Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis Hipertensi


1. Pengertian
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik > 90 mmHg. (Wijayaningsih, 2013, h. 109)
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan
angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian atau mortalitas. (Triyanto,
2014, h. 7)
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
darah secara abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan
tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor risiko yang tidak
berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah
secara normal. (Wijaya & Putri, 2013, h. 52)

2. Klasifikasi
a. Klasifikasi berdasarkan etiologi
Menurut Wijaya & Putri (2013, h. 52) hipertensi menurut sebabnya dapat
dibagi menjadi dua yaitu :
1) Hipertensi Esensial (Primer)
Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi, dimana sampai saat
ini tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang berpengaruh
dalam terjadinya hipertensi esensial, seperti : faktor genetik, stress dan
psikologis, serta faktor lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan
garam dan berkurangnya asupan kalium atau kalsium). Peningkatan
tekanan darah umumnya gejala baru terlihat setelah terjadi komplikasi
pada organ target seperti ginjal, mata, otak dan jantung.

6
7

2) Hipertensi Sekunder
Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat diketahui
dengan jelas sehingga lebih mudah untuk dikendalikan dengan obat-
obatan. Penyebab hipertensi sekunder diantaranya berupa kelainan
ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan endokrin lainnya seperti
obesitas, resistensi insulin, hipertiroidisme, dan pemakaian obat-
obatan seperti kontrasepsi oral dan kortikosteroid.
b. Klasifikasi berdasarkan derajat hipertensi
1) Berdasarkan JNC VII
Tabel 2.1
Derajat Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 < 80
Pre-hipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi derajat I 140 – 159 90 – 99
Hipertensi derajat II > 160 > 100
Sumber : Wijaya & Putri, 2013, h. 53

2) Tekanan darah pada orang dewasa


Tabel 2.2
Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah
Sistolik Diastolik
Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg
Normal tinggi 130 – 139 mmHg 90 – 99 mmHg
Stadium 1 140 – 159 mmHg 90 – 90 mmHg
(hipertensi ringan)
Stadium 2 160 – 179 mmHg 100 – 109 mmHg
(hipertensi sedang)
Stadium 3 180 – 209 mmHg 110 – 119 mmHg
(hipertensi berat)
Stadium 4 210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih
(hipertensi maligna)
Sumber : Triyanto, 2014, h. 8
8

3. Etiologi
Menurut Triyanto (2013, h. 9) kurang lebih 90% penderita hipertensi
tergolong hipertensi primer sedangkan 10% nya tergolong hipertensi
sekunder. Meskipun sampai saat ini masih belum dapat diketahui
penyebabnya, berikut ini ada beberapa faktor-faktor penyebab terjadinya
hipertensi primer :
a. Faktor stress
b. Lingkungan
c. Gaya hidup
Gaya hidup seseorang dapat menjadikan faktor resiko dalam timbulnya
hipertensi, beberapa hal diantaranya ialah :
1) Konsumsi lemak dan garam tinggi
2) Kegemukan dan makan secara berlebihan
3) Merokok
4) Minum-minuman yang mengandung alkohol
5) Stress emosional
Sedangkan menurut Muhammadun (2010, h. 37) beberapa penyebab
terjadinya hipertensi sekunder adalah :
a. Penyakit ginjal
1) Pielonefritis
2) Glomerulonefritis
3) Tumor-tumor ginjal
4) Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
5) Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
6) Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
b. Kelainan hormonal
1) Hiperaldosteronisme
2) Sindrom cushing
3) Feokromositoma
c. Obat-obatan
1) Pil KB
9

2) Kortikosteroid
3) Kokain
4) Penyalahgunaan alkohol
5) Kayu manis (dalam jumlah yang sangat besar)
d. Penyebab lainnya
1) Preeklamsi pada kehamilan
2) Porfiria intermiten akut
3) Keracunan timbal akut

4. Patofisiologi
Berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin merokok, stress, kurang
olahraga, genetik, alkohol, konsentrasi garam, obesitas dapat mempengaruhi
terjadinya hipertensi. (Nurarif & Kusuma, 2015, h. 106)
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah
perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan
ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan
tekanan perifer yang mengakibatkan tekanan darah menjadi meningkat
(hipertensi). (Wijaya & Putri, 2013, h. 55)
Tekanan darah yang terus meningkat akan mengakibatkan kerusakan
vaskuler dalam darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit.
Penyempitan ini akan mengakibatkan perubahan struktur pembuluh darah
dan biasanya hal ini dikarenakan adanya penebalan pada pembuluh darah
yang disebabkan adanya penumpukan lemak dan kolestrol pada dinding
pembuluh darah, penyempitan pembuluh darah ini mengakibatkan
vasokontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
10

