TINJAUAN PUSTAKA
2. Klasifikasi
a. Klasifikasi berdasarkan etiologi
Menurut Wijaya & Putri (2013, h. 52) hipertensi menurut sebabnya dapat
dibagi menjadi dua yaitu :
1) Hipertensi Esensial (Primer)
Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi, dimana sampai saat
ini tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang berpengaruh
dalam terjadinya hipertensi esensial, seperti : faktor genetik, stress dan
psikologis, serta faktor lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan
garam dan berkurangnya asupan kalium atau kalsium). Peningkatan
tekanan darah umumnya gejala baru terlihat setelah terjadi komplikasi
pada organ target seperti ginjal, mata, otak dan jantung.
6
7
2) Hipertensi Sekunder
Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat diketahui
dengan jelas sehingga lebih mudah untuk dikendalikan dengan obat-
obatan. Penyebab hipertensi sekunder diantaranya berupa kelainan
ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan endokrin lainnya seperti
obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme, dan pemakaian obat-
obatan seperti kontrasepsi oral dan kortikosteroid.
b. Klasifikasi berdasarkan derajat hipertensi
1) Berdasarkan JNC VII
Tabel 2.1
Derajat Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre-hipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi derajat I 140 – 159 90 – 99
Hipertensi derajat II > 160 > 100
Sumber : Wijaya & Putri, 2013, h. 53
3. Etiologi
Menurut Triyanto (2013, h. 9) kurang lebih 90% penderita hipertensi
tergolong hipertensi primer sedangkan 10% nya tergolong hipertensi
sekunder. Meskipun sampai saat ini masih belum dapat diketahui
penyebabnya, berikut ini ada beberapa faktor-faktor penyebab terjadinya
hipertensi primer :
a. Faktor stress
b. Lingkungan
c. Gaya hidup
Gaya hidup seseorang dapat menjadikan faktor resiko dalam timbulnya
hipertensi, beberapa hal diantaranya ialah :
1) Konsumsi lemak dan garam tinggi
2) Kegemukan dan makan secara berlebihan
3) Merokok
4) Minum-minuman yang mengandung alkohol
5) Stress emosional
Sedangkan menurut Muhammadun (2010, h. 37) beberapa penyebab
terjadinya hipertensi sekunder adalah :
a. Penyakit ginjal
1) Pielonefritis
2) Glomerulonefritis
3) Tumor-tumor ginjal
4) Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
5) Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
6) Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
b. Kelainan hormonal
1) Hiperaldosteronisme
2) Sindrom cushing
3) Feokromositoma
c. Obat-obatan
1) Pil KB
9
2) Kortikosteroid
3) Kokain
4) Penyalahgunaan alkohol
5) Kayu manis (dalam jumlah yang sangat besar)
d. Penyebab lainnya
1) Preeklamsi pada kehamilan
2) Porfiria intermiten akut
3) Keracunan timbal akut
4. Patofisiologi
Berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin merokok, stress, kurang
olahraga, genetik, alkohol, konsentrasi garam, obesitas dapat mempengaruhi
terjadinya hipertensi. (Nurarif & Kusuma, 2015, h. 106)
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah
perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan
ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan
tekanan perifer yang mengakibatkan tekanan darah menjadi meningkat
(hipertensi). (Wijaya & Putri, 2013, h. 55)
Tekanan darah yang terus meningkat akan mengakibatkan kerusakan
vaskuler dalam darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit.
Penyempitan ini akan mengakibatkan perubahan struktur pembuluh darah
dan biasanya hal ini dikarenakan adanya penebalan pada pembuluh darah
yang disebabkan adanya penumpukan lemak dan kolestrol pada dinding
pembuluh darah, penyempitan pembuluh darah ini mengakibatkan
vasokontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
10
Hipertensi
Perubahan struktur
Vasokontriksi
Gangguan sirkulasi
Sumber : Nurarif & Kusuma, 2015, h. 106 & Wijaya & Putri, 2013, h. 56
12
6. Manifestasi Klinis
Menurut Ardiansyah (2012, h. 67) pada sebagian besar penderita
hipertensi umumnya tidak menunjukkan gejala yang spesifik namun apabila
hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati maka akan timbul gejala
antara lain :
a. Nyeri kepala yang terkadang disertai mual dan muntah akibat
peningkatan tekanan darah
b. Penglihatan kabur karena kerusakan pada retina sebagai dampak dari
hipertensi
c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena terjadi kerusakan susunan
saraf pusat
d. Nokturia (sering berkemih dimalam hari) karena adanya peningkatan
aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
Terkadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran
dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut
ensefalopati hipertensif yang memerlukan penanganan segera.
Hipertensi diduga dapat berkembang menjadi masalah kesehatan yang
lebih serius dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Jadi, seringkali
hipertensi disebut sebagai silent killer karena dua hal tersebut, yaitu :
a. Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki
gejala yang khusus. Gejala ringan seperti pusing, gelisah, mimisan, dan
dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah secara teratur.
b. Pada penderita hipertensi apabila tidak ditangani dengan baik, akan
mempunyai risiko besar untuk meninggal karena komplikasi
kardiovaskular seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung, dan gagal
ginjal.
7. Komplikasi
Menurut Wijaya & Putri (2013, h. 58) tekanan darah tinggi apabila
tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam jangka panjang akan
13
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas, anemia
b. BUN/Kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal
c. Glukosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin
d. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal
dan ada DM
e. CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral encelopati
f. EKG : untuk menunjukkan pola regangan, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit hipertensi jantung
14
9. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan hipertensi meliputi :
a. Keadaan umum
Mengkaji tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital. Kesadaran bisa
composmentis sampai mengalami penurunan kesadaran sensasi dan
tanda-tanda vital biasanya melebihi batas normal.
b. Sistem penginderaan (penglihatan)
Pada kasus hipertensi biasanya terlihat gangguan penglihatan seperti
penglihatan menurun, buta total, kehilangan daya lihat sebagian.
c. Sistem penciuman
Terkadang terdapat gangguan pada sistem penciuman, terdapat hambatan
jalan nafas.
d. Sistem pernafasan
Adanya batuk atau hambatan jalan nafas, suara terdengar ronki.
e. Sistem kardiovaskuler
Nadi, frekuensi dapat bervariasi, perubahan EKG, adanya penyakit
jantung miocard infark, penyakit jantung vaskuler.
f. Sistem pencernaan
Ketidakmampuan menelan, mengunyah, tidak mampu memenuhi
kebutuhan nutrisi sendiri.
g. Sistem muskuloskeletal
Kaji kekuatan dan gangguan tonus otot, pada klien dengan hipertensi
didapat pasien merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena
kelemahan kesemutan atau kebas.
h. Sistem integumen
Keadaan turgor kulit, ada tidaknya lesi ataupun oedema.
15
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan hipertensi menurut Wijaya & Putri
(2013, h. 56) ada dua yaitu cara farmakologis dan nonfarmakologis :
a. Nonfarmakologis
1) Mempertahankan berat badan ideal
2) Kurangi asupan natrium (sodium)
3) Mengurangi konsumsi alkohol
4) Kurangi asupan lemak dengan perbanyak makan sayur-sayuran dan
buah-buahan
5) Berhenti merokok
6) Menghindari stress
7) Terapi masase (pijat)
8) Olahraga
b. Farmakologis
1) Diuretik (Hidroklorotiazid)
Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan ditubuh
berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih
ringan.
2) Penghambat Simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)
Menghambat aktivitas saraf simpatis.
3) Betabloker (Metoprolol, Propanolol dan Atenolol)
a) Menurunkan daya pompa jantung
b) Tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap
gangguan pernapasan seperti asma bronkial
c) Pada penderita diabetes melitus dapat menutupi gejala
hipoglikemia
d) Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot
polos pembuluh darah
ACE Inhibitor (Captopril)
(1)Menghambat pembentukan zat angiotensin II
16
2. Klasifikasi
a. Berdasarkan waktu keluhan atau kejadian, nyeri dibagi menjadi :
1) Nyeri akut
Nyeri yang terjadi secara tiba-tiba dan terjadinya singkat. Nyeri akut
ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang
keduanya meningkatkan persepsi nyeri.
2) Nyeri kronis
Nyeri yang terjadi atau dialami sudah lama. Nyeri ini cenderung
hilang timbul dan biasanya tidak dapat disembuhkan. (Chayatin &
Mubarak, 2008, h. 209)
Tabel 2.3 Perbandingan Nyeri Akut dan Kronis
Karakteristik Nyeri akut Nyeri kronis
Tujuan Memperingatkan adanya Tidak ada
cedera atau masalah
Awitan Mendadak Terus menerus dan
intermitten
Intensitas Ringan sampai berat Ringan sampai berat
Durasi Durasi singkat (dari Durasi lama (6 bulan
beberapa detik, menit atau lebih)
sampai 6 bulan)
Respons 1. Konsisten dengan Tidak ada respons
autonom respons simpatis autonom
2. Frekuensi jantung
meningkat
3. Tekanan darah
meningkat
4. Tegangan otot
meningkat
5. Mulut kering
18
b. Berdasarkan lokasi
1) Somatik pain
Nyeri yang dirasakan hanya pada tempat terjadinya kerusakan atau
gangguan, bersifat tajam, mudah dilihat dan mudah ditangani, contoh
nyeri karena tertusuk.
2) Nyeri visceral
Nyeri yang terkait kerusakan organ dalam, contoh nyeri karena trauma
di hati atau paru-paru.
3) Nyeri reperred
Nyeri yang dirasakan jauh dari lokasi nyeri, contoh nyeri angina.
(Zakiyah, 2015, h. 19)
c. Berdasarkan etiologi nyeri
1) Nyeri fisiologi atau nyeri organik
Nyeri yang diakibatkan oleh kerusakan organ tubuh. Umumnya
mudah dikenali sebagai akibat adanya cedera, penyakit, atau
pembedahan salah satu atau beberapa organ.
2) Nyeri psikogenik
Penyebab nyeri sulit diidentifikasi karena nyeri ini disebabkan oleh
berbagai faktor psikologis seperti rasa cemas dan takut yang dirasakan
klien.
3) Nyeri neurogenik
Nyeri yang timbul akibat gangguan pada neuron, misalnya pada kasus
neuralgia. Nyeri ini dapat terjadi secara akut maupun kronis. (Zakiyah,
2015, h. 21)
19
4. Manajemen Nyeri
Menurut Zakiyah (2015, h. 71) manajemen nyeri dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu secara farmakologis dan non farmakologis :
a. Farmakologis
1) Analgesik non opioid
Termasuk aspirin, flurbiprofen, ibuprofen, ketorolac. Efek samping
yang paling umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung,
kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal, serta reaksi alergi di kulit.
Efek samping disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama
dan dosis besar.
2) Analgesik opioid
Termasuk alfentanil, buprenorphine, codeine, dextromethorphan dan
lain-lain. Efek samping dari obat ini adalah toleransi dan
ketergantungan, depresi, hipotensi dan lain-lain.
b. Nonfarmakologis
1) Pemberian kompres panas dan dingin
Kompres panas dan dingin dapat dijadikan salah satu strategi untuk
menurunkan nyeri. Area pemberian kompres panas dan dingin dapat
menimbulkan respons sistemik dan respons lokal. Stimulus ini
22
2. Klasifikasi
Menurut Suryati, dkk (2007, h. 45) nyeri kepala dibagi menjadi dua yaitu :
a. Nyeri kepala primer
Nyeri kepala primer dibagi menjadi tiga yaitu :
1) Nyeri kepala migren
Nyeri kepala migren adalah nyeri kepala berulang-ulang, berlangsung
lama (2-72 jam). Karakteristik berdenyut, lokasi pada salah satu sisi
kepala. Faktor pencetus terjadinya migren diantaranya kondisi lelah,
stress, emosional, masa haid, kurang tidur, merokok secara berlebihan,
minum alkohol, dan lain-lain.
2) Nyeri kepala klaster
Nyeri kepala klaster adalah nyeri kepala primer yang jarang dan
biasanya terjadi pada pria. Serangan ini berlangsung 15 menit sampai
5 jam dan terjadi beberapa kali selama 2-6 minggu. Gejalanya berupa
sakit yang luar biasa disekitar mata dan merambat ke daerah wajah
sampai kepala. Faktor pencetus terjadinya nyeri kepala klaster
diantaranya makanan dan minuman yang mengandung alkohol.
3) Nyeri kepala tension
Nyeri kepala tension adalah nyeri tegang otot, terjadi karena kontraksi
yang terus menerus pada otot-otot dan tengkuk. Karakteristik seperti
diikat tali yang melingkari kepala, kencang dan menekan. Disertai
dengan gejala kepala berat, mual, muntah, vertigo, lesu, sukar tidur,
sesak napas dan berdebar-debar.
26
4. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan
1) Teliti keluhan intensitas dan karakteristik nyeri, misalnya yang
menyebabkan nyeri, kualitas dan kuantitas nyeri, lokasi nyeri,
keparahan, dan waktu
2) Kontrol tekanan tanda-tanda vital
3) Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal, misalnya ekspresi
wajah gelisah, cemas, takut
4) Kontrol skala nyeri
5) Berikan kompres hangat dan masase daerah kepala / leher apabila
pasien dapat mentoleransi sentuhan
6) Ajarkan teknik relaksasi untuk mengontrol rasa nyeri
7) Kontrol keseimbangan cairan elektrolit mencakup pemberian nutrisi
dan perhitungan input dan output cairan yang adekuat, termasuk
dalam pengawasan BAK dan BAB
b. Penatalaksanaan medik
1) Menjaga kesimbangan cairan dan elektrolit
2) Memberikan obat analgetik nyeri :
a) Aspirin
b) Asetaminofen
c) Ibuprofen
3) Memberikan obat profilaksis, yang digunakan untuk mencegah sakit
kepala :
a) Tizanidine
b) Fluoxetine
c) Amitriptyline
d) Topiramate
28
2. Diagnosa Keperawatan
Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral (Nurarif & Kusuma, 2015, h. 105)
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa :
Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral
Tujuan :
Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat
Kriteria Hasil :
a. Mengatakan nyeri berkurang dengan menggunakan management nyeri
b. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)
c. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
33
4. Implementasi
Menurut Suarli & Bahtiar (2010, h. 107) implementasi adalah
pelaksanaan rencana tindakan yang telah ditentukan dengan maksud agar
kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal. Pengertian tersebut menekankan
bahwa implementasi adalah melakukan atau menyelesaikan suatu tindakan
yang sudah direncanakan pada tahapan sebelumnya.
Menurut Andarmoyo (2013, h. 115) terdapat berbagai tindakan yang
bisa dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri. Implementasi lebih ditujukan
pada :
a. Upaya perawatan dalam meningkatkan kenyamanan
b. Upaya pemberian informasi yang akurat
c. Upaya mempertahankan kesejahteraan
d. Upaya tindakan peredaan nyeri nonfarmakologis
e. Pemberian terapi nyeri farmakologis
5. Evaluasi
Menurut Andarmoyo (2013, h. 116) evaluasi keperawatan adalah
tahapan dari proses keperawatan untuk mengukur respons pasien terhadap
tindakan keperawatan dan kemajuan pasien ke arah pencapaian tujuan.
Evaluasi keperawatan terhadap pasien dengan masalah nyeri dilakukan
dengan menilai kemampuan dalam merespons rangsangan nyeri,
diantaranya :
a. Pasien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri
b. Mendapatkan pemahaman yang akurat mengenai nyeri
c. Mampu mempertahankan kesejahteraan dan meningkatkan kemampuan
fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki
d. Mampu menggunakan tindakan-tindakan untuk meredakan nyeri secara
nonfarmakologis
e. Mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri