Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

DISUSUN OLEH :

Faizal B. Pandi , S.Kep


NIM. C03119011

MENGETAHUI :

PRESEPTOR
Ns. Rini Asnawati, M.Kes TTD
AKADEMIK
TANGGAL 1. TGL :
PENGUMPULAN 2. TEPAT WAKTU
3. TERLAMBAT
SARAN PRESEPTOR
KLINIK/AKADEMIK

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
GORONTALO
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian Hipertensi
Tekanan darah merupakan kekuatan atau tenaga yang di gunakan oleh
darah untuk melawan dinding pembuluh arteri dan bisa di ukur dalam satuan
milimeter air raksa (mmHg). Nilai tekanan darah dinyatakan dalam dua angka
yaitu angka tekanan darah sitolik dan diastolik.
Tekanan darah sistolik merupakakn nilai tekanan darah saat fase
kontraksi jantung, sedangkan tekanan darah diastolik adalah tekanan darah
saat fase relaksasi jantung. Seorang dikatakan hipertensi dan beresiko
mengalami masalah kesehatan apa bila setelah dilakukan bebrapa kali
pengukuran nilai tekanan darah tetap tinggi. Nilai tekanan darah sistolik > 140
mmHg atau diastolik > 90 mmHg (Yunita indah 2014).
Hipertensi berkaitan dengan kenaikan tekanan darah sistolik atau
diastolik. Di definisikan sebagai elevasi persisten dari tekanan darah sistolik
(TDS) pada level 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic (TTD)
Pada level 90 mmHg atau lebih (Joyce & Jane 2014). Hipertensi yang tidak
terkendali dapatmenyebabkan kejadian stroke, gangguangginjal dan gangguan
jantung (lewis, 2014).Di dukung oleh hasil penelitian (Cherly, Yvon& Martha
2016)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah kenaikan
tekanan darah sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik diatas 90
mmHg, yang jika tidak di tangani dengan baik dapat mengakibatkan
terjadinya kompikasi seperti gagal jantung, stroke, gagal gunjal.
2. Klasifikasi Hipertensi
1. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
a. Hipertensi Esensial (Primer)
Hipertensi pimer di sebut juga dengan esensial atau hipertensi idiopatik.
Etiologinya banyak faktor, dengan penyebab yang tidak dapat diidentifikasi,
tetapi beberapa yang umumnya terlibat berkaitan dengan hemeostatik, tekanan
darah terus tinggi dan terus naik dari waktu ke waktu karena peningkatan
progresif dan terus menerus dalam resistensi arteri ferifer. Kenaikan terus
menerus dalam resistesi arteri adalah karna resisitensi ginjal yang tidak sesuai
terhadap garam dan air atau ketidak normalan pada dinding pembuluh darah.
(Joyce & Jane 2014)
Beberapa faktor yang terjadi dalam hipertensi esensial seperti : Faktor
genetic, stress dan fsikologis, serta faktor lingkungan dan diet, peningkatan
pengunaan garam dan berkurangnya asupan kalium atau kalsium, peningkatan
tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda hipertensi primer,
umumnya gejala baru terlihat setelah terjadi komplikasi pada organ target,
seperti ginjal, mata, otak dan jantung.(Wijaya & Putri.2013).
b. Hipertensi Sekunder
Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologinya dapat di ketahui
dengan jelas sehinga lebih mudah untuk di kendalikan dengan obat-obatan,
penyebab hipertensi sekunder di antaranya berupa kelainan ginjal seperti
tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta, kelaianan endokrin lainya,
seperti obesitas, resisitensi insulin, hipertirodisme dan pemakaian obat-obatan
kontrasepsi oral dan kartikosteroid.(Andre & Yesie.2013)
2. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Hipertensi
Tabel 1. Klasasifikasi Hipertensi menurut JNC VIII
Tekanan Tekanam Diastolik
Derajat Sistolik (mmHg) (mmHg)
< 120 < 80
Normal
Pre-hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 >160 >100
Sumber : National, Heart, Lung and Blood Institute, (2013).