vasokontriktor. Pada saat bersamaan dimana sistem simpatis merangsang


pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla
adrenal mensekresi epineprin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriktor pembuluh darah ini
akan mengakibatkan gangguan sirkulasi pada ginjal, otak, mata, dan
pembuluh darah. (Wijaya & Putri, 2013, h. 54)
Pada ginjal vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke
ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokontriktor kuat yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron
oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler sehingga
terjadi edema dan mengakibatkan kelebihan volume cairan. (Wijaya &
Putri, 2013, h. 54)
Gangguan sirkulasi pada retina mengakibatkan spasme anterior dan
menyebabkan risiko cidera. Gangguan sirkulasi pada pembuluh darah terjadi
pada pembuluh darah sistemik dan koroner. Pada pembuluh darah sistemik
mengakibatkan vasokontriksi sehingga afterload meningkat dan
menyebabkan penurunan curah jantung, selain itu afterload yang meningkat
menyebabkan fatigue sehingga terjadi intoleransi aktifitas. Pada pembuluh
darah koroner mengakibatkan iskemia miokard sehingga menimbulkan
nyeri. (Nurarif & Kusuma, 2015, h. 10)
11

5. Pathways Keperawatan Hipertensi


Faktor predisposisi : usia, jenis kelamin, merokok, stress, kurang
olahraga, genetik, alkohol, konsentrasi garam, obesitas

Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

Vasokontriksi

Gangguan sirkulasi

Ginjal Otak Retina Pembuluh darah

Vasokontriksi Resistensi Pemb. Spasme


pembuluh darah darah otak arteriol Sistemik Koroner
meningkat
Blood Flow Resiko Iskemia
darah menurun Nyeri Kepala Cedera miokard
Vasokontriksi
Respon RAA Nyeri
Suplai O2 ke Afterload
Merangsang otak berkurang meningkat
Aldosteron
Resiko
Retensi Na Fatigue
ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
Edema
Intoleransi
aktifitas
Kelebihan
Vol. Cairan

Sumber : Nurarif & Kusuma, 2015, h. 106 & Wijaya & Putri, 2013, h. 56
12

6. Manifestasi Klinis
Menurut Ardiansyah (2012, h. 67) pada sebagian besar penderita
hipertensi umumnya tidak menunjukkan gejala yang spesifik namun apabila
hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati maka akan timbul gejala
antara lain :
a. Nyeri kepala yang terkadang disertai mual dan muntah akibat
peningkatan tekanan darah
b. Penglihatan kabur karena kerusakan pada retina sebagai dampak dari
hipertensi
c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena terjadi kerusakan susunan
saraf pusat
d. Nokturia (sering berkemih dimalam hari) karena adanya peningkatan
aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
Terkadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran
dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut
ensefalopati hipertensif yang memerlukan penanganan segera.
Hipertensi diduga dapat berkembang menjadi masalah kesehatan yang
lebih serius dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Jadi, seringkali
hipertensi disebut sebagai silent killer karena dua hal tersebut, yaitu :
a. Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki
gejala yang khusus. Gejala ringan seperti pusing, gelisah, mimisan, dan
dapat diketahui dengan mengukur tekanan darah secara teratur.
b. Pada penderita hipertensi apabila tidak ditangani dengan baik, akan
mempunyai risiko besar untuk meninggal karena komplikasi
kardiovaskular seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung, dan gagal
ginjal.

7. Komplikasi
Menurut Wijaya & Putri (2013, h. 58) tekanan darah tinggi apabila
tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam jangka panjang akan
13

menyebabkan kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ yang mendapat


suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada
organ-organ sebagai berikut :
a. Jantung
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan
penyakit jantung koroner.
b. Otak
Komplikasi pada otak menimbulkan risiko stroke, apabila tidak diobati
maka risiko terkena stroke menjadi 7 kali lebih besar.
c. Ginjal
Tekanan darah tinggi dapat menyebab kerusakan sistem penyaringan
didalam ginjal akibatnya lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-
zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan
terjadi penumpukan didalam tubuh.
d. Mata
Komplikasi yang terjadi pada mata bagi orang yang terkena hipertensi
dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi dan dapat
menimbulkan kebutaan.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti
hipokoagulabilitas, anemia
b. BUN/Kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal
c. Glukosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin
d. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal
dan ada DM
e. CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral encelopati
f. EKG : untuk menunjukkan pola regangan, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit hipertensi jantung
14

g. IUP : mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti batu ginjal,


perbaikan ginjal
h. Photo dada : menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup,
pembesaran jantung (Wijayaningsih, 2013, h. 111)

9. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan hipertensi meliputi :
a. Keadaan umum
Mengkaji tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital. Kesadaran bisa
composmentis sampai mengalami penurunan kesadaran sensasi dan
tanda-tanda vital biasanya melebihi batas normal.
b. Sistem penginderaan (penglihatan)
Pada kasus hipertensi biasanya terlihat gangguan penglihatan seperti
penglihatan menurun, buta total, kehilangan daya lihat sebagian.
c. Sistem penciuman
Terkadang terdapat gangguan pada sistem penciuman, terdapat hambatan
jalan nafas.
d. Sistem pernafasan
Adanya batuk atau hambatan jalan nafas, suara terdengar ronki.
e. Sistem kardiovaskuler
Nadi, frekuensi dapat bervariasi, perubahan EKG, adanya penyakit
jantung miocard infark, penyakit jantung vaskuler.
f. Sistem pencernaan
Ketidakmampuan menelan, mengunyah, tidak mampu memenuhi
kebutuhan nutrisi sendiri.
g. Sistem muskuloskeletal
Kaji kekuatan dan gangguan tonus otot, pada klien dengan hipertensi
didapat pasien merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena
kelemahan kesemutan atau kebas.
h. Sistem integumen
Keadaan turgor kulit, ada tidaknya lesi ataupun oedema.
15

10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan hipertensi menurut Wijaya & Putri
(2013, h. 56) ada dua yaitu cara farmakologis dan nonfarmakologis :
a. Nonfarmakologis
1) Mempertahankan berat badan ideal
2) Kurangi asupan natrium (sodium)
3) Mengurangi konsumsi alkohol
4) Kurangi asupan lemak dengan perbanyak makan sayur-sayuran dan
buah-buahan
5) Berhenti merokok
6) Menghindari stress
7) Terapi masase (pijat)
8) Olahraga
b. Farmakologis
1) Diuretik (Hidroklorotiazid)
Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan ditubuh
berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih
ringan.
2) Penghambat Simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)
Menghambat aktivitas saraf simpatis.
3) Betabloker (Metoprolol, Propanolol dan Atenolol)
a) Menurunkan daya pompa jantung
b) Tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap
gangguan pernapasan seperti asma bronkial
c) Pada penderita diabetes melitus dapat menutupi gejala
hipoglikemia
d) Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot
polos pembuluh darah
ACE Inhibitor (Captopril)
(1)Menghambat pembentukan zat angiotensin II
16

(2)Efek samping : batuk kering, pusing, sakit kepala, lemas


e) Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)
Menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptor
sehingga memperingan daya pompa jantung
f) Antagonis Kalsium (Diltiasem dan Verapamil)
Menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas)
17

B. Konsep Keperawatan Nyeri


1. Pengertian
Menurut Alimul H (2009, h. 214) Nyeri adalah perasaan yang tidak
nyaman yang sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap
orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang
dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.

2. Klasifikasi
a. Berdasarkan waktu keluhan atau kejadian, nyeri dibagi menjadi :
1) Nyeri akut
Nyeri yang terjadi secara tiba-tiba dan terjadinya singkat. Nyeri akut
ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang
keduanya meningkatkan persepsi nyeri.
2) Nyeri kronis
Nyeri yang terjadi atau dialami sudah lama. Nyeri ini cenderung
hilang timbul dan biasanya tidak dapat disembuhkan. (Chayatin &
Mubarak, 2008, h. 209)
Tabel 2.3 Perbandingan Nyeri Akut dan Kronis
Karakteristik Nyeri akut Nyeri kronis
Tujuan Memperingatkan adanya Tidak ada
cedera atau masalah
Awitan Mendadak Terus menerus dan
intermitten
Intensitas Ringan sampai berat Ringan sampai berat
Durasi Durasi singkat (dari Durasi lama (6 bulan
beberapa detik, menit atau lebih)
sampai 6 bulan)
Respons 1. Konsisten dengan Tidak ada respons
autonom respons simpatis autonom
2. Frekuensi jantung
meningkat
3. Tekanan darah
meningkat
4. Tegangan otot
meningkat
5. Mulut kering
18

Komponen Ansietas 1. Depresi


psikologis 2. Mudah marah
3. Menarik diri, isolasi
Respons 1. Tidur terganggu
lainnya 2. Libido menerus
3. Nafsu makan
menurun
Sumber : Zakiyah, 2015, h. 19

b. Berdasarkan lokasi
1) Somatik pain
Nyeri yang dirasakan hanya pada tempat terjadinya kerusakan atau
gangguan, bersifat tajam, mudah dilihat dan mudah ditangani, contoh
nyeri karena tertusuk.
2) Nyeri visceral
Nyeri yang terkait kerusakan organ dalam, contoh nyeri karena trauma
di hati atau paru-paru.
3) Nyeri reperred
Nyeri yang dirasakan jauh dari lokasi nyeri, contoh nyeri angina.
(Zakiyah, 2015, h. 19)
c. Berdasarkan etiologi nyeri
1) Nyeri fisiologi atau nyeri organik
Nyeri yang diakibatkan oleh kerusakan organ tubuh. Umumnya
mudah dikenali sebagai akibat adanya cedera, penyakit, atau
pembedahan salah satu atau beberapa organ.
2) Nyeri psikogenik
Penyebab nyeri sulit diidentifikasi karena nyeri ini disebabkan oleh
berbagai faktor psikologis seperti rasa cemas dan takut yang dirasakan
klien.
3) Nyeri neurogenik
Nyeri yang timbul akibat gangguan pada neuron, misalnya pada kasus
neuralgia. Nyeri ini dapat terjadi secara akut maupun kronis. (Zakiyah,
2015, h. 21)
19

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri


Menurut Zakiyah (2015, h. 22) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
nyeri yaitu :
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi nyeri
1) Usia
Usia mempengaruhi persepsi dan ekspresi seseorang terhadap nyeri.
Misalnya pada orang dewasa dan anak sangat mempengaruhi
bagaimana reaksi terhadap nyeri. Anak kecil mempunyai kesulitan
dalam menginterprestasikan nyeri dan kesulitan mengungkapkan
secara verbal dan mengekspresikan nyeri.
2) Jenis kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda dalam berespons terhadap
nyeri, akan tetapi beberapa kebudayaan mempengaruhi pria dan
wanita dalam mengekspresikan nyeri. Misalnya seorang pria tidak
boleh menangis dan harus berani sedangkan wanita lebih cenderung
suka menangis dalam situasi yang sama.
3) Kebudayaan
Nyeri sering kali dikaitkan sebagai suatu hukuman, pengaruh
kebudayaan dapat menimbulkan anggapan pada seseorang bahwa
memperlihatkan kesakitan berarti memperlihatkan kelemahan
pribadinya. Maka penyakit merupakan cara untuk menebus kesalahan
atau dosa-dosa yang sudah diperbuat.
4) Perhatian
Pengalihan perhatian dilakukan dengan cara memfokuskan perhatian
dan konsentrasi pasien pada stimulus yang lain sehingga sensasi nyeri
yang dialami pasien dapat menurun.
5) Ansietas
Nyeri dapat menyebabkan timbulnya ansietas bagi pasien yang
mengalami nyeri. Mengendalikan emosi seseorang khususnya ansietas
dapat memproses reaksi emosi terhadap nyeri, nyeri yang tidak
20

kunjung sembuh dapat mengakibatkan psikosis dan gangguan


kepribadian.
6) Mekanisme koping
Gaya koping dapat mempengaruhi pasien dalam mengatasi nyeri.
Pasien yang mempunyai lokus kendali internal mempersepsikan diri
pasien dapat mengendalikan lingkungan serta hasil akhir suatu
peristiwa seperti nyeri. Sebaliknya pasien yang mempunyai lokus
kendali eksternal, pasien dapat mempersepsikan faktor-faktor lain
didalam lingkungan seperti perawat sebagai pasien yang dapat
bertanggung jawab terhadap hasil akhirnya.
7) Keletihan
Rasa kletihan menyebabkan peningkatan sensasi nyeri dan dapat
menurunkan koping untuk mengatasi nyeri.
8) Pengalaman sebelumnya
Pasien yang tidak pernah merasakan nyeri maka dapat mengganggu
mekanisme koping terhadap nyeri. Apabila pasien sejak lama
mengalami serangkaian nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita
nyeri yang berat maka ansietas atau rasa takut akan muncul.
Sebaliknya apabila pasien mengalami nyeri dengan jenis yang sama
dan pasien berhasil menghilangkannya, maka akan lebih mudah bagi
pasien untuk menginterprestasikan sensasi nyeri dan akan lebih siap
untuk melakukan tindakan untuk mengatasi nyeri.
9) Dukungan keluarga dan sosial
Pasien yang mengalami nyeri seringkali bergantung pada anggota
keluarga atau teman dekat untuk mendapatkan dukungan, bantuan,
atau perlindungan. Dengan kehadiran orang terdekat dapat
meminimalkan rasa kesepian dan ketakutan. (Zakiyah, 2015, h. 24)
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi toleransi nyeri
1) Faktor-faktor yang dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri :
a) Obat-obatan
b) Hipnotis
21

c) Gesekan atau garukan


d) Panas
e) Distraksi
2) Faktor-faktor yang dapat menurunkan toleransi terhadap nyeri :
a) Sakit atau penderitaan
b) Rasa bosan dan depresi
c) Marah
d) Kelelahan
e) Ansietas
f) Nyeri kronis (Zakiyah, 2015, h. 26)

4. Manajemen Nyeri
Menurut Zakiyah (2015, h. 71) manajemen nyeri dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu secara farmakologis dan non farmakologis :
a. Farmakologis
1) Analgesik non opioid
Termasuk aspirin, flurbiprofen, ibuprofen, ketorolac. Efek samping
yang paling umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung,
kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal, serta reaksi alergi di kulit.
Efek samping disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama
dan dosis besar.
2) Analgesik opioid
Termasuk alfentanil, buprenorphine, codeine, dextromethorphan dan
lain-lain. Efek samping dari obat ini adalah toleransi dan
ketergantungan, depresi, hipotensi dan lain-lain.
b. Nonfarmakologis
1) Pemberian kompres panas dan dingin
Kompres panas dan dingin dapat dijadikan salah satu strategi untuk
menurunkan nyeri. Area pemberian kompres panas dan dingin dapat
menimbulkan respons sistemik dan respons lokal. Stimulus ini
22

mengirimkan impuls-impuls dari perifer ke hipotalamus yang


kemudian sensasi temperatur tubuh menjadi normal.
2) Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)
TENS adalah alat yang digunakan untuk menurunkan nyeri dengan
menggunakan gelombang bifasik melalui elektroda pada kulit.
Frekuensi 2Hz-300Hz frekuensi rendah untuk nyeri kronis dan
frekuensi sedikit lebih tinggi 80Hz-120Hz untuk nyeri akut. Elektroda
dipasang dengan memberikan gel dan menancapkan pada kulit, posisi
elektroda diletakkan diatas atau dibawah tempat yang terasa nyeri.
Pemasangan elektroda tidak membutuhkan anestesi karena tidak akan
mempengaruhi saraf sensorik.
Indikasi penggunaan TENS yaitu :
a) Sakit parah lama dalam berbagai kondisi
b) Neuralgia pasca herpes
c) Kausalgia, nyeri pantom
d) Trigeminal neuralgia
e) Nyeri kronis
f) Selama persalinan
Kontraindikasi penggunaam TENS yaitu :
a) Pasien dengan aritma jantung dan pasien yang menggunakan alat
pacu jantung
b) Pasien dengan kondisi jantung yang serius atau tidak stabil
c) Pasien dengan epilepsi
d) Pasien terpasang elektroda yang ditempatkan di dada, kedua lengan
secara bersamaan dan leher di wilayah arteri karotid
e) Pasien yang mempunyai kulit yang meradang atau terinfeksi
f) Kehamilan
3) Massase
Massase adalah melakukan tekanan dengan menggunakan tangan pada
jaringan lunak, biasanya otot, tendon, atau ligamentum tanpa
menyebabkan gerakan atau perubahan posisi sendi yang ditujukan
23

untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi atau memperbaiki


sirkulasi.
4) Distraksi
Distraksi adalah strategi pengalihan nyeri yang memfokuskan
perhatian pasien ke stimulus yang lain terhadap rasa nyeri.
Ada beberapa jenis-jenis distraksi yaitu :
a) Distraksi visual
Dapat dilakukan dengan cara menonton televisi, membaca koran,
dan melihat pemandangan atau gambar.
b) Distraksi pendengaran
Dapat dilakukan dengan cara mendengarkan musik yang disukai.
Pasien dianjurkan memilih musik yang disukai dan musik tenang
seperti musik klasik.
c) Distraksi pernapasan
Pasien dianjurkan untuk fokus memandang pada satu objek atau
memejamkan mata dan melakukan inhalasi perlahan melalui
hidung dengan hitungan satu sampai empat dan kemudian
menghembuskan napas melalui mulut secara perlahan.
d) Distraksi intelektual
Pasien dapat mengisi teka-teki silang, bermain kartu atau
melakukan kegemaran lainnya.
5) Relaksasi
Relaksasi merupakan metode efektif terutama pada pasien yang
mengalami nyeri kronis. Latihan pernapasan dan teknik relaksasi
menyarankan konsumsi oksigen, frekuensi pernapasan, frekuensi
jantung, dan ketegangan otot yang menghentikan siklus nyeri,
ansietas, ketegangan otot.
Relaksasi memberikan efek positif untuk pasien yang mengalami
nyeri yaitu :
a) Memperbaiki kualitas tidur
b) Mengurangi keletihan
24

c) Meningkatkan kepercayaan dan perasaan dapat mengontrol diri


dalam mengatasi nyeri
d) Pengalihan rasa nyeri atau distraksi
e) Meningkatkan keefektifan teknik-teknik pengurangan nyeri yang
lain
f) Memperbaiki kemampuan menoleransi nyeri
g) Menurunkan distres atau ketakutan terhadap nyeri
25

C. Konsep Dasar Nyeri Kepala


1. Pengertian
Nyeri kepala adalah perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak nyaman
yang menyerang daerah tengkorak (kepala) mulai dari kening ke arah atas
dan ke belakang.

2. Klasifikasi
Menurut Suryati, dkk (2007, h. 45) nyeri kepala dibagi menjadi dua yaitu :
a. Nyeri kepala primer
Nyeri kepala primer dibagi menjadi tiga yaitu :
1) Nyeri kepala migren
Nyeri kepala migren adalah nyeri kepala berulang-ulang, berlangsung
lama (2-72 jam). Karakteristik berdenyut, lokasi pada salah satu sisi
kepala. Faktor pencetus terjadinya migren diantaranya kondisi lelah,
stress, emosional, masa haid, kurang tidur, merokok secara berlebihan,
minum alkohol, dan lain-lain.
2) Nyeri kepala klaster
Nyeri kepala klaster adalah nyeri kepala primer yang jarang dan
biasanya terjadi pada pria. Serangan ini berlangsung 15 menit sampai
5 jam dan terjadi beberapa kali selama 2-6 minggu. Gejalanya berupa
sakit yang luar biasa disekitar mata dan merambat ke daerah wajah
sampai kepala. Faktor pencetus terjadinya nyeri kepala klaster
diantaranya makanan dan minuman yang mengandung alkohol.
3) Nyeri kepala tension
Nyeri kepala tension adalah nyeri tegang otot, terjadi karena kontraksi
yang terus menerus pada otot-otot dan tengkuk. Karakteristik seperti
diikat tali yang melingkari kepala, kencang dan menekan. Disertai
dengan gejala kepala berat, mual, muntah, vertigo, lesu, sukar tidur,
sesak napas dan berdebar-debar.
26

b. Nyeri kepala sekunder


Nyeri kepala yang terjadi adanya penyakit lain misalya hipertensi,
trauma, tumor, stroke, infeksi otak, dan lain-lain.

3. Cara Mengukur Intensitas Nyeri


a. Menurut Hayward dalam Chayatin & Mubarak (2008, h. 212)
Mengembangkan sebuah alat ukur nyeri (painometer) dengan skala
longitudinal yang pada salah satu ujungnya tercantum nilai 0 (untuk
keadaan tanpa nyeri) dan ujung lainnya nilai 10 (untuk kondisi nyeri
paling hebat).
Tabel 2.4 Skala nyeri menurut Hayward
Skala Keterangan
0 Tidak nyeri
1-3 Nyeri ringan
4-6 Nyeri sedang
7-9 Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan
aktivitas yang biasa dilakukan
10 Sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol
Sumber Chayatin & Mubarak (2008, h. 212)

b. Penilaian nyeri berdasarkan PQRST


P Provoking atau pemicu faktor yang memicu timbulnya nyeri
Q Quality atau kualitas nyeri (misalnya : tertusuk, diiris-iris, tertekan
/ tertimpa benda berat, dan lain-lain)
R Region atau lokasi dimana keluhan nyeri tersebut dirasakan /
ditemukan
S Skala Severity atau keganasan intensitasnya
T Time atau waktu lamanya serangan atau frekuensi nyeri (Chayatin
& Mubarak, 2008, h. 214)
27

4. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan
1) Teliti keluhan intensitas dan karakteristik nyeri, misalnya yang
menyebabkan nyeri, kualitas dan kuantitas nyeri, lokasi nyeri,
keparahan, dan waktu
2) Kontrol tekanan tanda-tanda vital
3) Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal, misalnya ekspresi
wajah gelisah, cemas, takut
4) Kontrol skala nyeri
5) Berikan kompres hangat dan masase daerah kepala / leher apabila
pasien dapat mentoleransi sentuhan
6) Ajarkan teknik relaksasi untuk mengontrol rasa nyeri
7) Kontrol keseimbangan cairan elektrolit mencakup pemberian nutrisi
dan perhitungan input dan output cairan yang adekuat, termasuk
dalam pengawasan BAK dan BAB
b. Penatalaksanaan medik
1) Menjaga kesimbangan cairan dan elektrolit
2) Memberikan obat analgetik nyeri :
a) Aspirin
b) Asetaminofen
c) Ibuprofen
3) Memberikan obat profilaksis, yang digunakan untuk mencegah sakit
kepala :
a) Tizanidine
b) Fluoxetine
c) Amitriptyline
d) Topiramate
28

D. Konsep Asuhan Keperawatan Nyeri Kepala


1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Wijaya & Putri (2013, h. 58) pengkajian nyeri kepala yang
penting adalah upaya penatalaksanaan yang efektif. Nyeri merupakan
pengalaman subjektif dan dirasakan secara berbeda pada masing-masing
individu, maka perlu mengkaji semua faktor yang mempengaruhi nyeri.
Diantaranya sebagai berikut :
a. Data biografi
1) Identitas pasien yaitu nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku
atau bangsa, pekerjaan, pendidikan, status, tanggal masuk rumah sakit,
tanggal pengkajian
2) Keluarga terdekat yang dapat dihubungi yaitu nama, umur, agama,
jenis kelamin, alamat, suku atau bangsa, pekerjaan, status, hubungan
dengan pasien
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Pengkajian keluhan utama pada nyeri meliputi alasan pasien
yang menyebabkan terjadinya keluhan / gangguan nyeri. Tujuan
pengkajian nyeri adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif
mengenai nyeri yang dialami pasien dilakukan dengan PQRST.
P : Provokasi (Penyebab)
Q : Quality (Kualitas)
R : Region (Lokasi)
S : Severity (Keparahan)
T : Timing (Waktu)
Provokasi atau penyebab yaitu apa kira-kira penyebab
timbulnya rasa nyeri ? apakah karena terkena ruda paksa / benturan ?
akibat penyayatan ? dan lain-lain.
Quality atau kualitas yaitu seberapa berat keluhan nyeri terasa ?
bagaimana rasanya ? seberapa sering terjadinya ? misalnya seperti
tertusuk, tertekan / tertimpa benda berat, diiris-iris, dan lain-lain.
29

Region atau lokasi yaitu lokasi dimana keluhan nyeri tersebut


dirasakan / ditemukan ? apakah juga menyebar ke daerah lain / area
penyebarannya ?
Severity atau keparahan yaitu skala kegawatan dapat dilihat
menggunakan GCS untuk gangguan kesadaran, skala nyeri / ukuran
lain yang berkaitan dengan keluhan.
Timing atau waktu yaitu kapan keluhan nyeri tersebut mulai
ditemukan / dirasakan ? seberapa sering keluhan nyeri tersebut
dirasakan / terjadi ? apakah terjadi secara mendadak atau bertahap ?
akut / kronis ?
2) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pada saat dilakukan pengkajian pasien masih
mengeluh kepala terasa sakit dan berat, penglihatan berkunang-
kunang, dan tidak bisa tidur.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya penyakit hipertensi ini adalah penyakit yang menahun
yang sudah lama dialami oleh pasien, dan biasanya mengkonsumsi
obat rutin. Perawat berfokus pada keterangan seperti penatalaksanaan
nyeri, efektifitasnya dimasa lalu, kapan dan analgesik apa yang
sekarang diminum.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya penyakit hipertensi ini adalah penyakit keturunan. Dan
dilihat dari gejala nyeri dalam hal skala atau tingkatannya pada setiap
orang itu berbeda-berbeda.
c. Pola fungsi kesehatan
1) Pola manajemen kesehatan / persepsi kesehatan
Pada pengumpulan data tentang manajemen dan persepsi
kesehatan yang perlu ditanyakan pada pasien antara lain persepsi
terhadap penyakit atau sakit, persepsi terhadap arti kesehatan, persepsi
terhadap penatalaksanaan kesehatan.
30

Pasien yang mengalami nyeri sudah lama maka biasanya sudah


terbiasa dan sudah tahu bagaimana cara menangani atau mengurangi
rasa nyerinya itu. Mungkin dengan cara mengkonsumsi obat analgesik
atau bisa juga dilakukan dengan teknik kompres panas / dingin, teknik
relaksasi dan teknik distraksi.
2) Pola aktivitas dan latihan
Pada saat melakukan pengumpulan data yang perlu ditanyakan
adalah kemampuan dalam menata diri apabila tingkat kemampuannya
0 berarti mandiri, 1 = menggunakan alat bantu, 2 = dibantu orang lain,
3 = dibantu orang dan peralatan, 4 = ketergantungan / tidak mampu.
Yang dimaksud aktivitas sehari-hari antara lain seperti makan, mandi
berpakaian, toileting, berpindah, berjalan.
3) Pola istirahat tidur
Pengkajian pola istirahat tidur ini ditanyakan adalah jumlah jam
tidur pada malam hari, pagi, siang, merasa tenang setelah tidur,
masalah selama tidur, adanya terbangun dini, insomnia atau mimpi
buruk.
Pada pasien yang mengalami nyeri pola istirahat tidur akan
terganggu karena adanya nyeri yang dirasakan sehingga menyebabkan
kecemasan pada pasien.
4) Pola nutrisi dan metabolik
Pada pola nutrisi dan metabolik yang ditanyakan adalah diet
khusus / obat yang dikonsumsi, instruksi diet sebelumnya, nafsu
makan atau minum serta cairan yang masuk, ada tidaknya mual-mual,
muntah, dan alergi makanan atau obat-obatan.
Pada pasien yang mengalami nyeri akan mengalami penurunan
nafsu makan. Makanan yang disajikan di rumah dan di rumah sakit
akan berbeda karena di rumah sakit makanan pasien sudah
disesuaikan dengan diit pasien yang telah ditentukan.
31

