Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

HIPERTENSI

Oleh :

Lisa Lina Pakel

112019113

Pembimbing :

dr. Benyamin Tambunan, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

PERIODE 04 JANUARI 2021 – 06 FEBRUARI 2021

1
DAFTAR ISI

Halaman
Judul 1
Daftar Isi 2
Definisi 3
Epidemiologi 3
Klasifikasi 4 Etiologi 6

Faktor Risiko Hipertensi 6

Patofisiologi 10

Manifestasi Klinis .....…………………………………………………………………………………….……………….14

Diagnosis 14

Tatalaksana 16

Komplikasi 24

Pencegahan 24

Prognosis 24

Kesimpulan 24

Daftar Pustaka 25

2
Hipertensi
Definisi

Hipertensi merupakan silent killer dimana gejala dapat bervariasi pada masing-
masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya. Gejala-gejalanya
itu adalah sakit kepala/rasa berat di tengkuk, mumet (vertigo), jantung berdebar-
debar, mudah leiah, penglihatan kabur, telinga berdenging (tinnitus), dan mimisan
(Kemenkes RI, 2015).1

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)
dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal 19 ginjal), jantung (penyakit jantung
koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat
pengobatan yang memadai (Kemenkes RI, 2015).1

Seseorang dikatakan memiliki tekanan darah tinggi bila catatan tekanan sistole
lebih dari140 mmHg dan tekanan diastole lebih dari 90 mmHg.

Epidemiologi

Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya populasi usia lanjut


maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga bertambah, di mana baik
hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada
lebih dari separuh orang yang berusia > 65 tahun.2

Menurut catatan Badan Kesehatan Dunia WHO tahun 2011 terdapat sekitar satu
milyar orang di dunia menderita hipertensi dan dua per tiganya berada di negara berkembang
yang berpendapatan rendah-sedang seperti di Afrika. Diperkirakan lebih dari 40% orang
dewasa di negara tersebut terkena hipertensi. Prevalensi hipertensi diperkirakan akan terus
meningkat, dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di seluruh dunia
menderita hipertensi, sedangkan di Indonesia angkanya mencapai 31,7%. Hipertensi esensial
merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.3

3
Klasifikasi

Klasifikasi tekanan darah menurut WHO-ISH (World Health Organization-International


Society of Hypertension), dan ESH-ESC (European Society of Hypertension-European
Society of Cardiology), 2014.4

Tabel 1 Klasifikasi Tekanan Darah Klasifikasi


Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik

Tekanan Darah WHO-ISH ESH-ESC WHO-ISH ESH-ESC

Optimal <120 <120 <80 <80

Normal <130 120-129 <85 80-84

Tinggi-Normal 130-139 130-139 85-89 85-89

Hipertensi kelas 1 140-159 140-159 90-99 90-99

(ringan)

Cabang: perbatasan 140-149 90-94

Hipertensi kelas 2 160-179 160-179 100-109 100-109

(sedang)

Hipertensi kelas 3 ≥180 ≥180 ≥110 ≥110

Hipertensi sistolik ≥140 ≥180 <90 <90

terisolasi

Cabang: perbatasan 140-149 <90

Menurut American Heart Association, dan Joint National Comitte VIII (AHA &
JNC VIII, 2014) , klasifikasi hipertensi yaitu :4

Tabel 2 Klasifikasi Hipertensi


Tekanan Darah
Tekanan Darah Sistolik Diastolik
Klasifikasi

(mmHg) (mmHg)

Normal <120 <80

Pre hipertensi 120-139 80-89

4
Stage 1 140-159 90-99

Stage 2 ≥ 160 ≥ 100

Hipertensi Krisis > 180 > 110

Berikut kategori tekanan darah menurut Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia (2016) :
Tabel 3. Kategori Tekanan Darah
Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Kategori
(mmHg) (mmHg)

Normal 120-129 80-89

Normal tinggi 130-139 89

Hipertensi derajat 1 140-159 90-99

Hipertensi derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

Hipertensi derajat 3 > 180 > 110

Mean Arterial Pressure (MAP) adalah hasil rata-rata tekanan darah arteri yang
dibutuhkan untuk sirkulasi darah sampai ke otak. Supaya pembuluh darah elastis dan tidak
pecah, serta otak tidak mengalami kekurangan oksigen/ normal, MAP yang dibutuhkan
yaitu 70-100 mmHg. Apabila < 70 atau > 100 maka tekanan darah rerata arteri itu harus
diseimbangkan yaitu dengan meningkatkan atau menurunkan tekanan darah pasien
tersebut.5

Rumus menghitung MAP :

MAP = sistol + 2 (diastol)

Hipertensi juga dapat dikategorikan berdasarkan MAP (Mean Arterial Pressure).


