Disusun oleh:
AHMAD SYAIFUDIN
2. Klasifikasi
Hipertensi dapat didiagnosis sebagai penyakit yang berdiri sendiri tetapi sering
dijumpai dengan penyakit lain, misalnya arteriokolosis, obesitas, dan diabetes militus.
Berdasarkan penyebanya, hipertensi dapat di kelomokkan menjadi dua golongan yaitu
Menurut (WHO, 2014):
a) Hipertensi Esensial atau Hipertensi Primer
Sebanyak 90% kasus hipertensi yang terjadi tidak diketahui dengan pasti apa
penyebabnya. Beberapa factor yang diduga berkitan dengan berkembangnya hipertensi
enesial adalah genetic, jenis kelamin dan usia, diit konsumsi tinggi garam atau kandungan
lemak, obesitas, gaya hidup merokok dan mengkonsumsi alcohol. (Ar-diansyah M.,2012).
Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tekanan darah (Setiati, 2015)
Tabel 2.1 Kategori tekanan darah
Klasifikasi Sistolik Diastolik
Normal <20 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Ht Derajat 1 140-159 90-99
Ht Derajat 2 ≥ 160 ≥100
Mean Arterial Pressure (MAP) adalah hasil rata-rata tekanan darah arteri yang
dibutuhkan untuk sirkulasi darah sampai ke otak. Agar pembuluh darah elastis dan tidak
pecah, serta otak tidak mengalami kekurangan oksigen. MAP yang dibutuhkan yaitu 70-
100 mmHg. Apabila kurang dari 70 atau lebih dari 100 maka tekanan darah rerata arteri itu
harus diseimbangkan yaitu dengan meningkatkan atau menurunkan tekanan darah pasien
tersebut (Wahyuningsih, 2016).
3. Etiologi dan Faktor resiko
Penyebab hipertensi sesuai dengan tipe masing-masing hipertensi, yaitu:
a) Etiologi
1) Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial belum dapat diketahui, sementara
penyebab sekunder dari hipertensi esensial juga belum dapat ditemukan. Pada
hipertensi esensial tidak ditemukan penyakit renivaskuler, gagal ginjal maupun
penya- kit lainnya, genetik serta ras menjadi bagian dari penyebab timbulnya
hipertensi esen- sial termasuk stress, intake alcohol moderat, merokok, lingkungan
dan gaya hidup (Tri- yanto, 2014)
2) Hipertensi skunder
Hipertensi skunder penyebabnya dapat diketahui seperti kelainan pembuluh
darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), hiperaldosteronisme, penyakit
parenkimal (Buss & Labus, 2013).
b) Faktor resiko
1) Faktor resiko yang bisa dirubah
a) Diabetes
Hipertensi telah terbukti menjadi lebih dari dua kali lipat pada klien diabetes
menurut beberapa studi penelitian terkini. Diabetes mempercepat aterosklerosis
dan menyebabkan hipertensi karena kerusakan pada pembuluh darah besar. Oleh
karena itu hipertensi akan menjadi diagnosis yang lazim pada diabetes, meskipun
diabetesnya terkontrol dengan baik. Ketika seorang klien diabetes didiagnosis
dengan hipertensi, keputusan pengobatan dan perawatan tindak lanjut harus
benar- benar individual dan agresif.
b) Stres
Stres meningkatkan resistensi vaskular perifer dan curah jantung serta menstimu-
lasi aktivitas sistem saraf simpatis. Dari waktu ke waktu hipertensi dapat berkem-
bang. Stresor bisa banyak hal, mulai dari suara, infeksi, peradangan, nyeri, berku-
rangnya suplai oksigen, panas, dingin, trauma, pengerahan tenaga
berkepanjangan,
respons pada peristiwa kehidupan, obesitas, usia tua, obat-obatan, penyakit, pem-
bedahan dan pengobatan medis dapat memicu respons stres. Rangsangan berba-
haya ini dianggap oleh seseorang sebagai ancaman atau dapat menyebabkan ba-
haya; kemudian, sebuah respons psikopatologis “melawan-atau-lari” (fight or
flight) diprkarsai di dalam tubuh. Jika respons stres menjadi berlebihan atau
berkepanjangan, disfungsi organ sasaran atau penyakit akan dihasilkan. Sebuah
laporan dari Lembaga Stres Amerika (American Institute of Stress) mem-
perkirakan 60% sampai 90% dari seluruh kunjungan perawatan primer meliputi
keluhan yang berhubungan dengan stres adalah permasalahan persepsi,
interpretasi orang terhadap kejadian yang menciptakan banyak stresor dan respon
stres.
