BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional dan seharusnya kita gunakan dalam kegiatan sehari-hari.
Selain itu menggunakan bahasa Indonesia harus dengan baik dan benar, bukan dicampuradukkan
dengan bahasa daerah, bahasa asing dan bahasa “gaul“. Dalam hal ini media sangat berpengaruh
kepada masyarakat dalam berbahasa. Tetapi pada kenyataannya, media justru menampilkan atau
menulis berita yang cenderung menggunakan bahasa Indonesia yang dicampur dengan bahasa gaul,
bahkan bahasa asing. Remaja-remaja saat ini cenderung lebih arogan dibandingkan dengan zaman dulu.
Teknologi dan pengetahuan kini sudah semakin maju, begitu pula dengan cara berpikir anak-anak muda
zaman sekarang. Bahasa gaul memang pebuh rahasia. Hanya mereka yang dapat mengomunikasikannya
secara aktif. Terbukti dengan banyaknya hasil karya para remaja yang cenderung lebih banyak
menggunakan bahasa ‘gaul’ daripada bahasa Indonesia baku seperti dalam membuat novel, puisi,
cerpen, dan sebagainya.
Dewasa ini pemakaian bahasa Indonesia semakin hari semakin kacau, dan belum ada lembaga
pemerintahan dan masyarakat yang memberikan perhatian terhadap masalah ini. Apabila penggunaan
bahasa Indonesia kian hari terus tergeser oleh bahasa asing atau bahasa daerah, maka posisi bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional akan terlupakan oleh masyarakat Indonesia.
3) Bagaimana pola makna bahasa gaul remaja Indonesia dalam karya tulis remaja?
7) Menjelaskan cara mengatasi perkembangan dan pemakaian bahasa gaul terhadap remaja.
Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah
metode deskriptif. Melalui metode ini penulis akan menguraikan permasalahan yang dibahas secara
jelas dan komprehensif. Data teoritis makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi
pustaka, artinya penulis mengambil data melalui kegiatan mebaca berbagai literatur yang relevan
dengan tema makalah. Data tersebut diolah dengan teknik analisis isi melalui kegiatan
mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data tersebut dengan tema makalah.
BAB II
LANDASAN TEORI
Kamus Besar Bahasa Indonesia secara terminology mengartikan bahasa sebagai sistem lambang bunyi
yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan
mengindentifikasikan diri.
Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1), memberikan dua pengertian bahasa. Pengertian pertama
menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan
simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer.(http://wismasastra.wordpress.com).
Dari pendapat Keraf diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Bahasa adalah kunci pokok bagi
kehidupan manusia di dunia ini, karena dengan bahasa, orang bisa berinteraksi dengan sesamanya dan
bahasa merupakan sumber daya bagi kehidupan bermasyarakat. Selain itu, bahasa juga mencakup
sistem lambang bunyi yang arbitrer dan sistem bunyi yang memiliki arti serta makna.
2.1.1 Bahasa Baku
Setiap negara mempunyai bahasa resmi masing-masing. Dalam Bahasa Indonesia bahasa resmi itu
disebut bahasa baku. Bahasa baku terdiri dari kata-kata yang baku. Kata-kata baku adalah kata-kata
yang standar sesuai dengan aturan kebahasaan yang berlaku, didasarkan atas kajian berbagai ilmu,
termasuk ilmu bahasa dan sesuai dengan perkembangan zaman, dengan kata lain bahasa baku adalah
bahasa yang menjadi bahasa pokok yang menjadi bahasa standar dan acuan yang digunakan sehari-hari
pada bahasa percakapan maupun bahasa tulisan. Bahasa baku lazim digunakan dalam :
b. Wacana Teknis
Contohnya : guru terhadap murid, saat sedang rapat di intansi tertentu, pembicaraan kenegaraan.
Bahasa gaul atau bahasa prokem yang khas Indonesia dan jarang dijumpai di negara-negara lain kecuali
di komunitas-komunitasIndonesia. Bahasa gaul dijadikan sebagai bahasa dalam pergaulan anak-anak
remaja. Istilah ini muncul pada akhir tahun 1980-an. Pada saat itu ia dikenal sebagai 'bahasanya para
anak jalanan' disebabkan arti kata prokem dalam pergaulan sebagai preman. Namun seiring
bertambahnya waktu bahasa prokem yang tadinya hanya dipakai para preman atau anak jalanan
sebagai bahasa rahasia beralih fungsi menjadi bahasa gaul.