Tabel 2 Klasifikasi Hipertensi Menurut Eeuropean society of cardiology


Tekanan Tekanan
Kategori Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Optimal
< 120 < 80
Normal
120-129 80-84
Normal Tinggi
130-139 85-89
Hipertensi Drajat 1
140-159 90-99
Hipertensi Drajat II
160-179 100-109
Hipertensi Drajat III
> 180 > 110
Hipertensi Sistolik
> 190 < 90
Terisolir

3. Patofisiologi
a. Patofisiologi Hipertensi Primer
Dasar-dasar patologis yang tepat dari hipertensi primer tetap harus
disusun. Faktor apa saja yang menghasilkan perubahan pada resistesi vaskuler
perifer, denyut jantung atau curah jantung mempengaruhi tekanan darah arteri
sistemik . Empat sistim kontrol yang memainkan peran utama dalam
menjalankan tekanan darah: (1) sistim baroreseptor dan komoreseptor arteri;
(2) pengaturan volume cairan tubuh; (3) sistim renin-angiotensin; (4) auto
regulasi vaskuler. Hipertensi primer kemungkinan besar terjadi karna
kerusakan atau malfungsi pada beberapa atau semua sistim ini. Agaknya
bukan kerusakan tunggal yang menyebabkan hipertensi esensial pada semua
orang yang terkena.
Baroreseptor dan komoreseptor arteri bekerja secara refleks untuk
mengontrol tekanan. Baroreseptor, reseptor peregang utama, ditemukan di
sinus karotis, aorta, dan dinding bilik jantung kiri. Mereka memonitor tingkat
tekanan arteri dan mengatasi peningkatan melalui vasodilatasi dan
memperlambat denyut jantung melalui saraf vagus. Komoreseptor, berada di
medula dan tubuh karotis dan aorta, sensitive terhadap perubahan dalam
konsentrasi oksigen, karbon dioasida, dan ion hydrogen (pH) dalam darah.
Penurunan konsentrasi oksigen atau pH menyebabkan kenaikan refleksif pada
tekanan, sementara kenaikan konsentrasi karbon dioksida menyebabkan
penurnan tekanan darah. Perubahan-perubahan pada volume cairan
mempengaruhi tekanan arteri sistemik. Dengan demikian kelainan dalam
transport natrium dalam tubulus ginjal mungkin menyebabkan hipertensi
esensial. Ketika kadar natrium dan air berlebih, volume total darah meningkat,
dengan demikian meningkatkan tekanan darah. Perubahan-perubahan
patologis yang mengubah ambang tekanan di mana ginjal mengekskresikan
garam dan air mengubah tekan darah sistemik. Selain itu, produksi itu
produksi hormon penahan natrium yang berlebihan menyebabkan hipertensi.
Renin dan angiotensin memainkan peran dalam pengaturan tekanan
darah. Rennin adalah enzim yang di produksi oleh ginjal yang mengatalisis
substrat protein plasma untuk memisahkan angiotennsisn I, yang yang di
hilangkan oleh enzim pengubah ke paru-paru untuk membentuk angiotensin II
dan kemudian angiotensin III. Angiotensin II dan III bertindak sebagai
vasokonstriktor dan juga merangsang plasma aldosteron. Dengan
meningkatnya aktivitas sistim saraf simpatik, angiotensin II dan III tampaknya
juga menghambat ekskresi natrium, yang menghasilkan naiknya tekanan
darah. Sekresi rennin yang bertambah telah diteliti sebagi penyebab
meningkatya resisten vaskuler periferal pada hipertensi primer.
Sel endotel vaskuler terbukti penting dalam hipertensi. Sel endotel
memproduksi nitrat oksida yang mendilatasi arteriol dan endothelium yang
mengontriksinya. Difusi endothelium telah berimplikasi pada hipertensi
esensial manusia. (Joyce & Jane 2014)
b. Patofisiologi Hipertensi Sekunder
Banyak masalah ginjal, vaskuler, neurologis dan obat dan makanan
yang secara langsung atau tidak langsung berpengaruh negatif terhadap ginjal
dapat mengakibatkan gangguan serius pada orang-organ ini yang menganggu
ekskresi natrium, perfusi renal, atau mekanisme renninangiotensin-aldosteron
yang mengakibatkan naiknya tekanan darah.
Glumelonefritis dan stenosis arterial renal kronis adalah penyebab
yang paling umum dari hipertensi sekunder. Juga, kelenjar adrenal dapat
mengakibatkan hipertensi sekunder jika ia memproduksi aldosteron, kortisol,
dan katokolomin berlebih. Kelebihan aldosteron megakibatkan renal
menyimpan natrium dan air, memperbanyak volume darah, dan menaikan
tekanan darah. Feokromositoma, tumor kecil di medula adrenal, dapat
mengakibatkan hipertensi dramatis karna pelepasan jumlah epinefrin
norepinoprin (disebut katekolamin) yang berlebihan. Permasalahan
adrenokorsikal lainnya dapat mengakibatkan produksi kortisol yang berlebih
(sindrom chusing). Klien dengan sindrom chusing memiliki resiko 80% resiko
pengembangan hipertensi. Kortisol mengakibatkan tekanan darah dengan
meningkatnya simpanan natrium renal, kadar angiotensin II, dan reaktivitas
vaskuler terhadap norepinefrin. Stres kronis meningkatkan kadar katekolamin,
aldosteron, dan kortisol dalam darah. (Joyce & Jane 2014)
4. Pathway
Faktor yang dapat
Faktor yang tidak dikontrol
dapat terkontrol

