Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Hipertensi


1. Pengertian
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥90 mmHg (Wijayaningsih, 2012, h. 109).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan
tekanan darah secara abnormal dan terus-menerus pada beberapa kali
pemeriksaan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor risiko yang
tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan
darah secara normal (Wijaya dan Putri, 2013, h. 52).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan
peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian
(mortalitas). Tekanan darah 140/90 mmHg didasarkan pada dua fase
dalam setiap denyut jantung yaitu fase sistolik 140 menunjukkan fase
darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90
menunjukkan fase darah yang kembali ke jantung (Triyanto, 2014, h. 7).

2. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi menurut Wijaya dan Putri (2013, h. 52-53),
dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
1) Hipertensi Esensial (Primer)
Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi. Dimana sampai saat
ini belum diketahui penyebabnya secara pasti. Beberapa faktor yang
berpengaruh dalam terjadinya hipertensi esensial, seperti : faktor
genetik, stress dan psikologis, serta faktor lingkungan dan diet

8
9

(peningkatan penggunaan garam dan berkurangnya asupan kalium


atau kalsium). Peningkatan tekanan darah tidak jarang merupakan
satu-satunya tanda hipertensi primer. Umumnya gejala baru terlihat
setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti ginjal, mata, otak
dan jantung.
2) Hipertensi Sekunder
Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat diketahui
dengan jelas sehingga lebih mudah untuk dikendalikan dengan obat-
obatan. Penyebab hipertensi sekunder diantaranya berupa kelainan
ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta,
kelainan endokrin lainnya seperti obesitas, retensi insulin,
hipertiroidisme, dan pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral
dan kortikosteroid.
b. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Hipertensi
1) Berdasarkan JNC VII
Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Hipertensi Berdasarkan JNC VIII
Derajat Tekanan Sistolik Tekanan
(mmHg) Diastolik
(mmHg)

Normal <120 Dan <80

Pre-hipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi derajat I 140-159 Atau 90-99

Hipertensi derajat II ≥160 Atau ≥100

Sumber : Wijaya dan Putri, 2013, h. 53


10

2) Menurut European Society of Cardiology


Tabel 2.2 Klasifikasi Derajat Hipertensi Menurut European Society
of Cardiology
Kategori Tekanan Tekanan
Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)

Optimal <120 Dan <80

Normal 120-129 Dan/atau 80-84

Normal tinggi 130-139 Dan/atau 85-89

Hipertensi derajat I 140-159 Dan/atau 90-99

Hipertensi derajat II 160-179 Dan/atau 100-109

Hipertensi derajat III ≥180 Dan/atau ≥110

Hipertensi Sistolik ≥190 Dan <90


terisolasi

Sumber : Wijaya dan Putri, 2013, h. 53

3. Etiologi
Menurut Wijayaningsih (2012, h. 109) hipertensi berdasarkan
penyebabnya dibagi 2 golongan, yaitu :
a. Hipertensi primer atau esensial yang tidak diketahui penyebabnya atau
kliopatik. Terdapat 90% kasus dan banyak penderita tidak menunjukkan
gejala atau keluhan. Berbagai hal seperti faktor genetik, aktivitas saraf
simpatis, faktor hemodinamik, metabolisme natrium dalam ginjal,
gangguan mekanisme pompa Na (sodium pump), dan faktor renin,
angiotensin, aldosteron serta faktor yang meningkatkan risiko seperti
obesitas, alkohol, merokok, dan polisetimia mempunyai ikatan erat
dengan peningkatan tekanan darah esensial.
11

b. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal


Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui seperti
glomerulonefritis, penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi
vaskularrenal, penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi
vaskularrenal, hiperaldisteronisme primer, sindrom chusing,
foetromositoma, koarktasioaorta, hipertensi yang berhubungan dengan
kehamilan dan lain-lain.

4. Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)


Menurut Nurarif dan Kusuma (2015, h. 103) tanda dan gejala
hipertensi dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejla spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang
memeriksa. Hal ini berarti hipetensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis.
Selain 2 tanda dan gejala diatas, beberapa pasien yang menderita
hipertensi juga mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan, sesak
nafas, gelisah, mual, muntah, epistaktis, dan kesadaran menurun.

5. Patofisiologi
Berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, merokok, stress, kurang
olahraga, genetik, alkohol, konsentrasi garam, dan obesitas dapat
mempengaruhi terjadinya hipertensi (Nurarif dan Kusuma, 2015, h. 106).
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah
perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada
12

lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya


elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi
dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan
curah jantung dan peningkatan tekanan perifer yang mengakibatkan
tekanan darah terus meningkat (Wijaya dan Putri, 2013, h. 54).
Pada penderita hipertensi akan mengakibatkan kerusakan vaskuler
pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan struktur pembuluh darah.
Perubahan struktur pembuluh darah menyebabkan penyumbatan
dipembuluh darah sehingga terjadi vasokonstriksi pembuluh darah.
Vasokonstriksi pembuluh darah mengakibatkan gangguan sirkulasi pada
otak, ginjal, retina dan pembuluh darah. Gangguan sirkulasi pada otak
menyebabkan retensi pembuluh darah meningkat dan menyebabkan nyeri
kepala. Selain itu gangguan sirkulasi pada otak mengakibatkan suplai
oksigen diotak menjadi menurun sehingga dapat terjadi resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak. Ganguan sirkulasi pada ginjal
menyebabkan vasokontriksi pada pembuluh darah ginjal sehingga aliran
darah menjadi menurun dan terjadi respon RAA yang merangsang
aldosteron sehingga terjadi retensi natrium yang berakibat tejadinya edema
sehingga mengakibatkan kelebihan volume cairan. Gangguan sirkulasi
pada retina mengakibatkan spasme anterior dan menyebabkan risiko
cidera. Gangguan sirkulasi pada pembuluh darah terjadi pada pembuluh
darah sistemik dan koroner. Pada pembuluh darah sistemik mengakibatkan
vasokonstriksi sehingga afterioad meningkat dan menyebabkan penurunan
curah jantung, selain itu afterioad yang meningkat menyebabkan fatigue
sehingga terjadi intoleransi aktifitas. Pada pembuluh darah koroner
mengakibatkan iskemia miokard sehingga menimbulkan nyeri.
Pada penderita hipertensi juga dapat menyebabkan perubahan
situasi. Hal ini dikarenakan informasi yang minim atau kurangnya
13

pengetahuan tentang hipertensi dan penatalaksanaannya sehingga


menyebabkan defisiensi pengetahuan dan menimbulkan kecemasan.
Perubahan situasi juga menyebabkan krisis situasional sehingga metode
koping menjadi tidak efektif dan terjadi ketidakefektifan koping (Nurarif
dan Kusuma, 2015, h. 106).

6. Komplikasi
Menurut Wijaya dan Putri (2013, h. 58), komplikasi hipertensi
dapat terjadi pada organ-organ sebagai berikut, meliputi :
a. Jantung
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan
penyakit jantung koroner.
b. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak juga dapat menimbulkan risiko stroke,
dan apabila penyakit ini tidak diobati maka risiko terkena stroke
menjadi 7 kali lebih besar.
c. Ginjal
Tekanan darah tinggi juga dapat menyebabkan kerusakan ginjal,
kerusakan sistem penyaringan didalam ginjal sehingga lambat laun
ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh
yang masuk melalui aliran darah dan pada akhirnya terjadi penumpukan
didalam tubuh.
d. Mata
Komplikasi yang bisa terjadi pada mata bagi orang yang terkena
hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi dan
dapat menimbulkan kebutaan.

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015, h. 104) pemeriksaan
penunjang pada hipertensi meliputi :
14

a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas, anemia.
2) BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
3) Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal
dan ada DM.
b. CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
c. EKG : dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
d. IUP : mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti batu ginjal,
perbaikan ginjal.
e. Photo Dada : menunjukkan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.

8. Penalataksanaan
Menurut Martuti (2009, h. 45) penatalaksanaan pada pasien
Hipertensi meliputi :
a. Non Farmakologi
1) Diet sehat
a) Diet rendah garam
Pada penderita hipertensi perlu membatasi asupan garam,
karena kandungan mineral natrium (sodium) didalamnya
memegang peranan penting terhadap timbulnya hipertensi. Yang
dimaksud garam disini adalah garam natrium, baik yang berupa
garam dapur yang ditambahkan sewaktu memasak maupun semua
bahan makanan yang mengandung natrium tinggi. Sumber
natrium/sodium utama adalah natrium klorida (garam dapur),
penyedap makanan (monosodium glutamate atau MSG), dan
15

sodium karbonat. Konsumsi garam dapur yang mengandung


sodium dianjurkan tidak lebih dari 6 gram perhari, setara dengan
satu sendok teh (Noviyanti, 2015, h. 53).
Macam-macam diet rendah garam sesuai dengan
penyakitnya, yaitu :
(1) Diet garam rendah I (200-400 mg Na)
Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan hipertensi
berat, dimana tekanan darah sistolik ≥180 mmHg dan tekanan
darah diastolik ≥110 mmHg. Pada pengolahan makanannya
tidak ditambahkan garam dapur. Dihindari bahan makanan
yang tinggi kadar natriumnya.
(2) Diet garam rendah II (600-800 mg Na)
Diet garam rendah II diberikan kepada pasien dengan
hipertensi tidak terlalu berat, dimana tekanan darah sistolik
160-179 mmHg dan tekana darah diastolik 100-109 mmHg.
Pemberian makanan sehari sama dengan Diet Rendah I. Pada
pengolahan makanannya boleh menggunakan 1/4 sendok teh
(1 gr) garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi
kadar natriumnya.
(3) Diet garam rendah III (1000-1200 mg Na)
Diet garam rendah III diberikan kepada pasien dengan
hipertensi ringan, dimana tekanan darah sistolik 140-159
mmHg dan tekanan darah diastolik 90-99 mmHg. Pemberian
sama dengan diet rendah garam, pengolahan makanannya
boleh menggunakan ½ sendok teh (2 gr) garam dapur (Jahari
dan Nasution, 2015, h. 158).
b) Diet kegemukan
Menurunkan berat badan hendaknya dilakukan secra
perlahan-lahan dengan mengkonsumsi lebih sedikit kalori dan
memperbanyak aktivitas fisik. Diet rendah kalori hendaknya
dilakukan dengan memilih jenis makanan yang mengenyangkan,
16

sehingga penderita tetap dapat tertib melakukan diet. Latihan fisik


disertai diet rendah kalori dapat memacu pembakaran lemak
sehingga berat badan berkurang dan tidak mudah naik kembali.
Latihan fisik yang rutin hendaknya diikuti dengan memperbanyak
aktivitas fisik ringan seperti jalan kaki dan melakukan pekerjaan
rumah tangga. Disamping itu juga mengurangi aktivitas pasif
seperti duduk menonton televisi atau bermain video game. Diet
yang dianjurkan adalah dengan mengurangi asupan lemak dan
protein, terutama dari usia dewasa hingga usia lanjut.(Noviyanti,
2015, h. 73)
c) Diet rendah kolesterol dan lemak terbatas
Ada 2 macam kolesterol, yakni kolesterol HDL (High
Density Lopoprotein) dan kolesterol LDL (Low Density
Lipoprotein). Kolesterol HDL tidak berbahaya, oleh karena itu
lebih sedikit daripada LDL dan membawa kelebihan kolesterol
jahat (HDL) yang menempel dipembuluh darah arteri ke hati,
untuk dimetabolismekan kembali. Ia dapat mencegah
pengendapan kolesterol di arteri sehingga dinding pembuluh
darah terbebas dari endapan kolesterol (arteriosklerosis)
(Noviyanti, 2015, h. 67).
Kolesterol LDL-lah yang selama ini dikenal berbahaya atau
sering disebut kolesterol jahat. Ia mengangkut kolesterol paling
banyak dalam darah. Kedua jenis kolesterol tersebut memiliki
fungsi yang saling berlawanan. Kolesterol HDL dan LDL, harus
berada dalam tubuh secara seimbang. Jika tidak, misal LDL
cenderung lebih tinggi ketimbang HDL, maka akan dapat terjadi
pengendapan kolesterol dalam arteri sehingga terjadi penyempitan
pembuluh darah yang berakibat pada terjadinya peningkatan
tekanan darah (Suprapto, 2014, h. 53).
Trigliserida merupakan lemak dalam tubuh yang berasal
dari makanan hewani dan nabati. Ia dapat berada didalam darah
17

maupun berbagai organ tubuh lainnnya. Peningkatan kadar


trigliserida dalam darah memicu peningkatan kadar kolesterol.
Kadar trigliserida dalam darah dapat dipengaruhi oleh faktor-
faktor seperti kegemukan, konsumsi alkohol, gula dan makanan
berlemak. Tingginya kadar trigliserida dapat dikontrol dengan
diet rendah karbohidrat (Martuti, 2009, h. 55).
d) Diet tingi serat
Diet tinggi serat bermanfaat untuk menghindari kelebihan
lemak, lemak jenuh dan kolesterol. Setiap gram konsumsi serat
dapat menurunkan kolesterol LDL rata-rata 2,2 mg/dl. Konsumsi
serat juga dapat menghindari kelebihan gula dan natrium, serta
dapat menurunkan berat badan dan mencegah kegemukan. Kadar
kolesterol dan kegemukan merupakan faktor-faktor yang sangat
mempengaruhi tekanan darah dalam sehari, seperti yang
dianjurkan oleh Dietary Guidelines for Amerika untuk
mengkonsumsi makanan yang mengandung serat 20-35 gram.
Rata-rata penduduk Indonesia mengkonsumsi serat tergolong
rendah, menurut hasil penelitian puslitbang gizi bogor berkisar
10-15 gram perhari (Suprapto, 2014, h. 54).
e) Diet khusus penderita hipertensi (Diet DASH)
Diet DASH pada penderita hipertensi dapat mengendalikan
tekanan darah dan dapat mengontrol kadar kolesterol jahat (LDL)
yang merupakan pemicu terjadinya hipertensi dan penyakit
jantung koroner. Diet DASH berbasis sayuran, buah-buahan,
protein nabati yang tinggi serat dan mineral sehingga bisa
menurunkan kadar kolesterol total dan LDL (kolesterol jahat)
hingga 7%. Diet DASH bisa dilakukan secara bertahap selama
beberapa hari atau beberapa minggu (Noviyanti, 2015, h. 89).
Dalam diet DASH, menu harian yang dianjurkan untuk
berat badan normal adalah 2000 kalori untuk tiga kali waktu
makan (pagi, siang, malam). Jumlah kalori tersebut dapat
18

disesuikan dengan kebutuhan gizi individual (Martuti, 2009, h.


79).
Anjuran diet DASH bagi klien hipertensi dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 2.3 Anjuran Diet DASH
Bahan makanan Porsi sehari Ukuran porsi

Karbohidrat 3-5 Piring kecil

Lauk hewani 1-2 Potong sedang

Lauk nabati 2-3 Potong sedang

Sayur-sayuran 4-5 Mangkuk

Buah-buahan 4-5 Buah/potong sedang

Susu/yoghurt 2-3 Gelas

Sumber : Novayanti, 2015, h. 92

Penelitian dengan DASH menunjukkan adanya penurunan


tekanan sistolik rata-rata 6-11 mmHg dengan diet tinggi buah-
buahan, sayuran, dan produk susu tanpa lemak atau rendah lemak
atau rendah lemak secara bersama-sama dan total. (Suprapto,
2014, h. 66).
2) Gaya hidup yang baik
a) Olahraga secara teratur
Olahraga bagi penderita hipertensi hendaknya disesuaikan
dengan kondisi penyakitnya. Apakah ia hanya menderita
hipertensi saja atau ada penyakit lain yang menyertai seperti
jantung koroner (Martuti, 2009, h. 62).
19

Olahraga yang dianjurkan bagi orang yang terkena


hipertensi adalah :
(1) Aerobik, meliputi jalan santai, jogging, lari, bersepeda dan
renang secara teratur
(2) Olahraga rileks, seperti yoga dan meditasi (Muhammadun,
2010, h. 114).
Pagi penderita hipertensi juga memiliki jenis olahraga yang
dilarang. Jenis olahraga yang dilarang bagi penderita hipertensi
adalah olahraga yang dapat memperbesar otot seperti angkat
beban dan olahraga yang bertujuan kompetisi karena
menyebabkan peningkatan tekanan darah (Martuti, 2009, h. 64).
b) Menghindari rokok dan minum alkohol
Penderita hipertensi yang sering merokok dapat memicu
serangan jantung, stroke, gangrene (pembusukan kaki) dan
kerusakan organ tubuh lain. Maka berhenti berokok merupakan
salah satu jalan untuk mengurangi risiko hipertensi semakin parah
(Martuti, 2009, h. 65).
Selain merokok, minuman beralkohol juga dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah dan berat badan. Bagi
pengidap hipertensi, alkohol dapat menyebabkan obat tekanan
darah tinggi yang dikonsumsi tidak. Selain minuman alkohol
dapat pula terkandung dalam makanan seperti tape dan brem.
Hindarilah meminum air tape. Hindarilah hipertensi dengan tidak
pernah mencoba minum alkohol (Muhammadun, 2010, h. 116).
c) Hidup santai dan tidak emosional
Stress berkepanjangan akan meningkatkan tekanan darah
oleh karena itu para penderita hipertensi dianjurkan untuk hidup
rileks dan menghindari stress. Stress dapat dihindari dengan
relaksasi, meditasi, yoga, peregangan otot, pemijatan, terbuka
dalam mengungkapkan masalah kepada orang lain (Martuti, 2009,
h. 66).
20

Selain diet sehat, dan gaya hidup sehat, bagi penderita hipertensi
sendiri harus tahu makanan yang dianjurkan dan makanan yang tidak
diperbolehkan bagi penderita hipertensi. Menurut Suprapto (2015, h. 98),
makanan yang baik dikonsumsi para penderita darah tinggi diantaranya :
(1) Tomat
Didalam tomat terdapat potasium, vitamin C dan serat, dan dalam satu
mangkuk tomat terkandung 9 mg sodium saja. Minuman ini bisa jadi
diet sodium yang sehat karena kebutuhan anda akan sodium tetap
terpenuhi tetapi dalam jumlah yang minimal. Tentu tidak
membahayakan bagi kesehatan. Sebisa mungkin pilihlah tomat segar
untuk dijus, karena tomat yang dijual disupermarket seringkali
mengandung sodium yang lumayan tinggi.
(2) Buah jeruk
Selain mengandung vitamin C, buah ini juga banyak mengandung
potasium untuk mengatasi darah tinggi, serat, dan rendah sodium.
(3) Semangka
Buah ini kaya akan nutrisi, seperti serat, lycopene, vitamin A, dan
kalium.
(4) Pisang
Pisang mengandung kalium yang sangat tinggi. Kalium bisa
menstabilkan tekanan darah. Cukup satu pisang sehari untuk mencegah
tekanan darah tinggi dan pisangpun sangat mudah ditemukan.
(5) Avokad
Asam oleat dalam avokad dapat mengurangi tekanan darah tinggi dan
kadar kolesterol. Avokad juga mengandung potasium dan folat, dan
keduanya penting bagi kesehatan jantung.
(6) Belimbing
Buah ini mengandung banyak vitamin C dan memiliki khasiat sebagai
antipiretik dan ekspetoran, antiflasi, analgesik dan diuretik sehingga
baik untuk membantu penyembuhan berbagai penyakit, antara lain
batuk, sakit tenggorokan, kencing manis dan kolesterol. Sedangkan
21

kandungan kalium yang tinggi dan natrium yang rendah sangat


memungkinkan belimbing dijadikan sebagai obat anti hipertensi.
(7) Mentimun
Bagi mereka yang menderita hipertensi disarankan untuk
mengkonsumsi mentimun karena kandungan potassium, magnesium
dan fosfor. Selain itu mentimun bersifat diuretic karena kandungan
airnya yang tinggi sehingga membantu menurunkan tekanan darah.
(8) Kurma
Kurma kaya akan kandungan nutrisi yang baik untuk jantung,
pencernaan bahkan orang yang menderita hipertensi. Kurma dapat
menurunkan tekanan darah serta memberi kekuatan tambahan dalam
mencegah stroke secara langsung karena kandungan vitamin A, tiamin,
riboflavin, niasin, dan kalium dalam jumlah banyak.
(9) Sayuran hijau.
Brokoli adalah salah satu contoh sayuran hijau yang mengandung
potasium tinggi, tetapi rendah sodium. Selain brokoli, sayuran hijau
yang lainnya adalah bayam karena bayam mengandung magnesium
yang tinggi untuk mengurangi tekanan darah. Tetapi bayam tidak baik
untuk dikonsumsi terlalu sering karena dapat meningkatkan risiko asam
urat.
(10) Kacang-kacangan
Kedelai, kacang tanah, almond, kacang merah dan semua jenis kacang-
kacangan mengandung asam folat, magnesium dan potasium. Dua zat
ini terbukti mampu menurunkan tekanan darah tinggi.
(11) Daging segar atau daging beku
Penderita hipertensi sebaiknya makan daging yang masih segar atau
yang dibekukkan dengan pengolahan yang tidak sembarangan. Kurangi
daging yang diasap atau daging kalengan, dan cukup daging segar yang
dipanggang saja. Jauhi daging yang diawetkan dengan menggunakan
garam. Dading segar ini lebih kaya manfaat karena tidak mengandung
sodium.
22

(12) Bumbu dan rempah herbal


Fungsi utama bumbu rempah ini untuk membumbui makanan dan
terbebas dari ketagihan garam yang kaya akan sodium. Bumbu dan
rempah herbal yang bis dimasukkan kedalam makanan diantaranya
jahe, kunyit, lada, ketumbar, bawang merah, bawang putih dan lain-
lain.
(13) Air putih
Ini adalah cara yang paling sederhana, murah, sehat dan paling efektif
untuk menurunkan tekanan darah. Dehidrasi kronis menyebabkan
pembuluh darah meningkat, sehingga jantung bekerja lebih keras, dan
pada akhirnya mengakibatkan lonjakan tekanan darah. Maka dari itu,
kita harus selalu mengkonsumsi air putih paling tidak dalam sehari kita
mengkonsumsi 8 gelas untuk mencukupi air dalam tubuh kita.
Ada juga makanan yang harus dihindari atau dibatasi menurut
Muhammadun (2010, h. 167), antara lain :
(1) Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru-paru,
minyak kelapa, gajih).
(2) Makanan yang diolah menggunakan garam natrium, misalnya biskuit,
craker, keripik dan makanan kering yang asin.
(3) Makanan atau minuman kaleng, contohnya adalah sarden, sosis,
korned, soft drink. Hal ini dikarenakan makanan tersebut mengandung
pengawet.
(4) Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan, ikan asin, telur asin, selai
kacang, pindang).
(5) Susu full cream , mentega, margarin, keju, mayonise, serta sumber
protein hewani yang mengandung banyak kolesterol seperti daging
merah (baik sapi maupun kambing), kuning telur dan kulit ayam.
(6) Penyedap makanan.
(7) Alkohol serta makanan yang mengandung alkohol.
23

b. Farmakologi (Terapi Obat)


Menurut Wijaya dan Putri (2013, h. 57-58), terapi obat pada
penderita hipertensi meliputi :
1) Diuretik (Hidroklorotiazid)
Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan ditubuh
berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih
ringan.
2) Penghambat Simpatetik (Metildopa, Klonidin, dan Reserpin)
Menghambat aktivitas syaraf simpatis.
3) Betabloker (Metropolol, Propanolol, dan Antenolol)
a) Menurunkan daya pompa jantung
b) Tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap
gangguan pernafasan seperti asma bronkial
c) Pada penderita diabetes melitus dapat menutupi gejala
hipoglikemia
4) Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos
pembuluh darah.
5) ACE inhibitor (Captopril)
a) Menghambat pembentukan zat Angiotensin II
b) Efek samping meliputi batuk kering, pusing, dan lemas
6) Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)
Menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptor sehingga
memperingan daya pompa jantung.
7) Antagonis Kalsium (Diltiasem dan Verapamil)
Menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas).
24

B. Konsep Dasar Pengetahuan


1. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan
terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (overt behaviour) (Notoadmojo, 2012, h. 139).
b. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012, h. 138-139), ada 6 tingkat pengetahuan,
yaitu :
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan,
mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.
2) Memahami (comprehention)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dimana
dapat menginterprestasikan secara benar. Orang yang telah paham
terhadap suatu objek atau materi dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap
suatu objek yang dipelajari.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil
(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau
penggunan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang lain.
25

4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi
atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih
didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu
sama lain.
5) Sistesis (syntesis)
Sistesis yang dimaksud menujukkan pada suatu
kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-
bagian didalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dan formulasi yang ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri
atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhu Pengetahuan
Menurut Wawan dan Dewi (2010, h. 16-18), faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan adalah :
1) Faktor Internal
a) Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga
perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi
untuk sikap berperan serta dalam pembangunan, pada umumnya
makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah menerima
informasi.
b) Pekerjaan
Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama
untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Bekerja
umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi
ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kahidupan keluarga.
26

c) Umur
Menurut Huclok, semakin cukup umur, tingkat kematangan
dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan
bekerja.
2) Faktor Eksternal
a) Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar
manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi
perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.
b) Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.

2. Kurang Pengetahuan
a. Pengertian
Defisiensi pengetahuan adalah ketiadaan atau defisiensi
informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu (Keliat, dkk,
2016, h.274).
b. Batasan Karakteristik
Menurut Keliat, dkk (2016, h.274), batasan karakteristik dari
kurang pengetahuan/defisiensi pengetahuan adalah sebagai berikut :
1) Ketidakakuratan melakukan tes.
2) Ketidakakuratan mengikuti perintah.
3) Kurang pengetahuan.
4) Perilaku tidak tepat (histeria, bermusuhan, agitasi, apatis).
c. Faktor Yang Berhubungan
Menurut Keliat, dkk (2016, h.274), faktor yang berhubungan
dengan kurang pengetahuan adalah gangguan fungsi kognitif, gangguan
memori, kurang informasi, kurang minat untuk belajar, kurang sumber
pengetahuan, salah pengertian terhadap orang lain.
27

C. Konsep Dasar Keluarga


1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri
dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di
suatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan
(Setiadi, 2008, h. 3).
2. Tipe Keluarga
Menurut Ali (2010, h. 6) tipe keluarga antara lain :
a. Nuclear family (keluarga inti). Terdiri dari orang tua dan anak yang
masih menjadi tanggungannya dan tinggal dalam satu rumah, terpisah
dari sanak keluarga lainnya.
b. Extended family (keluarga besar. Satu keluarga yang terdiri dari satu
atau dua keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah dan saling
menunjang satu sama lain.
c. Single parent family. Satu keluarga yang dikepalai oleh satu kepala
keluarga dan hidup bersama dengan anak-anak yang masih bergantung
kepadanya.
d. Nuclear dyed. Keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri tanpa
anak, tinggal dalam satu rumah yang sama.
e. Blended family. Suatu keluarga yang terbentuk dari perkawinan
pasangan, yang masing-masing pernah menikah dan membawa anak
hasil perkawinan terdahulu.
f. Three generation family. Keluarga yang terdiri dari tiga generasi, yaitu
kakek, nenek, bapak, ibu, dan anak dalam satu rumah.
g. Single adult living alone. Bentuk keluarga yang hanya terdiri dari satu
orang dewasa yang hidup dalam rumahnya.
h. Middle age atau elderly couple. Keluarga yang terdiri dari sepasang
suami istri paruh baya.
28

3. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman dalam Maria H. Bakri (2014,h. 31), mengelompokkan
ada 5 poin dalam fungsi keluarga, yaitu :
a. Fungsi reproduktif keluarga
Adanya fungsi ini ialah untuk mempertahankan generasi dan menjaga
kelangsungan sebuah keluarga.
b. Fungsi sosial keluarga
Ialah fungsi yang mengembangkan dan melatih anak untuk hidup
bersosial sebelum meninggalkan rumah dan berhubungan dengan orang
lain. Dalam hal ini, anggota keluarga belajar disiplin, norma-norma,
budaya dan perilaku melalui interaksi dengan anggota keluarganya
sendiri.
c. Fungsi affektif keluarga
Fungsi ini hanya bisa diperoleh dalam keluarga, tidak dari pihak luar.
Maka komponen yang diperlukan dalam melaksanakan fungsi affektif
yaitu saling mendukung, menghormati dan saling asuh. Intinya, antara
anggota keluarga satu dengan anggota yang lain berhubungan baik
secara dekat. Dengan cara inilah, seorang anggota keluarga merasa
mendapatkan perhatian, kasih sayang, dihormati, kehangatan dan lain
sebagainya.
d. Fungsi ekonomi keluarga
Fungsi ekonomi keluarga meliputi keputusan rumah tangga,
pengelolaan keuangan, pilihan asuransi, jumlah uang yang digunakan,
perencanaan pensiun, dan tabungan.
e. Fungsi perawatan keluarga
Keluarga merupakan perawat primer bagi anggotanya. Untuk itu, fungsi
ini penting ada untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota
keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.
29

4. Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan


Menurut Setiadi (2008, h. 13), membagi 5 tugas keluarga dalam
bidang kesehatan yang harus dilakukan adalah :
a. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya.
Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara
tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka
apabila menyadari adanya perubahan perlu segera dicatat kapan
terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar
perubahannya.
b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi
keluarga.
Tugas ini merupkan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga. Jika keluarga
mempunyai keterbatasan, segera meminta bantuan orang lain
dilingkungan sekitar keluarga.
c. Memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat
membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.
Perawatan ini dapat dilakukan dirumah apabila keluarga memiliki
kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama atau agar
masalah yang lebih parah tidak terjadi.
d. Mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan kesehatan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarga.
e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga
kesehatan (pemanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada).

D. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Keluarga


1. Pengkajian
Menurut Komang (2010, h. 15-19), pengkajian asuhan
keperawatan keluarga menurut teori/model Family Centre Nursing
Friedman, ada 7 komponen pengkajian, yaitu :
30

a. Data umum meliputi : identitas kepala keluarga, komposisi anggota


keluarga, genogram, tipe keluarga, suku bangsa, agama, status sosial
ekonomi keluarga, dan aktifitas rekreasi keluarga.
b. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga meliputi tahap
perkembangan keluarga saat ini (ditentukan dengan anak tertua), tahap
perkembangan keluarga yang belum terpenuhi, riwayat keluarga inti,
dan riwayat keluarga sebelumnya (suami-istri), yang meliputi riwayat
penyakit keturunan dan penyakit menular dikeluarga, riwayat
kebiasaan/gaya hidup yang mempengaruhi kesehatan.
c. Lingkungan meliputi karakteristik , karakteristik tetangga dan
komunitas tempat tinggal , mobilitas geografis keluarga , perkumpulan
keluarga dan interaksi dengan masyarakat, dan sistem pendukung
keluarga.
d. Struktur Keluarga meliputi pola komunikasi keluarga , struktur
kekuatan keluarga , struktur peran (formal dan informal), serta nilai dan
norma keluarga.
e. Fungsi Keluarga
1) Fungsi afektif, meliputi : bagaimana cara keluarga mengekspresikan
perasaan kasih sayang, perasaan saling memiliki, dukungan terhadap
anggota keluarga, dan saling menghargai, kehangatan.
2) Fungsi sosialisasi meliputi bagaimana memperkenalkan anggota
keluarga dengan dunia luar, interaksi dan hubungan dalam keluarga.
3) Fungsi perawatan kesehatan
a) Kondisi perawatan kesehatan seluruh anggota keluarga (bukan
hanya kalau sakit diapakan tetapi bagaimana prevensi/promosi).
b) Bila ditemui data maladaptif, langsung lakukan penjagaan tahap
II (berdasar 5 tugas keluarga seperti bagaimana keluarga
mengenal masalah, mengambil keputusan, merawat anggota
keluarga, memodifikasi lingkungan dan memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan).
31

f. Stress dan Koping Keluarga meliputi stressor jangka panjang dan


stressor jangka pendek serta kekuatan keluarga, respon keluarga
terhadap stress, strategi koping yang digunakan, strategi adaptasi yang
fungsional.
g. Pemeriksaan Fisik (head to toe) meliputi tanggal pemeriksaaan fisik
dilakukan, pemeriksaan kesehatan dilakukan pada selurung anggota
keluarga, aspek pemeriksaan fisik mulai dari vital sign, mata, mulut,
THT, leher, thorax, abdomen, ekstremitas atas dan bawah, sistem
genetalia dan kesimpulan dari hasil pemeriksaan fisik.
h. Harapan Keluarga meliputi terhadap masalah kesehatan keluarga dan
terhadap petugas kesehatan yang ada.

2. Data Fokus
Menurut Wijaya dan Putri (2013, h. 59-60), dalam pengkajian pada
hipertensi diperlukan data fokus sebagai berikut :
a. Data biografi : nama, alamat, umur dan yang lainnya.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
2) Riwayat kesehatan sekarang
3) Riwayat kesehatan dahulu
4) Riwayat kesehatan keluarga
c. Data dasar pengkajian
1) Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, dan
takipnea.
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner,
penyakit serebrovaskuler.
Tanda : kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan
warna kulit.
32

3) Integritas Ego
Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,
factor stress multipel.
Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue
perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan
menghela, peningkatan pola bicara.
4) Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu.
5) Makanan/cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolesterol.
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema.
6) Neurosensori
Gejala : keluham pusing/pening, sakit kepala, berdenyut, gangguan
penglihatan, episode epitaksis.
Tanda : perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman,
perubahan retinal optic.
7) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : angina, nyeri hilang tibul pada tungkai, sakit kepala
oksipitalis berat, nyeri abdomen.
8) Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea,
dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum,
riwayat merokok.
Tanda : distress respirasi/penggunaan otot aksesoris pernapasan,
bunyi napas tambahan, sianosis.
9) Keamanan
Gejala : gangguan koordinasi, cara jalan.
Tanda : episode parestesia unilateral, hipotensi postural.
33

10) Pembelajaran/penyuluhan
Gejala : faktor risiko keluaraga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung, DM, penyakit ginjal, faktor risiko etnik, penggunaan pil KB
atau hormone.
d. Pengkajian pengetahuan tentang diit hipertensi, meliputi :
1) Menanyakan apakah mengerti tentang diit hipertensi.
2) Tanyakan jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari.
3) Tanyakan cara pengolahan makanan sehari-hari.

3. Analisa Data
Menurut Achyar (2010, h. 19), setelah dilakukan pengkajian,
selanjutnya dianalisis untuk dapat dilakukan perumusan diagnosis
keperawatan. Analisa data disusun atas dasa subjektif (DS) dan data
objektif (DO), masalah dalam keluarga yang selanjutnya dilanjutkan
dengan diagnosis keperawatan yang muncul.

4. Perumusan Masalah
Menurut Bakri (2014, h. 113-116), setelah dilakukan pengkajian,
maka dapat dirumuskan masalah kesehatan dalam keperawatan keluarga.
Dalam menyusun masalah kesehatan dan keperawatan keluarga, kita harus
mengacu pada tipologi masalah kesehatan dan keperawatan serta sejumlah
alasan dari ketidakmampuan keluarga dalam melaksanakan tugas-tugas
dalam bidang kesehatan. Tipologi masalah kesehatan keluarga
dikelompokkan menjadi 3 kelompok masalah besar, yaitu :
a. Ancaman Kesehatan
Ancaman kesehatan merupakan keadaan-keadaan yang dapat
memungkinkan terjadinya penyakit, kecelakaan, dan kegagalan dalam
mencapai potensi kesehatan. Ancaman kesehatan ini antara lain sebagai
berikut :
1) Penyakit keturunan, seperti asma bronkiale, diabetes.
2) Keluarga/anggota keluarga penderita penyakit menular.
34

3) Jumlah anggota keluarga terlalu besar dan tidak sesuai dengan


kemampuan dan sumber daya keluarga.
4) Risiko terjadinya kecelakaan dalam keluarga.
5) Kekurangan atau kelebihan gizi dari masing-masing anggota
keluarga.
6) Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan egati.
7) Sanitasi lingkungan yang buruk.
8) Kebiasaan-kebiasaan yang merugikan kesehatan.
9) Sifat kepribadian yang melekat, misalnya pemarah.
10) Riwayat persalinan sulit.
11) Memainkan pearanan yang tidak sesuai.
12) Imunisasi anak tidak lengkap.
b. Kurang/Tidak Sehat
Kurang/tidak sehat adalah kegagalan dalam memantapkan kesehatan.
Lingkup dari kondisi ini antara lain :
1) Keadaan sakit, baik sesudah maupun sebelum diagnosis.
2) Kegagalan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak yang tidak
sesuai dengan pertumbuhan normal.
c. Situasi Krisis
Situasi krisis adalah saat-saat yang banyak menuntut individu atau
keluarga dalam menyesuaikan diri termasuk juga dalam hal sumber
daya keluarga. Lingkup situasi ini antara lain sebagai berikut :
perkawinan, kehamilan, persalinan, masa nifas, menjadi orangtua,
penambahan anggota keluarga, misalnya bayi baru lahir, abortus, anak
masuk sekolah, anak remaja, kehilangan pekerjaan, kematian anggota
keluarga dan pindah rumah.

5. Prioritas Masalah
Dalam berbagai kasus skala prioritas selalu dibutuhkan untuk
meminimalisir risiko, memaksimalkan perawatan dan pengobatan, serta
untuk pengambilan keputusan yang tepat. Skala prioritas ini diperoleh dari
35

berbagai data yang telah didapatkan didepan, untuk kemudian diolah dan
pada akhirnya skala prioritas ini akan membantu dalam pemetaan
penanganan pada pasien, baik untuk perawat maupun keluarga (Bakri,
2014, h. 119).
Menurut Bailon dan Maglaya dalam Maria H. Bakri (2014, h. 119),
telah merumuskan skala prioritas sebagai berikut :
Tabel 2.4 : Skala Prioritas Keperawatan Keluarga
No. Kriteria Nilai Bobot
1 Sifat masalah :
Tidak /kurang sehat 3
Ancaman kesehatan 2 1
Keadaan sejahtera 1
2 Kemungkinan masalah dapat diubah :
Mudah 2
Sebagian 1 2
Tidak dapat 0
3 Potensi masalah untuk dicegah :
Tinggi 3
Cukup 2 3
Rendah 1
4 Menonjolnya masalah :
Masalah yang benar-benar harus segera 2
ditangani 2
Ada masalah tetapi tidak segera ditangani 1
Masalah tidak dirasakan 0

Skoring :
Setelah menentukan skala prioritas sesuai dengan tabel didepan, langkah
selanjutnya adalah membuat skoring.
36

Rumus menurut Bailon dan Magkaya dalam Maria H. Bakri (2014, h. 120)
yaitu :
Skor
x Bobot
Angka Tertinggi
Penjelasan :
a. Tentukan angka dari skor tertinggi terlebih dahulu. Biasanya angka
tertinggi adalah 5.
b. Skor yang dimaksud diambil dari skala prioritas. Tentukan skor pada
setiap kriteria.
c. Skor dibagi dengan angka tertinggi.
d. Kemudian dikalikan dengan bobot skor.
e. Jumlahkan skor dari semua kriteria.

6. Diagnosa Keperawatan
Setelah kita mengetahui masalah kesehatan prioritas yang dihadapi
keluarga (klien), kita memilih masalah apa yang dapat diatasi dengan
asuhan keperawatan dan kemudian menetapkan diagnosa keperawatan.
Formula perumusan diagnosis keperawatan keluarga adalah problem,
etiologi, simtom (P, E, S) (Ali, 2010, h. 62).
Menurut Bakri (2014, h. 116), diagnosa keperawatan keluarga
mengacu pada 5 penyebab ketidakmampuan keluarga dalam melaksanakan
tugas-tugas kesehatan dan perawatan, yaitu :
a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, adapun sebabnya antara
lain : kurangnya pengetahuan/ketidaktahuan fakta, rasa takut akibat
masalah yang diketahui, sikap dan falsafah hidup.
b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan
tindakan yang tepat, disebabkan karena : tidak mengetahui sifat, berat,
dan luasnya masalah, masalah kesehatan tidak begitu menonjol,
keluarga tidak sanggup memecahkan masalah karena kurang
pengetahuan dan kurangnya sumber daya keluarga, tidak sanggup
37

memilih tindakan diantara beberapa pilihan, ketidakcocokan pendapat


diantara anggota keluarga, tidak tahu tentang fasilitas kesehatan yang
ada, takut dari akibat tindakan, sikap negatif terhadap sikap masalah,
fasilitas kesehatan tidak terjangkau, kurang percaya terhadap petugas
dan lembaga kesehatan dan kesalahan informasi terhadap tindakan yang
diharapkan.
c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit,
disebabkan karena: tidak mengetahui keadaan penyakit, misalnya sifat,
penyebab, penyebaran, perjalanan penyakit, gejala dan perawatannya
serta pertumbuhan dan perkembangan anak, tidak mengetahui tentang
perkembangan perawatan yang dibutuhkan, kurang atau tidak ada
fasilitas yang diperlukan untuk perawatan, tidak seimbang sumber-
sumber yang ada dalam keluarga, misalnya keuangan, anggota keluarga
yang bertanggung jawab, fasilitas fisik untuk perawatan, sikap negatif
terhadap sakit, konflik individu dalam keluarga, sikap dan pandangan
hidup, dan perilaku yang mementingkan diri sendiri.
d. Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang dapat
mempengaruhi kesehatan dan perkembangan pribadi keluarga, adapun
penyebabnya yaitu: sumber-sumber keluarga tidak cukup, diantaranya
keuangan, tanggung jawab/wewenang, keadaan fisik rumah yang
kurang memenuhi syarat, kurang dapat melihat keuntungan dan manfaat
pemeliharaan lingkungan rumah, ketidaktahuan pentingnya sanitasi
lingkungan, konflik personal dalam keluarga, ketidaktahuan tentang
usaha pencegahan penyakit, sikap dan pandangan hidup, dan
ketidaktahuan keluarga, karena sifat mementingkan diri sendiri, tidak
ada kesepakatan, acuh terhadap anggota keluarga yang mengalami
masalah.
e. Ketidakmaampuan keluarga menggunakan sumber di masyarakat guna
memelihara kesehatan keluarga, disebabkan karena : tidak tahu bahwa
fasilitas kesehatan itu ada, tidak memahami keuntungan yang diperoleh,
kurang percaya terhadap petugas kesehatan dan lembaga kesehatan,
38

pengalaman yang kurang baik dari petugas kesehatan, rasa takut pada
akibat dari tindakan, tidak terjangkau fasilitas yang diperlukan, tidak
adanya fasilitas kesehatan, rasa asing dan tidak ada dukungan dari
masyarakat dan sikap dan pandangan hidup.
Menurut Ardiansyah (2012, h. 80), diagnosis keperawatan pada
pasien hipertensi adalah :
a. Adanya risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung.
b. Intoleransi aktivitas.
c. Sakit kepala, nyeri (akut).
d. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh.
e. Kurang pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi.
Diagnosa keperawatan keluarga yang muncul dari studi kasus yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Kurangnya Pengetahuan
Keluarga dalam Pengelolaan DIIT Hipertensi” yaitu : Kurang pengetahuan
tentang pengelolaan hipertensi b/d ketidaksanggupan mengenal masalah
kesehatan.

7. Rencana Keperawatan Keluarga


Menurut Ali (2010, h. 65), setelah diagnosa keperawatan
ditetapkan, langkah berikutnya adalah perumusan rencana asuhan
keperawatan. Rencana asuhan keperawatan merupakan kesimpulan
tindakan yang ditentukan oleh perawat untuk dilaksanakan dalam
menyelesaikan masalah kesehatan dan masalah/diagnosis keperawatan
yang telah ditetapkan. Langkah pengembangan rencana asuhan
keperawatan keluarga adalah :
a. Penentuan masalah
Melalui proses pengkajian ditemukan masalah kesehatan dan kebutuhan
keperawatan yang akan menjadi dasar untuk mengembangkan rencana
asuhan keperawatan.
39

b. Penentuan sasaran dan tujuan


Sasaran adalah keadaan atau situasi yang diharapkan setelah tindakan
dilaksanakan.
c. Merumuskan tujuan
Tujuan merupakan pernyataan yang lebih spesifik tentang hasil yang
diharapkan dan tindakan perawatan yang akan dilakukan. Beberapa ciri
tujuan yang baik adalah spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, realistis,
ada batasan waktu.
Rencana tujuan keperawatan ini dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Tujuan jangka pendek
Tujuan jangka pendek disusun untuk masalah yang memerlukan
perhatian segera dan hasilnya dapat dilihat dalam jangka waktu yang
pendek. Tujuan ini dapat dicapai dengan frekuensi pertemuan yang
tidak banyak antara perawat dan keluarga.
2) Tujuan jangka panjang
Tujuan jangka panjang memerlukan frekuensi pertemuan yang tidak
banyak antara perawat dan keluarga serta memerlukan sumber daya
yang lebih banyak. Hasilnya dapat dilihat dalam jangka waktu yang
pendek.
d. Memilih tindakan keperawatan yang tepat
Pilihan tindakan keperawatan sangat bergantung pada 2 faktor yang
dapat berubah yaitu sifat masalah dan sumber daya yang tersedia dalam
memecahkan masalah. Tujuan keperawatan ditujukkan untuk
mengurangi atau menghilangkan penyebab ketidaksanggupan keluarga
dalam melaksanakan tugas kesehatan.
e. Menentukan kriteria dan standar evaluasi
Kriteria merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur
pencapaian tujuan. Sedangkan standar menunjukkan tingkat “performa”
yang diinginkan untuk membandingkan bahwa perilaku yang menjadi
tujuan tindakan keperawatan yang telah tercapai. Pernyataan tujuan
yang tepat akan menentukan kejelasan kriteria dan standar evaluasi.
40

Intervensi yang dilakukan pada keluarga dengan masalah


ketidakmampuan mengenal masalah dikarenakan kurangnya pengetahuan
keluarga dalam pengelolaan diit hipertensi adalah :
Tujuan : Klien dan keluarga terpenuhi dalam informasi tentang diit pada
hipertensi.
Kriteria Hasil :
a. Kognitif
1) Klien dan keluarga mampu mengerti tentang masalah kesehatan
yaitu hipertensi (termasuk definisi, penyebab, komplikasi, tanda dan
gejala dan yang lainnya).
2) Keluarga mampu mengerti pengelolaan hipertensi.
3) Keluarga mampu mengerti tentang diit hipertensi.
b. Afektif
1) Keluarga menanyakan kembali tentang diit pada hipertensi.
c. Psikomotor
1) Klien dan keluarga dapat mendemonstrasikan atau menerapkan diit
hipertensi.
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertensi dan diit
hipertensi .
b. Beri pendidikan kesehatan tentang hipertensi dan diit hipertensi .
c. Diskusikan bersama pasien dan keluarga untuk menu yang akan
disajikan bagi pasien hipertensi.
d. Beri penjelasan kepada keluarga tentang manfaat pengaturan diit bagi
klien hipertensi.
e. Berikan contoh menu makan bagi klien hipertensi.
f. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga cara pengolahan
makanan untuk klien hipertensi dan jenis makanan untuk hipertensi.
g. Motivasi klien agar bersedia menjalankan diit dan motivasi keluarga
untuk menyiapkan menu diit bagi klien hipertensi.
h. Berikan pujian positif atas usaha klien dan keluarga.
41

8. Implementasi (Tindakan Keperawatan Keluarga)


Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun.
Menurut Bakri (2014, h. 127-128), tindakan keperawatan keluarga
mencakup hal-hal berikut ini :
a. Menstimulasi Kesadaran atau Penerimaan Keluarga
Yang dimaksud dalam poin ini adalah mendiskusikan berbagai
informasi kepada keluarga tentang masalah-masalah kesehatan. Hal ini
akan mendorong kesadaran keluarga tentang kesehatan dan penjelasan
pun akan mudah diterima. Cara yang dapat dilakukan pada poin ini
adalah :
1) Memberikan informasi.
2) Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan.
3) Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah.
b. Menstimulasi Keluarga untuk Memutuskan Cara Perawatan
Cara yang dapat dilakukan pada poin ini adalah :
1) Mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan.
2) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiiki keluarga.
3) Mendiskusikan tentang konsekuensi tiap tindakan.
c. Memberikan Kepercayaan Diri dalam Merawat Anggota Keluarga
Memotivasi keluarga juga menjadi bagian perawat, agar keluarga
merasa percaya diri untuk merawat anggota keluarga yang sakit. Untuk
bisa mencapai hal ini, perawat dapat melakukan beberapa cara,
diantaranya yaitu :
1) Melakukan demonstrasi cara perawatan.
2) Menggunakan alat dan fasilitas yang ada dirumah.
3) Mengawasi keluarga dalam melakukan perawatan.
d. Membantu Keluarga Mewujudkan Lingkungan Sehat
Disini perawat berperan sebagai konsultan bagaimana agar keluarga
mampu mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat, sehingga
mampu meningkatkan kualitas hidup anggota keluarganya.
42

Adapun cara yang dapat ditempuh dalam hal ini adalah :


1) Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga.
2) Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin.
e. Memotivasi Keluarga Memanfaatkan Fasilitas Kesehatan
Tindakan yang perlu dilakukan adalah :
1) Mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada dilingkungan keluarga.
2) Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

9. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap integral pada proses keperawatan.
Evaluasi dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan,
kemudian dilakukan penilaian untuk melihat keberhasilannya. Jika
tindakan yang dilakukan belum berhasil, maka perlu dicari cara atau
metode lainnya. Tahapan ini dapat dilakukan secara formatif dan sumatif.
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses
keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir. Untuk
melakukan evaluasi, ada baiknya disusun dengan menggunakan SOAP
secara operasional (Bakri, 2014, h. 129).

Anda mungkin juga menyukai