Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KEPERAWATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

“IDENTIFIKASI PASIEN DAN KOMUNIKASI EFEKTIF”

Fasilitator : Iqlima Dwi Kurnia, S.Kep., Ns., M.Kep


Disusun oleh: Kelompok 3 (Kelas AJ-1 B-21)

1.Oky Ayu W (131811123011)


2.Ainun Mulia (131811123026)
3.Mabda Novalia (131811123057)
4.Arifatul Mahmudah (131811123065)
5.Aulia Alfafa (131811123068)
6.Farih Aminudin (131811123075)
7.Ilham ‘Ainunnajib (131811123076)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok makalah Small Group Discussion (SGD)
yang berjudul “Identifikasi Pasien dan Komunikasi Efektif”, sebagai tugas mata ajar
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan baik.
Dalam penulisan makalah ini, meskipun ada hambatan yang penulis alami dalam proses
pengerjaannya, tapi penulis berhasil mengerjakan dengan tepat waktu. Namun penulis
menyadari bahwa selesainya proses mengerjakan makalah ini tidak lain berkat bantuan dosen
dan teman-teman semua.
Makalah ini dibuat supaya pembaca dapat memperluas wawasan ilmu mengenai
Identifikasi Pasien dan Komunikasi Efektif yang kami susun berdasarkan sumber informasi
yang ada.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penyusun berharap adanya kritik dan saran yang dapat
membangun agar dalam penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik lagi. Penyusun
juga berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami secara pribadi dan bagi yang
membutuhkannya.

Surabaya, 15 Oktober 2018

(Penyusun)

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i


DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................... 1
1.3 Tujuan.............................................................................................................. 2
1.4 Manfaat............................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1 Pengertian Keselamatan Pasien ..................................................................... 3
2.2 Tujuan Keselamatan Pasien............................................................................. 3
2.3 Identifikasi Pasien........................................................................................... 3
2.4 Komunikasi Efektif......................................................................................... 5
2.5 Kesalahan Yang Sering Terjadi Dalam Identifikasi Pasien............................. 7
2.6 Prosedur Identifikasi Pasien ............................................................................ 8
2.7 Standar Penilaian Identifikasi Pasien.............................................................. 11
2.8 Area yang Wajib Melakukan Identifikasi Pasien............................................. 13
2.9 Hand Off Communications.............................................................................. 13
2.10 Identifikasi Masalah Komunikasi yang Menyebabkan Error........................ 19
2.11 Sistem Rujukan Layanan Kesehatan Perorangan.......................................... 21

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ................................................................................................... . 13
3.2 Saran .............................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... . 14

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Rumah sakit yang baik hendaknya menerapkan prinsip keselamatan pasien untuk
mengidentifikasi dan mengendalikan seluruh risiko strategis dan operasional penting yang
ada dalam rumah sakit. Rumah sakit perlu menjamin berjalannya sistim untuk
mengendalikan dan mengurangi risiko. Manajemen risiko berhubungan erat dengan
pelaksanaan keselamatan pasien rumah sakit dan berdampak kepada pencapaian sasaran mutu
rumah sakit. Yang mana apabila sasaran mutu dapat tercapai sekaligus dapat meningkatkan
kualitas dari pelayanan rumah sakit.
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
menerapkan kondisi dimana pasien lebih aman yang mana dapat dilakukan melalui beberapa
tindakan diantaranya meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Kemenkes RI, 2011).

Insiden keselamatan pasien merupakan setiap kejadian yang tidak disengaja dan
kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cidera yang dapat dicegah pada
pasien yang terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cidera (KNC),
Kejadian Tidak Cidera (KTC), Kejadian Potensial Cidera (KPC) (Kepmenkes RI, 2011).
KTD atau Kejadian Tidak Diharapkan sangat rentan terjadi di rumah sakit. Menurut
penelitian perbandingan kecelakaan yang terjadi di rumah sakit adalah 1:300.(WHO, 2009).
Laporan Institute of Medicine (IOM) tahun 2000 menyebutkan data KTD di rumah sakit Utah
dan Colorado sebesar 2,9%, dimana 6,6% diantaranya dinyatakan meninggal, dan untuk
angka KTD di New York ditemukan sebesar 3,7% dengan angka kematian 13,6% (DepKes
RI, 2006).

Penyebab terjadinya KTD yang dikemukakan Reason (2005) dapat dilakukan melalui
dua pendekatan yaitu pendekatan dari faktor manusia (human factor approach) dan
pendekatan sistem (system factor approach).Dari faktor manusia medical error biasanya

4
dipengaruhi oleh keadaan psikologis petugas medis, sedangkan tingkat sistem biasanya
disebabkan oleh lingkungan kerja dan fasilitas yang buruk.