Umur (>50 thn)


dan genetik Alkohol Rokok Gaya Hidup Psikologis

Penurunan daya Kekakuan Konsumsi


Komponen Stress/
rengang pembuluh pembuluh toksin dalam lemak
darah
darah rokok berlebihan emosi

Masuk ke
Gangguan aliran hiperlipidia
pembuluh
darah ke jantung
darah

Penumpukan lipid
Penumpukkan flek pada pembuluh
pada pembuluh darah
darah
Peningkatan tekanan
perifer Merangsang saraf
simpatis untuk melepas
Penyempitan pada hormone adrenalin
pembuluh darah

Hipertensi
Vasokonstriksi
pembuluh darah

Gangguan irama Dispnea, takipnea, Retensi pembuluh Pandangan


jantung batuk, nafas pendek darah ke otak kabur,
menurun berkunang2

Kebutuhan O2 ke
Afterload
jaringan tak terpenuhi
Meningkat Nyeri kepala
Risiko perfusi
Penurunan perifer tidak
curah efektif Nyeri Ganggua
jantung Akut n Pola
Tidur

Fatique
Risiko Gangguan
Jatuh Presepsi
Sensori
Intoleransi
Aktivitas

5. Manifestasi klinis
Pada tahap awal perkembangan hipertensi, tidak ada manifestasi yang
di catat oleh klien atau praktisi kesehatan. Pada akhirnya tekana darah akan
naik, dan jika keadaan ini tidak terditeksi selama pemeriksaan rutin, klien
akan tetap tidak sadar bahwa tekanan darsahnya naik, jika keadaan ini
dibiarkan tidak terdiagnosis, tekanan darah akan terus naik, manifestasi klinis
akan menjadi jelas dan klien pada akhirnya akan datang kerumah sakit dengan
mengeluhkan sakit kepala terus-menerus, kelelahan, pusing, berdebar-debar,
sesak, pandangan kabur, atau penglihatan ganda, atau mimisan, sakit kepala,
mudah lelah, palpasasi, mual. (Joyce & Jane 2014& Haryani 2015).

6. Komplikasi
Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka
dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan arteri dalam tubuh
sampai organ yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Menurut
(wijaya&putri, 2013) Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-organ
sebagai berikut :
a. Kerusakan ginjal
Tekanan darah tinggi juga meyebabkan kerusakan ginjal, tekanan darah tinggi
dapat menyebabkan kerusakan sistim penyaringan dalam ginjal akibatnya
lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak di butuhkan
tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam
tubuh.
b. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke, apa bila tidak di
obati resiko terkenak setroke 7 kali lebih besar.
c. Mata
Pada mata hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya rentinopati hipertensi
dan mengakibatkan kebutaan.
d. Gagal jantung
Tekanan darah tinggi dapat menyebakan terjadinya gagal jantung dan penyakit
jantung koroner, pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan
meningkat, otot janung akan berkurang elastisitasnya, yang di sebut
dekompresi. Akibatnya, jantung tidak mampu lagi memompa sehingga banyak
cairan tertahan di paru maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan
sesak nafas atau odema , kondisi iini di sebut gagl jantung (Helmanu & Ulfa
2015).

