Anda di halaman 1dari 8

METODE ANALISA VEN DAN ABC

KELOM
MEY LINDA HASIBUAN
ELVIA RAMBE
TRY HENDRY SARAGIH
Pelayanan Kefarmasian yang diselenggarakan di Rumah Sakit haruslah mampu
menjamin ketersediaan obat yang aman, bermutu. Pengelolaan obat yang baik diperlukan untuk
meningkatkan keselamatan pasien. Oleh karena itu diperlukan sistem perencanaan, evaluasi,
pengendalian yang baik. Salah satu tugas Instalasi Farmasi Rumah adalah melaksanakan
pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai. Pengelolaan terdiri dari pemilihan, perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan,
pengendalian, dan administrasi. Pemilihan obat bisa dilakukan berdasarkan formularium dan
non formularium, pedoman terapi, pola penyakit, pengobatan berbasis bukit, mutu dan harga,
serta ketersediaan di pasaran. Perencanaan pada umumnya menggunakan pola konsumsi atau
gabungan pola konsumsi dengan pla epidemiologi (Permenkes, 2016).
Untuk menjaga kelangsungan ketersediaan obat yang cukup dalam melaksanakan
pelayanan kefarmasian, maka perlu dilakukan evaluasi dan pengendalian yang cermat dan teliti.
Evaluasi dan pengendalian persediaan obat dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain
dengan analisa metode ABC, VEN. Analisa ABC untuk evaluasi aspek ekonomi, analisa VEN
untuk evaluasi aspek medik atau terapi, serta kombinasi ABC dan VEN untuk menetapkan
prioritas pada perencanaan dan pengadaan obat bila anggaran tidak sesuai dengan kebutuhan,
serta melalui revisi daftar obat bila diperlukan tindakan cepat untuk mengevaluasi daftar
perencanaan (Kemenkes 2019).
Pada analisis ABC obat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu a) kelompok A yang
merupakan kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan
penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan, b) kelompok B yang
merupakan kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan
penyerapan dana sekitar 20%, dan c) kelompok C merupakan kelompok jenis obat yang jumlah
nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat
keseluruhan. Metode analisa VEN merupakan pengelompokan obat berdasarkan kepada dampak
tiap jenis obat terhadap kesehatan. VEN digunakan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan
anggaran yang terbatas.

Berdasarkan metode VEN obat dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu a) kelompok V


(Vital) adalah kelompok obat yang mampu menyelamatkan jiwa (life saving), b) kelompok E
(Esensial) adalah kelompok obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit dan banyak
digunakan dalam pengobatan penyakit terbanyak, c) Kelompok N (Non Esensial) yang
merupakan obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk
menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan. Metode kombinasi ABC-VEN
digunakan untuk melakukan pengurangan obat. Obat yang masuk kategori NA menjadi prioritas
pertama untuk dikurangi atau dihilangkan dari rencana kebutuhan, bila dana masih kurang,
maka obat kategori NB menjadi prioritas selanjutnya dan obat yang masuk kategori NC menjadi
prioritas berikutnya. Jika setelah dilakukan dengan pendekatan ini dana yang tersedia masih
juga kurang lakukan langkah selanjutnya yaitu dengan pengurangan obat kategori EA, EB dan
EC (Kemenkes RI 2019). Menurut Quick et al, 2012), kelompok A adalah kelompok dengan
penggunaan tahunan tertinggi, dengan 10–20% item tetapi menghabiskan 70–80% dana.
Kelompok B sebanyak 10-20% item berikutnya dan menggunakan 15–20% dana, sementara
kelompok C sebanyak 60–80% total item tetapi hanya bernilai 5–15% dari konsumsi tahunan.
Menurut Dirjen Binakefarmasian dan Alat Kesehatan (2010) klasifikasi persediaan berdasarkan
pemakaian dan infestasi dibagi atas 3 bagian, yaitu: a) Persediaan dengan tingkat pemakaian
dan investasinya tinggi dengan persen (%) kumulatifnya 0 -70% yang disebut fas moving
dengan bobot = 3, yaitu kategori kelompok A. b) Persediaan dengan tingkat pemakaian dan
investasinya sedang dengan persen (%) kumulatifnya 71-90% yang disebut moderate dengan
bobot = 2, yaitu kategori kelompok B. c) Persediaan dengan tingkat pemakaian dan investasinya
rendah dengan persen (%) kumulatifnya 91- 100% yang disebut slow moving dengan bobot = 1,
yaitu kategori kelompok C.
Comparative summary of hypertension clinical practice guidelines ISH 2020 versus JSH 2018

Stages of ISH 2020 (based on JSH 2018


hypertension office BP
measurement)

office BP home BP
measurement measurement

SBP < 120 and DBP SBP <115 and DBP


<80 mm Hg <75 mm Hg
Normal BP SBP <130 and DBP
SBP 120–129 and SBP 115–124 and
High-normal BP <85 mm Hg
DBP <80 mm Hg DBP <75 mm Hg
Elevated BP SBP 130–139 and/or
SBP 130–139 and/or SBP 125–134 and/or
Grade 1 DBP 85–89 mm Hg
DBP 80–89 mm Hg DBP 75–84
hypertension −
SBP 140–159 and/or SBP 135–144 and/or
Grade 2 SBP 140–159 and/or
DBP 90–99 mm Hg DBP 85–99 mm Hg
hypertension DBP 90–99 mm Hg
SBP 160–179 and/or SBP 145–159 and/or
Grade 3 SBP ≥160 and/or DBP
DBP 100–109 mm Hg DBP 90–99 mm Hg
hypertension ≥100 mm Hg
SBP ≥ 180 and/or SBP ≥160 and/or
(Isolated) systolic −
DBP ≥ 110 mm Hg DBP >100 mm Hg
hypertension −
SBP ≥140 and DBP SBP ≥135 and DBP
<90 mm Hg <85 mm Hg
Major differences between ISH 2020 versus JSH 2018 guidelines as follows. In ISH
2020, the BP target differs at age 65 years, but in JSH 2019, at 75 years. In JSH 2019, BP of
patients with CVD, CAD, diabetes, CKD with proteinuria, or on antithrombotic drugs should be
lowered to <130/80, even if in age ≥75 years. In ISH 2020, the lower limit (120/70) is shown.
JSH 2019 calls attention against excessive BP lowering. Office BP ≥140/90 mm Hg is the
criterion of hypertension in JSH 2019, which is the same in ISH 2020. Normal BP <120/80 mm
Hg, in contrast to ISH 2020 < 130/85 mm Hg. JSH 2019 has a category of “elevated BP,” which
implies a disease state required for intervention. JSH 2019 shows the criteria of both office and
home BP with equal values for BP classification. “Elevated BP” in JSH 2019 is regarded as
having high risk when it is complicated with CVD, diabetes, CKD with proteinuria, nonvalvular
atrial fibrillation, or >3 risk factors. That is the case with “high-normal BP” in ISH 2020. It can
be high risk if it is complicated with hypertension-mediated organ damage, CKD grade 3,
diabetes mellitus, or CVD. In patients with “elevated BP,” pharmacological therapy can be
initiated when CV risk is high and BP control is insufficient with nonpharmacological therapy.
That is the case with “high-normal BP” in ISH 2020 and 2018 ESC/ESH guidelines, which
indicate that drug treatment should be considered if CV risk is very high. As first line, JSH
recommends monotherapy, whereas ISH 2020 recommends combination therapy using
combination tablet. In JSH 2019, thiazide diuretics are included in first-line drugs. JSH 2019
does not mention triple combination using single pill. In JSH 2019, β- and α-blockers are
equally recommended as MR antagonist at step 4. Under lifestyle modifications, JSH 2019
gives concrete values to the goals (salt intake <6 g/day, increased vegetable/fruit intake, reduced
saturated fatty acids, increased PUFA, maintenance of BMI <25 km/m 2, mild aerobic exercise
>30 min/day or 180 min/week, reduction in alcohol intake − ethanol <20–30 mL/day in men
and < 10–20 mL/day in women, and smoking cessation). ISH 2020 gives additional goals, that
is, reduction in stress − mindfulness, complementary, alternative, or traditional medicines,
reduction in exposure to indoor cold temperature, and air pollution. All measurements in mm
Hg. ISH, International Society for Hypertension; JSH, lapanese Society for Hypertension; BP,
blood pressure; SBP, systolic blood pressure; DBP, diastolic blood pressure.
MEDICATION ERROR

A.Defenisi Medication Error


Kesalahan pengobatan (medication error) merupakan semua keadaan atau

kejadian yang dapat menyebabkan penyaluran pengobatan tidak sesuai dengan yang

diharapkan dimana dapat mencelakakan pasien (Fowler, 2009). Medication error

merupakan kesalahan yang terjadi dalam pemberian pelayanan pengobatan terhadap

pasien yang menyebabkan tejadinya kegagalan dalam pengobatan sehingga dapat

memiliki potensi membahayan keselamatan pasien dalam perawatan (Aronson, 2009).

Kesalahan pengobatan (medication error) adalah kejadian yang dapat merugikan

keselamatan pasien akibat pemakaian obat selama dalam pengawasan pengobatan

tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah (Depkes RI, 2014). Dengan demikian

medication error dapat diartikan sebagai suatu kejadian yang dapat dicegah yang bisa

sebagai penyebab atau berperan dalam pengobatan yang tidak layak atau yang bersifat

merugikan pasien padahal pengobatan tersebut berada dalam pantauan tenaga kesehatan,

pasien, atau konsumen. Beberapa kejadian dapat berhubungan dengan praktisi

kesehatan, produk kesehatan, prosedur, dan sistem pengobatan, termasuk peresepan,

miskomunikasi, pelabelan, dan penamaan produk, pencampuran, penyediaan,

pendistribusian, administrasi obat, edukasi, dan penggunaan (Anonim, 2003).

C.Klasifikasi Medication Error

Berdasarkan dari dampak klinis terjadinya kesalahan menurut National

Coordinating Council for Medication Error Reporting and Preventing (NCCMERP)

yang dilihat dari tingkat keparahan hasil dari pasien. Tercantum dalam tabel berikut

Tabel 1. Kategori Medication Errors menurut National Coordinating Council for


Medication Error Reporting and Prevention (NCCMERP 2005).

Kategori Defenisi Level error

A Kejadian yang masih berpotensi No Error


akan menyebabkan kecelakaan
B Kesalahan telah terjadi namun Error, No
kesalahan tersebut belum Harm
mencapai pada pasien
C Kesalahan terjadi dan telah Error, No
mencapai pasien namun tidak Harm
mencederai pasien
D Kesalahan terjadi pada pasien dan Error, Harm
dibutuhkan pengawasan untuk
mencegah cedera pada pasien atau
membutuhkan intervensi untuk
mencegah
cedera/kecelakaan tersebut
E Kesalahan terjadiyang Error, Harm
berkontribusi terhadap adanya injury
sementara dan dibutuhkan
Intervensi
F Kesalahan yang terjadi dapat Error, Harm
berkontribusi terhadap adanya injury
sementara pada pasien yang
membutuhkan perawatan di
rumah sakit dalam waktu lama
G Kesalahan yang terjadi dapat Error, Harm
berkontribusi terhadap adanya
kecacatan permanen
H Kesalahan yang terjadi Error, Harm
membutuhkan intervensi yang
mampu mempertahankan hidup/
menyelamatkan nyawa pasien.
I Kesalahan terjadi yang Error, Death
menyebabkan kematian pasien.
Prescribing Transcribing Dispensing Administration
Kontraindikasi Copy error Kontraindikasi Administratio
n error
Duplikat Dibaca keliru Extra dose Kontraindikasi

Tidak terbaca Ada Kegagalan Obat


mencek tertinggal
instruksi yang instruksi
terlewatkan di samping
bed
Intsru Mis-stamped Sediaan Extra dose
ksi obat
keliru buruk

Instruksi tidak Instruksi tidak Instruksi Kegagalan


lengkap dikerjakan pengguna mencek
an obat instruksi

tidak jelas
Perhitungan Instruksi Salah Tidak mencek
dosis keliru verbal menghitun identitas
diterjemahkan g dosis pasien
salah
Salah Dosis keliru
memberi
label

Salah Salah menulis


menulis instruksi
Instruksi

Dosis Patient off


keliru unit

Pemberian Pemberian
obat di obat

luar di
instruksi
luar instruksi
Instruksi Instruksi
verbal verbal
dijalankan dijalankan
keliru keliru

Anda mungkin juga menyukai