Tujuan dari pelaksanaan keselamatan pasien di rumah sakit adalah untuk melindungi
pasien dari kejadian yang tidak diharapkan yang berasal dari proses pelayanan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan melalui program-program yang telah ditetapkan oleh rumah
sakit (DepKes RI, 2006).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian dari keselamatan pasien dan Adverst event (KTD)?
2. Apakah tujuan keselamatan pasien?
3. Apakah yang dimaksud identifikasi pasien?
4. Apa yang dimaksud komunikasi efektif?
5. Bagaimana kesalahan yang sering terjadi dalam identifikasi pasien?
6. Bagaimana prosedur identifikasi pasien?
7. Bagaimana standar penilaian identifikasi pasien?
8. Apa saja area yang wajib melakukan identifikasi pasien?
9. Bagaimana Hand Off communications?
10.Bagaimana identifikasi masalah komunikasi yang menyebabkan error?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari keselamatan pasien dan Adverst event (KTD)
2. Mengetahui tujuan keselamatan pasien
3. Mengetahui tentang identifikasi pasien
4. Mengetahui tentang komunikasi efektif
5. Mengetahui kesalahan yang sering terjadi dalam identifikasi pasien
6. Mengetahui prosedur identifikasi pasien
7. Mengetahui standar penilaian identifikasi pasien
8. Mengetahui apa saja area yang wajib melakukan identifikasi pasien
9. Mengetahui Hand Off communications
10. Mengetahui identifikasi masalah komunikasi yang menyebabkan error
1.4 Manfaat
5
1. Dapat mempelajari K3 dengan fokus identifikasi secara benar
2. Dapat meningkatkan rasa kepekaan terhadap K3
3. Dapat menambah pengetahuan mengenai K3 dalam identifikasi pasien

6
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Keselamatan Pasien dan Adverse Event


Keselamatan pasien menurut KKP-RS adalah suatu sistem yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (Yahya,2006). Keselamatan pasien menurut Sunaryo (2009) adalah
ada tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan.Keselamatan pasien
perlu dikembangkan menjadi suatu budaya kerja dalam rumah sakit bukan hanya suatu
ketentuan atau aturan. Nursalam berpendapat bahwa keselamatan pasien (patient safety)
merupakan suatu variabel untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan
keperawatan yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan (Triwibowo, 2013).
Adverse Event atau KTD adalah suatu peristiwa yang menyebabkan, atau memiliki
potensi yang dapat menyebabkan, atau menyebabkan hal yang terduga atau tidak
diinginkan sehingga membahayakan keselamatan pengguna alat kesehatan (termasuk
pasien) atau orang lain (Reporting Adverse Incidents and Disseminating Medical Device
Alerts, MHRA). Sedangkan London Health Science Health berpendapat adverse event
adalah kejadian tak terduga atau tidak diinginkan sebagai akibat negatif dari manajemen
di bidang kesehatan, tidak terkait dengan perkembangan alamiah penyakit atau
komplikasi penyakit yang mungkin terjadi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien Pasal 14 Ayat 5,
KTD merupakan insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien.

2.2 Tujuan Keselamatan Pasien


Tujuan keselamatan pasien di rumah sakit adalah (Depkes RI, 2008) :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya KTD di rumah sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi penggulangan
KTD

2.3 Identifikasi Pasien


Menurut Suharsono dalam Fendhi (2012) identifikasi adalah proses pengenalan,
menempatkan obyek atau individu dalam suatu kelas sesuai dengan karakteristik
7
tertentu. Poerwadarminta (2007) berpendapat bahwa identifikasi adalah penentuan atau
penetapan identitas seseorang atau benda. Identifikasi merupakan penerapan atau
penentu ciri-ciri atau keterangan lengkap seseorang (Hamzah, 2008). Menurut
Sudarsono (1999) identifikasi memiliki tiga arti, yaitu : bukti diri 1). penentuan atau
penerapan seseorang, benda, dan sebagainya, 2). Proses secara kejiwaan yang terjadi
pada seseorang karena secara tidak sadar membayangkan dirinya seperti orang lain
yang dikaguminya, 3). Penentu seseorang berdasarkan bukti-bukti sebagai petunjuknya.
Menurut Hardawinati (2003) identifikasi adalah 1).Tanda kenal diri, 2).Penentu
atau penetapan identitas seseorang, 3).Pengenalan tanda-tanda atau karakteristik suatu
hal berdasarkan pada tanda pengenal. Proses identifikasi terjadi apabila individu meniru
perilaku seseorang atau sikap kelompok lain dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan
apa yang dianggapnya sebagai bentuk hubungan yang menyenangkan antara dia dengan
pihak lain termaksud. Azwar (2005) menjelaskan pada dasarnya proses identifikasi
merupakan sarana atau cara untuk memelihara hubungan yang diinginkan dengan orang
atau kelompok lain dan cara untuk menopang pengertiannya sendiri mengenai
hubungan tersebut.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
identifikasi adalah penempatan atau penentu identitas seseorang atau benda pada suatu
saat tertentu.Salah satu alat yang digunakan di rumah sakit terkait identifikasi berupa
gelang identitas.Identifikasi pasien adalah suatu proses pemberian tanda atau pembeda
yang mencakup nomor rekam medis dan identitas pasien dengan tujuan agar dapat
membedakan antara pasien satu dengan pasien yang lainnya guna ketepatan pemberian
pelayanan, pengobatan dan tindakan atau prosedur kepada pasien.Gelang identitas
adalah suatu alat berupa gelang identifikasi yang dipasangkan kepada pasien secara
individual yang digunakan sebagai identitas pasien selama dirawat di rumah sakit.Ada
beberapa tindakan/ prosedur yang membutuhkan identifikasi pasien, yaitu pemberian
obat-obatan, prosedur pemeriksaan radiologi, intervensi pembedahan dan prosedur
invasif lainnya, tranfusi darah, pengambilan sampel, transfer pasien, dan konfirmasi
kematian (Anggraini, 2014). Macam-macam gelang identifikasi menurut Angraini,
2014 adalah: Gelang identifikasi ini dibedakan dalam beberapa warna dengan tujuan
yang berbeda-beda, yaitu :
1) Gelang warna merah muda/ pink : pasien dengan jenis kelamin perempuan.
2) Gelang warna biru : pasien dengan jenis kelamin laki-laki.
3) Gelang warna merah : semua pasien yang memiliki alergi obat tertentu.

