PENDAHULUAN
dunia adalah penakit tidak menular (PTM) yang membunuh 36 juta jiwa per
dan rendah. Sebanyak 73% kematian saat ini disebabkan oleh penyakit tidak
menular, 35% diantaranya disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah,
12% oleh karena penyakit kanker, 6% oleh karena penyakit pernapasan kronis,
6% disebabkan karena diabetes, dan 15% lainnya disebabkan oleh PTM lainnya
(WHO, 2018).
Saat ini di Indonesia sedang dihadapkan oleh permasalahan ganda pada pola
penyakit, yaitu penyakit menular dan penyakit tidak menular. Perubahan pola
angka kejadian dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular sangat
ekonomi, dan sosial budaya. Peningkatan beban akibat PTM sejalan dengan
darah, indeks massa tubuh atau obesitas, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas
fisik, dan merokok serta alkohol (Buku Pedoman PTM, 2018). Salah satu PTM
penderita hipertensi pada penduduk usia 18 tahun ke atas meningkat dari 25,8%
1.191 orang atau sebesar 10,1% dari target sasaran 11.763 orang. Terdapat
kesenjangan sebesar 89,9% dimana salah satu faktor yang menyebabkan hal
sehingga mengakibatkan komplikasi yang lebih serius. (Gupta 2003). Oleh karena
itu sangat penting untuk meningkatkan angka kepatuhan dan kemauan berobat
TINJAUAN PUSTAKA
Hipertensi adalah kondisi dimana tekanan darah sistolik 140 mmHg dan atau
tekanan darah diastolik 90mmHg pada pemeriksaan berulang. Tekanan darah sistolik
sebagai kondisi tekanan darah sistolik ≥ 130mmHg atau diastolik ≥ 80 mmgHg. Sekitar
80-95% merupakan hipertensi esensial yang berarti tidak ada penyebab spesifik.
hipertensi telah mencapai angka hingga 74.5 juta jiwa, namun hampir 90-95%
kasus tidak diketahui penyebabnya. Menurut data WHO, di seluruh dunia sekitar
972 juta orang atau 26,4% orang di seluruh dunia mengidap hipertensi, angka ini
kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari total 972 juta
pengidap hipertensi, 333 juta penderita diantaranya berada di negara maju dan
orang dewasa diatas usia 20 tahun menderita hipertensi, dan data NHANES tahun
2. Hipertensi Sekunder
merupakan salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi. Saat ini terdapat
konsensus, diantaranya :
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan PERKI Tahun 2015
Sumber : Soenarta,2015
Hipertensi
merupakan adanya tekanan darah sistol 180 mmHg dan diastol 120 mmHg.
Krisis Hipertensi diklasifikasikan menjadi 2, yaitu hipertensi emergensi dan
hipertensi urgensi :
Meskipun telah berpuluh tahun penelitian dan debat dilakukan, masih belum
ada mekanisme tunggal penyebab hipertensi, sehingga tidak ada target terapi tunggal
untuk hipertensi primer. Hipertensi dapat disebabkan neural, renal, hormonal, dan
besar, penyebab hipertensi adalah hasil interaksi antara cardiac output dan tahanan
perifer (Pranawa,2015);
pembuluh darah
lingkungan dan genetik. Riwayat hipertensi pada orang tua meningkatkan resiko
seumur hidup untuk menjadi hipertensi terutama bila kedua orang tuanya menderita
berbeda. Pada subtipe hemodinamik, hipertensi bervariasi sesuai usia di mana kunci
abnormalitas adalah pada kekakuan aorta dan peningkatan cardiac output. Keduanya
ini mungkin merupakan refleksi dari reaksi overactive sympathetic nervous system
(Pranawa,2015).
pada pasien. Berikut ini adalah beberapa penyebab dari hipertensi sekunder
(Tabel 2.5)
seseorang. Faktor-faktor resiko ini secara umum terbagi menjadi 2, yaitu faktor
resiko yang dapat dikontrol dan faktor resiko yang tidak dapat dikontrol.
Faktor resiko yang dapat dikontrol Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol
Overweight atau obese Usia
Pola gaya hidup Ras
Merokok Riwayat keluarga
Konsumsi diet tinggi garam
Konsumsi alkohol
Stres
Sleep apnea
Diabetes
dijumpai pada pasien hipertensi adalah Jantung, Otak, Ginjal, Vaskuler, dan
Retinopati (Pranawa,2015):
occipital dan dikeluhkan pada saat bangun pagi, selanjutnya berkurang secara
pada retina, episode kelemahan atau dizziness oleh karena TIA, angina pectoris,
sebagainya
didapatkan TD yang meningkat, juga dapat ditemukan kausa yang mendasari bila
pasien menderita hipertensi sekunder, atau dapat pula ditemukan tanda-tanda
Tabel 2.7 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien hipertensi
a. Non farmakologis
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah,
kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko
kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal,
yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut,
tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko
kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi
(Soenarta,2015).
b. Terapi Farmakologi
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien hipertensi
derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani
pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa prinsip dasar
terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi
Berikan obat generik (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya
Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti pada usia 55 –
memiliki persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme tatalaksana hipertensi
secara umum, yang disadur dari A Statement by the American Society of Hypertension
lini pertama dan lini kedua. Daftar obat oral anti hipertensi berdasarkan
Lini Pertama
Trandolapril 1-4 1
Nifedipin LA 30-90 1
Nisoldipin 17-34 1
Lini kedua
Torsemide 5-10 1
Labetalol 200-800 2
ginjal. Tekanan darah yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ
kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik melalui pengobatan yang tepat. Terapi
dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi biasanya dapat
menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada
jantung atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi
adalah mendeteksi dan mengobati sebelum kerusakan terjadi (Kasper et al, 2015).
Dalam kamus oxford, kepatuhan diartikan sebagai praktik mematuhi aturan atau
permintaan yang dibuat oleh orang yang berwenang. Dalam istilah Kesehatan, kepatuhan
atau compliance merupakan perilaku pasien (dalam mengikuti obat, mengontrol dan
mengikuti diet, atau melakukan perubahan gaya hidup) sesuai dengan anjuran tenaga
medis. Dengan demikian, ketidakpatuhan dalam berobat merupakan perilaku pasien yang
kurang sesuai dengan rekomendasi yang ditentukan oleh penyedia layanan Kesehatan (Jin
et al, 2008).
Berikut adalah tabel faktor yang diidentifikasi dari beberapa literatur (Jin et al);
salah satunya adalah jenis kelamin. Menurut Alqarni et al, (2018) laki-laki lebih
sedikit lebih tinggi pada responden perempuan daripada laki-laki. Dalam konteks yang
sama, penelitian lain dilakukan untuk menilai kepatuhan terhadap obat dalam pasien yang
dengan perempuan yang melaporkan kepatuhan yang lebih baik daripada laki-
bahwa wanita merasa dan melaporkan masalah kesehatan mereka lebih keras
daripada pria dan mereka ingin lebih memperhatikan diet, penurunan berat badan,
latihan fisik, monitor BP, dan sebagainya. Selain itu, pria biasanya lebih sibuk
daripada wanita dan mengalami tekanan lebih berat dari pekerjaan, yang mungkin
hidup, setiap pasien hipertensi perlu mengalokasikan anggaran tertentu setiap bulan untuk
membeli obat. Selain itu, ada banyak orang pedesaan yang tidak memiliki asuransi
kesehatan, bahkan mereka yang memiliki asuransi kesehatan mungkin tidak memiliki
semua obat yang tercakup, dan pasien mungkin harus membayar sendiri. Pemerintah
harus berinvestasi lebih banyak dalam obat-obatan, sehingga memperluas cakupan dan
proporsi ini adalah 4 kali lebih tinggi di tingkat terendah dibandingkan dengan
kelompok kekayaan tertinggi. Dalam penelitian kami, dua pertiga dari peserta
Akses ke dan biaya perawatan dan obat-obatan jelas penting dalam hasil
klinis dan kepatuhan. Orang dewasa yang tidak diasuransikan di Amerika Serikat
dengan kelompok yang lebih makmur dan berpendidikan lebih tinggi dengan
asuransi kesehatan swasta (Burnier Michel dan Egan Brent M., 2019).
dimaksud sebagai sikap, tindakan serta penerimaan terhadap penderita yang sakit.
oleh karena itu dukungan sosial sangat diperlukan dalam menjalani pengobatan.
Motivasi muncul dan meningkat ketika pasien mendapat dukungan dari keluarga.
perhatian dan pertolongan yang dibutuhkan dari orang lain cenderung mudah
seseorang menderita hipertensi maka cenderung untuk tidak patuh karena merasa
kepatuhan yang lebih tinggi pada pasien dengan lama menderita hipertesi < 5
pengobatan dan kontrol yang masih rendah untuk penyakit hipertensi, hal tersebut
diakibatkan rasa bosan yang dimiliki pasien untuk meminum obat antihipertensi
seseorang melalui kematangan cara berpikir, emosi tanggung jawab dan kedisiplinan
pengobatan Hipertensi. Pada penelitian sebelumnya oleh bandi et al tahun 2017, tingkat
kepatuhan didapatkan lebih rendah pada kelompok usia dewasa yang lebih muda (<60
hubungan erat satu sama lain, dimana usaha yang dilakukan untuk
mewujudkan suasana dan proses pembelajaran yang aktif untuk peserta
hidup seseorang. Selain itu tingkat pengetahuan yang baik dapat memberi
2005).
tingkat pendidikan dasar yaitu tidak sekolah dan pendidikan dasar seperti
sederajat dan yang terakhir tingkat pendidikan tinggi atau akademi (UU
tidak sekolah).
38,9%.
kepatuhan pasien dan pelayan kesehatan yang terkait. Faktor lain yang
2.13.9 Motivasi
Motivasi merupakan suatu keadaan pada diri seseorang yang mendorong
orang tersebut dalam melakukan aktivitas baik perbuatan, tindakan, tingkah laku
atau perilaku tertentu untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Herri Zan Pieter
dan Lubis, 2013). Motivasi yang muncul pada pasien hipertensi yang menjalani
(Fitriana, 2018). Hal yang menyebabkan kondisi tersebut antara lain timbulnya
kebutuhan yang ada di diri pasien untuk sembuh dari penyakit yang diderita.
dikembangkan dan diperkuat maka akan semakin kuat usahanya dalam mencapai
tujuan. Sama halnya dengan pasien hipertensi, bila muncul motivasi yang ada
didalam diri pasien dan semakin berkembang maka usaha yang dilakukan untuk
mencapai tujuan sehat akan semakin kuat dan mencapai kondisi yang maksimal.
merupakan dorongan yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri,
Donsu, 2017).
pemahaman terhadap konsisi fisik maupun psikis menjadi lebih baik dan
2013). Selain itu peran petugas kesehatan dalam pelayan kesehatan dapat
Pasien hipertensi
Faktor predisposisi
Faktor pendorong
Usia
Jenis kelamin Pengetahuan
Tingkat pendidikan
Pekerjaan
Lama menderita Peran Tenaga Kesehatan
hipertensi
Keikutsertaan BPJS
Akses pelayanan Motivasi berobat
kesehatan
Kepatuhan berobat
Keterangan :
Diteliti
Tidak diteliti
Dari kerangka konsep di atas dapat dilihat bahwa terdapat faktor –
kesehatan.
melakukan suatu tindakan, dalam hal ini yaitu pasien hipertensi untuk
METODE PENELITIAN
sectional study.
4.3.1. Populasi
Populasi yang akan dipilih dalam penelitian ini adalah semua warga
Sisir.
4.3.2. Sampel
Batu pada Januari 2020 hingga Januari 2021 yang sesuai dengan
N
Rumus besar sampel slovin = n=
1+Ne2
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
dalam pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau
diinginkan
Diketahui jumlah pasien HT di wilayah Kerja Puskesmas Sisir
242
n=
1+ ( 242 x 0,05 )
2
242
n=
1+0,605
n=150,7 ≈ 151orang
orang.
a. Kriteria inkllusi :
b. Kriteria ekslusi :
4. Tidak kooperatif
tahun 2020
Populasi
Eksklusi Inklusi
Sampel
Pengambilan Data :
memberikan kuesioner
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Analisis data
Kesimpulan
Gambar 4.1
Alur Penelitian
4.8. Pengelolaan data
1. Pengolahan Data
a. Editing
b. Coding
c. Tabulasi
Merupakan suatu proses menyusun data menjadi bentuk tabel dan menyusun
2. Analisis Data
dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan program SPSS for windows
versi 24.
Pengajuan
judul
Penyusunan
proposal dan
instrument
penelitian
Pengambilan
dan
pengolahan
data
Pemaparan
hasil
minipro