Anda di halaman 1dari 36

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Data pada tahun 2016 menunjukkan sebanyak 71% penyebab kematian di

dunia adalah penakit tidak menular (PTM) yang membunuh 36 juta jiwa per

tahun. Sekitar 80% kematian tersebut terjadi di negara berpenghasilan menengah

dan rendah. Sebanyak 73% kematian saat ini disebabkan oleh penyakit tidak

menular, 35% diantaranya disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah,

12% oleh karena penyakit kanker, 6% oleh karena penyakit pernapasan kronis,

6% disebabkan karena diabetes, dan 15% lainnya disebabkan oleh PTM lainnya

(WHO, 2018).

Saat ini di Indonesia sedang dihadapkan oleh permasalahan ganda pada pola

penyakit, yaitu penyakit menular dan penyakit tidak menular. Perubahan pola

angka kejadian dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular sangat

dipengaruhi oleh perubahan lingkungan, perilaku masyarakat, teknologi,

ekonomi, dan sosial budaya. Peningkatan beban akibat PTM sejalan dengan

meningkatnya faktor risiko yang meliputi meningkatnya tekanan darah, gula

darah, indeks massa tubuh atau obesitas, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas

fisik, dan merokok serta alkohol (Buku Pedoman PTM, 2018). Salah satu PTM

yang tertinggi adalah penyakit kardiovaskular yang didalamnya termasuk

hipertensi. Hal tersebut mendorong pemerintah Indonesia untuk mengurangi

angka PTM dengan menerapkan Program Indonesia Sehat Pendekatan Keluarga


seperti yang tertuang dalam Permenkes, dimana terdapat 12 indikator yang salah

satunya adalah hipertensi.

Menurut hasil Riset Kesehatan Indonesia (Riskesdas) tahun 2018, jumlah

penderita hipertensi pada penduduk usia 18 tahun ke atas meningkat dari 25,8%

menjadi 34,1% (Riskesdas, 2018). Di Provinsi Jawa Timur presentase hipertensi

sebesar 22,71% atau sekitar 2.360.592 penduduk, dengan proporsi laki-laki

sebesar 18,99% (808.009 penduduk) dan perempuan sebesar 18,76% (1.146.412

penduduk). Angka cakupan hipertensi di Puskesmas Sisir Kota Batu sebesar

1.191 orang atau sebesar 10,1% dari target sasaran 11.763 orang. Terdapat

kesenjangan sebesar 89,9% dimana salah satu faktor yang menyebabkan hal

tersebut adalah ketidakpatuhan pasien dalam berobat.

Ketidakpatuhan terhadap terapi merupakan faktor utama yang ditengarai

mengakibatkan tekanan darah yang tidak terkontrol pada pasien hipertensi

sehingga mengakibatkan komplikasi yang lebih serius. (Gupta 2003). Oleh karena

itu sangat penting untuk meningkatkan angka kepatuhan dan kemauan berobat

pada penderita hipertensi. Berdasarkan data diatas peneliti ingin melakukan

penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat pasien

hipertensi di Puskesmas Sisir Kota Batu.

1.2. Rumusan Masalah

Apa faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat pada pasien hipertensi di

wilayah kerja Puskesmas Sisir Kota Batu?


1.3. Tujuan Penelitian

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat pada pasien

hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Sisir Kota Batu.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah kondisi dimana tekanan darah sistolik 140 mmHg dan atau

tekanan darah diastolik  90mmHg pada pemeriksaan berulang. Tekanan darah sistolik

merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi

(Soenarta,2015). Sedangkan menurut Adrian dan Tommy (2019) hipertensi didefinisikan

sebagai kondisi tekanan darah sistolik ≥ 130mmHg atau diastolik ≥ 80 mmgHg. Sekitar

80-95% merupakan hipertensi esensial yang berarti tidak ada penyebab spesifik.

2.2 Epidemiologi Hipertensi

Menurut American Heart Association (AHA) dalam Infodatin Hipertensi

Kemenkes (2014), penduduk Amerika yang berusia diatas 20 tahun menderita

hipertensi telah mencapai angka hingga 74.5 juta jiwa, namun hampir 90-95%

kasus tidak diketahui penyebabnya. Menurut data WHO, di seluruh dunia sekitar

972 juta orang atau 26,4% orang di seluruh dunia mengidap hipertensi, angka ini

kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari total 972 juta

pengidap hipertensi, 333 juta penderita diantaranya berada di negara maju dan

639 sisanya berada di negara berkembang, salah satunya Indonesia

(Zaenurrohmah dan Rachmayanti, 2017). Sedangkan berdasarkan NHANES

(National Health Examination Survey) pada tahun 2011-2014 didapatkan 34%

orang dewasa diatas usia 20 tahun menderita hipertensi, dan data NHANES tahun

2013-2014 menunjuknya 15,9% dari penderita hipertensi tersebut tidak

menyadari bahwa mereka mengalami hipertensi. Di Indonesia, hipertensi

merupakan tantangan yang besar dan merupakan masalah kesehatan utama.


Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 dari Badan Penelitian

dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,

prevalensi hipertensi tergolong tinggi yaitu sebesar 25,8% (Pranawa,2015).

Menurut data Riskesdas Provinsi Jawa Timur prevalensi penyakit hipertensi

mencapai 26.2%. Prevalensi penyakit hipertensi tertinggi terdapat pada kelompok

usia ≥ 75 tahun yaitu 62,4% (Zaenurrohmah dan Rachmayanti, 2017).

2.3 Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu (Pranawa,2015) :

1. Hipertensi primer (esensial), penyebab hipertensi tidak diketahui (90-95%)

2. Hipertensi Sekunder

Adapun pembagian derajat keparahan hipertensi pada seseorang

merupakan salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi. Saat ini terdapat

beberapa klasifikasi yang berbeda-beda pada masing-masing perhimpunan atau

konsensus, diantaranya :
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan PERKI Tahun 2015

Klasifikasi Sistolik Diastolik

Optimal <120 Dan < 80

Normal 120-129 Dan/atau 80-84

Normal Tinggi 130-139 Dan/atau 84-89

Hipertensi derajat 1 140-159 Dan/atau 90-99

Hipertensi derajat 2 160-179 Dan/atau 100-109

Hipertensi derajat 3 ≥ 180 Dan/atau ≥ 110

Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 Dan < 90

Sumber : Soenarta,2015

Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan JNC 8

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 dan < 80

Prehipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi derajat 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi derajat 2 ≥ 160 atau ≥ 100

Sumber : Bell K et al, 2015

Tabel 2.3 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan ACC/AHA 2017

Kategori Tekanan Darah Sistolik Diastolik

Normal < 120 mmHg Dan < 80 mmHg

Meningkat 120-129 mmHg Dan < 80 mmHg

Hipertensi

Derajat 1 130-139 mmHg Atau 80-89 mmHg

Derajat 2 ≥ 140 mmHg Atau ≥ 90 mmHg

Sumber : Carey dan Welton, 2018

Selain klasifikasi yang disebutkan di atas, terdapat hipertensi dalam

keadaan khusus yang disebut dengan krisis hipertensi. Krisis hipertensi

merupakan adanya tekanan darah sistol 180 mmHg dan diastol 120 mmHg.
Krisis Hipertensi diklasifikasikan menjadi 2, yaitu hipertensi emergensi dan

hipertensi urgensi :

Tabel 2.4 Klasifikasi Krisis Hipertensi Berdasarkan AHA 2017

Krisis Hipertensi Sistolik Diastolik

Hipertensi Urgensi > 180 mmHg Dan/atau > 120mmHg

Hipertensi Emergensi > 180 mmHg + Dan/atau > 120 mmHg +


kerusakan target kerusakan target
organ organ

Sumber : American Heart Association, 2018

2.4 Patogenesis Hipertensi

a. Patogenesis Hipertensi Primer

Meskipun telah berpuluh tahun penelitian dan debat dilakukan, masih belum

ada mekanisme tunggal penyebab hipertensi, sehingga tidak ada target terapi tunggal

untuk hipertensi primer. Hipertensi dapat disebabkan neural, renal, hormonal, dan

mekanisme vaskular yang bersama-sama menyebabkan hipertensi. Tetapi secara garis

besar, penyebab hipertensi adalah hasil interaksi antara cardiac output dan tahanan

perifer (Pranawa,2015);

1. Peningkatan cardiac output ialah akibat peningkatan preload atau

peningkatan kontraksi jantung

2. Tahanan Perifer, ialah akibat kelainan kontraktilitas dan struktur dari

pembuluh darah

Tekanan darah merupakan sesuatu yang kompleks yang meliputi faktor

lingkungan dan genetik. Riwayat hipertensi pada orang tua meningkatkan resiko

seumur hidup untuk menjadi hipertensi terutama bila kedua orang tuanya menderita

hipertensi. Hipertensi primer dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme yang

berbeda. Pada subtipe hemodinamik, hipertensi bervariasi sesuai usia di mana kunci
abnormalitas adalah pada kekakuan aorta dan peningkatan cardiac output. Keduanya

ini mungkin merupakan refleksi dari reaksi overactive sympathetic nervous system

(Pranawa,2015).

b. Patogenesis hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan oleh kondisi

medis tertentu ataupun oleh karena medikasi. Mengontrol kondisi yang

mendasari atau menghilangkan obat kausatif akan menurunkan tekanan darah

pada pasien. Berikut ini adalah beberapa penyebab dari hipertensi sekunder

(Tabel 2.5)

Tabel 2.5 Penyebab dari Hipertensi Sekunder

Penyakit Dasar Obat atau Penyebab Lain

 Penyakit Ginjal  Nonstreroidal antiinflamatory drugs


 Tumor Kelenjar Adrenal seperti ibuprofen, naproxen
 Penyakit Tiroid  Pil Kontrasepsi
 Kelainan Kongenital Pembuluh  Dekongestan
Darah (pseudoefedrin,penilefrin)
 Penyalahgunaan alkohol atau  Kokain
konsumsi alkohol jangka panjang  Amfetamin
 Obstructive Sleep Apnea  Kortikosteroid
 Makanan tinggi garam
 Alkohol

Sumber : Bell K et al, 2015

2.5 Faktor Resiko Hipertensi

Terdapat beberapa faktor meningkatkan resiko terjadinya hipertensi pada

seseorang. Faktor-faktor resiko ini secara umum terbagi menjadi 2, yaitu faktor

resiko yang dapat dikontrol dan faktor resiko yang tidak dapat dikontrol.

Tabel 2.6 Faktor Resiko Pada Hipertensi

Faktor resiko yang dapat dikontrol Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol
 Overweight atau obese  Usia
 Pola gaya hidup  Ras
 Merokok  Riwayat keluarga
 Konsumsi diet tinggi garam
 Konsumsi alkohol
 Stres
 Sleep apnea
 Diabetes

Sumber : Bell K et al, 2015

2.6 Target Organ Hipertensi

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum

dijumpai pada pasien hipertensi adalah Jantung, Otak, Ginjal, Vaskuler, dan

Retinopati (Pranawa,2015):

2.7 Manifestasi Klinis Hipertensi

Pada dasarnya hipertensi tidak memberikan gejala spesifik, Umumnya

gejala berkaitan dengan (Pranawa,2015):

- Peningkatan TD : sakit kepala (pada hipertensi berat), paling sering di daerah

occipital dan dikeluhkan pada saat bangun pagi, selanjutnya berkurang secara

spontan setelah beberapa jam, palpitasi, mudah lelah.

- Gangguan vaskuler : epitaksis, hematuria, penglihatan kabur karena perubahan

pada retina, episode kelemahan atau dizziness oleh karena TIA, angina pectoris,

sesak karena gagal jantung

- Penyakit yang mendasari : pada hiperaldosteronisme primer didapatkan poliuria,

polidipsi, kelemahan otot karena hipokalemi, peningkatan BB, dan lain

sebagainya

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pada pemeriksaan fisik

didapatkan TD yang meningkat, juga dapat ditemukan kausa yang mendasari bila
pasien menderita hipertensi sekunder, atau dapat pula ditemukan tanda-tanda

kerusakan organ target bila hal tersebut memang terjadi (Pranawa,2015).

2.8 Diagnosis Hipertensi

Dalam menegakan diagnosis hipertensi, diperlukan beberapa tahapan

pemeriksaan yang harus dijalani sebelum menentukan terapi atau tatalaksana

yang akan diambil. Algoritme diagnosis ini diadaptasi dari Canadian

Hypertension Education Program The Canadian Recommendation for The

Management of Hypertension 2014 (Soenarta,2015).

Gambar 2.1 Bagan alur diagnosis hipertensi (Soenarta,2015)

2.9 Pemeriksaan Penunjang Hipertensi


Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk membuktikan adanya faktor

resiko tambahan, mencari kemungkinan hipertensi sekunder, dan ada/tidaknya

kerusakan organ target (Pranawa,2015). Berikut ini beberapa tes laboratorium

dasar dan opsional yang dapat dilakukan pada hipertensi primer;

Tabel 2.7 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien hipertensi

Pemeriksaan dasar  Gula darah puasa


 Darah lengkap
 Profil lipid
 Serum kreatinin dengan eGFR
 Serum elektrolit
 TSH
 Urinalisis
 EKG

Pemeriksaan tambahan  Ekokardiogram


 Asam urat
 Albumin urin untuk ratio kreatinin

Sumber : Carey et al, 2018

2.10 Tatalaksana Hipertensi

a. Non farmakologis

Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah,

dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko permasalahan

kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko

kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal,

yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut,

tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko

kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi

(Soenarta,2015).

b. Terapi Farmakologi

Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien hipertensi

derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani
pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa prinsip dasar

terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi

efek samping, yaitu (Soenarta,2015):

 Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal

 Berikan obat generik (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya

 Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti pada usia 55 –

80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid

 Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i)

dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)

 Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi farmakologi

 Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.

Algoritme tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai guidelines

memiliki persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme tatalaksana hipertensi

secara umum, yang disadur dari A Statement by the American Society of Hypertension

and the International Society of Hypertension 2013 (Soernarta,2015);


Gambar 2.2 Algoritma penatalaksanaan hipertensi menurut Perki, 2015 (Soenarta,2015)
Gambar 2.3 Algoritma terapi hipertensi menurut JNC 8 (Muhadi,2016)
Dalam pemberian terapi pada pasien dengan hipertensi, terdapat terapi

lini pertama dan lini kedua. Daftar obat oral anti hipertensi berdasarkan

pembagian lini dan golongannya antara lain ;

Tabel 2.8 Obat antihipertensi oral

Golongan obat Nama obat Rentang Frekue Keterangan


dosis nsi
(mg/hari)

Lini Pertama

Diuretik (Tiazid) Klortalidon 12.5-25 1 Klortalidon menjadi pilihan


utama karena waktu paruh
Hidroklorotiazid 25-50 1 panjang dan terbukti secara
ilmiah menurunkan risiko
Indapamid 1.25-2.5 1 penyakit serebrovaskular.
Perhatikan kadar
Metolazon 2.5-5 1 natrium,kalium,asam urat,
dan kalsium. Waspada pada
pasien dengan riwayat gout
akut.

Penghambat ACE Benazepril 10-40 1 atau 2 Tidak untuk dikombinasikan


dengan ARB atau inhibitor
Kaptopril 12.5-15 2 atau 3 renin. Terdapat peningkatan
risiko hiperkalemia, terutama
Enalapril 5-40 1 atau 2 pada pasien gagal ginjal
kronik atau pengguna obat
Fosinopril 10-40 1 hemat kalium. Terdapat
risiko gagal ginjal akut pada
Lisinopril 10-40 1 pasien dengan stenosis arteri
renal bilateral. Tidak
Moesipril 7.5-30 1 atau 2
digunakan pada pasien
dengan riwayat angioedema
Perindopril 4-16 1
pada penghambat ACE.
Kuinapril 10-80 1 atau 2 Hindari pada kehamilan.

Ramipril 2.5-20 1 atau 2

Trandolapril 1-4 1

ARB Azilsartan 40-80 1 Tidak untuk dikombinasikan


dengan penghambat ACE
Candesartan 8-32 1 atau inhibitor renin. Terdapat
peningkatan risiko
Eprosartan 600-800 1 atau 2 hiperkalemia, terutama pada
pasien gagal ginjal kronik
Irbesartan 150-300 1 atau pengguna obat hemat
kalium. Terdapat risiko gagal
Losartan 50-100 1 atau 2 ginjal akut pada pasien
dengan stenosis arteri renal
Olmesartan 20-40 1
bilateral. Tidak digunakan
pada pasien dengan riwayat
Telmisartan 20-80 1
angioedema pada
penghambat ARB. Hindari
Valsartan 80-320 1 pada kehamilan.

CCB- Amlodipin 2.5-10 1 Hindari penggunaan pada


Dihidropiridin pasien gagal jantung
Felodipin 2.5-10 1 (amlodipin atau felodipin
masih dapat
Isradipin 5-10 2 dipertimbangkan). Terkait
dose related pedal edema
Nikardipin SR 60-120 2

Nifedipin LA 30-90 1

Nisoldipin 17-34 1

CCB-Non Diltiazem ER 120-360 1 Hindari penggunaan rutin


Dihidropiridin dengan penyekat beta (risiko
Verapamil IR 120-360 3 bradikardia dan blokade
jantung).
Verapamil SR 120-360 1 atau 2
Tidak digunakan pada pasien
Verapamil- 100-300 1 (sore gagal jantung.
delayed onset ER hari)

Lini kedua

Diuretik (Loop) Bumetanide 0.5-2 2 Beberapa menjadi pilihan


pada pasien gagal jantung
Furosemide 20-80 2 simtomatik.

Torsemide 5-10 1

Diuretik (hemat Amiloride 5-10 1 atau 2 Merupakan agen monoterapi


kalium) dengan efek anti-hipertensi
Triamterene 5-100 1 atau 2 minimal. Kombinasi terapi
dengan tiazid dapat
dipertimbangkan pada pasien
hipokalemia yang
sebelumnya mendapatkan
monoterapi tiazid. Tidak
digunakan pada pasien
dengan GFR <45ml/menit.

Diuretik (Antagonis Eplerenon 50-100 1 atau 2 Obat pilihan utama pada


Aldosteron) aldostrenisme primer dan
spironolakton 25-100 1 hipertensi resistan. Memiliki
risiko ginekomastia dan
impotensi (terutama
spironolakton). Hindari
penggunaan bersama diuretik
hemat kalium, atau pada
pasien disfungsi renal
signifikan. Eplerenon
membutuhkan dosis dua kali
lebih besar untuk
menurunkan tekanan darah.

Penyekat Beta- Atenolol 25-100 2 Penyekat beta tidak


Kardioselektif direkomendasikan sebagai
Betaxolol 5-20 1 lini pertama kecuali pasien
disertai penyakit jantung
Bisoprolol 2.5-10 1 iskemik atau gagal jantung.
Dapat digunakan pada pasien
Metoprolol 100-200 2 dengan gangguan saluran
Tartrat napas (bronkospasme).
Bisoprolol dan metoprolol
Metoprolol 50-200 1 suksinat menjadi pilihan
Suksinat pada pasien gagal jantung.
Hindari penghentian obat
mendadak.

Penyekat Beta- Nebivolol 5-40 1 Dapat menginduksi


Kardioselektif dan vasodilatasi. Hindari
Vasodilator penghentian obat mendadak.

Penyekat Beta-Non Nadolol 40-120 1 Hindari pada pasien penyakit


Kardioselektif saluran napas reaktif.
Propranolol IR 80-160 2 Hindari penghentian obat
mendadak.
Propranolol LA 80-160 1

Penyekat Beta- Acebutolol 200-800 2 Sebagian besar dihindari,


Simpatomimetik terutama pada pasien
Intrinsik Penbutolol 10-40 1 penyakit jantung iskemik
dan gagal jantung. Hindari
Pindolol 10-60 2 penghentian obat mendadak.

Penyekat Beta- Carvedilol 12.5-50 2 Carvedilol diutamakan pada


Kombinasi pasien gagal jantung. Hindari
Reseptor Alfa dan Carvedilol 20-80 1 penghentian obat mendadak.
Beta Fosfat

Labetalol 200-800 2

Inhibitor Renin Aliskiren 150-300 1 Tidak digunakan bersama


penghambat ACE atau ARB.
Merupaka obat kerja sangat
panjang. Terdapat risiko
hiperkalemia pada pasien
gagal ginjal kronik atau pada
pengguna obat hemat
kalium. Dapat menyebabkan
gagal ginjal akut pada pasien
dengan stenosis arteri renal
bilateral. Hindari pada
kehamilan.

Penyekat Alfa-1 Doxazosin 1-16 1 Terkait dengan hipotensi


ortostatik, terutama pada
Prazosin 2-20 2 atau 3 pasien lanjut usia. Dapa
dipertimbangkan menjadi
Terazosin 1-20 1 atau 2 lini kedua pada pasien
hiperplasia prostat jinak.
Agonis Alfa 2 Klonidin oral 0.1-0.8 2 Menjadi pilihan terakhir
Sentral dan obat dalam tatalaksana hipertensi
sentral lainnya Klonidin patch 0.1-0.3 1 per mengingat efek sampingnya
minggu terhadap sistem saraf pusat.
Hindari penghentian obat
Metildopa 250-1000 2 mendadak.
Guanfasin 0.5-2 1

Vasodilator Hidralazin 100-200 2 atau 3 Terkait dengan retensi air


dan natrium dan refleks
Minoksidil 5-100 1-3 takikardia. Hidralazin terkait
dengan lupus-like syndrome
akibat obat pada pengunaan
dosis tinggi. Minoksidil
terkait dengan hirsutisme
dan membutuhkan diuretik
(loop). Minoksidil juga dapat
menginduksi terjadinya efusi
perikardium.

Sumber : Carey et al, 2018

2.11 Komplikasi Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya penyakit

jantung, gagal jantung kongestif, stroke, gangguan pengelihatan dan penyakit

ginjal. Tekanan darah yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ

dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun.

Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak

terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab

kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai

stroke dan gagal jantung.

2.12 Prognosis Hipertensi

Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik melalui pengobatan yang tepat. Terapi

dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi biasanya dapat

menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada

jantung atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi
adalah mendeteksi dan mengobati sebelum kerusakan terjadi (Kasper et al, 2015).

2.13 Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan dalam Pengobatan Hipertensi

Dalam kamus oxford, kepatuhan diartikan sebagai praktik mematuhi aturan atau

permintaan yang dibuat oleh orang yang berwenang. Dalam istilah Kesehatan, kepatuhan

atau compliance merupakan perilaku pasien (dalam mengikuti obat, mengontrol dan

mengikuti diet, atau melakukan perubahan gaya hidup) sesuai dengan anjuran tenaga

medis. Dengan demikian, ketidakpatuhan dalam berobat merupakan perilaku pasien yang

kurang sesuai dengan rekomendasi yang ditentukan oleh penyedia layanan Kesehatan (Jin

et al, 2008).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan seseorang dalam terapi.

Berikut adalah tabel faktor yang diidentifikasi dari beberapa literatur (Jin et al);

2. 13.1 Jenis Kelamin

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan hipertensi

salah satunya adalah jenis kelamin. Menurut Alqarni et al, (2018) laki-laki lebih

cenderung mematuhi pengobatan mereka bila dibandingkan dengan wanita dengan

signifikansi (p = 0,005). Penelitian cross-sectional yang dilakukan di daerah pedesaan


kota Ardabil pada 2013 menunjukkan hasil yang berbeda, itu menunjukkan kepatuhan itu

sedikit lebih tinggi pada responden perempuan daripada laki-laki. Dalam konteks yang

sama, penelitian lain dilakukan untuk menilai kepatuhan terhadap obat dalam pasien yang

menjalani perawatan hipertensi di Klinik Kesehatan Utama dari Kementerian Kesehatan

di Malaysia, menunjukkan pasien wanita ditemukan lebih cenderung mematuhi

pengobatan mereka, dibandingkan dengan rekan-rekan pria mereka (P <0,05).

Jenis kelamin adalah prediktor kepatuhan pengobatan antihipertensi

dengan perempuan yang melaporkan kepatuhan yang lebih baik daripada laki-

laki. Temuan ini konsisten dengan beberapa penelitian sebelumnya, tetapi

berlawanan dengan beberapa penelitian lain. Beberapa penelitian

mengungkapkan bahwa kepatuhan perempuan yang lebih tinggi terutama dalam

kategori manajemen kehidupan sehari-hari. Alasan lain yang mungkin adalah

bahwa wanita merasa dan melaporkan masalah kesehatan mereka lebih keras

daripada pria dan mereka ingin lebih memperhatikan diet, penurunan berat badan,

latihan fisik, monitor BP, dan sebagainya. Selain itu, pria biasanya lebih sibuk

daripada wanita dan mengalami tekanan lebih berat dari pekerjaan, yang mungkin

melarang menghabiskan lebih banyak waktu untuk melakukan modifikasi gaya

hidup (Jinjing Pan et al, 2019).

2. 13.2 Faktor Keikutsertaan Asuransi Kesehatan

Karena pasien hipertensi memerlukan perawatan medis berkelanjutan seumur

hidup, setiap pasien hipertensi perlu mengalokasikan anggaran tertentu setiap bulan untuk

membeli obat. Selain itu, ada banyak orang pedesaan yang tidak memiliki asuransi

kesehatan, bahkan mereka yang memiliki asuransi kesehatan mungkin tidak memiliki

semua obat yang tercakup, dan pasien mungkin harus membayar sendiri. Pemerintah

harus berinvestasi lebih banyak dalam obat-obatan, sehingga memperluas cakupan dan

penggantian biaya asuransi kesehatan pedesaan (Jinjing Pan et al, 2019).

Penelitian menunjukkan bahwa perbedaan tingkat kepatuhan ini menurut


indeks kekayaan individu diamati di negara-negara berpenghasilan rendah dan

bukan di negara-negara berpenghasilan menengah. Lebih dari seperempat pasien

mengaku telah menghentikan pengobatan mereka karena alasan keuangan;

proporsi ini adalah 4 kali lebih tinggi di tingkat terendah dibandingkan dengan

kelompok kekayaan tertinggi. Dalam penelitian kami, dua pertiga dari peserta

masing-masing memiliki kepatuhan yang rendah atau sedang terhadap obat

antihipertensi (Diane Macquart et al, 2019).

Akses ke dan biaya perawatan dan obat-obatan jelas penting dalam hasil

klinis dan kepatuhan. Orang dewasa yang tidak diasuransikan di Amerika Serikat

tidak mengalami peningkatan signifikan dalam kontrol hipertensi antara tahun

1988 dan 2010, sedangkan kelompok demografis mirip dengan asuransi

kesehatan yang disponsori pemerintah memiliki kontrol yang hampir identik

dengan kelompok yang lebih makmur dan berpendidikan lebih tinggi dengan

asuransi kesehatan swasta (Burnier Michel dan Egan Brent M., 2019).

2. 13.3 Faktor Dukungan Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat. Keluarga merupakan

tempat pertama dalam mewujudkan perilaku sehat masyarakat. Dukungan

dimaksud sebagai sikap, tindakan serta penerimaan terhadap penderita yang sakit.

Dalam pengobatanya Hipertensi memerlukan pengobatan seumur hidup,

oleh karena itu dukungan sosial sangat diperlukan dalam menjalani pengobatan.

Obat-obatan yang dipreskripsikan oleh dokter membutuhkan motivasi berobat.

Motivasi muncul dan meningkat ketika pasien mendapat dukungan dari keluarga.

Dukungan keluarga juga dapat membantu seseorang menjalani program-program

kesehatan dan juga secara langsung pasien yang mendapat penghiburan,

perhatian dan pertolongan yang dibutuhkan dari orang lain cenderung mudah

mengikuti nasehat medis (Ojo OS et al, 2016)).


2.13.4 Faktor Lama Menderita Hipertensi

Tingkat kepatuhan pengobatan pada pasien yang menderita hipertensi

dipengaruhi oleh lamanya pasien menderita hipertensi, Dimana semakin lama

seseorang menderita hipertensi maka cenderung untuk tidak patuh karena merasa

jenuh menjalani pengobatan. Pada penelitian sebelumnya menunjukan persentasi

kepatuhan yang lebih tinggi pada pasien dengan lama menderita hipertesi < 5

tahun (Ramli, 2012). Indonesia merupaka negara dengan tingkat kepatuhan

pengobatan dan kontrol yang masih rendah untuk penyakit hipertensi, hal tersebut

diakibatkan rasa bosan yang dimiliki pasien untuk meminum obat antihipertensi

secara rutin dan teratur setiap hari (Gama IK et al, 2014).

Pada hasil studi Suwarso, 2010 didapatkan hubungan yang signifikan

pada lamanya seseorang menderita hipertensi dan ketidakpatuhan dalam

menjalani pengobatan (p=0.040). Perasaan jenuh yang dimiliki pasien selama

menjalani pengobatan dan tidak adanya tingkat kesembuhan setelah

mengkonsumsi obat dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan tingkat

kepatuhan seseorang dalam mengkonsumsi obat menurun.

2.13.5. Faktor Usia

Tingkat kepatuhan pengobatan dipengaruhi oleh usia, usia menentukan kepatuhan

seseorang melalui kematangan cara berpikir, emosi tanggung jawab dan kedisiplinan

seseorang dalam menentukan keputusan bagi dirinya termasuk dalam menjalani

pengobatan Hipertensi. Pada penelitian sebelumnya oleh bandi et al tahun 2017, tingkat

kepatuhan didapatkan lebih rendah pada kelompok usia dewasa yang lebih muda (<60

tahun) dibandingkan yang lebih tua. (Bandi et al, 2017)

2.13.6 Tingkat Pendidikan Terakhir

Pendidikan merupakan suatu kegiatan kompleks yang memiliki

hubungan erat satu sama lain, dimana usaha yang dilakukan untuk
mewujudkan suasana dan proses pembelajaran yang aktif untuk peserta

didik, hal tersebut berguna dalam mengembangkan potensi yang ada

dalam dirinya (Sutrisno, 2016). Tingginya tingkat pendidikan seseorang

memungkinkan seseorang untuk mudah dalam menerima informasi,

sehingga menambah banyak pengetahuan dan meningkatkan kualitas

hidup seseorang. Selain itu tingkat pengetahuan yang baik dapat memberi

dampak pada penggunaan komunikasi yang efektif (Alimul Hidayat,

2005).

Sistem pendidikan nasional dibagi menjadi tiga tingkatan, diantaranya

tingkat pendidikan dasar yaitu tidak sekolah dan pendidikan dasar seperti

SD/SMP/sederajat, selanjutnya tingkat menengah seperti SMA dan

sederajat dan yang terakhir tingkat pendidikan tinggi atau akademi (UU

Nomor 20 th 2003). Pada penelitian yang dilakukan Ghembaza A,

Kendouci and Meguenni, 2014 menyebutkan sebanyak 72,7% pasien tidak

mengetahui komplikasi yang menimbulkan ketidakpatuhan dalam minum

obat. Dimana 4,9% diantaranya memiliki tingkat pendidikan tinggi dan

sebanyak 71,3% memiliki tingkat pendidikan rendah (sekolah dasar atau

tidak sekolah).

2.13.7 Tingkat Pengetahuan Tentang Hipertensi

Pengetahuan merupakan hasil pengindraan seseorang terhadap suatu

objek bisa berupa hidung, mata, telinga dan sebagainya. Tingkat

pengetahuan dibagi menjadi mengetahui, memahami, mengaplikasikan,

menganalisis, mensintesis hingga mengevaluasi (Notoatmojo, 2010).

Penelitian yang dilakukan Akoko, Fon, Ngu et al, 2017 menunjukkan


tingkat pengetahuan yang tinggi dapat mempengaruhi kepatuhan pasien

dalam berobat, dimana 31 pasien dengan pengetahun tinggi 74,2%

diantaranya patuh dalam meminum obat. Sedangkan pada 190 pasien

dengan pengetahuan yang tidak adekuat memiliki angka kepatuhan obat

38,9%.

Beberapa alasan lain yang menyebabkan buruknya kepatuhan minum

obat antihipertensi bisa diakibatkan dari obat yang dikonsumsi, sikap

kepatuhan pasien dan pelayan kesehatan yang terkait. Faktor lain yang

dapat mengurangi kepatuhan minum obat akibat pelupa, kurangnya

motivasi akibat penyakit yang tidak kunjung sembuh dan ketidaktahuan

pasien yang memiliki penyakit darah tinggi akibat tidak ditemukannya

gejala (Akoko, 2017). Pasien hipertensi yang memiliki tingkat

pengetahuan akan bahaya komplikasi yang diakibatkan dikemudian hari

memiliki tingkat kepatuhan obat lebih tinggi (P<0,003), OR=0,462 (0,283-

0,755) dibandingkan yang tidak mengetahui komplikasinya (Ghembaza A,

Kendouci and Meguenni, 2014).

2. 13.8 Status Pekerjaan

Orang yang bekerja cenderung memiliki sedikit waktu untuk

mengunjungi fasilitas kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Menurut penelitian

yang dilakukan oleh Su-Jin Cho (2014) pekerjaan memiliki hubungan

yang signifikan dengan kepatuhan pasien hipertensi dalam menjalani

pengobatan (p=0,006). Dimana pasien yang bekerja cenderung tidak patuh

dalam menjalani pengobatan dibanding dengan mereka yang tidak bekerja.

2.13.9 Motivasi
Motivasi merupakan suatu keadaan pada diri seseorang yang mendorong

orang tersebut dalam melakukan aktivitas baik perbuatan, tindakan, tingkah laku

atau perilaku tertentu untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Herri Zan Pieter

dan Lubis, 2013). Motivasi yang muncul pada pasien hipertensi yang menjalani

pengobatan dan kontrol tekanan darah dapat mempengaruhi kesembuhannya

(Fitriana, 2018). Hal yang menyebabkan kondisi tersebut antara lain timbulnya

kebutuhan yang ada di diri pasien untuk sembuh dari penyakit yang diderita.

Motivasi yang timbul didalam diri seseorang, apabila dapat dimunculkan,

dikembangkan dan diperkuat maka akan semakin kuat usahanya dalam mencapai

tujuan. Sama halnya dengan pasien hipertensi, bila muncul motivasi yang ada

didalam diri pasien dan semakin berkembang maka usaha yang dilakukan untuk

mencapai tujuan sehat akan semakin kuat dan mencapai kondisi yang maksimal.

Faktor yang dapat mendorong seseorang untuk memiliki motivasi

dibagi menjadi faktor intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik

merupakan dorongan yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri,

dimana timbulnya kesadaran mengenai pentingnya melaksanakan hal

tersebut untuk mencapai suatu tujuan. Motivasi ekstrinsik merupakan

dorongan yang bersumber dari luar, baik berupa hubungan sesama

manusia maupun lingkungan sekitar yang mengharuskan orang tersebut

untuk melaksanakan hal tersebut dengan maksimal (Aditiya, 2013 dan

Donsu, 2017).

2.13.10 Peran Tenaga Kesehatan

Peran serta dukungan petugas kesehatan sangatlah besar bagi

penderita, dimana petugas kesehatan adalah pengelola penderita sebab


petugas adalah orang yang paling sering berinteraksi, sehingga

pemahaman terhadap konsisi fisik maupun psikis menjadi lebih baik dan

dapat mempengaruhi rasa percaya dan menerima kehadiran petugas

kesehatan dapat ditumbuhkan dalam diri penderita dengan baik (Novian A,

2013). Selain itu peran petugas kesehatan dalam pelayan kesehatan dapat

berfungsi sebagai comforter atau pemberi rasa nyaman, protector, dan

advocate (pelindung dan pembela), communicator, mediator, dan

rehabilitator. Peran petugas kesehatan juga dapat berfungsi sebagai

konseling kesehatan, dapat dijadikan sebagai tempat bertanya oleh

individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat untuk memecahkan

berbagai masalah dalam bidang kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat

(Wahid Iqbal Mubarak, 2007).


BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Pasien hipertensi

Faktor predisposisi
Faktor pendorong
 Usia
 Jenis kelamin Pengetahuan
 Tingkat pendidikan
 Pekerjaan
 Lama menderita Peran Tenaga Kesehatan
hipertensi

Faktor pendukung Dukungan keluarga

 Keikutsertaan BPJS
 Akses pelayanan Motivasi berobat
kesehatan

Kepatuhan berobat

Keterangan :

Diteliti

Tidak diteliti
Dari kerangka konsep di atas dapat dilihat bahwa terdapat faktor –

faktor yang dapat mempengaruhi pasien hipertensi untuk patuh dan

bersedia berobat, antara lain faktor predisposisi dan faktor pendukung.

Faktor predisposisi misalnya adalah faktor usia, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, pekerjaan, lama menderita hipertensi. Sedangkan untuk faktor

pendukung meliputi keikutsertaan asuransi kesehatan dan akses pelayanan

kesehatan.

Selain itu terdapat faktor yang dapat mendorong orang untuk

melakukan suatu tindakan, dalam hal ini yaitu pasien hipertensi untuk

mulai patuh dan bersedia untuk melakukan pengobatan. Faktor tersebut

antaralain pengetahuan terhadap penyakit hipertensi itu sendiri,

kepercayaan, peran tenaga medis, motivasi berobat dan dukungan keluarga

dimana hal tersebut dapat mempengaruhi pasien hipertensi untuk patuh

dan bersedia melakukan pengobatan.

3.1 Hipotesis Penelitan

Terdapat faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat pada pasien

hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Sisir Desa Sidomulyo Kota Batu.


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross

sectional study.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Sisir Desa Sidomulyo

Kota Batu pada bulan Januari-Februari 2021.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi yang akan dipilih dalam penelitian ini adalah semua warga

Desa Sidomulyo yang terdiagnosis HT di wilayah kerja Puskesmas

Sisir.

4.3.2. Sampel

Pasien HT di wilayah kerja Puskesmas Sisir Desa Sidomulyo Kota

Batu pada Januari 2020 hingga Januari 2021 yang sesuai dengan

kriteria inklusi dan eksklusi.

4.3.3. Besar sampling

N
Rumus besar sampel slovin = n=
1+Ne2

n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
dalam pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau
diinginkan
Diketahui jumlah pasien HT di wilayah Kerja Puskesmas Sisir

sebesar 1.191 orang, sehingga didapatkan besar sampel sesuai

dengan rumus slovin:

242
n=
1+ ( 242 x 0,05 )
2

242
n=
1+0,605

n=150,7 ≈ 151orang

Besar sampel yang diperoleh untuk penelitian ini adalah 151

orang.

4.3.4. Teknik sampling

Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling.

4.3.5. Karakteristik sampel penelitian

a. Kriteria inkllusi :

1. Bersedia menjadi responden

2. Terdiagnosis HT oleh dokter

3. Minum obat antihipertensi minimal 1 macam obat

4. Berusia >18 tahun

b. Kriteria ekslusi :

1. Tidak bersedia menjadi responden


2. Memiliki kesulitan berkomunikasi: memiliki gangguan

penglihatan dan pendengaran

3. Memiliki gangguan kognitif, demensia, dan gangguan mental

4. Tidak kooperatif

4.4. Variabel Penelitian

4.4.1. Variabel Bebas

Usia, jenis kelamin, pendidikan, status pekerjaan, keikutsertaan

asuransi kesehatan, pengetahuan, akses pelayanan kesehatan,

peran tenaga kesehatan, motivasi, dukungan keluarga

4.4.2. Variabel Terikat

Kepatuhan minum obat

4.5. Definisi Operasional

Tabel 4.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat ukur Hasil ukur Skala