8
4) Gelang warna kuning : semua pasien dengan risiko jatuh.
Ada 3 hal yang wajib ada pada gelang pengenal pasien (biru dan pink) untuk
mengidentifikasi pasien, yaitu: nama lengkap pasien, tanggal lahir, dan nomor rekam
medis. Sedangkan untuk gelang alergi (merah) ada 4 hal yang wajib dicantumkan, yaitu :
nama lengkap, umur, nomor rekam medis, dan jenis alergi pasien (Anggraini, 2014).
Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya error/kesalahan dalam mengidentifikasi
pasien:

1. Pasien yang dalam keadaan terbius / tersedasi mengalami disorientasi, atau tidak
sadar sepenuhnya
2. Pasien yang mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam fasilitas
pelayanan kesehatan
3. Pasien yang mungkin mengalami disabilitas sensori.

2.4 Komunikasi Efektif


Faktor-faktor yang Memengaruhi Komunikasi ada 5 diantaranya adalah komunikator,
syarat komunikator yaitu harus menunjukkan penampilan yang baik, sopan dan menarik,
serta berwibawa dan tidak sombong. Di samping itu, harus mempunyai pengetahuan
yang memadai , menguasai materi, dan memahami bahasa yang digunakan lawan
(language mastery). Hal ini penting karena salah satu hambatan dalam komunikasi adalah
adanya ketidaksesuaian bahasa yang digunakan antara komunikator dan komunikan.
Penguasaan bahasa ini penting untuk menghindari terjadinya salah tafsir (misperception)
dalam komunikasi. Selanjutnya, seorang komunikator harus mampu membaca peluang
(opportunity), mengolah pesan supaya mudah dipahami komunikan, dan mempunyai alat-
alat tubuh yang baik sehingga menghasilkan suara yang baik dan jelas.
Komunikasi sangatlah penting dalam setiap melaksanakan tugas dalam hal ini adalah
melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien. Komunikasi yang baik dan benar perlu
dilakukan untuk mengkoordinasikan asuhan keperawatan yang melibatkan banyak
profesi selain profesi perawat. Komuniasi dalam praktek keperawatan merupakan elemen
penting bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk mendapatkan hasil
yang optimal. Perawat memiliki peran yang paling dominan dalam mencegah terjadinya
kesalahan dalam pengobatan, termasuk pelaporan insiden, mendidik diri sendiri dan
perawat lain tentang penting komunikasi, memberikan rekomendasi untuk perubahan
prosedur dan kebijakan serta keterlibatan dalam melakukan identifikasi permasalahan.

9
Kesalahan medis jarang disebabkan oleh faktor kesalahan manusia secara individual,
tetapi lebih karena kesalahan pada sistem komunikasi yang menyebabkan terputusnya
rantai dalam sistem tersebut. Hal ini menunjukkan pentingnya menjalin komunikasi
dengan baik agar informasi yang disampaikan tidak terputus dan mengakibatkan kerugian
pada pasien. Sistem dan interaksi manusia mengacu pada sistem dimana dua sistem
berinteraksi atau berkomunikasi dalam ruang lingkup sistem tersebut. Informasi tentang
keselamatan passions perlu diketahui oleh semua perawat yang memberikan asuhan
keperwatan hal tersebut berfungsi untuk mencegah perawat melakukan tindakan yang
dapat menyebabkan cidera pada pasien. Komunikasi adalah kunci sukses berinteraksi
dalam kehidupan berorganisasi. Ketika komuniksai efektif, arus informasi dalam
organisasi yang dinamis akan berjalan lancar sehingga mempercepat proses tercapainya
tujuan organisasi. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan
kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito
melalui telepon ke unit pelayanan. Kegiatan yang dilaksanakan dalam komunikasi
efektif:
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan
nomor kamar atau lokasi pasien.

2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.

3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan / prosedur.

4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada


semua situasi dan lokasi.

Komunikasi efektif selain hand off adalah:

1. Read Back

Setiap order baik secara lisan/telepon/melaporkan hasil-hasil pemeriksaaan dengan


nilai yang kritis, maka orang yang memberikan order yang harus memverifikasi
kelengkapan order dengan meminta penerima order untuk membacakan kembali atau
"read back" kelengkapan order tersebut.

2. Singkatan baku yang tidak boleh digunakan

Institusi/RS membakukan daftar singkatan, akronim, dan penandaan dosis yang tidak
boleh digunakan di seluruh bagian RS

3. Pemeriksaan dan hasil yang kritis


10
Setiap RS memiliki kebijakan yang berfungsi untuk mengukur, menilai, dan bila
diperlukan mengambil tindakan guna meningkatkan ketepatan waktu pelaporan dan
penerimaan hasil/nilai-nilai pemeriksaan oleh orang yang kompeten dan bertanggung
jawab.