7. Pemeriksaan Diagnostik
Uji yang di gunakan dalam evaluasi hipertensi rutin termasuk jumlah
sel darah lengkap, urinealisis. Penentuan serum kalium dan kadar natrium.
Kadar glukosa darah saat puasa, kadar serum kolestrol, nitrogen urem darah,
dan kadar serum keratin elektrokardiogram, dan radiografidada. Tes ini
menyediakan informasi yang berguna dalam menentukan keparahan penyakit
vaskuler, luasnya kerusakan organ sasaran, dan kemungkinan penyebab
hipertensi. Klien dengan potensi hipertensi sekunder mungkin memerlukan uji
yang lebih luas (Joyce & Jane 2014).

8. Penatalaksanaan Hipertensi
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan untuk menangani
hipertensi terdiri atas 2 yaitu :
a. Penatalaksanaan Nonfarmkologi :
penatalaksanaan non farmakologis dengan modifikasi gaya hidup sangat
penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dalam mengobati tekanan darah tinggi. Penatalaksanan
hiperteni dengan nonfarmakologis terdiri dari berbagai macam cara modifikasi
gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu :
1). Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan ideal sesuai boddy mass index (BMI) dengan
rentang 18,5-24,9 kg/m2. BMI dapat diketahui dengan membagi barat badan
dengan tinggi badan yang telah dikuadratkan dalam satuan meter. Mengatasi
obesitas (kegemukan) juga dapat dilakukan dengan melakukan diet rendah
kolesterol namun kaya denagn protein dan jika berhasil menurunkan berat
badan 2,5-5 kg maka tekanan darah diastolik dapat diturunkan sebanyak 55
mmHg.
2). Kurangi asupan natrium (sodium)
Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan cara diet rendah
garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari ( kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr
gram/hari. Jumlah yang lain dengan mengurangi asupan garam sampai kurang
dari 2300 mg (1 sendok teh) setiap hari.pengurangan konsumsi garam menjadi
½ sendok the/hari, dapat menurunkan tekanan sistolik sebanyak 5 mmHg dan
tekan diastolik sekitar 2,5 mmHg.
3). Batasi konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol harus dibatasi karena konsumsi alkohol berlebihan dapat
meningkatan darah. Para peminum berat mempunyai resiko mengalami
hipertensi empat kali lebih besar dari pada mereka yang tidak minum
minuman beralkohol.
4). Makan K dan Ca yang cukup dari diet
Pertahankan asupan diet pottasium ( >90 mmol 3500 mg/hari )dengan
cara konsumsi diet tinggi buah dan dan sayur dan diet rendah lemak dengan
cara mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak total. Kalium dapat
menurunkan tekan darah dengan dengan meningkatkan jumlah natrium yang
terbuang bersama air kencing. Dengan setidaknya mengkonsumsi buah-
buahan sebanyak 3-5 kali dalam sehari, seseorang bisa mencapai asupan
potassium yang cukup.
5). Menghindari merokok
Merokok memang tidak berhubungan secara langsung dan timbulnya
hipertensi. Tetapi merokok dapat meningkatkan risiko komplikasi pada pasien
hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke, maka perlu dihindari
mengkonsumsi tembakau (rokok) karena dapat memperberat hipertensi.
Nikotin dalam tembaku membuat jantung bekerja lebih keras karena
menyempitakn pembuluh darah dn meningkatkan frekuensi denyut jantung
serta tekanan darah. Maka pada penderita hipertensi dianjurkan untuk
menghentikan
6). Penurunan stres
Stres memang tidak menyebabkan hipertensi yang menetap namun jika
episode stres sering terjadi dapat menyebabkan kenaikan sementara yang
sangat tinggi. Menghindari stres dengan menciptakan suasana yang
menyenangkan bagi penderita hipertensi dan memperkenalkan berbagai
metode relaksasi seperti yogaatau meditasi yang dapat mengontrol sistem
saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
7). Terapi masase (pijat)
Pada prinsip pizat yang dilakukan pada penderita hipertensi adalah
untuk memperlancar aliran energi dalam tubuh sehingga gangguan hipertensi
dan komplikasinya dapat diminimalisir, ketika semua jalur energi terbuka dan
aliran energi tidak lagi terhalang oleh ketegangan otot dan hambatan lain
maka resiko hipertensi dapat ditekan.
b. Penatalaksanaan farmakologi
1) Diuretik (Hidroklorotiazid)
Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan tubuh berkurang dan
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
2) Penghambat simpatetik (Metildopa, klonidin dan reserpin)
Menghambat aktifitas saraf simpatis
3) Betabloker (Metroprolol, Propanolol dan Reserpin)
Menurunkan daya pompa jantung, Tidak di anjurkan pada penderita yang
telah mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronchial
Pada penderita diabetes militus : dapat menutupi gejala hipoglikemia
4) Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan reaksi otot polos pembuluh
darah.
5) ACE inhibitor (Captopril)
a) Menghambat pembentukan zat Angiotensin II
b) Efek samping: batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemes.
6) Penghambat Reseptor Angeotensin II (Vaisartan)
Menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptor sehingga
memperingan daya pompa jantung
7) Antagonis kalsium ( Ditiasem dan Varapamil)
Menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas)
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian

1. Data biografi : nama, alamat, umur, tanggal MRS, diagnose medis,


penanggung jawab, catatan kedatangan

2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama: biasanya pasien datang ke RS dengan kepala terasa pusing
dan bagian kuduk terasa berat, tidak bisa tidur.
b. Riwayat kesehatan sekarang: biasanya pada saat dilakukan pengkajian pasien
masih mengeluh kepala terasa sakit dan berat, penglihatan berkunang-kunang,
tidak bisa tidur
c. Riwayat kesehatan dahulu: biasanya penyakit hipertensi ini adalah penyakit
yang menahun yang sudah lama dialami oleh pasien, dan biasanya pasien
mengkonsumsi obat rutin seperti captopril.
d. Riwayat kesehatan keluarga: biasanya penyakit hipertensi ini adalah penyakit
keturunan
3. Data dasar pengkajian
a. Aktifitas / istirahat
Gejala: kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
b. Sirkulasi
Gejala: riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskular
Tanda: kenaikan tekanan darah, hipotensi postural, takhikardi, perubahan
warna kulit, suhu dingin
c. Integritas ego
Gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, faktor
stress multiple.
Tanda: letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue perhatian,
tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan
pola bicara
d. Eliminasi
Gejala: gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
e. Makanan / cairan
Gejala: makanan yang disukai dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak
dan kolestrol.
Tanda: BB normal atau obesitas, adanya edema
f. Neurosensori
Gejala: keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala,
berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda: perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggam, perubahan retinal
optic
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oxipital berat,
nyeri abdomen
h. Pernafasan
Gejala: dispnea yang berkaiatan dengan aktifitas, takipnea, ortopnea,
dispneanoctural proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda: distress respirasi/pengguanaan otot aksesoris pernafasan, bunyi nafas
tambahan, sianosis
i. Keamanan
Gejala: gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda: episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural
j. Pembelajaran/penyuluhan
Gejala: faktor resiko keluarga; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,
DM, penyakit ginjal, faktor resiko etnik, pengguaan pil kb atau hormone.
2. Penyimpangan KDM

Umur Jenis Kelamin Gaya Hidup


Obesitas

Hipertensi
Kerusakan vaskuler pembulu darah
Perubahan setruktur pembuluh darah
Penyumbatan pembuluh darah
Vasokontraksi
Gangguan Sirkulasi

Otak Pembuluh Darah


Resistensi Iskemik
pembul darah
otak
Vaso Kontriksi

Nyeri Kepala Afterload meningkat

Fatique

Nyeri akut

Intoleransi
aktivitas

3. Diagnosa keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme pembuluh darah serebral


b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan di buktikan dengan klien
mengeluh pusing
4. Intervensi keperawatan