5) Pola kognitif dan perseptual


Pada pola ini yang ditanyakan adalah keadaan mental,
berorientasi, menyerang, tidak adanya respons pasien, cara bicara
normal atau tidak, bicara berputar-putar, kemampuan komunikasi,
kemampuan mengerti, gangguan pendengaran, penglihatan, adanya
persepsi sensorik (nyeri), penciuman dan lain-lain.
Pada pasien yang mengalami nyeri akan susah diajak
berkomunikasi dan tidak gampang merespons karena pasien itu
sedang menahan nyeri yang sedang dialami dengan cara
mengekspresikan rasa nyerinya.
6) Pola konsep diri
Pada pola ini yang ditanyakan adalah persepsi tentang dirinya
dari masalah-masalah yang ada seperti perasaan kecemasan, ketakutan
atau penilaian terhadap diri mulai dari peran. Ideal diri, konsep diri,
gambaran diri dan identitas tentang dirinya.
7) Pola toleransi stress / koping
Pada pola ini yang ditanyakan adanya mekanisme koping yang
digunakan pada saat terjadinya masalah atau kebisaan menggunakan
mekanisme koping serta tingkat toleransi stress yang pernah
dimilikinya.
8) Pola reproduksi / seksualitas
Pada pola reproduksi / seksualitas ini dapat ditanyakan periode
mentruasi terakhir (PMT), masalah menstruasi, dan masalah seksual
yang berhubungan dengan penyakit.
9) Pola hubungan peran
Pada pola hubungan peran yang perlu ditanyakan adalah
pekerjaan, status pekerjaan, kemampuan bekerja, hubungan dengan
keluarga, teman, dan masyarakat sekitar.
32

10) Pola nilai dan keyakinan


Pada pola nilai dan keyakinan yang perlu ditanyakan adalah
pantangan dalam agama selama sakit serta kebutuhan adanya
rohaniawan dan lain-lain
d. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital : tekanan darah, pernafasan
2) Perilaku mobilisasi (bagian tubuh yang mengalami nyeri akan
digerakkan tubuh tanpa tujuan yang jelas), contohnya : menendang-
nendang, membolak-balikan tubuh diatas kasur
3) Expresi wajah
Contohnya : menutup mata rapat-rapat, membuka mata lebar-lebar,
menggigit bibir bawah
4) Vokalisasi
Contohnya : serangan, menangis, berteriak (Chayatin & Mubarak,
2008, h. 215)

2. Diagnosa Keperawatan
Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral (Nurarif & Kusuma, 2015, h. 105)

3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa :
Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral
Tujuan :
Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat
Kriteria Hasil :
a. Mengatakan nyeri berkurang dengan menggunakan management nyeri
b. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)
c. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
33

d. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)


Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital
Rasional : untuk mengetahui kondisi pasien
b. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Rasional : untuk mengetahui nyeri yang dialami pasien agar intervensi
yang nantinya akan dilakukan tepat
c. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu,
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Rasional : Kontrol lingkungan yang baik dapat meningkatkan
kenyamanan sehingga diharapkan nyeri dapat berkurang
d. Pertahankan tirah baring selama fase akut
Rasional : meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi
e. Beri tindakan non farmakologis untuk menghilangkan nyeri (sakit
kepala), misalnya kompres panas / dingin, pijat punggung dan leher serta
teknik relaksasi
Rasional : akan menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan
menghambat / memblok respon simpa tik, efektif dalam menghilangkan
nyeri (sakit kepala) dan komplikasinya
f. Hilangkan / minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkat
nyeri (sakit kepala) seperti mengejan saat BAB, batuk panjang, dan
membungkuk
Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan nyeri
(sakit kepala) pada adanya peningkatan tekanan vaskuler serebral
g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik
Rasional : analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan saraf simpatis
34

4. Implementasi
Menurut Suarli & Bahtiar (2010, h. 107) implementasi adalah
pelaksanaan rencana tindakan yang telah ditentukan dengan maksud agar
kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal. Pengertian tersebut menekankan
bahwa implementasi adalah melakukan atau menyelesaikan suatu tindakan
yang sudah direncanakan pada tahapan sebelumnya.
Menurut Andarmoyo (2013, h. 115) terdapat berbagai tindakan yang
bisa dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri. Implementasi lebih ditujukan
pada :
a. Upaya perawatan dalam meningkatkan kenyamanan
b. Upaya pemberian informasi yang akurat
c. Upaya mempertahankan kesejahteraan
d. Upaya tindakan peredaan nyeri nonfarmakologis
e. Pemberian terapi nyeri farmakologis

5. Evaluasi
Menurut Andarmoyo (2013, h. 116) evaluasi keperawatan adalah
tahapan dari proses keperawatan untuk mengukur respons pasien terhadap
tindakan keperawatan dan kemajuan pasien ke arah pencapaian tujuan.
Evaluasi keperawatan terhadap pasien dengan masalah nyeri dilakukan
dengan menilai kemampuan dalam merespons rangsangan nyeri,
diantaranya :
a. Pasien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri
b. Mendapatkan pemahaman yang akurat mengenai nyeri
c. Mampu mempertahankan kesejahteraan dan meningkatkan kemampuan
fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki
d. Mampu menggunakan tindakan-tindakan untuk meredakan nyeri secara
nonfarmakologis
e. Mampu menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri

Anda mungkin juga menyukai