c) Obesitas
Obesitas, terutama pada tubuh bagian atas (tubuh berbentuk “apel”), dengan
dengan meningkatnya jumblah lemak sekitar diafragma, pinggang, dan perut, di-
hubungkan dengan pengembangan hipertensi. Orang dengan kelebihan berat ba-
dan tetapi mempunyai kelebihan berat badan paling banyak dibokong, pinggul,
dan paha (tubuh berbentuk “pear”) berada pada resiko jauh lebih sedikit untuk
pengembangan hipertensi skunder dari pada peningkatan berat badan saja. Kom-
binasi obesitas dengan faktor-faktor lain dapat ditandai dengan sindom metabolis,
yang juga meningkatkan risiko hipertensi.
d) Nutrisi
Konsumsi natrium bisa menjadi faktor penting dalam pengembangan hipertensi
esensial. Paling tidak 40% dari klien yang akhirnya terkena hipertensi akan
sensitif terhadap garam dan kelebihan garam mungkin menjadi penyebab
pencetus hipertensi pada individu ini diet tinggi garam mungkin menyebabkan
pelpasan hormon natriuretik yang berlebihan, yang mungkin secara tidak
langsung mening- katkan tekanan darah. Muatan natrium juga menstimulasi
mekanisme vasopressor di dalam sistem saraf pusat (SSP). Penelitian juga
menunjukkan bahwa asupan diet rendah kalsium, kalium, dan magnesium dapat
berkontribusi dalam pengem- bangan hipertensi.
e) Penalahgunaan obat
Merokok sigaret, mengonsumsi banyak alkohol, dan beberapa penggunaan obat
terlarang merupakan faktor-faktor risiko hipertensi. Pada dosis tertentu nikotin
da- lam rokok sigret serta obat seperti kokan dapat menyebabkan naiknya
tekanan darah secara langsung namun bagaimanapun juga, kebiasaan memakai
zat ini telah turut meningkatkan kejadian hipertensi dari waktu ke waktu.
Kejadian hipertensi juga tinggi diantara orang yang minum 3 ons etnol per hari.
Pengaruh dari kafein adalah kontroversial. Kafein meningkatkan tekanan darah
akut tetapi tidak menghasilkn efek berkelanjutan.
2) Faktor yang tidak dapat dirubah
a) Riwayat Keluarga
Hipertensi dianggap poligenik dan multifactorial yaitu, pada seseorang dengan ri-
wayat hipertensi keluarga, beberapa gen mungkin berinteraksi dengan lainnya
dan juga lingungan yang dapat menyebabkan tekanan darah naik dari waktu ke
waktu. Kecendrungan genetis yang membuat keluarga tertentu lebih rentan
terhadap hipertensi mungkin berhubungan dengan peningkatan kadar natrium
intraseluler dan penurunan rasio kalsium-natrium, yang lebih sering ditemukan
pada orang berkulit hitam. Klien dengan orang tua yang memlki hipertensi
berada padarisiko hipertensi yang lebih tinggi pada usia muda.
b) Usia
Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30- 50 tahun. Peristiwa hipertensi
meningkat dngan usia 50- 60% klien yang berumur lebih dari 60 tahun memiliki
tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Penelitian epidemologi, bagaimanapun
juga, telah menunjukan prognosis yang lebih buruk pada klien yang
hipertensinya mulai pada usia muda. Hipertensi sistolik terisolasi umumnya
terjadi pada orang yang berusia lebih dari 50 tahun, dengan hamper 24% dari
semua orang terkena pada usia 80 tahun. Diantara orang dewasa, pembacaan
TDS lebih baik daripada TDD karena merupakan pediktor yang lebih baik untuk
kemungkinan kejadian di- masa depan seperti penyakit jantung koroner, stroke,
gagal jantung, dan penyakit ginjal.
c) Jenis kelamin
Pada keseluruhan insiden, hipertensi lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan
dengan wanita sampai kira-kira usia 55 tahun. Risiko pada pria dan wanita
hamper sama antara usia 55 sampai 74 tahun, kemudian setelah usia 74 tahun
wanita berisiko lebih besar.
4. Patofisiologi
Tekanan darah arteri sistemik merupakan hasil perkalian total tesistensi atau tahapan
perifer dengan curah jantung (cardiac output). Hasil cardiac output didapatkan melalui
perkalian antara stroke volume (volume darah yang dipompa dari ventrikel jantung) dengan
hearth rate (denyut jantung). System otonom dan sirkulasi hormonal berfungsi untuk
mempertahankan pengaturan tahanan perifer. Hipertensi merupakan suatu abnormalitas dari
kedua faktor tersebut yang ditandai dengan adanya peningkatancurah jantung dan resistensi
perifer yang juga meningkat (Kowalak, 2011)
Tekanan darah yang meningkat secara terus-menerus pada pasien hipertensi dapat
menyebabkan beban kerja jantung yang akan meningkat. Hal ini terjadi karena peningkatan
resistensi terhadap ejeksi ventrikel kiri. Agar kekuatan kontraksi jantung meningkat,
ventrikel kiri mengalami hipertrofi sehingga kebutuhan oksigen dan bebankerja jantung
juga meningkat. Dilatasi dan kegagalan jantung bisa terjadi, jika hiper- trofi tidak dapat
mempertahankan curah jantung yang memadai. Karena hipertensi memicu aterosklerosis
arteri koronia, maka jantung bisa mengalami gangguan lebih lanjut akibat aliran darah yang
menurun menuju ke miokardium, sehingga timbul an- gina pectoris atau infark miokard.
Hipertensi juga mengakibatkan kerusakan pada pem-buluh darah yang semakin
mempercepat proses aterosklerosis dan kerusakan organ- organ vital seperti stroke, gagal
ginjal, aneurisme, dan cidera retina (Kowalak, 2011).
5. Manifestasi Klinik
Hipertensi sulit dideteksi oleh seseorang sebab hipertensi tidak memiliki tanda atau
gejala kusus. Gejala-gejala yang mudah untuk diamati seperti terjadi pada gejala ringan
yaitu pusing atau sakit kepala, cemas, wajah tampak kemerahan, tengkuk terasapegal, cepat
marah, telinga berdengung, sulit tidur, sesak napas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah,
mata berkunang-kunang (Fauzi, 2014; Ignatavicus, Workman, & Reber, 2017).
Menurut Pudiastuti (2011), gejala dari penyait hipertensi adalaah pengelihatan kabur
karena kerusakan retina, nyeri pada kepala, mual muntah akibat meningkatnya tekananintra
kranial, edema dependent, adanya pembengkakan akibat adanya pening-katan kapiler.
Manifestasi klinik menurut Ardiansyah (2012) muncul setelah penderita men- galami
hipertensi selama bertahun-tahun, gejalanya antara lain:
1. Terjadi kerusakan susunan saraf pusat yang menyebabkan ayunan langkah
tidak menetap
2. Nyeri kepala oksipital yang terjadi saat bangun dipagi hari karena peningkatan
tekanan intrakranial yang disertai mual dan muntah
3. Epitaksis karena kelainan vaskuler akibat hipertensi yang diderita
4. Sakit kepala, pusing dan keletihan disebabkan oleh penurunan perfusi darah
aki- bat vasokonstriksi pembuluh darah
5. Penglihatan kabur akibat kerusakan pada retina sebagai dampak hipertensi
6. Nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) akibat dari peningkatan aliran
darah ke ginjal dan peningkatan filtrasi olehglomerulus.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan laboratorium
1. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas, anemia
2. BUN/ kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi atau fungsi ginjl
3. Glucosa: hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
pengeluaran
4. arah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
5. CT Scanz: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
6. EKG: dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi
7. IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti batu ginjal
8. Photo dada: menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katub, pembesaran
jan- tung. (Huda Nurarif Amin, 2015).
7. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan non farmalogi
Pengobatan non farmakologi lebih berfous pada perubahan gaya hidup, yang dapat
dilakukan seperti; pengurangan berat badan, berhenti merokok, menghindari al- cohol,
mengurangi asupan garam, dan melakukan aktivitas fisik.
b) Penatalaksanaan farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013) merupakan pe-
nanganan menggunakan obat-obatan, antara lain:
1. Diuretic (Hidroklorotiazid)
Diuretic bekerja dengan cara mengeluarkan cairan berlebih dalam tubuh se-
hingga daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
2. Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)
Obat-obatan jenis penghambat simpatetik berfungsi untuk menghambataktivitas
saraf simpatis.
3. Betablokar (Metoprolol, Propanolol dan Atenolol)
Fungsi dari obat jenis betabloker adalah untuk menurunkan daya pompa
jantung, dengan kontraindikasi pada pederita yang mengalami gangguan
pernafasan sep- erti asma bronkial.
4. Vasodilator (Prasosin,Hidralasin)
Vasodilator bekerja secara langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot
polos pembuluh darah.
5. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor (Captopril)
Fungsi utama adalah untuk menghambat pembentukan zat angiotensin II
dengan efek samping penderita hipertensi akan mengalai batuk kering, pusing,
sakit kepala dan lemas.
6. Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)
Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika obat-obatan jenis penghambat
reseptor angiotensin II diberikan karena akan menghalangi penempelan zat
angi- otensin II pada reseptor.
7. Antagonis Kalsium (Diltiasem dan Verapamil)
Kontraksi jantung (kontraktilitas) akan
terhambat.
8. Komplikasi
Komplikasi hipertensi berdasarkan target organ, antara lain sebagai berikut (Ir- wan,
2016):
a) Serebrovaskuler: stroke, transient ischemic attacks, dmensia vaskuler, ense-
falopati.
b) Mata: retinopati hipertensif.
c) Kardiovaskuler: penyakit jantung hipertensif, disfungsi atau hipertrofi ventrikel
kiri, penyakit coroner, disfungsi baik sistolik maupun diastolic dan berakhir
pada gagal jantung (heart failure).
d) Ginjal: nefropati hipertensif, albuminuria, penyakit ginjal kronis.
e) Arteri perifer; klaudikasio intermiten.
2.3 Phatway Hipertensi
Umur Jenis kelamin Gaya hidup Obesitas
Elastistas arteri-
oskerosis
Nyeri
kepala Fasokontriksi Spasme
Resisters Suplai O2 Sistemik Koroner
pem- buluh darah arteriole
pembuluh otak
ginjal
darah otak menurun
Vaso- Iskemi miocard
Gangguan Blood flow
pola tidur Sinkrop menurun Diplopia
Afterload
Respon RRA Nyeri dada
Resiko in- juri
Gangguan perfusi jarin-
gan
Rangsang aldosterone Penurunan curah
jatung Fatiqu
e
Edema Retensi Na
Intoleran aktifitas
11
Skema : Pathway
Hipertensi Sumber : Amin
Huda (2016)
12
B. Konsep Dasar Keperawatan
Pengkajian
A. DATA DASAR
1. DATA DEMOGRAFI
a. Identitas Pasien
Berisi tentang: nama, usia, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, agama,
pendidikan, suku, bahasa yang digunakan, alamat rumah, sumber biaya, tanggal
masuk RS dan diagnosa medis saat pengkajian.
b. Sumber Informasi
Berisi tentang : Nama, umur, jenis kelamin, hubungan dengan pasien, pendidikan,
pekerjaan, alamat.
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat Kesehatan Masuk RS (UGD/Poliklinik):
Berisikan waktu, keluhan, pemeriksaan fisik dan data penunjang, serta
penatalaksanaan yang dilakukan di IGD atau Poliklinik.
g. Lingkungan
Berisi tentang kondisi rumah meliputi bagaimana kondisi kebersihanya, ada tidaknya
polusi dan yang membahayakan dari lingkungan rumah yang mengancam kondisi sehat,
yang selanjutnya adalah lingkungan pekerjaan di lihat dari kebersihan, polusi dan bahaya
yang mengancam kondisi sehat
b. Sirkulasi Jantung
Tuliskan hasil pengkajian sirkulasi jantung, dengan mengkaji kecepatan denyut
apical berapa kali/menitnya, auskutasi iramanya teratur atau tidak ,auskultasi bunyi
jantung meliputi bunyi jantung I dan II , amati ada atau tidaknya kelainan bunyi
jantung, tanyakan keluhan yang dirasakan oleh pasien rasa lemah,lelah, berdebar-
debar/palpitasi, keringat dingin,kesemutan,kaki dan tangan dingin. Kaji ada atau
tidaknya nyeri dada jika ya ceritakan (bagaimana penyebaran,
lokasi,intensitas,lama dan skalaya). Tuliskan hasil pemeriksaan ictus cordis,
gambaran foto thorak terkait pemeriksaan jantung, EKG.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan diagnostik & laboratorium yang
disesuaikan dengan masalah kesehatan pasien, dengan bentuk pendokumentasian yang
berkesinambungan dan menyertakan waktu.
5. PENATALAKSANAAN
Tuliskan penatalaksanaa medis & keperawatan yang klien peroleh selama proses
perawatan dengan menyertakan waktu:
a. Penatalaksanaan Medis (Therapi obat, Operatif dan lain-lain)
b. Penatalaksanaan Keperawatan (Saat pengkajian)
Hari/ Perencanaan
Tgl Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)
Dx. Kep
L.02008
1. Risiko Penurunan Curah Jantung b.d Perubahan
Afterload (Hipertensi) D.0011 Setelah dilakukan tindakan Perawatan Jantung I.02075
keperawatan diharapkan
curah jantung meningkat 1. Identifikasi tanda/gejala primer
dengan kriteria hasil : penurunan curah jantung (dyspnea,
kelelahan, edema, ortophnea, peningkatan
1. Kekuatan nadi perifer
meningkat CVP
2. Tekanan darah <140/90 2. Monitor tekanan darah, frekuensi nadi
3. Frekuensi nadi 60-
sebelum dan sesudah aktifitas.
100x/menit
4. Capillary refill time 3. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
(CRT)
18<2 detik memodifikasi gaya hidup.
5. Tidak pucat
4. Ajarkan pasien dan keluarga memodifikasi
faktor resiko.
5. Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress
6. Berikan dukungan emosional dan
spiritual.
7. Anjurkan aktifitas fisik sesuai toleransi
8. Anjurkan berhenti merokok.
19