Struktur dan tatabahasa dari bahasa prokem tidak terlalu jauh berbeda dari bahsa formalnya ( bahasa
Indonesia ). Pada dasarnya ragam bahasa gaul remaja memiliki ciri khusus, singkat, lincah, dan kreatif.
Dalam banyak kasus kosakata yang digunakan cenderung pendek, sementara kata yang agak panjang
diperpendek melalui proses morfologi atau menggantinya dengan kata yang lebih pendek. Hal itu dapat
dilihat dari :
a. Pengunaan awalan e Kata emang itu bentukan dari kata memang yang disisipkan bunyi e. Disini jelas
terlihat terjadi pemendekan kata berupa mengilangkan huruf depan (m). Sehingga terjadi perbedaan
saat melafalkan kata tersebut dan merancu dari kata aslinya.
b. Kombinasi k, a, g Kata kagak bentukan dari kata tidak yang bunyinya tid diganti kag. Huruf konsonan
pada kata pertama diganti dengan k huruf vocal i diganti a. Huruf konsonan kedua diganti g. sehingga
kata tidak menjadi kagak.
c. Sisipan e Kata temen merupakan bentukan dari kata teman yang huruf vocal a menjadi e. Hal ini
mengakibatkan terjadinya perbedaan pelafalan
1. Gue/gua : kata ini sudah digunakan digunakan oleh Suku Betawi sejak bertahun-tahun lalu
dan menjadi kata untuk menyebut “saya”.
2. Lo, elu, dsb : kata ini juga sudah digunakan digunakan oleh Suku Betawi sejak bertahun-tahun
lalu dan menjadi kata untuk menyebut “Anda / Kamu”.
3.Bonyok :Kata ini merupakan singkatan dari Bokap-Nyokap (orang tua). Tidak jelas siapa yang
mempopulerkan kata ini, tapi kata ini mulai sering digunakan diperiode awal 2000an, ketika bahasa sms
mulai populer di kalangan remaja.
Bokap (Ayah) dan Nyokap (Ibu) sendiri merupakan istilah yang telah populer sejak tahun 80an dan masih
digunakan hingga hari ini.
4. LEBAY :Merupakan hiperbol dan singkatan dari kata “berlebihan”. Kata ini populer di tahun
2006an. Kalo tidak salah Ruben Onsu atau Olga yang mempopulerkan kata ini di berbagai kesempatan di
acara-acara di televisi yg mereka bawakan, dan biasanya digunakan untuk “mencela” orang yang
berpenampilan norak.
5. GARING :Kata ini merupakan kata dari bahasa Sunda yang berarti “tidak lucu”. Awalnya kata-
kata ini hanya digunakan di Jawa Barat saja. Namun karena banyaknya mahasiswa luar pulau yang kuliah
di Jawa Barat (Bandung) lalu kembali ke kota kelahiran mereka, kata ini kemudian dipakai mereka dalam
beberapa kesempatan. Karena seringnya digunakan dalam pembicaraan, akhirnya kata ini pun menjadi
populer di beberapa kota besar di luar Jawa Barat.
6. Jaim :Ucapan jaim ini di populerkan oleh Bapak Drs. Sutoko Purwosasmito, seorang
pejabat di sebuah departemen, yang selalu mengucapkan kepada anak buahnya untuk menjaga tingkah
laku atau menjaga image.
10. LOL :Kata ini belakangan ini sering dipakai, terutama dalam komunikasi chatting, baik di
YM, FB, Twitter, atau pun komunitas yang lain. Kata itu merupakan singkatan dari Laugh Out Loud yang
berarti “Tertawa Terbahak-bahak”.
Fungsi bahasa menurut Abidin, dkk ( 2010 : 3 ) menjelaskan bahwa fungsi utama bahasa adalah sebagai
media komunikasi, tetapi selain sebagai media komunikasi bahasa juga memiliki fungsi lain yaitu :
1. Fungsi ekspresif
Bahasa dapat digunakan untuk mengekspresikan ide, gagasan, dan pengelaman. Contohnya dalam puisi.