Rentang normal MAP adalah 70-100 mmHg.5

Table 4 Kategori Hipertensi berdasarkan MAP merujuk pada JNC VIII (2014)

Kategori Nilai MAP (mmHg)

Normal <93

5
Pre hipertensi 93-105

Hipertensi stage 1 106-119

Hipertensi stage 2 120 atau >120

Hipertensi Krisis 133 atau >133

Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:6


a. Hipertensi primer atau hipertensi esensial
Merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi
idiopatik. Ini merupakan tipe paling umum mencakup 95% dari luas kasus hipertensi.
Hipertensi primer biasa muncul pada usia 30-50 tahun.
b. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal
Peningkatan darah akibat penyakit tertentu dengan penyebab diketahi mencakup 5%
dari kasus hipertensi. Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan esterogen,
penyakit ginjal, hipertensi vascular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom
cushing, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain.

Faktor Risiko Hipertensi

1. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol


a. Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar
risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko terkena
hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar
sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 %
dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitasnya
atau kelenturannya dan tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang
hipertensinya meningkat ketika 50an dan 60an.7
Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat.
Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai
pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit
meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami

6
pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut disertai
faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi.7
b. Jenis Kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada
wanita. Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor
psikologis. Pada pria seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan
berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada wanita lebih
berhubungan dengan pekerjaan yang mempengaruhi faktor psikis kuat.8
c. Riwayat Keluarga
Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai
hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang menderita
hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama
pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung
meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika kedua orang tua kita mempunyai
hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut 60%.9
d. Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu
sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang
mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara
alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan
hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda
dan gejala.8

2. Faktor yang dapat diubah/dikontrol


a. Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok dengan
peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari lamanya,
risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari.
Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi
dari pada mereka yang tidak merokok.10
Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap
melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.10

7
b. Konsumsi Asin/Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam
yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi
hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram perhari
prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap
timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan
tekanan darah.11
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik
cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan
darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan
tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan
darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6
gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.11
Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan
natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium akan meningkat
menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume darah.
c. Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat
badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan
risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan
konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan
dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak
sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat
menurunkan tekanan darah.11
d. Penggunaan Jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai untuk
menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak. Bahan
dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung
dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi kendungannya sebetulnya tidak
jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak
tidak jenuh (ALTJ). Dalam jumlah kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida, sterol,
asam lemak bebas, lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan protein. Hal yang

8
menyebabkan berbeda adalah komposisinya, minyak sawit mengandung sekitar
45,5% ALJ yang didominasi oleh lemak palmitat dan 54,1% ALTJ yang didominasi
asam lemak oleat sering juga disebut omega-9. minyak kelapa mengadung 80% ALJ
dan 20% ALTJ, sementara minyak zaitun dan minyak biji bunga matahari hampir
90% komposisinya adalah ALTJ.11
e. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat
cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui
secara pasti. Orangorang yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak
memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum atau minum
sedikit.10
Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai karena survei
menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol.
Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun
diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta
kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan darah.10
f. Obesitas
Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi
karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang
dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti
volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga
memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan
insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.11
Berat badan dan indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan
tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita
hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang
berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 %
memiliki berat badan lebih.11
g. Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena
meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung
mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya

9
harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung
harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.10
h. Stres
Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila
stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak
menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stress
berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan.9
i. Penggunaan Estrogen
Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi belum
ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan karena estrogen dari
dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi hormonal estrogen. MN Bustan
menyatakan bahwa dengan lamanya pemakaian kontrasepsi estrogen (± 12 tahun
berturut-turut), akan meningkatkan tekanan darah perempuan.9

Patofisiologi

Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance.


Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak terkompensasi maka
dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah
perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan
mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem pengendalian
tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti refleks
kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf
pusat yang berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem
pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga
intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan
sistem poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang dipertahankan oleh sistem
pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ.12

Patofisiologi hipertensi primer terjadi melalui mekanisme :12


1). Curah jantung dan tahanan perifer Peningkatan curah jantung terjadi melalui dua
cara yaitu peningkatan volume cairan atau preload dan rangsangan saraf yang mempengaruhi
kontraktilitas jantung. Curah jantung meningkat secara mendadak akibat adanya rangsang
saraf adrenergik. Barorefleks menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sehingga tekanan

10
darah kembali normal. Namun pada orang tertentu, kontrol tekanan darah melalui barorefleks
tidak adekuat sehingga terjadi vasokonstriksi perifer.

Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama terjadi apabila terdapat


peningkatan volume plasma berkepanjangan akibat gangguan penanganan garam dan air oleh
ginjal atau konsumsi garam berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun
penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal.
Peningkatan volume plasma menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga
terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya
berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik.

Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap


normalitas tekanan darah. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang
terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus berpengaruh pada
peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus
mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang dimediasi oleh angiotensin dan
menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang irreversible.

Peningkatan resistensi perifer disebabkan oleh resistensi garam (hipertensi tinggi


renin) dan sensitif garam (hipertensi rendah renin). Penderita hipertensi tinggi renin memiliki
kadar renin tinggi akibat jumlah natrium dalam tubuh yang menyebabkan pelepasan
angiotensin II. Kelebihan angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi dan memacu hipertrofi
dan proliferasi otot polos vaskular. Kadar renin dan angiotensin II yang tinggi pada hipertensi
berkorelasi dengan kerusakan vaskular. Sedangkan pada pasien rendah renin, akan
mengalami retensi natrium dan air yang mensupresi sekresi renin. Hipertensi rendah renin
akan diperburuk dengan asupan tinggi garam.

Jantung harus memompa secara kuat dan menghasilkan tekanan lebih besar untuk
mendorong darah melintasi pembuluh darah yang menyempit pada peningkatan Total
Periperial Resistence. Keadaan ini disebut peningkatan afterload jantung yang berkaitan
dengan peningkatan tekanan diastolik. Peningkatan afterload yang berlangsung lama,
menyebabkan ventrikel kiri mengalami hipertrofi. Terjadinya hipertrofi mengakibatkan
kebutuhan oksigen ventrikel semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa
darah lebih keras untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung
mulai menegang melebihi panjang normalnya yang akhirnya menyebabkan penurunan
kontraktilitas dan volume sekuncup.

11
2). Sistem renin-angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan
sekresi renin. Sistem renin-angiotensin merupakan sistem endokrin penting dalam
pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai
respon glomerulus underperfusion, penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf
simpatetik.

Mekanisme terjadinya hipertensi melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin


I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting
dalam pengaturan tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati,
kemudian oleh hormon renin yang diproduksi ginjal akan diubah menjadi angiotensin I
(dekapeptida tidak aktif). Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida sangat
aktif) oleh ACE yang terdapat di paru-paru. Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan
tekanan darah karena bersifat sebagai vasokonstriktor melalui dua jalur, yaitu:

a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi
di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur
osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin
yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan
tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya
volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan
hormon steroid yang berperan penting pada ginjal untuk mengatur volume cairan
ekstraseluler. Aldosteron mengurangi ekskresi NaCl dengan cara reabsorpsi dari
tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada akhirnya meningkatkan
volume dan tekanan darah.

12
Gambar 1. Patofisiologi hipertensi

3). Sistem saraf simpatis


Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
pusat vasomotor pada medula otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf paska
ganglion ke pembuluh darah, di mana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah.

Sirkulasi sistem saraf simpatis menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol.


Sistem saraf otonom memiliki peran penting dalam mempertahankan tekanan darah.
Hipertensi terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem reninangiotensin
bersama dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.30
Hipertensi rendah renin atau hipertensi sensitif garam, retensi natrium dapat disebabkan oleh
peningkatan aktivitas adrenergik simpatis atau akibat defek pada transpor kalsium yang
berpapasan dengan natrium. Kelebihan natrium menyebabkan vasokonstriksi yang mengubah
pergerakan kalsium otot polos.

4). Perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah


Perubahan struktural dan fungsional sistem pembuluh darah perifer bertanggung
jawab terhadap perubahan tekanan darah terutama pada usia lanjut. Perubahan struktur
pembuluh darah meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan

13
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang mengakibatkan penurunan kemampuan distensi
dan daya regang pembuluh darah.23 Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting
dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif
lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi
pada kasus hipertensi primer.

Gambar 2. Faktor-faktor yang berpengaruh pada pengendalian tekanan darah

Manifestasi Klinis

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala walaupun


secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan
dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari
hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan yang bisa saja terjadi baik pada
penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.1
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:
 Sakit kepala
 Kelelahan
 Mual-muntah
 Sesak napas
 Gelisah
 Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,
jantung, dan ginjal
 Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma
karena terjadi pembengkakan otak disebut ensefalopati hipertensif yang memerlukan
penanganan segera

Diagnosis13
1. Anamnesis

14
Anamnesis yang perlu ditanyakan kepada seorang penderita hipertensi meliputi:
a. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
b. Indikasi adanya hipertensi sekunder
 Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
 Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih hematuri, pemakaian oba-
obatan analgesic dan obat/ bahan lain.
 Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan palpitasi (feokromositoma).
c. Faktor-faktor resiko (riwayat hipertensi/ kardiovaskular pada pasien atau
keluarga pasien, riwayat hiperlipidemia, riwayat diabetes mellitus, kebiasaan
merokok, pola makan, kegemukan, insentitas olahraga)
d. Gejala kerusakan organ
 Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient
ischemic attacks, defisit neurologis
 Jantung: Palpitasi,nyeri dada, sesak, bengkak di kaki
 Ginjal: Poliuria, nokturia, hematuria
e. Riwayat pengobatan antihipertensi sebelumnya

2. Pemeriksaan Fisik
a. Memeriksa tekanan darah
 Pengukuran rutin di kamar periksa
- Pasien diminta duduk dikursi setelah beristirahat selam 5 menit, kaki di
lantai dan lengan setinggi jantung
- Pemilihan manset sesuai ukuran lengan pasien (dewasa: panjang 12-
13, lebar 35 cm)
- Stetoskop diletakkan di tempat yang tepat (fossa cubiti tepat diatas
arteri brachialis)
- Lakukan penngukuran sistolik dan diastolic dengan menggunakan
suara Korotkoff fase I dan V
- Pengukuran dilakukan 2x dengan jarak 1-5 menit, boleh diulang kalau
pemeriksaan pertama dan kedua bedanya terlalu jauh.
 Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM)
- Hipertensi borderline atau yang bersifat episodic
- Hipertensi office atau white coat

15
- Hipertensi sekunder
- Sebagai pedoman dalam pemilihan jenis obat antihipertensi
- Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan antihipertensi
 Pengukuran sendiri oleh pasien
b. Evaluasi penyakit penyerta kerusakan organ target serta kemungkinan
hipertensi sekunder
Umumnya untuk penegakkan diagnosis hipertensi diperlukan pengukuran
tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah < 160/100
mmHg.

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai
terapi bertujuan untuk menentukan adanya kerusakan organ dan factor lain atau mencari
penyebab hipertensi. Biasanya dilakukan urinalisis, darahh perifer lengkap, kimia darah
(kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL). Sebagai
tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti klirens kreatinin, protein urin 24 jam,
asam urat, kolesterol EDL, TSH, dan ekokardiografi.
Pemeriksaan kadar ureum kreatinin dalam darah dipakai untuk menilai fungsi ginjal.
Pemeriksaan yang lebih tepat adalah Creatinin Clearance Test (CTC). Pemeriksaan
kalium dalam serum dapat membantu menyingkirkan kemungkinan aldosteronisme
primer pada pasien hipertensi.

Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas
kardiovaskular, mencegah kerusakan organ, dan mencapai target tekanan darah < 130/80
mmHg dan 140/90 mmHg untuk individu berisiko tinggi dengan diabetes atau gagal ginjal.
Algoritma penanganan hipertensi imulai terlebih dahulu dengan perubahan
lifestyle atau gaya hidup. Perubahan lifestyle yang dapat menimbulkan penurunan
terhadap tekanan darah, antara lain:14
Modifikasi Rekomendasi Penurunan Tekanan Darah Sistolik

16
Menurunkan Berat Badan Mengendalikan berat badan sesuai 5-20 mmHg/10 kg
dengan IMT normal yaitu 18,5-24,9
kg/m2

Diet dengan mengadopsi diet DASH Banyak mengkonsumsi buah, sayuran 8-14 mmHg
dan makanan yang rendah lemak
Menurunkan asupan garam Pada pasien dengan hipertensi dikenal 2-8 mmHg
3 jenis diet rendah garam, yaitu:
1. Diet Garam Rendah I (200-400 mg
Na)
 Ditujukan pada pasien dengan
asites/edema dan hipertensi
berat. Pada kondisi ini tidak
diperkenankan menambahkan
garam ke dalam masakan yang
dikonsumsi dan menghindari
makanan yang tinggi natrium.

2. Diet Garam Rendah II (600-800


mg Na)

 Diet ini diberikan kepada pasien


edema/asites, dan hipertensi yang
tidak terlalu berat. Dianjurkan
menghindari makanan dengan
kandungan natrium tinggi.
Diperbolehkan menggunakan
garam dalam pemasakan sebesar
0,5 sendok teh(2g).

3. Diet Garam Rendah III (1000-


1200 mg Na)
 Diet ini diberikan pada
pasien dengan edema atau
hipertensi ringan. Pada
masakannya boleh ditambahkan
garam dapur sebanyak 1 sendok
teh (4g). Namun tetap
menghindari jenis makanan yang

17
mengandung natrium tinggi.
Latihan fisik Tertutama olahraga aerobic seperti 4-9 mmHg
jalan cepat, berenang (minimal 30
menit)

Menurunkan konsumsi alcohol Tidak lebih dari 2 gelas/ hari untuk 2-4 mmHg
berlebih pria dan tidak lebih dari 1 gelas/hari
untuk wanita
Stop merokok Merokok sangat besar perananya
dalam meningkatkan tekanan darah,
hal tersebut disebabkan oleh nikotin
yang terdapat didalam rokok yang
memicu hormon adrenalin yang
menyebabkan tekanan darah
meningkat. Tekanan darah akan turun
secara perlahan dengan berhenti
merokok. Selain itu merokok dapat
menyebabkan obat yang dikonsumsi
tidak bekerja secara optimal

Terapi Farmakologis
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan
oleh JNC 7:14
a. Diuretic, terutama jenis Thiazide (Thiaz) Aldosteron Antagonist (Ald Ant)
b. Beta Blocker (BB)
c. Calcium channel blocker atau Calcium antagonist (CCB)
d. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor angiotensint/ blocker (ARB).

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan target
tekanan darah tinggi dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk
menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi
24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan memulai terapi dengan 1 jenis obat
antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung tekanan darah awal dan ada tidaknya
komplikasi. Jika terapi dimulai dengan 1 jenis obat dalam dosis rendah dan kemudian tekanan
darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat

18
tersebut atau berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek samping umumnya
bisa dihindarkan dengan dosis rendah baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien
memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah tetapi terapi
kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena
jumlah obat yang semakin bertambah.15

Tabel 5. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat Antihipertensi Menurut ESH.

Kelas obat Indikasi Kontraindikasi

Mutlak Tidak mutlak

Diuretika (Thiazide) Gagal jantung gout kehamilan


kongestif, usia lanjut,
isolated systolic
hypertension, ras
afrika

Diuretika (loop) Insufisiensi ginjal,


gagal jantung
kongestif
Gagal jantung
Diuretika (anti kongestif, pasca infark Gagal ginjal,
aldosteron) penyekat β miokardium hiperkalemia
Angina pectoris, pasca
infark myocardium
gagal jantung Asma, penyakit paru Penyakit pembuluh
kongestif, kehamilan, obstruktif menahun, darah perifer, intoleransi
takiaritmia A-V block glukosa, atlit atau pasien
yang aktif secara fisik

19
Calcium Antagonist Usia lanjut, isolated Takiaritmia, gagal
(dihydropiridine) systolic hypertension, jantung kongestif
angina pectoris,
penyakit pembuluh
darah perifer,
aterosklerosis karotis,
kehamilan
Angina pectoris,
aterosklerosis karotis,
Calcium Antagonist takikardia
(verapamil, diltiazem) supraventrikuler A-V block, gagal
jantung kongestif

Penghmbat ACE Gagal jantung Kehamilan,


kongestif, disfungsi hiperkalimea,
ventrikel kiri, pasca stenosis arteri renalis
infark myocardium, bilateral
non-diabetik nefropati,
nefropati DM tipe 1,
proteinuria
Nefropati DM tipe 2,
mikroalbumiuria
diabetic, proteinuria,
hipertrofi ventrikel
Angiotensi II reseptor kiri, batuk karena Kehamilan,
antagonist (AT1- ACEI hiperkalemia,
blocker) stenosis arteri renalis
bilateral

α-Blocker Hyperplasia prostat Hipotensi ortostatis Gagal jantung kongestif


(BPH), hiperlipidemia

Adapun Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7 dapat dilihat pada tebel
6 dibawah ini :
Tabel 6. Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7

Klasifikasi TDS TDD Perbaikan Tanpa indikasi Dengan indikasi


Tekanan (mmHg) (mmHg) Pola Hidup yang memaksa yang memaksa
Darah

20
Normal < 120 Dan <80 Dianjurkan

Prehipertensi 120-139 atau ya Tidak indikasi Obat-obatan


80-89 obat untuk indikasi
yang memaksa

Hipertensi 140-159 Atau ya Diuretic jenis Obat-obatan


derajat 1 90-99 Thiazide untuk untuk indikasi
sebagian besar yang memaksa
kasus, dapat Obat
dipertimbangkan antihipertensi
ACEI, ARB, BB, lain (diuretika,
CCB, atau ACEI, ARB, BB,
kombinasi CCB) sesuai
kebutuhan

Hipertensi ≥160 Atau ≥100 ya Kombinasi 2 obat


derajat 2 untuk sebagian
besar kasus
umumnya
diuretika jenis
Thiazide dan
ACEI atau ARB
atau BB atau CCB

Pasien yang telah mulai mendapakan pengobatan harus dilakukan evaluasi lanjutan dan
pengaturan dosis obat sampai target tekanan darah tercapai. Setelah tekanan darah stabil,
kunjungan berikutnya datang dengan interval 3-6 bulan, frekuensi kunjungan ini ditentukan
dengan adanya tidaknya komorbiditas seperti gagal jantung, diabetes dan kebutuhan akan
pemeriksaan laboratorium.15

Komplikasi Hipertensi
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ
tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau
karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor angiotensin
II, stress oksidatif, down regulation, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan

21
bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya
kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya
ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β).15 1).
- Otak
Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang diakibatkan oleh
hipertensi. Stroke timbul karena perdarahan, tekanan intra kranial yang meninggi,
atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan
tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
mendarahi otak mengalami hipertropi atau penebalan, sehingga aliran darah ke
daerah-daerah yang diperdarahinya akan berkurang. Arteri-arteri di otak yang
mengalami arterosklerosis melemah sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma.
Ensefalopati juga dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna atau
hipertensi dengan onset cepat. Tekanan yang tinggi pada kelainan tersebut
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler, sehingga mendorong cairan masuk ke
dalam ruang intertisium di seluruh susunan saraf pusat. Hal tersebut menyebabkan
neuron-neuron di sekitarnya kolap dan terjadi koma bahkan kematian.
- Kardiovaskular
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami arterosklerosis
atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah yang melalui
pembuluh darah tersebut, sehingga miokardium tidak mendapatkan suplai oksigen
yang cukup. Kebutuhan oksigen miokardium yang tidak terpenuhi menyebabkan
terjadinya iskemia jantung, yang pada akhirnya dapat menjadi infark.
Beban kerja jantung akan meningkat pada hipertensi. Jantung yang
terusmenerus memompa darah dengan tekanan tinggi dapat menyebabkan
pembesaran ventrikel kiri sehingga darah yang dipompa oleh jantung akan
berkurang. Apabila pengobatan yang dilakukan tidak tepat atau tidak adekuat pada
tahap ini, maka dapat menimbulkan komplikasi gagal jantung kongestif.47
Demikian juga hipertropi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-perubahan
waktu hantaran listrik saat melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia
jantung, dan peningkatan risiko pembentukan bekuan.
- Ginjal

22
Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kepiler ginjal dan glomerolus. Kerusakan glomerulus akan
mengakibatkan darah mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, sehingga nefron
akan terganggu dan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian ginjal. Kerusakan
membran glomerulus juga akan menyebabkan protein keluar melalui urin
sehingga sering dijumpai edema sebagai akibat dari tekanan osmotik koloid
plasma yang berkurang. Hal tersebut terutama terjadi pada hipertensi kronik.
- Retinopati
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah
pada retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin lama hipertensi tersebut
berlangsung, maka makin berat pula kerusakan yang dapat ditimbulkan. Kelainan
lain pada retina yang terjadi akibat tekanan darah yang tinggi adalah iskemik optik
neuropati atau kerusakan pada saraf mata akibat aliran darah yang buruk, oklusi
arteri dan vena retina akibat penyumbatan aliran darah pada arteri dan vena retina.
Penderita hypertensive retinopathy pada awalnya tidak menunjukkan gejala, yang
pada akhirnya dapat menjadi kebutaan pada stadium akhir.16
Kerusakan yang lebih parah pada mata terjadi pada kondisi hipertensi maligna,
di mana tekanan darah meningkat secara tiba-tiba. Manifestasi klinis akibat
hipertensi maligna juga terjadi secara mendadak, antara lain nyeri kepala, double
vision, dim vision, dan sudden vision loss. 16

Pencegahan

Sebagaimana diketahui pre hipertensi bukanlah suatu penyakit, juga bukan sakit
hipertensi, tidak diindikasikan untuk diobati dengan obat farmasi, bukan target pengobatan
hipertensi, tetapi populasi pre hipertensi adalah kelompok yang berisiko tinggi untuk
menuju kejadian penyakit kardiovaskular. Di populasi USA, menurut NHANES 1999-
2000, insiden pre hipertensi sekitar 30 %. Populasi pre hipertensi ini diprediksi pada
akhirnya akan menjadi hipertensi permanen sehingga pada populasi ini harus segera
dianjurkan untuk merubah gaya hidup (lifestyle modification) agar tidak menjadi progresi
ke TOD.17

Rekomendasi gaya hidup yang harus ditaati menurut CHEP 2011 untuk mencegah
risiko menjadi hipertensi, dianjurkan untuk menurunkan asupan garam sampai di bawah
1500 mg/hari. Diet yang sehat ialah bilamana dalam makanan sehari-hari kaya dengan

23
buah-buahan segar, sayuran, rendah lemak, makanan yang kaya serat (soluble fibre),
protein yang berasal dari tanaman, juga harus tidak lupa olahraga yang teratur, tidak
mengkonsumsi alkohol, mempertahankan berat badan pada kisaran 18,5 – 24,9 kg/m2.17

- Pencegahan primer
Faktor risiko hipertensi antara lain: tekanan darah di atas rata-rata,
adanya riwayat hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), takikardia,
obesitas, dan konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk :
1) Mengatur diet agar berat badan tetap idel juga untuk menjaga agar
tidak terjadi hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, dan sebagainya.
2) Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
3) Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah
garam.
4) Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
- Pencegahan sekunder.
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita
hipertensi karena faktor tertentu, tindakan yang bisa dilakukan berupa :
1) Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat
maupun tindakan-tindakan seperti pencegahan primer.
2) Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara
normal atau stabil mungkin.
3) Faktor-faktor risiko penyakit jantung iskemik yang lain harus
dikontrol.
4) Batasi aktivitas.

Prognosis
Usia, ras, jenis kelamin, kebiasaan mengkonsumsi alkohol, hiperkolesterolemia,
intoleransi glukosa dan berat badan, semuanya mempengaruhi prognosis dari penyakit
hipertensi. Semakin muda seseorang terdiagnosis hipertensi pertama kali, maka semakin
buruk perjalanan penyakitnya apalagi bila tidak ditangani. Di Amerika Serikat, ras kulit hitam
mempunyai angka morbiditas dan mortalitas empat kali lebih besar dari pada ras kulit putih.

Kesimpulan

24
Hipertensi dikenal sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki
tekanan darah diatas normal. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama penyebab
gangguan jantung. Selain mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat juga berakibat
terjadinya gagal ginjal maupun penyakit serebrovaskular.
Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas
kardiovaskuler dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg
diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang. Terapi non farmakologi antara lain
mengurangi asupan garam, olah raga, menghentikan rokok dan mengurangi berat badan,
dapat dimulai sebelum atau bersama-sama dengan obat farmakologi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan RI. 2015. Info atin Pusat Data dan Informasi Kesehatan RI
Hipertensi. Jakarta Selatan: Kemenkes RI.
2. Efendi Sianturi. Strategi Pencegahan Hipertensi Esensial Melalui Pendekatan
Faktor Risiko di RSU dr. Pirngadi Kota Medan [internet]. c2004 [cited 2011 Nov
26]. p: 10-64, 91. Available from: http://repository.usu.ac.id/
3. WHO. Raised Blood Pressure.
http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_prevalence_text/en/.
Accessed November 20, 2013
4. The Eight Joint National Commitee. Evidence based guideline for the
management of high blood pressure in adults-Report from the panel members
appointed to the eight joint national commitee. 2014.
5. Anggara, F.H.D dan Prayitno, N. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Tekanan Darah di Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat Tahun 2012. Jurnal
Ilmiah Kesehatan, 5(1). Hlm. 20-25.
6. Yogiantoro M. Hipertensi Esensial. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiatii S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5.
Jakarta: Interna Publishing; 2009.p. 1079-85.

25
7. Anggie Hanifa. Prevalensi Hipertensi Sebagai Penyebab Penyakit Ginjal Kronik
Di Unit Hemodialisis RSUP H.Adam Malik Medan Tahun 2009 [internet]. c2010
[cited 2011 Nov 22]. p: 4-13. Available from: http://repository.usu.ac.id/
8. Faktor Risiko Hipertensi yang Tidak dapat Dikontrol [internet]. [cited 2011 Nov
22]. Available from: http://smallcrab.com/kesehatan/
9. Fitriani, Nur. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Tekanan Darah pada
Pekerja SHIFT dan Pekerja NoN-SHIFT di PT X Gresik. Journal of Industrial and
Occupational Health. 2017;2(1)
10. Anggraeni Rini, 2013. Faktor risiko aktivitas fisik, merokok, dan konsumsi
alkohol terhadap kejadian hipertensi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas.
11. Kautsar.F, Aminuddin Syam, Abdul Salam, 2013. Hubungan Status Gizi, Asupan
Natrium Dan Kalium Dengan Tekanan Darah Pada Mahasiswa Universitas
Hasanuddin Angkatan 2013. Prodi ilmu gizi FKM, Universitas Hasanuddin.
12. Kowalak, Wels, Mayer, 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
13. McPhee, Stephen J, et al. Current Medical Diagnosis and Treatment 2009. New
York: McGrawHill: 2009
14. The Seventh Repot of the Joint national Comitte on Prevention, detection,
evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. 2004
15. Irwan. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Yogyakarta : Deepublish.
16. Franklin W. Lusby, David Zieve. Hypertensive Retinopathy [internet]. c2010
[cited 2011 Dec 27]. Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/
17. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I.
VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:1132-53.

18.

26

Anda mungkin juga menyukai