang
disampaikan atau memiliki karakteristik tersendiri yang akhirnya berdampak pada bahasa
yang digunakan. Keterbatasan karakter membuat penulisan pesan teks harus disingkat agar
sesuai dengan jumlah karakter pesan teks untuk tiap-tiap media sosial. Hal inilah yang
menjadi salah satu faktor penyebab ketidaksesuaian terhadap kaidah tata bahasa yang telah
ditentukan.
Pembahasan diksi yang tidak sesuai digunakan pada penulisan status atau judul dalam
foto di Instagram: "Fix ini anak baba".Kata "fix" dapat diartikan sebagai "pasti" atau "tepat",
namun kata ini tidak umum digunakan dalam bahasa Indonesia sehari-hari dan lebih sering
digunakan dalam bahasa Inggris. Selain itu, kata "baba" merupakan kata slang yang tidak
umum digunakan dalam bahasa Indonesia untuk merujuk pada ayah atau bapak. Penggunaan
kata-kata slang atau bahasa campuran dalam status atau judul Instagram dapat
membingungkan pembaca yang tidak mengerti artinya. "Hmm gaada brand deodoran mau
endorse freya? itu meskipun belipet- lipet, tapi putih dan wangi loh" Penggunaan kata
"gaada" bukanlah bentuk yang benar dalam bahasa Indonesia, yang seharusnya adalah "tidak
ada". Kata "belipet-lipet" bukanlah kata yang umum digunakan dan tidak memiliki arti yang
jelas. Selain itu, penggunaan bahasa Inggris dalam kata "endorse" dapat membingungkan
pembaca yang tidak mengerti artinya. "Saya rela bertukar tempat gantiin Faiza untuk sakit"
Penggunaan kata "gantiin" bukanlah bentuk yang benar dalam bahasa Indonesia, yang
seharusnya adalah "menggantikan".
Penggunaan kata- kata yang tidak baku dapat memperumit pemahaman dan mengurangi
kredibilitas penulis di mata pembaca. Penting untuk menggunakan diksi atau pilihan kata
yang tepat dan baku dalam penulisan status atau judul di Instagram. Penggunaan bahasa slang
atau campuran dan penulisan yang tidak sesuai dengan KBBI dapat membingungkan
pembaca dan mengurangi kredibilitas penulis.
Hasil penelitian yang ada dalam hasil penelitiannya menjelaskan makian dalam Bahasa
Indonesia pada kajian sosiolinguistik Wijana (2006:119) memaparkan bahwa dilihat dari
referensi, sistem makian dalam bahasa Indonesia dapat digolongkan menjadi bermacam-
macam, yakni
(1) keadaan,
(2) binatang,
(3) benda,
(4) bagian tubuh,
(5) kekerabatan,
(6) mahluk halus,
(7) aktivitas,
(8) profesi dan
(9) seruan.
Analisis ini memberikan pembahasan dan hasil menurut salah satu pendapat yaitu
Menurut Ambar (2018), bahasa yang sering digunakan di media sosial seperti Twitter
biasanya disebut sebagai internet slang. Internet slang adalah jenis bahasa yang umum
digunakan oleh pengguna internet dengan tujuan mempercepat komunikasi dan
mengekspresikan emosi. Untuk mencapai tujuan ini, internet slang menggunakan huruf
dengan suara yang sama, tanda baca, huruf kapital, onomatopeia, dan emotikon. Selain
internet slang, bahasa formal, bahasa informal atau bahasa percakapan, bahasa campuran,
frasa, idiom, dan jenis bahasa lainnya juga digunakan di media sosial.
Bahasa yang umum digunakan dalam berbagai media sosial kerap disebut dengan
istilah internet slang. Internet slang secara umum diartikan sebagai jenis bahasa yang umum
digunakan oleh orang-orang di internet. Tujuan penggunaan internet slang ini adalah untuk
mempercepat komunikasi dan mengekspresikan emosi. Untuk itu, internet slang banyak
menggunakan huruf dengan suara yang sama, tanda baca, huruf kapital, onomatope
dan emotikon. Jenis bahasa lain yang digunakan dalam media sosial adalah bahasa formal,
bahasa informal atau bahasa percakapan, bahasa gado-gado, frasa, idiom, dan lain-lain.

1. Bahasa Formal
Media sosial tidak hanya berkaitan dengan percakapan melainkan juga kolaborasi.
Salah satu aplikasi media sosial yang pada umumnya menggunakan bahasa formal adalah
proyek kolaboratif seperti Wikipedia, situs social bookmarking, forum-forum daring, dan
situs-situs ulasan lainnya. Menurut A. Kaplan dan M. Haenlein (2014), proyek kolaboratif
didefinisikan sebagai aplikasi media sosial yang memungkinkan pembuatan isi tentang
pengetahuan yang dilakukan secara bersama-sama dan simultan oleh pengguna. Isi pesan pun
disampaikan dengan menggunakan bahasa formal yang sesuai dengan aturan tata bahasa agar
dapat dimengerti dan dipahami oleh pembaca. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan.
Contohnya: Komunikasi adalah proses pertukaran informasi antara komunikator dan
komunikan atau komunikate.
2. Bahasa Informal
Bahasa informal tidak hanya digunakan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga
dalam media sosial. Bahasa informal dalam bahasa Indonesia merujuk pada bahasa gaul atau
bahasa prokem. Bahasa informal ini banyak dipengaruhi oleh budaya setempat atau budaya
asal atau bahasa daerah. Secara tata bahasa atau aturan bahasa, bahasa informal ini berakar
dari bahasa formal. Contohnya kata “kalau” menjadi “kalo”, “klu”, atau “klo”.
3. Bahasa Daerah
Bahasa daerah juga banyak digunakan dalam media sosial, misalnya bahasa Melayu
dialek Ambon. Bahasa ini cukup banyak digunakan dalam percakapan sehari-hari di Maluku.
Penggunaannya pun tidak hanya terbatas di Ambon dan sekitarnya, melainkan juga di daerah-
daerah di wilayah Provinsi Maluku bahkan juga ditemukan pada kalangan tertentu di luar
wilayah Maluku. Oleh karena sering digunakan dalam percakapan sehari-hari, beberapa kata
dalam bahasa Melayu dialek Ambon pun mulai banyak diterapkan dalam media sosial oleh
para penggunanya.
4. Bahasa Asing
Bahasa Inggris adalah bahasa utama yang digunakan dalam media sosial. Hal ini tidaklah
mengherankan karena bahasa Inggris merupakan salah satu bahasa internasional. Berbagai
aplikasi media sosial pun umumnya menggunakan bahasa Inggris. Berbagai bahasa internet
atau internet slang pun banyak yang berasal dari bahasa Inggris. Contohnya: OMG yang
merujuk pada kata“Oh, My God” atau “Ya Tuhan” sebagai bentuk ungkapan perasaan
terkejut atau terpukau. Dengan demikian, mempelajari penggunaan bahasa dalam media
sosial dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya kita mengetahui dan memahami
pengertian bahasa, media sosial, bahasa yang digunakan dalam media sosial, dan cara
penulisan bahasa lisan menjadi bahasa tulis secara umum.
C. Dampaknya terhadap Komunikasi Digital
Media sosial memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan bahasa Indonesia, dimana
bahasa yang digunakan di media sosial sering kali tidak sesuai dengan aturan kebahasaan dan
telah mengalami perubahan yang signifikan. Media sosial juga telah menciptakan istilah-
istilah baru, baik yang diserap langsung dari bahasa Indonesia maupun campuran dengan
bahasa asing.
Namun, hal ini dapat mengancam kemurnian bahasa Indonesia jika tidak diatur dengan
baik karena masyarakat atau warganet yang terbiasa menggunakan kosakata atau istilah yang
tidak baku atau standar dalam kehidupan sehari-hari. Contoh kosakata baru yang sering
digunakan dalam media sosial seperti viral, hoaks, COD, GWS, RIP, OTW, BTW, online,
offline, netizen, sharing, share, hashtag, posting, upload, download, repost, latepost,
screenshot, selfie, ngesive, story, realpict, dan lain-lain. Kosakata tersebut sering kali
dipengaruhi oleh bahasa asing. Jika hal ini terus dibiarkan, maka bahasa Indonesia dapat
kehilangan daya tariknya dan generasi muda dapat kehilangan pemahaman yang tepat
mengenai bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Setiap kegiatan memerlukan atau menyebabkan terjadinya keragaman bahasa .
Keragaman ini akan semakin bertambah kalau bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang
sangat banyak serta dalam wilayah yang sangat luas. Terjadinya keragaman atau variasi
bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi karena
kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam.
Adapun variasi bahasa menurut (Chaer, 2010) yaitu:
1. Variasi bahasa dari segi penutur Jenis variasi bahasa yaitu variasi bahasa yang bersifat
perseorangan disebut idiolek, variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya
relatif berada pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu disebut dialek, variasi
bahasa yang digunakan sekelompok tertentu pada masanya disebut kronolek ayau
dialek temporal, variasi bahaa yang bekaitan dengan status, golongan, dan kelas social
disebut sosiolek. Perbedaan variasi berbahasa dapat terjadi karena adanya perbedaan
pendidikan, pekerjaan, profesi, dan sosiial ekonomi.
2. Variasi bahasa dari segi pemakaian Variasi in biasanya dibicarakan berdasarkan
bidang penggunaan, gaya atau tingkat keformalan, dan sarana pengguanaan. Misalnya
penggunaan bahasa dalam bidang pendidikan, pertanian, perdagangan, jurnalistik dan
lainnya tentu berbeda. Ciri khas penggunaan bahasa pada variasi ini terlihat dalam
penggunaan kosa kata. Setiap bidang kegiatan mempunyai jumlah kosa kata khusus
yang tidak digunakan dalam bidang lain.
3. Variasi bahasa dari segi keformalan Variasi bahasa ini pada dasarnya sama dengan
ragam bahasa baku atau standard yang hanya digunakan dalam situasi resmi atau
formal seperti pidato, khotbah, rapat, surat menyurat resmi, buku ilmiah, dan
sebagainya.
4. Variasi bahasa dari segi sarana Sarana yang digunakan ketika berinteraksi dapat
menimbulkan variasi bahasa. Terjadinya ragam bahasa dengan menggunakan sarana
atau alat tertentu misalnya, ketika bertelepon atau mengirimkan pesan. Munculnya
ragam bahasa lisan dan bahasa tulis didasarkan pada kenyataan bahwa bahasa lisan
dan bahasa tulis memiliki wujud struktur yang berbeda.
Adanya ketidaksamaan wujud struktur ini karena dalam berbahasa lisan kita dibantu
oleh unsure-unsur nonsegmental atau nonlinguistik yang berupa suara, gerakan dan gejala
fisik lainnya. Padahal di dalam ragam bahasa tulis hal-hal tersebut tidak ada. Namun
sebagai gantinya di dalam bahasa tulis harus dieksplisitkan secara verbal. Setiap orang
secara konkret memiliki kekhasan tersendiri dalam berbahasa baik berbicara atau
menulis. Kekhasan ini dapat mengenai volume suara, pilihan kata, dan penggunaan
unsure bahasa lainnya. Itulah sebabnya, jika kita akrab dengan seseorang kitadapat
mengenalnya dari suara atau tulisannya saja.
Dalam media sosial, bahasa digunakan sesuai dengan penggunanya, apabila
penggunanya bijak maka akan menggunakan Bahasa dalam media sosial dengan baik tapi
sebaliknya apabila penggunanya tidak bijak dalam berbahasa maka akan mengindahkan
kaidah kebahasaan. Apalagi pada kalangan remaja yang merupakan pengguna aktif dan
banyak menggunakan media sosial. Ide-ide para remaja yang menciptakan sebuah bahasa
dalam media sosial sangat menarik dan sangat unik sehingga bahasa-bahasa yang mereka
ciptakan menjadi sebuah bahasa yang digunakan oleh remaja lainnya, namun meski
dengan menggunakan bahasa yang tidak baku mereka dapat mengungkapkan gagasan,
pikiran, dan keinginan dalam penyampaikan pendapat dan informasi di media sosial.
Tidak dapat dipungkiri, kecanggihan teknologi telah mengantarkan bahasa Indonesia
mengalami varian yang sangat signifikan. Penggunaan bahasa alay banyak ditemukan
pada postingan diberbagai media sosial. Penerapan bahasa ini memunculkan efek domino
terhadap remaja. Kebanyakan mereka akan menyerap dan meniru apa yang telah
dilakukan temannya melalui postingan yang dilakukan. Mereka beranggapan hal baru
yang dilakukan temannya merupakan sesuatu yang ngetren. Sebagai contoh penggunaan
bahasa alay tersebut misalnya pada penerapan metafora bingung tingkat dewa, ’kesel
setengah mampus’, yang dimaknai sebagai bentuk ekspresi kegundahan atau kesalahan
luar biasa yang sedang mereka alami.
Fenomena perubahan bahasa sebagaimana diilustrasikan di atas tentu harus segera
mendapatkan perhatian yang serius. Penerapan bahasa alay dalam berkomunikasi di
kalangan remaja yang dibiarkan akan menjadikan mereka beranggapan bahwa apa yang
mereka lakukan adalah hal yang normatif. Dengan demikian penggunaan bahasa ini akan
menjadi kebiasaan. Padahal kebiasaan penggunaan bahasa alay dalam media sosial akan
berdampak pada makin sulitnya masyarakat Indonesia berkomunikasi dalam lingkungan
formal. Sebagai contoh, tidak jarang siswa SMA yang merasa kikuk tampil menggunakan
bahasa resmi ketika harus berbicara di depan kelas. Menurutnya penggunaan bahasa
resmi ini menjadikan situasi terlalu formal sehingga menjadi tidak komunikatif.
Kekhawatiran akan semakin maraknnya penggunaan bahasa alay pada media sosial bukan
hal yang berlebihan. Bahasa alay ini sudah dianggap sebagai ancaman yang serius
terhadap kaidah tata Bahasa Indonesia. Dalam dunia linguistik dikenal dengan bahasa
baku dan tidak baku. Bahasa alay adalah bahasa tidak baku karena tidak mengindahkan
kaidah kebakuan bahasa. .Apabila hal ini dibiarkan terus-menerus lama-lama bahasa alay
ini pun akan bersifat arbiter.
Adapun sarkasme yang paling sering muncul dan digunakan para penulis pesan dalam
media sosial adalah penggunaan kata-kata yang termasuk dalam kelompok kata bermakna
kasar, mengandung umpatan, sindiran, ejekan, serta penggunaan sebutan atau julukan
pada orang lain dengan tidak menghormati atau bahkan merendahkan atau menghina.
Dari data yang dikumpulkan, tampak bahwa pengguna media sosial banyak yang memilih
untuk mencampurkan bahasa Indonesia dengan bahasa daerahnya dalam
mengekspresikan pikiran dan perasaannya. Peristiwa gejala bahasa tersebut sering disebut
dengan interferensi, alih kode dan campur kode. alih kode itu istilah umum untuk
menyebut pergantian pemakaian dua bahasa atau lebih atau beberapa gaya dari satu
ragam.
Adapun campur kode merupakan gejala pemakaian dua bahasa dengan saling
memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke bahasa yang lainnya secara konsisten. Pada
umumnya orang melakukan alih kode dan campur kode dengan alasan berikut
(Hymes,2013:103). (1) bahasa daerah dipandang lebih mampu menggambarkan pikiran
dan perasaannya dengan lebih tepat. (2) tidak ada istilah yang tepat dalam bahasa lain
untuk mengungkapkan pikiran daan perasaan tersebut. Namun mengingat ini konteksnya
adalah kampanye pemilu yang bersifat nasional, maka dimungkinkan penggunaan bahasa
daerah tersebut dilakukan dengan sengaja untuk menunjukkan latar belakang suku bangsa
penuturnya kepada pembaca media sosial. Sarkasme merupakan acuan yang lebih kasar
dari ironi dan sinisme, yang mengandung kepahitan dan celaan yang menyakiti hati dan
kurang enak didengar. Selain mengandung arti penyindiran, sarkasme juga merupakan
ejekan atau penghinaan terhadap seseorang.
Dari beberapa makna kata sarkasme tersebut, dapat disampaikan bahwa sarkasme
yaitu kata-kata kasar yang sengaja digunakan seseorang untuk menyakiti hati atau
perasaan orang lain yang menjadi target tuturannya (Robert, 2000).Penggunaan sarkasme
mengandung makna bahwa seorang penutur dengan sengaja melakukan usaha untuk
mengganti kata-kata yang bermakna biasa dengan kata-kata lain yang mengalami
penyimpangan makna (kasar).
Berikut merupakan pembahasan diksi yang tidak sesuai digunakan pada penulisan
status atau judul dalam foto di instagram: Keterangan dalam foto “Caption”.
(a)“ fix ini anak baba” Kalimat diatas merupakan judul pada sebuah foto yang
terdapat kata fix yang dapat diartikan “tepat, yakin, betul” dalam pemahaman si pembaca
kata tersebut. Terdapat juga kata gaul yang ada di judul foto tersebut yaitu baba arti dari
kata tersebut merupakan kata panggilan untuk orang tua laki-laki yang biasa disebut ayah,
bapak, papa.
(b)“hmm gaada brand deodoran mau endorse freya? itu meskipun belipet-lipet, tapi
putih dan wangi loh” Kalimat diatas merupakan judul pada sebuah foto yang terdapat kata
gaada yang sebenarnya artinya “ tidak ada” terkadang penulisan yang tidak sesuai dengan
KBBI juga dapat diartikan sama oleh pembaca. Kata belipet-lipet juga sama memiliki arti
“berlipat-lipat” tapi memiliki arti sama dan tidak sesuai dengan KBBI. Bahasa inggris
juga di cantumkan kata endorse diartikan oleh pembaca dengan kata yang memberikan
kepercaan untuk mengiklankan merk barang tertentu.
(c)“ Saya rela bertukar tempat gantiin Nayla untuk sakit” Kalimat diatas merupakan
judul pada sebuah foto yang terdapat kata gantiin memiliki arti yang sama yaitu kata
“mengantikan”. Kata tersebut sudah menjadi kebiasaan masyarakat untuk memberikan
informsi kondisi yag singkat tetapi mudah dipahami.
(d) “Rizal lagi hunting mainan karakter dragon ball ”Kalimat diatas merupakan judul
pada sebuah foto yang terdapat kata menggunakan bahasa asing yaitu hunting merupakan
kata yang sering digunakan masyarakat media sosial yang artinya “berburu”. Kata ini
juga bisa digunakan nutk kata gaul saja.
(e)“ Bercanda soal apapun silakan, asal jangan soal perasaan, mengerti?” Kalimat
diatas merupakan judul pada sebuah foto yang terdapat kata silakan yang tidak baku maka
kata yang baku dalam KBBI “silahkan” kenapa ditulis seperti itu karena sudah menjadi
kebiasaan masyarakat pengguna instagram agar terlihat berbeda atau gaul.
(f)“ Happy Sunday!! bingung mo kemana? yuk ke Bukit tinggi sambil menikmati
semilir dan anginya sepoi2.”Kalimat diatas merupakan judul pada sebuah foto yang
terdapat kata Happy Sunday yang artinya “ Selamat hari minggu” ucapan yang sering
digunakan pengguna media sosial agar terlihat kekinian menggunakan bahasa inggris.
Kata mo yang artinya “mau” juga yang tidak sesuai KBBI tetapi dapat dipahami
pembaca.
(g)“aku mau main lagi sama kucing , mau touch touch binatang, mau ke taman safari”
Kalimat diatas merupakan judul pada sebuah foto yang terdapat kata touch touch yang
pengartiannya yaitu “sentuh” atau memegang barang tertentu. Sama juga menggunakan
bahasa inggris agar terlihat kekinian yang menjadi kebiasaan pengguna media sosial
instagram.

Anda mungkin juga menyukai