Pengarang mengeksperikan ide, gagasan dan pengalamanya dengan bahasa yang ditulis per bait yang
disebut puisi.
2. Fungsi estetis
Bahasa sebagai media yang indah untuk menyampaikan pesan. Fungsi estetis ini biasa diwujudkan
dalam bentuk karya sastra.
3. Fungsi informatif
Artinya bahasa dapat digunakan untuk menginformasikan sesuatu kepada orang lain.
4. Alat fungsional
Artinya bahasa dapat dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu.
BAB III
PEMBAHASAN
Di zaman sekarang ini perkembangan bahasa Indonesia kian menurun. Masuknya berbagai bahasa asing
yang tidak mungkin kita tolak dan ada beberapa kata asing yang diserap menjadi kosa kata Indonesia.
Namun, disisi lain, keberagaman bahasa serapan juga menjadi masalah bagi orsinilitas bahasa yang kian
mengkhawatirkan dan penggunaan tata bahasa yang kian serampangan baik tulisan maupun lisan. Tentu
saja, media televisi, koran, radio, internet dan merek dagang import adalah termasuk faktor pendorong
utama yang ikut mencederai kebahasaan kita. Fenomena ini sangat kentara pada pengunaan bahasa
oleh anak-anak muda saat ini. Munculah istilah bahasa gaul, bahasa alay, dan sebagainya. Di kalangan
anak-anak, film import juga ikut mempengaruhi perkembangan kebahasaan yang seharusnya menjadi
pondasi komunikasi. Sebut saja misalnya film animasi dari negara tetangga, Ipin - Upin, yang diputar
dengan menggunakan bahasa Melayu. Merek dagang asing juga dengan seenaknya masuk dengan
bahasa aslinya, tanpa melakukan penyesuaian dengan bahasa nasional. Kebahasaan kita menjadi seperti
pasar, dimana semua bahasa bercampur baur. Dengan kata lain keberadaan bahasa Indonesia semakin
terkalahkan dengan munculnya bahasa lain seperti bahasa gaul.
Di era globalisasi ini penggunaan bahasa gaul makin meraja dan terus muncul bahasa gaul baru yang
membuat eksistensi bahasa Indonesia kian menurun. Penggunaan bahasa gaul ini membuat remaja
makin sulit mengetahui bahasa Indonesia yang baik yang benar. Bahkan penggunaan bahasa yang terlalu
sering mebuat orang-orang tak sadar bahwa bahasa tersebut bukan bahasa yang baik dan benar. Tidak
jarang dalam acara formal pun banyak orang yang menggunakan bahasa gaul yang dalam konteksnya
tidak sengaja.
a.
”Ibu mau apa, sih, ke sini sekarang? Udah ngga’ ada gunanya, Bu! Lebih baik Ibu pergi aja, deh dari sini.
God, this is like a nightmare for me, l right know,” Jani menghela nafas dalam, masih dalam
ketidakpercayaan.
”Jani… komment pourriez-vous dire cela a moi?” wanita itu berusaha memegang tangan Jani, namun
Jani mengelak.
”Tega? Ibu bilang tega? Bu, dengar ya … Jangan ngebahas masalah tega deh sama saya. Saya udah ngga’
kenal kata itu lagi, thanks to you.” Tanpa ia sadari air matanya telah bercucuran keras. Sepertinya semua
luka batin Jani yang selama ini ia pendam dan tutup-tutupi, perlahan terbuka kembali.
c.
Irena ternyata membawa Icang ke sebuah pesta ulang tahun seorang temannya, entah teman dari
mana, yang jelas bukan anak Binke, yang diselenggarakan di sebuah restoran papan atas. Temannya itu
pasti se-borju Irena, buktinya sanggup menyewa resto yang harga sekali makan sama dengan jatah
‘beasiswa’ dari ortu Icang untuk dua bulan. Teman Irena itu bernama Anita, cewek cakep bermata sipit
dan berkuning langsat, keturunan Tionghoa. Ia menyambut Irena dengan segala kecerewetan khas ABG
golongan the have.
“Halo … Irena, akhirnya lo datang juga ke my birthday party! Gue seneng banget karena gue pikir lo udah
lupa sama gue!”
Bahasanya Jakarta-an, tetapi logatnya medok khas Solo, pikir Icang iseng.
“Masak sama temen sendiri lupa? Meski udah dua tahun nggak ketemu, aku masih inget kamu, Nit! Kita
kan tiga tahun di SMP satu kelas terus. Hei, kamu ngelanjutin sekolah ke Aussie kan? Gimana rasanya
sekolah sama bule?”
Ajaib, tenyata Irena bisa renyah seperti kicauan burung prenjak juga….
“Wah, extraordinary! Segalanya menyenangkan. Sayang babe lo terlalu protect sama lo. Kuliah di luar
negeri aja dilarang. Eh, gue sekarang sudah punya gebetan bule lho … namanya Dick! Sayang dia nggak
bisa ikutan terbang ke Indonesia karena sedang sibuk penelitian buat ikutan karya ilmiah. Nah, yang satu
ini … siapa? Cowok lo?”
“Cowokku?” Irena melirik Icang dengan paras merendahkan. “Eh, kamu jangan menghinaku begitu
dong! Mentang-mentang dapet doi orang bule!”
“Dia itu sopir keluargaku yang baru. Pacaran sama sopir? Wih … nggak level, mending juga sama Anton
yang pecandu narkoba itu! Aku sih nggak mau menurunkan harga diri, Fren!”
Deg! Icang spontan merasakan wajahnya memanas. Benar, Irena cuma ingin mempermalukannya di
depan umum. Sialan, jelek-jelek gini gue itu idola, Fren!
“Iya.”
“Suuuer?”
“Yup!”
“Wah…,” Anita mengangkat sepasang alisnya, lantas membelalakkan mata sipitnya. “Sopir lo keren
banget! Gue juga mau punya gebetan kayak dia!”
Tidak dapat dipungkiri lagi, dalam bermasyarakat, bersosialisasi lebih sering menggunakan bahasa gaul.
Anak-anak dan para remaja dalam perkembangan psikologis pun tidak bisa ditolak atau dicegah untuk
tidak terbiasa dengan bahasa gaul, karena itu memang suatu proses dalam psikologisnya. Dengan kata
lain penggunaan bahasa gaul tidak bisa kita hilangkan atau cegah perkembangannya.
1. Memberi pengertian yang lebih mendalam akan pentingnya berbahasa yang baik dan benar,
2. Menanamkan sikap cinta bahasa sendiri pada anak-anak atau remaja dengan berbagai cara,
contohnya mengadakan lomba puisi dan lain-lain,
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Jadi, keberadaan bahasa gaul memang sangat mengganggu eksistensi bahasa Indonesia. Namun disisi
lain kita tidak bisa mencegahnya apalagi dikalangan anak-anak dan remaja karena perkembangan
psikologis keduanya menuntut mereka agar diakui di masyarakat dan salah satunya dengan mengikuti
tren bahasa gaul itu sendiri. Oleh karena itu perkembangan bahasa gaul tidak dapat dicegah tetapi dapat
diminimalisir jika kita kembali meningkatkan eksistensi bahasa Indonesia itu sendiri.
4.2 Saran
1. Hendaknya lebih diadakan pemahaman yang lebih kepada anak-anak dan remaja.
2. Mualilah dari diri sendiri untuk membudidayakan bahasa Indonesia, dan meningkatkan kembali
eksistensinya.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus,dkk. (2010). Kemampuan Berbahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Bandung: CV.
Maulana Media Grafika.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pembicaraan:Bahasa_prokem_Indonesia
http://klikm.net/kolom/read/2466/sumpah-satu-bangsa
http://makalah-bahasa-gaul-dan-bahasa.html
http://unkanivel.wordpress.com/2011/10/07/pengertian-bahasa-menurut-para-ahli
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/%E2%80%9Cpengaruh-bahasa-gaul-
http://wismasastra.wordpress.com/dalam-perkembangan-bahasa- indonesia%E2%80%9D/
http://wismasastra.wordpress.com.http://klikm.net/kolom/read/2466/sumpah-satu- bangsa