ukur

2. Usia Usia responden dalam Kuesioner  ≤60tahun Nominal


tahun  >60tahun
4. Jenis Status gender yang Kuesioner  Laki-laki Nominal
kelamin didapat secara biologis  Perempuan
sejak lahir dan secara
fisik melekat pada diri
seseorang.
6. Tingkat Pendidikan formal Kuesioner  Rendah (tidak Nominal
pendidikan terakhir yang ditempuh sekolah dan SD)
responden.  Tinggi (SMP,
SMA, Sarjana)
8. Pekerjaan Aktivitas yang dilakukan Kuesioner  Tidak bekerja Nominal
responden untuk  Bekerja (PNS,
memeberikan nafkah pegawai swasta,
bagi keluarga petani, buruh,
pedagang,
pelayan jasa)
10. Keikutsertaa Jenis asuransi yang Kuesioner  Tidak Nominal
n asuransi membantu ketersediaan  Ya (jika
kesehatan dana jika responden menggunakan
terserang gangguan asuransi
kesehatan atau penyakit kesehatan BPJS,
jamkesmas,
Askes)
12. Keterjangka Penggunaan fasilitas Kuesioner  Kurang (skor Nominal
uan akses kesehatan yang ≤3)
pelayanan dimanfaatkan dengan  Baik (skor >3)
kesehatan baik, seperti jarak dan
waktu yang ditempuh ke
sarana kesehatan seperti
Puskesmas. Akses
pelayanan kesehatan
baik jika terdapat
pelayanan kesehatan
yang jaraknya dekat dari
rumah responden
(≤2.247,5m), waktu
tempuh yang cepat dari
rumah responden (<15
menit), dan tidak ada
kesulitan dalam hal
transportasi serta
mendapat pelayanan
pemeriksaan yang baik.
14. Kepatuhan Kepatuhan responden Kuesioner  Kepatuhan Nominal
Terapi dalam melakukan rendah (skor <6)
pengobatan hipertensi  Kepatuhan
sesuai dengan ketentuan tinggi (skor 6-8)
yang diberikan oleh
dokter. Pengobatan yang
dimaksud, yaitu:
1. Melakukan
pemeriksaan
(berupa kontrol
tekanan darah)
2. Kepatuhan
konsumsi obat
Diukur dengan metode
Modified Morisky
Adherence Scale yang
terdiri dari 8 item
pertanyaan
16. Pengetahuan Kemampuan responden Kuisioner  Rendah (skor ≤5) Nominal
untuk menjawab 10  Tinggi (skor >5)
pertanyaan kuesioner
dengan benar seputar:
pengertian, tanda dan
gejala, penyebab dan
tatalaksana.
18. Peran Keterlibatan tenaga Kuisioner  Rendah (skor < Nominal
Tenaga kesehatan (dokter, 3)
Kesehatan perawat, apoteker) untuk  Tinggi (skor ≥3-
memotivasi pasien 5)
hipertensi selama
melaksanakan
pengobatan.
Jumlah soal 5.
Skor jawaban,
3. Ya, nilai 1
4. Tidak, nilai 0
20. Motivasi Keterlibatan anggota Kuisioner  Motivasi rendah Nominal
Berobat keluarga untuk (skor 0-4)
memotivasi pasien  Motivasi tinggi
hipertensi selama (skor 5-8)
melaksanakan
pengobatan meliputi,
a. Motivasi untuk
berobat rutin (4
soal, 2 soal
favourable, 2 soal
unfavourable)
b. Motivasi untuk
minum obat (4 soal,
2 soal favourable, 2
soal unfavourable)
Jumlah soal 8.
Untuk pertanyaan
favourable, skor
setuju=1, untuk tidak
setuju=0.
Untuk pertanyaan
unfavourable skornya
adalah sebaliknya
22. Dukungan Keterlibatan anggota Kuisioner  Rendah ( skor Nominal
keluarga keluarga untuk <3)
memotivasi pasien  Tinggi ( skor ≥3-
hipertensi selama 5)
melakukan pengobatan.
Jumlah soal 5.
Skor jawaban:
5. Ya, nilai 1
6. Tidak, nilai 0
4.6. Alat dan Bahan Penelitian

(a) Kuesioner penelitian

(b) Data pasien HT di wilayah kerja Puskesmas Sisir Desa Sidomulyo

tahun 2020

(c) Alat tulis

(d) SPSS versi 24 for Windows

4.7. Alur Penelitian

Populasi

Eksklusi Inklusi

Sampel

Pengambilan Data :
memberikan kuesioner

Pengumpulan Data

Pengolahan Data

Analisis data

Kesimpulan

Gambar 4.1

Alur Penelitian
4.8. Pengelolaan data

Penelitian ini dimulai dengan mengurus izin dari kepala instansi

setempat dimana penelitian ini akan dilaksanakan. Kemudian peneliti akan

mempersiapkan kuesioner. Peneliti menyediakan dan mempersiapkan lembar

persetujuan untuk menjadi responden (informed concent), kemudian harus

ditanda tangani oleh calon responden sebelum peneliti melakukan

pengumpulan data. Responden mempunyai hak untuk menolak atau

mengundurkan diri karena beberapa hal tertentu. Setelah responden mengisi

kuisioner, data dikumpulkan untuk diolah dan dilakukan analisis statistik.

1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilaksanakan setelah semua data yang diperlukan terkumpul

melalui berberapa tahap antara lain :

a. Editing

Melakukan pemeriksaan ulang pada data yang telah terkumpul.

b. Coding

Memberikan kode dengan cara mengklasifikasikan data yang ada pada

penelitian ini sesuai penggolongan dengan memberikan kode masing-masing.

c. Tabulasi

Merupakan suatu proses menyusun data menjadi bentuk tabel dan menyusun

format yang telah dirancang..

2. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan uji analisis univariat yaitu dengan statistik

deskriptif dalam bentuk distribusi frekuensi yang akan disajikan kedalam


bentuk tabulasi, kemudian dilakukan uji bivariat Chi-square untuk mengetahui

faktor yang mempengaruhi kepatuhan berobat pada pasien hipertensi. Data

dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan program SPSS for windows

versi 24.

4.9. Jadwal Penelitian

Kegiatan 14 Des 15 Des 2020 - 20 Jan - 15 16 Feb – 24


2020 18 Jan 2021 Feb 2021 Feb 2021

Pengajuan
judul

Penyusunan
proposal dan
instrument
penelitian

Pengambilan
dan
pengolahan
data

Pemaparan
hasil
minipro

Anda mungkin juga menyukai