2.5 Kesalahan Yang Sering Terjadi Dalam Identifikasi Pasien


Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir semua
aspek diagnosis dan pengobatan.Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien
yang dalam keadaan terbius, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat
tidur/kamar/lokasi di rumah sakit, dan adanya kelainan sensori. Sasaran ini dimaksudkan
untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama untuk identifikasi pasien sebagai
individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan dan kedua untuk kesesuaian
pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Bila di rumah sakit terjadi KTD, sampai dengan sentinel upaya yang dilakukan adalah
yang pertama lakukan pertolongan kepada pasien , lapor ke DPJP, selanjutnya lapor ke
atasan dan atasan akan membuatkan laporan yang akan diserahkan ke tim keselamatan
pasien yang selanjutnya akan melakukan grading (hijau, biru, kuning dan merah), sesuai
tingkat berat masalah yang di timbulkan, bila biru, investigasi sederhana oleh atasan
langsung waktunya 1 minggu, bila grade hijau, sederhana oleh atasan langsung waktu 2
minggu, grade kuning, investigasi komprehensif/analisis akar masalah oleh sub komite
keselamatan pasien rumah sakit waktu max 45 hari, dan bila grade merah (kejadian
sentinel investigasi komprehensif oleh sub komite keselamatan px rumah sakit waktu 45
hari (buku pedoman akreditasi).
Adapun ketentuan terkait pelaporan insiden sesuai dengan Panduan Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (2008) akan di jabarkan sebagai berikut:
a. Insiden sangat penting dilaporkan karena akan menjadi awal proses pembelajaran
untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
b. Memulai pelaporan insiden dilakukan dengan membuat suatu sistem pelaporan
insiden di rumah sakit meliputi kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan dan
prosedur pelaporan yang harus disosialisasikan pada seluruh karyawan.
c. Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi ataupun
yang nyaris terjadi.

11
d. Pelapor adalah siapa saja atau semua staf rumah sakit yang pertama menemukan
kejadian atau yang terlibat dalam kejadian.
e. Karyawan diberikan pelatihan mengenai sistem pelaporan insiden mulai dari maksud,
tujuan dan manfaat laporan, alur pelaporan, bagaimana cara mengisi 22 formulir
laporan insiden, kapan harus melaporkan, pengertian-pengertian yang digunakan
dalam sistem pelaporan dan cara menganalisa laporan.
SOP Pelaporan apabila terjadi insiden KTD, KNC dan kejadian Sentinel :
a. Siapapun yang mengetahui/melihat terjadinya IKP terutama dapat melaporkan
kepada sekretariat tim keselamatan pasien

b. Laporan dibuat secara tertulis dengan menggunakan formulir yang tersedia atau
dapat membuat laporan di sekretariat paling lambat 2 x 24 jam

c. Laporan meliputi : kejadian tidak diharapakan (KTD), kejadian nyaris cidera


(KNC/Near Miss), kejadian sentinel dll

d. Laporan saat kejadian untuk pencegahan cidera atau pertolongan segera secara
langsung memberitahukan ke dokter penanggungjawab pelayanan

e. Laporan tertulis ditujukan ke tim keselamatan pasien RS

f. Laporan tidak boleh difotocopy hanya disimpan di kantor sekretariat tim


keselamatan pasien. Laporan tidak boleh disimpan di file ruangan perawatan atau
di status pasien

Contoh hal yang perlu dilaporkan : salah diagnosa dan berakibat buruk bagi pasien,
kejadian yang terkait dengan pembedahan, kejadian yang terkait pengobatan dan
prosedur, kejadian yang terkait degan darah, keejadian yang terkait dengan IV, follow up
yang tidak memadai, pasien jatuh, benda asing yang tertinggal di tubuh pasien, laiin-lain
kejadian yang berakibat pasien/pengunjung cidera
2.6 Prosedur Identifikasi Pasien
Prosedur yang dapat dilakukan untuk identifikasi pasien :

1. Menuliskan (atau memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil


pemeriksaan oleh penerima informasi;
2. Penerima membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan;
3. Mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibacakan ulang dengan
akurat.
4. Untuk obat-obat yang termasuk obat NORUM/LASA dilakukan eja ulang.
12
Kegiatan yang dilaksanakan pada komunikasi efektif:
1. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan secara
lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.

2. Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara lengkap dibacakan
kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.

3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi perintah
atau hasil pemeriksaan tersebut

4. Kebijakan dan prosedur mendukung praktek yang konsisten dalam melakukan


verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan melalui telepon.
Indikator keberhasilan dari komunikasi efektif yaitu tidak ada kesalahanya
proses komunikasi antar profesi dalam melaksanakan proses asuhan keperawatan pada
pasien. Menurut perkuliahan yang pernah diberikan oleh Profesor Nursalam dalam
materi sebelumnya proses komunikasi antar pemberi pelayanan dapat dituangkan dalam
pendekatan Tehnik S B A R. Penjelasan terkait S (Situation) yaitu meliputi nama, umur,
jenis kelamin, No. RM, diagnose medis, dokter penanggung jawab pelayanan dan
perawat penanggung jawab pelayanan, B (Background) yaitu meliputi informasi
penting apa yang berhubungan terkait kondisi terkini, A (Assesment) yaitu hasil
pengkajian kondisi terkini pasien saat ini dan R (Recommendation) yaitu meliputi apa
yang harus dilakukan pada masalah pasien saat ini

Indikator - indikator Pengukuran tingkat kemampuan Komunikasi Menurut


Hutapea dan Nuriana (2008:28) yaitu:

a. Pengetahuan (knowledge)

b. Keterampilan (skills)

c. Sikap (attitude).

Tahap tahap perawat/ petugas kesehatan mengidentifikasi pasien yang akan dilakukan
tindakan operasi
a. Fase Sign In
Fase sign In adalah fase sebelum induksi anestesi koordinator secara verbal
memeriksa apakah identitas pasien telah dikonfirmasi, prosedur dan sisi operasi
sudah benar, sisi yang akan dioperasi telah ditandai, persetujuan untuk operasi
telah diberikan, oksimeter pulse pada pasien berfungsi. Koordinator dengan
13
profesional anestesi mengkonfirmasi risiko pasien apakah pasien ada risiko
kehilangan darah, kesulitan jalan nafas, reaksi alergi.
b. Fase Time Out
Fase Time Out adalah fase setiap anggota tim operasi memperkenalkan diri dan
peran masing-masing. Tim operasi memastikan bahwa semua orang di ruang
operasi saling kenal. Sebelum melakukan sayatan pertama pada kulit tim
mengkonfirmasi dengan suara yang keras mereka melakukan operasi yang benar,
pada pasien yang benar. Mereka juga mengkonfirmasi bahwa
antibiotik profilaksis telah diberikan dalam 60 menit sebelumnya.
c. Fase sign out
Fase Sign Out adalah fase tim bedah akan meninjau operasi yang telah dilakukan.
Dilakukan pengecekan kelengkapan spons, penghitungan instrumen, pemberian
label pada spesimen, kerusakan alat atau masalah lain yang perlu ditangani.
Langkah akhir yang dilakukan tim bedah adalah rencana kunci dan memusatkan
perhatian pada manajemen post operasi serta pemulihan sebelum memindahkan
pasien dari kamar operasi (Surgery & Lives, 2008).

Cara mengidentifikasi pasien kecelakaan yang memiliki kelainan sensori

a. Apabila klien dengan gangguan sensori penglihatan maka kita bisa


mengidentifikasi dengan menanyakan seperti pasien normal pada umumnya,
namun dalam penyampaiannya harus menggunakan nada dan suara yang sedikit
lebih keras karena klien tidak memungkinkan menerima pesan secara visual

b. Apabila klien dengan gangguan sensori wicara kita bisa menggunakan tulisan
yang ditulis dalam papan yang jelas saat melakukan identifikasi, apabila
memungkinkan hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi lisan dengan klien
untuk menjadi mediator komunikasi

c. Apabila klien dengan gangguan sensori pendengaran usahakan menggunakan


bahasa yang sederhana dan bicara dengan perlahan untuk memudahkan klien
membaca gerak bibir perawat, gunakan bahasa pantomim bila memungkinkan,
gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila perawat bisa melakukan, apabila ada
sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan coba sampaikan pesan dalam bentuk
tulisan atau gambar

14
2.7.Standar Penilaian Identifikasi Pasien
Standar penilaian identifikasi pasien yaitu:
1. Rumah sakit harus menetapkan metode ketepatan identifikasi pasien
2. Minimal 2 ( dua ) cara identifikasi pasien
a. Nama pasien
b. Nomer rekam medis/ tanggal , bulan, dan tahun lahir.
3. Nomer kamar dan tempat tidur pasien tidak boleh digunakan
4. Gelang identitas
a. Gender
Laki : biru
Wanita: pink
Dengan stiker identitas pasien
b. Alergy
c. Risiko jatuh
d. DNR
5. Memastikan tidak salah identifikasi
a. Pasien tidak sadar/disorientasi
b. Pindah kamar
c. Pindah tempat tidur
d. Pindah lokasi di rumah sakit
6. Identifikasi pasien yang penting yaitu:
a. Memberikan obat
b. Pemeriksaan laboratorium
c. Tindakan
d. Operasi
e. Transfusi darah
7. Yang perlu diperhatikan dalam identifikasi pasien yaitu:
a. Pasien rawat inap yang tidak mempunyai masalah komunikasi
b. Pasien rawat inap yang untuk sementara tidak dapat berkomunikasi karena
obat/ ALAT

15
c. Pasien rawat inap yang tidak bisa berkomunikasi karena : umur, hambatan
bahasa,
d. Pasien di ruang emergency: tidak dapat berkomunikasi.
e. Pasien Rawat jalan ( pemberian obat/ pengambilan darah , dll )
8. Identifikasi Pasif
a. Staf menyebutkan nama pasien
b. Tidak direkomendasikan untuk metode identifikasi pasien
9. Monitoring dan evaluasi
Dengan cara audit
a. Kuesioner kepada staf
b. Observasi pelaksanaan
c. Kuesioner kepada pasien
Cara Audit Indikator Pengukuran Kriteria sukses
Nomerator Denominator
Koesioner Jumlah kuesioner Jumlah kuesioner Tidak ada
Pasien yang dijawab yang dijawab oleh kuesioner yang
TIDAK oleh pasien pasien dijawab TIDAK
oleh pasien (0%)
Observasi Total staf yang Total staf yang Semua staf yang
Pelaksanaan diaudit mampu diaudit diaudit mampu
melakukan proses melakukan proses
identifikasi pasien identifikasi pasien
secara lengkap dan secara lengkap dan
benar benar (100%)
Kuesioner Jumlah kuesioner Jumlah kuesioner Tidak ada
Pasien yang dijawab yang dijawab oleh kuesioner yang
TIDAK oleh pasien pasien dijawab TIDAK
oleh pasien (0%)

2.8. Area yang wajib melakukan identifikasi pasien


Area yang wajib melakukan identifikasi pasien yaitu:
1. Keperawatan
a. Rawat inap
b. Rawat jalan
c. IGD
16
2. Bagian Registrasi Pasien
3. Rekam Medis
4. Dokter
5. Farmasi
6. Rehab medik
7. Penunjang Medik (Laboratorium Radiologi/Diagnostik)

2.9 Hand Off Communications


Hand Off Communication adalah metode komunikasi serah terima informasi
kesehatan pasien yang mana terjadi kapanpun pada saat ada pengalihan tanggung jawab
pasien dari satu tenaga kesehatan ke tenaga kesehatan yang lain.
Tujuan Hand Off Communication adalah
1. Menyediakan informasi secara akurat
2. Tepat waktu tentang rencana keperawatan, pengobatan , dan kondisi terkini dan
informasi perubahan kondisi pasien yang baru saja terjadi atau yang dapat diprediksi
selanjutnya
Dokter dan perawat memiliki cara komunikasi yang berbeda perbedaan komunikasis
tersebut dapat menimbulkan kebingungan. Faktor yang mempengaruhi timbulnya
miskomunikasi antara dokter dan perawat adalah
1. Perbedaan jenis kelamin
2. Perbedaan budaya
3. Banyaknya tugas
4. Keterbatasan daya ingat jangka pendek
5. Kelelahan
6. Stress
7. Bekerja dilingkungan intensif
8. Intimidasi karena sistem hirarki organisasi unit kerja
Dengan adanya hal tersebut maka dibutuhkan pendekatan sistematik untuk memperbaiki
komunikasi antara tenaga kesehatan yaitu dengan menggunakan teknik SBAR.
SBAR merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien yang memerlukan
perhatian atau tindakan segera.
a. Situation meliputi kondisi terkini yang terjadi pada pasien

17
1) Sebutkan nama pasien, umur, tanggal masuk, dan hari perawatan, serta dokter
yang merawat

2) Sebutkan diagnosis medis dan masalah keperawatan yang belum atau sudah
teratasi/ keluhan

Contoh Penerapan Rumah Sakit :

a) Pemindahan pasien : isi dengan tanggal, waktu, dari ruang asal ke ruang tujuan
pemindahan

b) Diagnosa medis : isi dengan diagnosa medis yang terakhir diputuskan oleh dokter
yang merawat

c) Masalah utama keperawatan saat ini, isi dengan masalah keperawatan pasien yang
secara aktual pada pasien yang wajib dilanjutkan diruang kepindahan yang baru

b. Background meliputi informasi penting apa yang berhubungan dengan kondisi terkini
1) Jelaskan intervensi yang telah dilakukan dan respons pasien dari setiap diagnosis
keperawatan

2) Sebutkan riwayat alergi, riwayat pembedahan, pemasangan alat invasif, dan obat
– obatan termasuk cairan infus yang digunakan

3) Jelaskan intervensi yang telah dilakukan dan respon pasien dari setiap diagnosis
keperawatan

4) Sebutkan riwayat alergi, riwayat pembedahan, pemasangan alat invasif, dan obat
– obatan termasuk cairan infus yang digunakan

5) Jelaskan pengetahuan pasien dan keluarga terhadap diagnosis medis

Contoh Penerapan Rumah Sakit :

a) Riwayat alergi/reaksi obat : isi dengan apa jenis alergi yang diderita atau jenis
reaksi obat tertentu pada pasien dulu hingga sekarang

b) Hasil investigasi abnormal : isi keadaan abnormal/keluhan saat pasien datang ke


RS sehingga mengharuskan pasien tersebut dirawat (riwayat keluhan saat masuk
rumah sakit)

18
c. Asessment meliputi hasil pengkajian kondisi pasien terkini
1) Analisa data dari background sesuai masalah keperawatan
2) Mengacu kepada tujuan dan kriteria hasil dari diagnosa keperawatan
3) Jelaskan secara lengkap hasil pengkajian pasien terkini seperti tanda vital, skor
nyeri, tingkat kesadaran, braden score, status restrain, risiko jatuh, pivas score,
status nutrisi, kemampuan eliminasi, dan lain – lain.

4) Jelaskan informasi klinik lain yang mendukung.

Contoh Penerapan Rumah Sakit :

a) Observasi terakhir, GCS: Eye, Verbal, Motorik (EVM) : isi dengan vital sign dan
tingkat kesadaran pasien secara numerik. contoh : E 4, V 5 M 6

b) BAB dan BAK, diet, mobilisasi, dan alat bantu dengar, isi / di ceklist sesuai
keadaan pasien

c) Luka decubitus : isi dengan kondisi saat ini (misalnya ada pus, jaringan nekrotik,
dll,) lokasi dan ukurannya juga dilengkapi

d) Peralatan khusus yang diperlukan: isi misalnya WSD, colar brace, infuse pump dll

Recommendation meliputi apa yang harus dilakukan masalah pasien saat ini
1) Intervensi mandiri /kolaborasi yang prioritas dikerjakan
2) Hal-hal kusus yang menjadi perhatian
3) Rekomendasikan intervensi keperawatan yang telah dan perlu dilanjutkan (refer
to nursing care plan) termasuk discharge planning dan edukasi pasien dan
keluarga.

Contoh Penerapan Rumah Sakit :

a) Konsultasi, fisiotherafi dll, isi dengan rencana konsultasi, rencana fisiotherafi dll

b) Obat, barang dan berkas-berkas yang lain : isi jumlah barang / berkas

Ada beberapa SOP yang digunakan, salah satunya yaitu memberikan gambaran
skematis dari proses serah samping tempat tidur.

Skematis Penyerahan Samping Tempat Tidur

19
a. Persiapan

1) Alokasi pasien

2) Perbarui lembar serah terima

3) Beri tahu pasien

4) Minta pengunjung selain keluarga untuk pergi

b. Pendahuluan

1) Staf yang keluar menyapa pasien

2) Staf yang keluar memperkenalkan staf yang datang ke pasien

c. Pertukaran Informasi

1) Kondisi klinis

2) Tes dan prosedur

3) Bantuan ADL

4) Perencanaan debit

5) Pertanyaan dari staf yang datang

d. Keterlibatan Pasien

1) Tanyakan pada pasien apakah mereka memilikinya pertanyaan atau komentar

2) Undang pasien untuk mengkonfirmasi atau mengklarifikasi informasi

e. Pindai Keamanan

1) Hubungi bel di dalam jangkauan

2) Peralatan berfungsi

3) Akses ke alat bantu mobilitas

4) Tabung dan garis diperiksa

5) Bagan obat ditinjau

6) Tinjauan bagan tempat tidur


20
Prosedur penerapan samping tempat tidur serah terima dalam keperawatan

1. Perawat yang akan menyerahkan tugas kepada tim kerja yang lain menyiapkan
seluruh RM pasien,obat pasien, hasil pemeriksaan penunjang dandokumen lain
yang diperlukan.

2. Masing-masing tim duduk bersama untuk siap melakukan serah terima tugas / hand
over.

3. Kepala jaga menyampaikan selamat pagi/siang /malam

4. Kepala jaga meminta semua personil untuk duduk di lingkungan wilayah


pasien karena akan segera dilakukan hand over.

5. Kepala jaga menyampaikan :

a. Jumlah total pasien di ruangan tersebut dan jumlah pasien di tiap-tiap tim.

b. Jumlah pasien yang pengawasan khusus : nama pasien dan ada di tim berapa.

c. Rencana pasien pulang ( ada / tidak ), jika ada sebut nama pasien dan ada ditim
berapa.

d. Rencana pasien pindah ruang ( ada / tidak ), jika ada sebut nama pasien dan ada
di tim berapa.

e. Rencana pasien masuk /pasien baru ( ada / tidak ), jika ada rencana masuk di
tim berapa dan di kamar berapa.

f. Apakah pada saat dinas ada KTD/KNC/sentinel/komplain dari pasien.

Jika ada tim berikutnya supaya melakukan follow up.7. Kepala jaga
mempersilahkan masing-masing ketua tim untuk mempersiapkan serah terima.

6. Ketua tim yang akan menyerahkan tugas memegang RM pasien, Ketua tim yang
menerima tugas mempersiapkan buku catatan untuk mencatat hal-hal yang penting.

7. Anggota tim yang akan menyerahkan tugas memegang DPO, anggota tim lain akan
menerima tugas memegang troly obat pasien.

8. Ketua Tim yang menyerahkan tugas menyampaikan informasi untuk tiap-tiap


pasien yang meliputi :

21
a. Identitas pasien ( Nama,tanggal lahir )

b. Diagnosa Medis

c. DPJP ( hari ini sudah visite / belum )

d. Hasil visite hari ini:

1) Jika ada tambahan obat, sudah diberikan atau belum ( anggota tim cek DPO
dan troly obat pasien )

2) Jika ada advis pemeriksaan penunjang ( anggota tim cek hasil pemeriksaan
penunjang, jika belum ada, tilpon bagian terkait sudah jadi apa belum.)

3) Jika ada tindakan ,apakah sudah dilakukan / belum (jika operasi kwitansi
sudah jadi apa belum)

4) Jika ada rencana operasi , apakah persiapan pre op sudah lengkap apa
belum. ( anggota tim cek form ceklist pre op )

5) Jika ada pemeriksaan penunjang yang memerlukan persiapan, apakah


persiapan pasien sudah lengkap apa belum? ( anggota tim cek formceklist
persiapan pasien pemeriksaan penunjang yang dimaksud. )

e. Kondisi terakhir pasien :

1) Keadaan umum ( kesadaran,GCS )

2) Hasil TTV terakhir ( Tensi,nadi,suhu , pernafasan, nyeri )

3) Pasien resiko jatuh / tidak

4) Pasien dengan tindakan restrain / tidak

5) Pasien ada dicubitus / tidak

f. Obat-obatan yang masih dipakai pasien.

9. Perawat kepala jaga mempersilahkan petugas pantry, pekarya dan administrasi


memberikn informasi kepada tim berikutnya.

22
10. Jika telah semua informasi di serahterimakan kepada tim yang akan dinas
berikutnya,Perawat Kepala Jaga mempersilahkan tim yang menerima tugas
menanyakan ulang jika ada yang kurang jelas

11. Masing-masing ketua tim melakukan kunjungan bersama ke tiap-tiap pasien yang
menjadi tanggungjawabnya

12. Ketua tim yang menyerahkan tugas memperkenalkan kepada pasien /keluarga,
nama dan jabatan perawat yang menerima tugas serta nama perawat penanggung
jawab shift.

13. Pada saat keliling, petugas pantry dan PU melanjutkan hand over .

14. Dokumentasikan dalam Catatan terintegrasi

15. Setelah kunjungan ke tiap pasienselesai ,perawat kepala jaga mengajak semua
petugas untuk kembali ke nurse station untuk berdoa bersama.

2.10. Identifikasi Masalah Komunikasi Yang Menyebabkan Error


Identifikasi masalah komunikasi yang menyebabkan eror dengan mengetahui SWOT
(Strong, Weakness, Opportunity, Threat) yaitu dengan mengidentifikasikan adanya
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman.
Sebagai contoh dalam mengidentifikasi masalah komunikasi yang menyebabkan error
yaitu
1. Aspek Pelanggan
Permasalahan Penyebab
a. Banyaknya keluhan atas lambatnya a. Evaluasi sistem pelayanan kurang.
pelayanan Apotek.
b. Belum ada mekanisme pemantauan
b. Waktu pelayanan di beberapa unit kualitas pelayanan.
masih dirasakan lama.
c. Sistem dan prosedur pelayanan belum
c. Antrian tidak teratur. sepenuhnya dipatuhi.
d. Petugas tidak memberikan informasi d. Pemeliharaan fasilitas masih bersifat
dengan jelas. pasif.
e. Dokter terlalu singkat mengunjungi e. Kurangnya inovasi pelayanan terhadap
pasien. pasien.

23
f. Kebersihan toilet kurang.
g. Fasilitas parkir kurang memadai.
h. Prosedur IRNA berbelit-belit.
i. Biaya mahal.
j. Menu makan IRNA kurang menarik

2. Bisnis Internal yang berkaitan dengan pelayanan


Permasalahan Penyebab
a. Belum ada sistem pencegahan infeksi a. Belum tercipta sistem pengendalian
nosokomial mutu.
b. Bangunan RS belum memenuhi syarat b. Belum dilakukannya evaluasi
K3. persyaratan fasilitas RS.
c. Keterampilan perawat masih kurang c. Belum terciptanya sistem pemeliharaan
fasilitas RS.
d. Fasilitas tidak berfungsi sebagaimana
mestinya. d. Pelayanan belum sepenuhnya berfokus
kepada pelanggan.
e. Jumlah ambulan masih kurang.
e. Belum terciptanya sistem penyegaran
skill, knowledge dan attitude SDM.
f. Keterbatasan anggaran untuk
pengadaan transportasi

3. Pembelajaran dan Pertumbuhan SDM


Permasalahan Penyebab
a. Keramahan petugas masih kurang a. Belum optimalnya proses pembelajaran
organisasi
b. Petugas kurang tanggap
b. Budaya kerja yang belum berfokus
kepada pelanggan
c. Budaya kerja yang masih belum
berorientasi kompetisi
d. Belum berjalannya siste reward dan
punishment yang jelas dan tegas untuk
individu maupun unit.

2.11.Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan

24
Menurut Permenkes 1/2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan
Perorangan

Pasal 7, 8, 9, 10 menjelaskan bahwa :

Pasal 7

a. Rujukan dapat dilakukan secara vertikal dan horizontal.

b. Rujukan vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rujukan antar
pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan.

c. Rujukan horizontal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rujukan antar
pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan.

d. Rujukan vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dari
tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi
atau sebaliknya.

Pasal 8

Rujukan horizontal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilakukan apabila
perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien
karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara
atau menetap.

Pasal 9

Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan
yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dilakukan apabila:

a. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau sub spesialistik;

b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan


pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan.

Pasal 10

Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan
yang lebih rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) dilakukan apabila:

25
a. Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;

b. Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik
dalam menangani pasien tersebut;

c. Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan


pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan
pelayanan jangka panjang; dan/atau

d. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan


pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralata dan/atau ketenagaan.

26
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adverse Event atau KTD adalah suatu peristiwa yang menyebabkan, atau memiliki potensi
yang dapat menyebabkan, atau menyebabkan hal yang terduga atau tidak diinginkan sehingga
membahayakan keselamatan pengguna alat kesehatan (termasuk pasien) atau orang lain
(Reporting Adverse Incidents and Disseminating Medical Device Alerts, MHRA).

Dalam Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) ada beberapa hal yang harus kita
pertimbangkan diantaranya identifikasi pasien, komunikasi efektif, kesalahan yang sering
terjadi dalam identifikasi pasien, dan prosedur identifikasi pasien. Pada kesalahan yang sering
terjadi dalam identifikasi pasien dengan melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama untuk
identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan dan
kedua untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.

3.2 Saran

Seiring dengan kemajuan teknologi maka peningkatan pelayanan kesehatan juga


harus ditingkatkan pada keselamatan pasien rumah sakit terutama pada Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD) dimana sangat besar kemungkinan terjadinya penyakit dan kejadian yang
tidak diharapkan sehingga perlu adanya pengawasan yang lebih dari petugas kesehatan.

27
Daftar Pustaka

Anjaswarni,Tri. 2006. Komunikasi dalam Keperawatan Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan


Kemenkes RI
Departemen Kesehatan R.I. (2006). Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Jakarta : Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan RI.
Amal, A. (2016). Manajemen Resiko Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Bandung: UNPAD.
Suhartono. (2013). Pengendalian Alkes dan Pelaporan KTD Alkes di RSUP Sanglah
Denpasar. Bali: RSUP Sanglah.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 Tentang
Keselamatan Pasien.

28

Anda mungkin juga menyukai