Diagnosa
No Tujuan (SLKI)
Keperawatan (SDKI) Intervensi (SIKI)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri
berhubungan dengan tindakan 3x24 jam
spasme pembuluh Observasi
diharapkan nyeri
darah serebral akut menurun 1. Identifikasi lokasi,
Gejala dan tanda dengan kriteria karakteristik, durasi,
Mayor hasil : frekuensi, kualitas,
Subjektif intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
1. Mengeluh nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri
Objektif 2. Meringis menurun non verbal
3. Sikap protektif 4. Identifikasi faktor yang
1. Tampak meringis menurun memperberat dan yang
2. Bersikap protektif 4. Gelisah menurun memperingan nyeri
(mis. Waspada, posisi 5. Kesulitan tidur 5. Identifikasi pengetahuan
menghindari nyeri) menurun dan keyakinan tentang
3. Gelisah 6. Frekuensi nadi nyeri
4. Frekuensi nadi membaik 6. Monitor efek samping
meningkat 7. Pola nafas penggunaan analgetik
5. Sulit tidur membaik Terapeutik
8. Tekanan darah
membaik 7. Berikan teknik
Gejala dan tanda 9. Pola tidur nonfarkologis untuk
Minor membaik mengurangi rasa nyeri
8. Kontrol lingkungan yang
Subjektif
memperberat rasa nyeri
(tidak tersedia) 9. Fasilitasi istirahat dan tidur
10. Pertimbangkan jenis dan
Objektif sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
1. Tekanan darah
meredakan nyeri
meningkat
Edukasi
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan menurun 11. Jelaskan penyebab,
4. Diaforesis periode, dan pemicu nyeri
12. Jelaskan strategi pereda
nyeri
13. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
14. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
15. Ajarkan tehnik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
16. Kolaborasi pemberian
analgetik
2. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Manajemen Energi
berhubungan dengan tindakan
kelemahan Observasi
keperawatan
Gejala Tanda Mayor selama 3x24 jam 1. Identifikasi gangguan
dan Minor diharapkan fungsi tubuh yang
Subjektif : toleransi mengakibatkan kelelahan
1. Mengeluh lelah 2. Monitor kelelahan fisik &
aktivitas
2. Dispnea saat/setelah emosional
meningkat
aktivitas 3. Monitor pola dan jam tidur
3. Merasa tidak nyaman dengankriteria
hasil : 4. Monitor lokasi dan
setelah beraktivitas kettidaknyamanan selama
4. Merasa lelah 1. Kemudahan melakukan aktivitas
Objektif : melakukan Terapeutik
1. frekuensi jantung aktivitas sehari- 5. Sediakan lingkungan yang
meningkat >20% dari hari meningkat nyaman dan rendah
kondisi istrirahat 2. Kekuatan tubuh stimulus (mis. cahaya,
2. tekanan darah berubah bagian atas suara, suara, kunjungan)
>20% dari kondisi meningkat 6. Lakukan latihan rentang
istrahat 3. Kekuatan tubuh gerak pasif dan /aktif
3. Gambaran EKG bagian bawah 7. Berikan aktivitas distraksi
menunjukan aritmia meningkat yang menengkan
saat/setelah aktivitas 4. Keluhan lelah 8. Fasilitasi duduk di di sisi
menurun tempat tidur , jika tidak
5. Dispnea saat dapat berpindah atau
beraktivitas berjalan
menurun Edukasi
6. Dispnea setelah 9. Anjurkan tirah baring
beraktivitas 10. Anjurkan melakukan
menurun aktivitas secara bertahap
7. Perasaan lemah 11. Anjurkan menghubungi
menurun perawat jika tanda dan
8. Frekuensi nadi gejala kelelahan tidak
membaik berkurang
9. Tekanan darah 12. Ajarkan strategi koping
membaik untuk mengurangi
10. Saturasi oksigen kelelahan
membaik Kolaborasi
11. Frekuensi nafas 13. Kolaborasi dengan ahli gizi
membaik tentang cara meningkatkan
asupan makanan.
DAFTAR PUSTAKA

Andra, S., W, &Yessie, M.P (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah


Keperawatan dewasa Teori dan Contoh

Bararah Taqiyyah & Jauhar Mohammad. Asuhan Keperawatan Jilid 1. Jakarta:


Prestasi Pustaka.

Brunner &Suddarth. 2015. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: Egc..

Hawaks, J, H & Black, J. 2014.Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Buku 2.


Singapore: ELSAVIER.

Himbumi Medika. 2017. Berdamai Dengan Hipertensi. Jakarta: Himbumi Medika.

Kayce Bell, P. D. 2015 Hypertension The Silent Killer Update Jnc 8.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
: DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
: DPP PPNI
Suzanne dan Brenda G. Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah Volume
3. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai