Anda di halaman 1dari 37

TUGAS MAKALAH KEPERAWATAN HIV/AIDS

PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN TERAPI ANTIRETROVIRAL

Fasilitator : Prof. Nursalam

Disusun Oleh :
KELOMPOK 2

1. Baharudin Sukma131811123042 11. Oktovianus T K 131811123060


2. Umi Widowati W131811123043 12. Arifatul M 131811123065
3. Laeli Nurhanifah 131811123044 13. Rahayu Dewi P 131811123066
4. Umi Fatun A 131811123049 14. Vina Hardiyanti 131811123067
5. Ronaldi P 131811123050 15. Aulia Alfafa R 131811123068
6. Novita Riya 131811123051 16. Marice Oktavia H131811123073
7. Anis Lutfiani 131811123052 17. Maria Yuventa W131811123074
8. Mabda Novalia I 131811123057 18. Farih Aminuddin 131811123075
9. Lutfi Fatma K 131811123058 19. Ilham Ainunnajib 131811123076
10. Agus Da Silva 131811123059

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan berkah dan rahmat yang diberikan, sehingga makalah berjudul “Peran
Perawat dalam Pemberian Terapi Antiretroviral” ini dapat terselesaikan.
Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana
peran perawat dalam pemberian terapi antriretroviral. Hal inilah yang menjadi
latar belakang terpilihnya judul tersebut dalam makalah ini.
Dalam menyusun makalah ini, tentunya berbagai hambatan telah dialami.
Oleh karena itu, terselesaikannya makalah ini bukan semata-mata karena
kemampuan satu kelompok belaka, melainkan karena adanya dukungan dan
bantuan dari pihak-pihak terkait. Sehubungan dengan hal tersebut, dengan
ketulusan hati disampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Nursalam selaku PJMA Mata Kuliah Keperawatan HIV/AIDS
dan fasilitator pada topik ini.

2. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga


dan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Dalam penyusunannya, disadari bahwa pengetahuan dan pengalaman yang


dimiliki masih sangat terbatas, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif
sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah berikutnya. Dan akhir kata,
semoga makalah ini dapat memberi manfaat untuk kita semua.

Surabaya, 29 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


HIV (Human Immunedeficiency Virus) merupakan virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh sehingga tubuh rentan terhadap berbagai penyakit.
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) dapat diartikan sebagai kumpulan
gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat
infeksi oleh virus HIV, khususnya menyerang limfosit T serta menurunnya jumlah
CD4 yang bertugas melawan infeksi. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi
HIV (Pariaribo, Hadisaputro, Widjanarko, & Sofro, 2017).
Estimasi UNAIDS pada tahun 2011 orang yang hidup dengan HIV sebanyak
34 juta orang dan yang meninggal sebanyak 1,7 juta orang dari penduduk dunia.
Diperkirakan 0,8% orang dewasa usia 15-49 tahun hidup dengan HIV/AIDS.
Tahun 2012 ada peningkatan jumlah penderita HIV dari tahun 2011 menjadi 35,5
juta jiwa dan yang meninggal mengalami penurunan dari tahun sebelumnya
menjadi 1,6 juta jiwa.
Prevalensi HIV/AIDS di Indonesia telah bergerak dengan laju yang
sangat mengkhawatirkan, hampir semua provinsi di Indonesia ditemukan kasus
HIV/AIDS. Permasalahan HIV/AIDS telah sejak lama menjadi isu bersama yang
terus menyedot perhatian berbagai kalangan, terutama sektor kesehatan.
Secara kumulatif mulai dari 1 April 1987 sampai dengan Desember 2013
jumlah penderita HIV 127.416 kasus dan AIDS 52.348 kasus. Peningkatan
kasus HIV/AIDS di Indonesia diakibatkan faktor risiko penularan yang masih
tinggi. Berdasarkan Laporan Ditjen PP & PL Kemenkes RI sampai dengan bulan
Desember tahun 2013 penyebaran kasus AIDS paling tinggi dengan
heteroseksual yaitu 17267 (62,5 %) orang.
Propinsi Papua pada tahun 2014 memiliki tingkat prevalensi tertinggi
dari semua Provinsi di Indonesia yaitu 359,42/1000 penduduk. Angka ini akan
terus meningkat apabila intervensi yang dilakukan tidak signifikan. Untuk itu
perlu terus melaksanakan program pendampingan, perawatan, dan pengobatan.

iv
Pemberian obat Anti Retroviral (ARV) menjadi satu jalan untuk menanggulangi
pandemi HIV.
HIV menyebabkan terjadinya penurunan kekebalan tubuh sehingga pasien
rentan terhadap serangan infeksi oportunistik. Anti retroviral (ARV) dapat
diberikan pada pasien untuk menghentikan aktivitas virus, memulihkan sistem
imun dan megurangi terjadinya infeksi oportunistik, memperbaiki kualitas hidup,
serta menurunkan kecacatan. ARV tidak menyembuhkan pasien HIV, namun bisa
memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang usia harapan hidup penderita
HIV/AIDS. Obat ARV terdiri atas beberapa golongan seperti nukleosida reverse
transcriptase inhibitor, nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non-nucleoside
reverse transcriptase inhibitor, dan inhibitor protease.
Terapi pemberian ARV atau ART (anti-retroviral therapy) memiliki syarat-
syarat yang harus dipenuhi penderita untuk memulai terapi. Adapun syarat ini
harus dipenuhi untuk mencegah putus obat dan menjamin efektivitas pengobatan,
antara lain adalah infeksi HIV telah dikonfirmasi dengan hasil tes (positif) yang
tercatat, memiliki indikasi medis, dan tidak memulai ART jika tidak memenuhi
indikasi klinis, mengulangi pemeriksaan CD4 dalam empat bulan jika
memungkinkan, pasien yang memenuhi kriteria dapat memulai di pelayanan
kesehatan, jika infeksi oportunistik telah diobati dan sudah stabil, maka pasien
telah siap untuk pengobatan ART, adanya tim medis AIDS yang mampu
memberikan perawatan kronis dan menjamin persediaan obat yang cukup.

Rumusan Masalah
1. Apa tujuan dari pemberian ART?
2. Apa saja jenis obat ART?
3. Bagaimanakah cara pemilihan regimen terapi ART?
4. Apa saja efek samping obat ART?
5. Bagaimanakah peran perawat dalam pemberian ART?

Tujuan
1. Mengetahui tujuan dari pemberian ART
2. Mengetahui jenis-jenis obat ART

v
3. Mengetahui cara pemilihan regimen terapi ART
4. Mengetahui efek samping obat ART
5. Mengetahui peran perawat dalam pemberian ART

vi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tujuan Pemberian ARV


ART atau antiretroviral therapy diberikan pada pasien dengan HIV/AIDS dengan
tujuan:
1. Menghentikan replikasi virus HIV
2. Memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadinya infeksi oportunistik
3. Memperbaiki kualitas hidup
4. Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV

2.2 Jenis Obat ARV


Obat ARV terdiri atas beberapa golongan antara lain nucleoside transverse
transcriptase inhibitors, non-nucleoside revers transcriptase inhibitors, protease
inhibitor, dan fussion inhibitor (Orsega, 2015).
1. Nucleoside transverse transcriptase inhibitors (NRTI), obat ini deikenal
sebagai analog nukleosida yang menghambat proses perubahan RNA virus
menjadi DNA (proses ini dilakukan oleh virus HIV agar bisa bereplikasi).
Contoh dari ARV yang termasuk dalam golongan ini terdapat dalam Tabel
2.1
2. Nucleotide transverse transcriptase inhibitors (NtRTI), obat yang
termasuk dalam golongan ini adalah Tenofovir (TDF).
3. Non-nucleoside revers transcriptase inhibitors (NNRTI), golongan ini
juga bekerja dengan menghambat proses perubahan RNA menjadi DNA
dengan cara mengikat reverse transcriptase sehingga tidak berfungsi. Obat
yang termasuk dalam golongan NNRTI terdapat pada tabel 2.2
4. Protease inhibitor (PI), menghalangi kerja enzim protease yang berfungsi
memotong DNA yang dibentuk oleh virus dengan ukuran yang benar
untuk memproduksi virus yang baru. Contoh obat pada golongan ini
adalah Indinavir (IDV), Nelvinavir (NFV), Squinavir (SQV), Ritonavir
(RTV), Amprenavir (APV), dan Loponavir/Ritonavir (LPV/r)

vii
5. Fussion inhibitor, Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah
Enfuvirtide (T-20)
Tabel 2. 1 Jenis Obat-obatan ARV
Nama Generik Nama Dagang Nama Latin
Zidovudine Retrovir AZT, ZCV
Didanosine Videx ddi
Zalzitabine Hivid ddC, dideokxycytidine
Stavudine Zerit d4T
Lamivudine Epivir 3TC
Zidovudine/Lamivudine Combivir Kombinasi AZT dan 3TC
Abacavir Ziagen ABC
Zidovudine/Lamivudine/ Trizivir Kombinasi AZT, 3TC, dan
Abacavir Abacavir
Tenofovir Viread Bis-poc PMPA

Tabel 2. 2 Golongan Non-nucleoside RT Inhibitors


Nama Generik Nama Dagang Nama Latin
Zidovudine Viramune NVP, BI-RG-587
Delavirdine Rescriptor DLV
Efavirenz Sustiva EFV, DMP-266

Tabel 2. 3 Beberapa contoh ARV kemungkinan efek samping dan petunjuk


penggunaannya
Nama obat Jenis Kemungkinan Petunjuk penggunaan Berapa Dengan/tanpa
obat efek samping obat kali/hari makanan
AZT RTI Mual, muntah, sakit Mulai dengan dosis 2-3 Diminum
kepala, susah tidur, kecil lalu dinaikkan kali/hari sebelum
nyeri otot selama dua minggu. makan, bila
Jangan minum obat larut mual minum
malam setelah makan
ddC RTI Luka di mulut, Tidak ada 3 kali/hari Dapat diminum
kelainan saraf tepi, dengan/tanpa
radang pankreas makanan
ddi RTI Diare, radang Harus diminum sewaktu 2 kali/hari Harus diminum
pankreas perut kosong sewaktu perut
kosong
d4T RTI Sakit kepala, diare, Tidak ada 2 kali/hari Dapat diminum
panas dengan/tanpa
makanan
3TC RTI Sakit kepala, lesu, Tidak ada 2 kali/hari Dapat diminum
sulit tidur, dengan/tanpa
neutropenia makanan
Nevirapine NNR Kelainan hati, Bercak merah dapat 2 kali/hari Paling baik
TI bercak merah pada diobati dengan diminum waktu
kulit antihistamin makan
Ritonovir PI Mual, diare, lemah, 2 kali/hari 2 kali/hari Harus diminum
muntah, gangguan sewaktu
pengecapan, kurang makan,
napsu makan, mati terutama

viii
rasa, atau geli makanan tinggi
sekitar mulut protein dan
lemak
Delavirdin NNR Lesu, mual, diare, Bercak merah dapat 3 kali/hari Harus diminum
e TI kelainan hati, diobati dengan sewaktu perut
bercak merah pada antihistamin dengan kosong
kulit, panas pengawasan dokter.
Hindari makanan
berlemak
Saquinivir PI Diare, mual Pertimbangkan obat lain 2-3 Harus diminum
bila diare. Jangan kali/hari sewaktu
minum antihistamin makan,
kecuali dengan terutama
pengawasan dokter. makanan tinggi
protein dan
lemak
Indinivir PI Mual, kelainan hati, Jangan makan satu jam 3 kali/hari Harus diminum
batu ginjal sebelum dan dua jam sewaktu perut
sesudah minum obat. kosong
Banyak minum air
sepanjang hari untuk
mencegah batu ginjal.
Jangan minum
antihistamin kecuali
dengan pengawasan
dokter.

Tabel 2. 4 Rekomendasi Dosis Obat Dari Kementerian Kesehatan RI


Kategori ARV Dosis Anak Dosis Dewasa

NRTI Zidovudin Pediatrik (rentang dosis 90-180 mg/m2 300 mg 2x sehari C


(AZT) Kapsul LPB), oral : 160 mg/m2 LPB tiap 12
100 mg tablet jam atau 6-7 mg/kg/dosis
KDT
Remaja : seperti dewasa C

T
Lamivudin Pediatrik 4 mg/kg, 2x sehari  dosis 150 mg 2x sehari/300 mg 1x C
(3TC) Tablet terapi sehari
150 mg Remaja dengan BB ˂50 Kg : 2 mg/kg,
Tablet KDT 2x sehari C
BB ≥50 Kg : seperti dewasa
C

ix
C

Abacavir 300 mg tablet ( ≥ 14 kg ) 300 mg 2x sehari/ 600 mg O


(ABC) tablet BB (kg) Dosis Dosis 1x sehari
Dosis b
300 mg Pagi Malam Sehari
14-21 ½ tab ½ tab 300 mg T
(150 mg) (150 mg)
> 21 - < ½ tab 1 tab 450 mg
30 (150 mg) (300 mg)
≥ 30 kg 1 tab 1 tab 600 mg
(300 mg) (300 mg)
Dosis remaja ( ≥ 16 tahun)
Seperti dewasa

Stavudin 1 mg/kg/dosis 2x sehari 30 mg 2x sehari C


(d4T) Tablet BB > 30 kg: seperti dewasa >
40 mg KDT C
2
C

T
T

Didanosin Bayi < 3 bulan: 50 mg/m2 LPB tiap 12 Berat badan ≥ 60 kg: 200 mg C
(ddI) Tablet jam 2x sehari ≥
kunyah 100 Bayi > 3 bulan-anak < 13 tahun : C
mg entric 90-120 mg/m2 LPB tiap 12 jam 3
coated Anak > 13 tahun atau BB > 60 kg: C
beadlet dalam seperti dewasa 1
kapsul C
125 mg <
T
T
Emtricitabin BB < 33 kg: 6 mg/kg 1x sehari, sulit 200 mg 1x sehari C
(FTC) diberikan karena tidak ada sediaan ≥
KDT, tidak terpisah dari TDF C
tersedia BB > 33 kg: seperti dewasa 3
sediaan C
terpisah 1

x
C
<
T

Emtricitabin BB < 33 kg: 6 mg/kg 1x sehari, sulit 200 mg 1x sehari C


(FTC) KDT, diberikan karena tidak ada sediaan ≥
tidak tersedia terpisah dari TDF BB > 33 kg C
sediaan 3
terpisah C
1
C
<
T

Tenofovir 8 mg/kg 1x sehari 300mg 1x sehari


C
(TDF) BB 14 - < 20kg: 100mg 1x sehari
Tablet 300 mg BB 20 - 29,9 kg: 200mg 1x sehari C
KDT BB >30 kg: seperti dosis dewasa C
T

Entricitabin BB > 35kg: seperti dewasa 200mg/ 300mg


C
(FTC)/ 1x sehhari
tenofovir C
(TDF) KDT C

NNRTI Nevirapin Bayi – anak < 8 tahun: Target:


C
(NVP) 14 hari pertama: inisiasi 5mg/kg 200mg 2x sehari
Tablet 200mg 1x sehari (maksimal 200mg) Dosis inisial 1x 200mg sehari T
KDT 14 hari kedua: dosis 5mg/kg/dosis 2x selama 14 hari kemudian
sehari, selanjutnya dosis 7mg/kg/dosis naikkan menjadi 2x 200mg T
2x sehari bila tidak terdapat rash atau
Anak > 8tahun:seperti dewasa efek samping lain

Efavirenz Anak ≥ 3 tahun 600mg 1x sehari T


(EFV) BB 10 - < 15kg: 200mg
Kapsul 200mg BB 15 - < 20kg: 250mg
Tablet 600mg BB 20 - < 25kg: 300mg
KDT BB 25 - < 32,5kg: 350mg
BB 32,5 - < 40kg: 400mg
BB > 40kg: seperti dewasa

xi
Rilpivirin Belum dipakai pada anak 25mg 1x sehari
(RPV) T
Tablet 25mg

Etravirin Hanya untuk anak 6-18 tahun dengan 200mg 2x sehari T


(ETR) BB ≥ 16kg
Tablet 100mg, BB 16 - < 20kg: 100mg 2x sehari
200mg BB 20 - < 25kg: 125mg 2x sehari
BB 25 - < 30kg: 150mg 2x sehari
BB < 30kg: seperti dewasa

P1 Lopinavir / ritonavir BB <15kg: 12mg/3mg LPV/r/kg/ 400mg/100mg 2x Tid


(LPV/r) dosis 2x sehari sehari do
Tablet 200mg/ 50mg BB >15 – 40kg: 10mg/2,5mg
LPV/r/kg/dosis 2x sehari
BB > 40kg: seperti dewasa

Darunavir/ ritonavir Untuk anak minimal usia 3 tahun 600mg/100mg 2x Tid


(DRV/r) atau BB > 10kg sehari atau do
300mg Darunavir BB (kg) Dosis (2x sehari dengan 800mg/100mg 1x
terpisah dengan ritonavir makan sehari
100mg 10 - < 11 DRV 200mg (2,0ml)
plus RTV 32mg (0,4ml)
11 - < 12 DRV 220mg (2,2ml)
plus RTV 32mg (0,4ml)

P1 Darunavir/ ritonavir 12 - < 13 DRV 240mg (2,4ml) 600mg/100mg 2x Tid


(DRV/r) plus RTV 40mg (0,5ml) sehari atau do
300mg Darunavir 13 - < 14 DRV 260mg (2,6ml) 800mg/100mg 1x
terpisah dengan ritonavir plus RTV 40mg (0,5ml) sehari
100mg 14 - < 15 DRV 280mg (2,8ml)
plus RTV 48mg (0,6ml)
15 - < 30 DRV 375mg (kombinasi
tablet atau 3,8ml) plus
RTV 48mg (0,6ml)
30 - < 40 DRV 450mg (kombinasi
tablet atau 4,6ml) plus
RTV 100mg (tablet atau
1,25ml)
≥ 40 Seperti dewasa

xii
1.3 Pemilihan Regimen Terapi ARV
ARV harus diberikan dalam bentuk kombinasi tiga jenis obat, yakni
ketiganya harus terserap dan berada dalam dosis terapeutik dalam darah. Manfaat
penggunaan obat-obatan dalam bentuk kombinasi adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh khasiat yang lebih lama untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya resistansi
2. Meningkatkan efektivitas dan lebih menekan aktivitas virus. Bila timbul
efek samping, bisa diganti obat lainnya dan bila virus mulai resisten
terhadap obat yang sedang digunakan, bisa memakai kombinasi lain.
3. ART kombinasi lebih efektif karena mempunyai khasiat ART yang lebih
tinggi dan menurunkan viral load lebih tinggi dibanding penggunaan satu
jenis obat saja. Selain itu, kemungkinan terjadinya resistansi virus kecil,
akan tetapi bila penderita lupa minum obat dapat menimbulkan terjadinya
resistensi. Kombinasi menyebabkan dosis masing-masing obat lebih kecil,
sehingga kemungkinan efek samping lebih kecil.
Kombinasi ART ini dikenal dengan Highly Active Antiretroviral Therapy
(HAART) atau disingkat Antiretroviral Therapy (ART). Karakterstik HAART
yang baik, antara lain sebagai berikut:
1. Poten, harus menurunkan viral load mencapai level tak terdekteksi dalam
3-4 bulan terapi.
2. Regimen dapat dipatuhi secara optimal
3. Sederhana
4. Efek samping yang dapat di toleransi.
5. Pilihan yang sesuai dengan terapi masa depan.
6. Dapat diterima dan bertahan lama.
7. Komitmen pasien untuk terapi seumur hidup.

ART untuk Pencegahan Pasca-Pajanan (PPP)


Pencegahan Pasca-Pajanan (PPP) merupakan pemberian ARV dalam waktu
singkat untuk mengurangi kemungkinan didapatnya infeksi HIV setelah terppar
ketika bekerja atau setelah kekerasan seksual. PPP sebaiknya ditawarkan pada

13
kedua kelompok pajanan tersebut dan diberikan sesegera mungkin dalam waktu
72 jam setelah paparan. Penilaian kebutuhan PPP harus berdasarkan status HIV
sumber paparan jika memungkinkan, dan pertimbangan prevalensi dan
epidemiologi HIV di tempat tersebut. PPP tidak diberikan jika orang yang
berisiko terpapar sebenarnya HIV positif atau sumber paparannya HIV Negatif.
Lamanya pemberian PPP HIV adalah 28-30 hari. Pilihan obat PPP harus
didasarkan pada panduan ARV lini pertama yang digunakan, jga
mempertimbangkan kemungkinan resistensi ARV pada sumber paparan. Oleh
karena itu, sebelum pemberianPPP sebaiknya diketahui jenis dan riwayt ARV
sumber paparan, termask kepatuhannya. Regimen terapi untuk PPP adlah sebagai
berikut:
Tabel 2. 5 Panduan Regimen Terapi untk Pencegahan Pasca Pajanan
Orang yang Terpajan Panduan ARV
Pilihan TDF+3TC+LPV/r
Remaja dan dewasa Alternatif TDF+3TC+EFV
AZT+3TC+LPV/r
Pilihan AZT+3TC+LPV/r
Alternatif TDF+3TC+LPV/r
Anak (<10 tahun)
Dapat menggunakan EFV/NVP untuk
NNRTI

ART Lini Pertama


ART Lini pertama diperuntukan bagi ODHA yang belum pernah
mendapatkan terapi ARV sebelumnya. Berikut adalah panduan ART lini pertama.
Tabel 2. 6 Panduan ART Lini Pertama Menurut Permenkes No. 87 Tahun 2014
tentang Pedoman Pengobatan Antiretroval
Usia Panduan Kombinasi ARV Keterangan
Anak ≥ 5 tahun, Panduan TDF+3TC(atau
Jangan memulai TDF
dewasa, ibu hamil pilihan FTC)+EFV dalam
jika creatinin clearance
dan menysui, bentuk KDT
test (CCT) hitung <50
ODHA koinfeksi (kombinasi dalam
ml/menit atau diabetes
hepatitis B, ODHA tiga dosis tetap)
lama/hipertensi tidak
dengan TB anak <5 terkontrol
tahun KDT=TDF+3TC+EFV
Panduan AZT+3TC+EFV Jangan memulai AZT
alternatif (atau NVP) jika Hb <10 g/dl
TDF+3TC(atau
FTC)+NVP
Pilihan NRTI Zidovudin (AZT) Merupakan pilihan
ke-1 utama

14
Usia Panduan Kombinasi ARV Keterangan
Stavudin (d4T) Dipertimbangkan bila
Hb <7,5 g/dl, karena
risiko jangka panjang
d4T, maka setelah
pemakaian 6-12 bulan
(jika Hb≥10 g/dl) diubah
ke AZT. Bila ada efek
anemia berulang maka
kembali ke 4Dt
Tenofovir (TDF) Dapat digunakan untuk
anak usia >2 tahun
waspada ESO berupa
osteoporosis yang
mengganggu
pertumbuhan
Pilihan NRTI Lamivudin (3TC -
ke-2
Pilihan NNRTI Nevirapin (NVP -
Efavirenz (EFV) Dapat memberikan pada
anak usia ≥ 3 tahun, atau
BB ≥ 10 KG
Merupakan terapi pilihan
pada anak TB
Jangan digunakan jika
ada gangguan psikiatri
berat
Jika BB memungkinkan,
sebaiknya menggunakan
KDT
Sumber: Arg dkk, 2016; Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014); RI
(2014); World Health Organization (2006).

ART Lini Pertama untuk Anak dengan Terapi Tuberkulosis


Anak penderita HIV yang mendapatkan terapi TB perlu pertimbangan terapi
khusus terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. 7 Regimen ART untuk Anak dan Remaja dengan HIV yang mendapatkan
Terapi TB
Panduan ART Lini Pertama untuk Anak dan Remaja dengan Terapi TB
< 3 Tahun Tripel NRTI (AZT+3TC+ABC)
≥ 3 tahun Dua NRTI+EFV atau Tripel NRTI
(AZT+3TC+ABC)

Tabel 2. 8 Panduan Terapi untuk Memulai Terapi TB pada Anak dan Infant yang
Mendapat ART

15
Panduan Terapi untuk Memulai Terapi TB pada Anak dan Infant yang
Mendapat ART
Anak mendapat regimen <3 tahun Lanjutkan NVP, Pastikan
terapi standar berbasis dosisnya 200 mg/m3 atau
NNRT (dua NRTI+EFV Tripel NRTI
atau NVP) (AZT+3TC+ABC)
≥ 3 tahun Jika anak mendapatkan
EFV, lanjutkan regimen
yang sama
Jika anak mendapatkan
NVP, substitusi dengan
EFV, atau
Tripel NRTI
(AZT+3TC+ABC)
Anak mendapat regimen < 3 tahun Tripel NRTI
terapi standar berbasis P (AZT+3TC+ABC) atau
(dua NRTI+LPV/r) lanjutkan LPV/r,
tambahkan RTV untuk
mencapai dosis terapi
penuh
≥ 3 tahun Jika tidak ada riwayat
gagal pengobatan
dengan NNRTI:
substitusi dengan EFV
atau tripel NRTI
(AZT+3TC+ABC) atau
lanjutkan LPV/r
tambahkan RTV untuk
mencapai dosis terapi
penuh, pertimbangkan
konsultasi dengan ahli
untuk mengganti ke
ARTlini kedua

ART Lini Kedua


ARV lini kedua pada dewasa (Tabel 2.10) dan anak (Tabel 2.11) diberikan
pada pasien yang gagal terapi; diagnosis gagal terapi ditetapkan berdasarkan
kriteria klinis, imunologis dan virologi. Resistensi silang dalam kelas ARV yang
sama terjadi pada mereka yang mengalami kegagalan terapi. Resistensi terjadi
ketika HIV terus berproliferasi meskipun dalam terapi ARV. Jika kegagalan terapi
terjadi dengan panduan NNRTI dan 3TC.
Prinsip pemilihan panduan ARV lini kedua adalah pilih kelas obat ARV
sebanyak mungkin dan bila kelas obat yang sama akan dipilih maka pilihlah obat
yang sama sekali belum dipakai sebelumnya.

16
Tabel 2. 9 Panduan ARV Lini kedua pada Remaja dan Dewasa
Populasi target Panduan ARV yang Panduan Lini Kedua
digunakan pada Lini Pilihan
Pertama
Dewasa dan Remaja Berbasis AZT atau d4T TDF +3TC (atau FTC) +
LPV/r
Berbasis TDF AZT +3TC+LPV/r
HIV dan koinfeksi Berbasis AZT atau d4T TDF+3TC (atau FTC) +
LPV/r dosis ganda*
Berbasis TDF AZT +3TC+LPV/r dosis
ganda*
HIV dan HBV koinfeksi Berbasis TDF AZT + TDF + 3TC (atau
FTC) + LPV/r
Keterangan
Dosis ganda = Rifampisin sebaiknya tidak digunakan pada pemakaian LPV/r.
Panduan OAT yang dianjurkan adalah 2SHZE, selanjutnya diteruskan dengan
4HE dengan evaluasi rutin kelainan mata. Namun, pada infeksi meningitis TB
yang perlu tetap menggunakan rifampisin, maka LPV/r dapat digunakan dengan
dosis ganda LPV/r 800 mg/200mg 2x sehari atau 2x2 tablet.
Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014);WHO (2016).

Tabel 2. 10 Panduan ART Lini Kedua pada Anak


Lini Pertama Lini Kedua
AZT (atau d4T) + 3TC + NVP (atau EFV) ABC (atau TDF) + 3TC (atau FTC) +
LPV/r
TDF +3TC (atau FTC) + NVP (atau EFV) AZT + 3TC + LPV/r
ABC +3TC + NVP (atau EFV)
Keterangan: TDF hanya dapat digunakan pada anak usia di atas dua tahun
Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014);WHO (2016).

ART Lini Ketiga


ART lini ketiga merupakan terapi penyelamatan jika ART lini kedua
dinyatakan gagal. Kriteria yang digunakan untuk penentuan kegagalan terapi lini
kedua harus menggunakan kriteria virologis (pemeriksaan HIV RNA). Penentuan
kegagalan terapi lini kedua harus dilakukan saat ODHA menggunakan ART lini
kedua minimal enam bulan dalam keadaan kepatuhan yang baik. Tes resistensi
genotyping diwajibkan sebelum pindah ke lini ketiga. Penentuan indikasi dan

17
memulai lini ketiga perlu berkonsultasi dengan rumah sakit rujukan yang sudah
mempunyai pengalaman. Tabel 2.10 menjelaskan bahwa regimen ART lini ketiga
yang direkomendasikan di Indonesia. Tabel 2.11 menjelaskan bahwa regimen
KDT (Kombinasi Dosis Tetap) yang tersedia di Indonesia dan direkomendasikan
penggunaannya sesuai Permenkes No. 87 tahun 2014.
Tabel 2. 11 ART Lini Ketiga pada Dewasa dan Anak
Rekomendasi Panduan ART Lini Ketiga
Dewasa ETR + RAL + DRV/r
Anak ETR + RAL + DRV/r
Catatan: ARV lini ketiga belum disediakan program nasional
Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014);WHO (2016).
Tabel 2. 12 Sediaan kombinasi Dosis Tetap (KDT) ARV yang Tersedia
KDT Formula Usia Dosis Keterangan
Zidovudin dan Tablet AZT Dewasa 1 tab, 2x sehari Tablet dapat
Lamivudin 300 mg + 3TC Anak BB 15-19,9 kg: 0,5 dibagi dua,
150 mg tab-0,5 tab tidak boleh
BB 20-24,9 kg: 1 tab- dipuyerkan,
0,5 tab tablet dapat
BB ≥ 25 kg: 1 tab, 2x dihaluskan
sehari sesaat sebelum
pemberian.
Zidovudin, Dispersible Mulai BB 3-5,9 kg: 1 tab 2x Penggunaan
Lamivudin, tablet: AZT 60 bayi sehari tidak
Nevirapin mg + 3TC 30 BB 6-9,9 kg: terpengaruh
mg + NVP 50 1,5 tab 2x sehari makanan.
mg BB 10-13,9 kg: 2 tab, Tablet dapat
2x sehari direndam
BB 14-19,9 kg: 2,5 dalam air
tab 2x sehari hingga larut
BB 20-24,9 kg: dengan
3 tab 2x sehari sendirinya
sebelum
diminumkan.
Stavudin dan Tablet dewasa: Dewasa 1 tab, 2x sehari Sebaiknya
Lamivudin d4T 30 mg + tablet tidak
3TC 150 mg dibelah
Tablet Anak BB 3-5,9 kg: 0,5 tab- Penggunaan
dispersible 0,5 tab tidak
anak: d4T 12 BB 6-9,9 kg: terpengaruh
mg + 3TC 60 1 tab – 0,5 tab makanan.
mg BB 10 – 13,9 kg: Tablet dapat
1 tab, 2x sehari direndam
BB 14-19,9 kg: dalam air
1,5 tab- 1 tab hingga larut
BB 20 -24,9 kg: dengan

18
KDT Formula Usia Dosis Keterangan
1,5 tab 2x sehari sendirinya
BB 25 – 29,9 kg: sebelum
2 tab, 2x sehari diminumkan.
BB > 30 kg: sama
seperti dewasa
Stavudin, Tablet Anak BB 3-5,9 kg: Penggunaan
Lamivudin dan dispersible: 0,5 tab -0,5 tab tidak
Nevirapin d4T 12 mg + BB 6-9,9 kg: terpengaruh
3TC 60 mg + 1 tab- 0,5 tab makanan.
NVP 50 mg BB 10-13,9 kg: Tablet dapat
1 tab, 2x sehari direndam
BB 14-19,9 kg: dalam air
1,5 tab-1 tab hingga larut
BB 20-24,9 kg: dengan
1,5 tab, 2x sehari sendirinya
BB 25-29,9 kg: sebelum
2 tab, 2x sehari diminumkan.
BB > 30 kg: sama
seperti dewasa
Tenofovir, Tablet FTC Dewasa 1 tab, 1x sehari Penggunaan
Emtricitabin 200 mg + TDF Anak tidak
BB > 35 kg: 1 tab, 1x
300 mg sehari terpengaruh
makanan.
Tenofovir, Tablet TDF Dewasa 1 tab, 1x sehari Tidak boleh
Lamivudin dan 300 mg + 3TC Anak BB > 35 kg: 1 tab, diminum
Efavirenz 300 mg + EFV sesudah makan
600 mg 1x sehari makanan
sangat
berlemak
karena
absorpsi EFV
dapat
meningkat
sampai 50%.
Diminum pada
saat lambung
kosong dan
menjelang
tidur, terutama
2-4 minggu
pertama, untuk
mengurangi
efek samping
EFV pada
susunan saraf
pusat.
Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014).

19
1.4 Efek Samping Obat ART
Tabel 2. 13 Beberapa efek samping obat-obatan ARV
ARV Efek Samping Efek Samping
Umum Khusus
NRTI Toksisitaas Zidovudine Anemia,
mitokondrial dan neutropenia,
asidosis intoleransi gaster,
laktat/toksisitas sakit kepala, sulit
hepar. Gejala tidur, miopati,
asidosis laktat dapat asidosis laktat dan
terjadi selama 1-20 steatosis hepatitis
bulan setelah Lamivudin Sedikit toksisitas,
permulaan ART. asidosis laktat
Gejala yang muncul : dengan steatosis
mual, muntah, nyeri hepatitis
perut, hepatomegali, stavudin Neuropati perifer,
dispnea/takipnea, pankreatitis,
fatigue dan lipodistrofi, asidosis
penurunan BB laktat dengan
steatosis hepatitis
didanosin Pankreatitis,
neuropati perifer,
lipoatrofi, asidosi
laktat dengan
steatosis hepatis
NNRTI Hepatitis dan ruam NVP Ruam kulit berat,
kulit. Ruam hepatitis, dan terjadi
eritematous dan umum pada wanita
makulopapular dapat EFV SSP, Tetratogenik
berkembang menjadi
stevens johnson
syndrome atau toxic
epidermal necrolysis.
Biasanya terdapat
empat minggu
pertama pengobatan
ruam kulit.
PI Nelfinavir (NFV) Diare, hiperglikemi,
perpindahan lemak
(lipodistrofi),
kelainan lipid

20
Efek Samping ART Lini Pertama
Tabel 2. 14 Penentuan Derajat Toksisitas Berdasarkan Nilai Laboratoris :
Hematologi
HEMATOLOGI
Hemoglobin (g/dL)
Tahap IV
Tahap I Tahap II Tahap III
Uraian (mengancam
(ringan) (sedang) (berat)
jiwa)
Dewasa dan 8,5-10 7,5-8,4 6,5-7,4 <6,5
anak ≥ 57 hari
(HIV +)
Dewasa dan 10-10,9 atau 9-9,9 7-8,9 atau <7
anak ≥ 57 hari 2,5-3,4 ≥4,5
(HIV -)
Bayi 36-56 8,5-9,4 7-8,4 6-6,9 <6
hari (HIV +
atau -)
Bayi 22-35 9,5-10,5 8-9,4 7-7,9 <7
hari (HIV +
atau -)
Bayi ≤ 21 hari 12-13 10-11,9 9-9,9 <9
(HIV + atau -)
∑ neutrofil 1000-1500 750-999 500-749 <500
absolut
(/mm3)
Trombosit 100.000- 50.000- 25.000- <25.000
3
(/mm ) 24.999 99.999 49.999

Tabel 2. 15 Penentuan Derajat Toksisitas Berdasarkan Nilai Laboratoris : Kimia


Klinik
Kimia klinis
Bilirubin Total
Tahap 4
Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3
Uraian (Mengancam
(Ringan) (Sedang) (Berat)
jiwa)
Dewasa dan 1,1-1,5 x 1,6-2,5 x 2,6-5 x BAN  5 x BAN
anak > 14 hari BAN BAN
Bayi ≤14 hari - 20,-25 mg/dl 25,1-30 mg/dl  30
(non hemolitik) mg/dl
Bayi ≤14 hari ( - - 20-25 mg/dl  25
hemolitik) mg/dl
Glukosa serum, tinggi

21
Sewaktu 116-160 161-250 251-500 mg/dl >500 mg/dl
mg/dl mg/dl
Puasa 110-125 126-250 251-500 mg/dl >500 mg/dl
mg/dl mg/dl
Kolesterol
Dewasa ≥18 200-239 240-300 >300 mg/dl -
tahun mg/dl mg/dl
Anak < 18 170-199 200-300 >300 mg/dl -
tahun mg/dl mg/dl
Trigliserida - 500-750 751-1200 1200 mg/dl
(puasa) mg/dl mg/dl
Kreatinin 1,1-1,3 x 1,4-1,8 x 1,9-3,4 x BAN ≥3,5 x BAN
BAN BAN
SGOT >1,25 – 2,5 x >2,5-5 x BAN > 5-10 x BAN > 5-10 x BAN
BAN
SGPT >1,25 – 2,5 x >2,5-5 x BAN > 5-10 x BAN > 5-10 x BAN
BAN
Amilase >1-1,5 x BAN >1,5-2 x BAN > 2-5 x BAN > 5 x BAN
Lipase >1-1,5 x BAN 1,6-3 x BAN 3,1-5 x BAN >5 x BAN
Laktat <2 x BAN >2 x BAN Laktat ↑ Laktat ↑ dengan
tanpa asidosis tanpa asidosis dengan pH < pH < 7,3 tidak
7,3 tidak mengancam
mengancam jiwa
jiwa
Asidosis - Ph < Normal, Ph > 7,3 tanpa Ph > 7,3 tanpa
tetapi ≥ 7,3 mengancam mengancam
jiwa jiwa

Tabel 2. 16 Penentuan derajat toksisitas gejala klinis : Gastrointestinal


GASTROINTESTINAL
Tahap 4
Tahap I Tahap 2 Tahap 3
Uraian (mengancam
(Ringan) (Sedang) (Berat)
jiwa)
Mual Ringan atau Mual persisten Mual persisten Mengancam
sementara, menyebabkan menyebabkan nyama seperti
tidak ada atau asupan oral asupan oral syok
gangguan berkurang berkurang
minimal pada selama 24-48 selama > 48
asupan oral jam jam atau
rehidrasi
agresif
diperlukan
Muntah Ringan atau Muntah Muntah terus Mengancam
sementara, beberapa kali menerus nyama seperti
tidak ada atau dengan atau menyebabkan syok
gangguan tanpa dehidrasi hipotensi
minimal pada ortostatik atau
asupan oral rehidrasi
agresif

22
diperlukan
Pankreatitis Simtomatis dan Simtomatis dan Misal : gagal
perawatan perawatan jantung,
tidak diperlukan hemoragik,
diperlukan sepsis
Diare
Dewasa dan Episode Episode Diare darah Syok
anak ≥ 1 transien atau persisten dari atau Hipotensif
tahun intermiten BAB cair atau meningkatnya
BAB cair atau meningkatnya frekuensi BAB
meningkatnya frekuensi 4-6x ≥ 7 x dalam
frekuensi ≤ 3x diatas baseline periode 24 jam
diatas baseline dalam periode atau ada
dalam periode 24 jam indikasi cairan
24 jam IV
Anak < 1 BAB cair BAB cair BAB cair BAB cair
tahun namun dalam namun dalam dengan dengan
jumlah normal jumlah dehidrasi dehidrasi berat,
meningkat atau ringan perlu rehidrasi
dehidrasi agresif atau
ringan terjadi syok
hipotensif

Tabel 2. 17 Penentuan Derajat Toksisitas Berdasarkan Kriteria


Laboratorium:Urinalisis
URINALIS
Proteinuria
Tahap 4
Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3
Uraian (Mengancam
(Ringan) (Sedang) (Berat)
Jiwa)
Urine sewaktu 1+ 2+ atau 3+ 4+ Sindrom
nefrotik
Urine 24 jam
Dewasa dan 200-999 mg/24 jam 1.000–1.999 2.000-3500 >3.500 mg/24
anak ≥ 10 mg/24 jam mg/24 jam jam
tahun 201-499 mg/m²/24
Anak > 3 jam 500-799 800-1.000 >1.000mg/m²/24
bulan s.d < 10 mg/m²/24 jam mg/m²/24 jam jam
tahun
Hematuria 6-10 sel darah >10 sel darah Gross dengan Indikasi
merah/lapang merah/lapang atau tanpa transfuse
pandang pandang bekuan atau
dengan cast sel
darah merah

23
Tabel 2. 18 Penentuan Derajat Toksisitas Berdasarkan Gejala Sistemik
Gejala Sistemik
Tahap 4
Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3
Uraian (Mengancam
(Ringan) (Sedang) (Berat)
Jiwa)
Reaksi alergi Urtikaria lokal Urtikaria Urtikaria Anafilaksis
tanpa indikasi terlokalisasi meluas, atau akut, atau
intervensi dengan angiedema bronkospasme
medis indikasi dengan mengancam
intervensi indikasi nyawa, atau
medis atau intervensi edema laring
angioedema medis atau
tanpa indikasi bronkospasme
intervensi ringan
medis
Ruam kulit Eritema, gatal Ruam Vesikulasi atau Salah satu dari
hipersensitivita makulopapular deskuamasi kasus terkena
s difus atau basah atau membran
deskuamasi ulserasi mukosa,
kering kecurigaan
Steven
Johnson atau
TEN, eritema
multiformis,
dermatitis
eksfoliatif

24
Tabel 2. 19 Penentuan Derajat Toksisitas Berdasarkan Klinik: Muskuloskeletal
Muskuloskeletal
Tahap 4
Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3
Uraian (Mengancam
(Ringan) (Sedang) (Berat)
Jiwa)
Kehilangan massa tulang
Dewasa ≥ 21 Skor T -2,5 Skor T < -2,5 Fraktur patologis Fraktur patologis
tahun sampai -1,0 pada (termasuk mengancam nyawa
pada pemeriksaan berkurangnya
pemeriksaan densitometri tinggi akibat
densitometri pemendekan tulang
belakang)
Anak < 21 Skor Z -2,5 Skor T < -2,5 Fraktur patologis Fraktur patologis
tahun sampai -1,0 pada (termasuk mengancam nyawa
pada pemeriksaan berkurangnya
pemeriksaan densitometri tinggi akibat
densitometri pemendekan tulang
belakang)
Mialgia / Nyeri otot Nyeri otot Nyeri otot Nyeri otot
nyeri otot tidak menyebabkan menyebabkan menyebabkan
(bukan pada mengganggu gangguan ketidakmampuan ketidakmampuan
tempat atau lebih berat melakukan melakukan fungsi
injeksi) menyebabkan pada aktivitas aktivitas sosial dan perawatan diri
gangguan sosial dan fungsional sehari- dasar
minimal pada fungsional hari
aktivitas sosial sehari-hari
dan fungsional
sehari-hari

25
Tabel 2. 20 Penentuan Derajat Toksisitas Berdasarkan Klinik: Neurologis
Gejala Sistemik
Tahap 4
Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3
Uraian (Mengancam
(Ringan) (Sedang) (Berat)
Jiwa)
Perubahan Perubahan Perubahan Perubahan Perilaku
pada perilaku tidak berpengaruh menyebabkan berpotensi
kepribadian berpengaruh lebih dari ketidakmampu membahayaka
atau pada atau minimal an melakukan n diri sendiri
mood (misal: berpengaruh terhadap aktivitas sosial atau orang lain
agitasi, minimal aktivitas dan fungsional (misal: ide/
ansietas, terhadap sosial dan biasa percobaan
depresi, mania, aktivitas fungsional bunuh
psikosis) sosial dan biasa diri/pembunuh
fungsional an, psikosis
biasa akut, atau
menyebabkan
ketidakmampu
an melakukan
fungsi dasar
perawatan diri
Perubahan Perubahan Letargi atau Konfusi, Delirium atau
status mental tidak somnolen penurunan obtundasi, atau
untuk berpengaruh ringan memori, koma
demensia, lihat atau berpengaruh letargi atau
gangguan berpengaruh lebih dari somnolen
kognitif, dan minimal minimal menyebabkan
perilaku/perhat terhadap terhadap ketidakmampu
ian (termasuk aktivitas aktivitas an melakukan
demensia dan sosial dan sosial dan aktivitas sosial
attention fungsional fungsional dan fungsional
deficit biasa biasa biasa
disorder)
Gangguan Tidak Berpengaru Gangguan Gangguan
kognitif, dan berpengaruh h lebih dari mengakibatka mengakibatkan
perilaku/perhat atau minimal n ketidakmampu
ian (termasuk berpengaruh terhadap ketidakmampu an fungsi
demensia dan minimal aktivitas an melakukan perawatan diri
attention terhadap sosial dan aktivitas sosial atau butuh
deficit aktivitas fungsional dan fungsional institusionalisa
disorder) sosial dan biasa, atau biasa, atau si
fungsional sumber sumber daya
biasa, atau daya khusus khusus
sumber dibutuhkan dibutuhkan
daya khusus sewaktu- setiap saat
tidak waktu
dibutuhkan
Keterlambatan Keterlambat Keterlambat Keterlambatan Kemunduran

26
perkembangan an an perkembangan perkembangan,
anak ≥ 16 perkembang perkembang berat, baik baik motorik
tahun an ringan, an sedang, motorik ataupun
baik baik ataupun kognitif,
motorik motorik kognitif, ditentukan dari
ataupun ataupun ditentukan perbandingan
kognitif, kognitif, dari dengan
ditentukan ditentukan perbandingan developmental
dari dari dengan screening tool
perbandinga perbandinga developmental sesuai keadaan
n dengan n dengan screening tool
developmen developmen sesuai
tal tal keadaan
screening screening
tool sesuai tool sesuai
keadaan keadaan
Sakit kepala Gejala tidak Gejala Gejala Gejala
berpengaruh berpengaruh mengakibatka mengakibatkan
atau lebih dari n ketidakmampu
berpengaruh minimal ketidakmampu an melakukan
minimal terhhadap an melakukan fungsi dasar
terhadap aktivitas aktivitas sosial
perawatan diri
aktivitas sosial dan dan fungsional atau
sosial dan fungsional biasa dibutuhkan
fungsional biasa perawatan inap
biasa di rumah sakit
(selain
kunjungan
gawat darurat)
atau sakit
kepala dengan
gangguan
nyata pada
kesadaran atau
fungsi
neurologis
lain.
Insomnia - Kesulitan Kesulitan Insomnia
tidur tidur mengakibatkan
berpengaruh mengakibatka ketidakmampu
lebih dari n an melakukan
minimal ketidakmampu fungsi dasar
terhadap an melakukan perawatan diri
aktivitas aktivitas sosial
sosial dan dan fungsional
fungsional biasa
biasa
Kelemahan Asimtomatis Kelemahan Kelemahan otot Kelemahan otot

27
neuromuscular dengan otot mengakibatkan mengakibatkan
(termasuk penurunan berpengaruh ketidakmampua ketidakmampua
miopati dan kekuatan lebih dari n melakukan n melakukan
neuropati) pada minimal aktivitas sosial fungsi dasar
pemriksaan terhadap dan fungsional perawatan diri
atau aktivitas biasa atau kelemahan
kelemahan sosial dan otot pernapasan
minimal yang fungsional yang
tidak biasa mengganggu
berpengaruh ventilasi.
atau
berpengaruh
minimal
terhadap
aktivitas
sosial dan
fungsional
biasa
Perubahan Asimtomatis Perubahan Perubahan Perubahan
sensorineural dengan sensorik atau sensorik atau sensorik atau
(termasuk perubahan parastesia parastesia paresthesia
paresthesia dan sensorik pada yang mengakibatkan mengakibatkan
neuropati yang pemeriksaan berpengaruh ketidakmampua ketidakmampua
menyakitkan) atau minimal n untuk n fungsi dasar
paresthesia tehadap melakukan perawatan diri
yang tidak aktivitas aktivitas sosial
berpengaruh sosial dan dan fungsional
atau fungsional biasa
berpengaruh biasa
minimal
tehadap
aktivitas
sosial dan
fungsional
biasa

Tabel 2. 21 Penentuan Derajat Toksisitas Berdasarkan Klinik: Metabolik


Endokrin/Metabolik
Uraian Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4
(Ringan) (Sedang) (Berat)(Mengancam
Jiwa)
Ginekomastia Disadari oleh Disadari oleh Jelas dengan -
ODHA atau dokter saat inspeksi
keluarga pemeriksaan
yang fisik
merawat
Lipoatrofi (misalnya Disadari oleh Disadari oleh Jelas dengan -
kehilangan lemak di ODHA atau dokter saat inspeksi
wajah, ekstermitas keluarga pemeriksaan
dan bokong) yang fisik
merawat
Akumulasi lemak Disadari oleh Disadari oleh Jelas dengan -

28
abnormal (misal di ODHA atau dokter saat inspeksi
leher, payudara dan keluarga pemeriksaan
abdomen) yang fisik
merawat
Diabetes milletus - Onset baru Onset baru Mengancam
tanpa dengan nyawa (misal
memerlukan indikasi ketoasidosis,
obat atau insiasi obat koma
modifikasi atau diabetes hyperosmolar
pengobatan tak terkontrol nonketotic)
saat ini untuk dengan terapi
control adekuat
glukosa
darah

Pasien HIV yang melaporkan mengalami efek samping obat yang


signifikan, cenderung untuk tidak patuh untuk tidak patuh pada pengobatan
(Ammasari, 2001 dalam Kesper dkk, 2006). Hal ini sangat merugikan pasien
karena bisa menimbulkan resistansi obat dan memburuknya kondisi klien. Oleh
karena itu, peran perawat sangat penting dalam memberikan konseling dan
Pendidikan kesehatan tentang efek samping ARV dan perawatannya, pentingnya
kepatuhan, interaksi obat dan segala sesuatu hal yang menyangkut pengobatan
ARV. Peran yang tak kalah penting adalah memonitor secara teratur pasien untuk
deteksi dini efek samping ARV dan memberikan dukungan untuk mengonsumsi
ARV.

Efek Samping ART Lini Kedua


Tabel 2. 22 Efek Samping Obat ARV Lini Kedua dan Penanganannya
ARV Tipe Toksisitas Faktor Risiko Manajemen
LPV/r EKG abnormal Gangguan konduksi DRV/r jika dapat
(pemanjangan interval jantung, penggunaan kontraindikasi
PR dan QT, torsade de Bersama obat yang boosted OI dan
pointes). dapat memperpanjang ODHA gagal terapi
interval PR lainnya. berbasis NNRTI
lini pertama,
pertimbangan
pemakaian
integrase inhibitor
Dapat memperpanjang ODHA gagal terapi
interval PR lainnya berbasis NNRTI
Pemanjangan iterval QT SIndrom pemanjangan lini pertama,
interval QT kongenital, pertimbangan
hypokalemia, pemakaian
penggunaan Bersama integrase inhibitor

29
obat yang dapat
memperpanjang interval
QT lainnya.
Hepatotoksisitas Sudah ada penyakit hati
sebelumnya, koinfeksi
HBV dan HCV,
penggunaan bersama
obat hepatotoksik
lainnya.
Pankreatitis Stadium HIV lebih
lanjut.
LPV/r Resiko premature, Faktor resiko tidak
lipoatrofi, sindrom diketahui
metabolic,
dyslipidemia, diare.
TDF Disfungsi tubulus Sudah ada penyakit ABC atau ddl.
renalis, sindrom Fanconi ginjal sebelumnya,
usia lanjut, IMT <18,5
atau BB <50kg, DM
tak terkontrol,
hipertensi tak
terkontrol,
penggunaan bersama
obat nefrotoksik lain
atau boosted PI.
Menurunnya densitas Riwatat osteomalasia
mineral tulang dan fraktur patologis,
faktor resiko.
Osteoporosis atau
bone-lose lainnya.
Asidosis laktat atau Penggunaan
hepatomegali dengan nukleosida analog
steatosis yang lama, obesitas.
Eksaserbasi hepatitis Jika TDF dihentikan Gunakan
B (hepatic flares) karena toksisitas alternatif obat
lainnya pada koinfeksi hepatitis lainnya
hepatitis B seperti entecavir
ABC Reaksi hipersensivitas Gen HLA-B*5701 Subtitusi dengan
(biasanya terjadi TDF
dalam enam minggu
pertama dan dapat
mengancam jiwa.
Segerra hentikan obat
dan jangan pernah
menggunakan lagi).
AZT Anemia atau Anemia atau d4T
neutropenia berat, neutropenia
miopati, lipoatrofi sebelumnya mulai
atau lipodistrofi. terapi, jumlah CD4

30
≤200 sel/mm3
(dewasa)
Asidosis laktat atau IMT >25 BB >75kg
hepatomegali dengan (dewasa), penggunaan
steatosis. nukleosida analog
yang lama.
d4T Neuropati perifer, Usia tua, jumlah CD4 AZT
lipoatrofi atau ≤ 200 sel/mm3
lipodistrofi (dewasa), penggunaan
Bersama INH atau
dDI.
Asidosis laktat atau IMT >25 (atau BB
hepatomegali dengan >75) (dewasa),
steatosis, pankreatitis penggunaan
akut. nukleosida analog
yang lama.

Efek Samping ART Lini Ketiga


Tabel 2. 23 Efek Samping Obat ARV Lini Ketiga Dan Penanganannya
ARV Tipe Toksisitas
Etravirin (ETR) Mual, ruam, reaksi hipersensivitas,
termasuk sindorm Stevens-Johnson,
kadang disertai disfungsi organ seperti
gagal hati.
Raltegravir (RAL) Ruam, reaksi hipersensitivitas, termasuk
sindrom Stevens-Johnson dan toxic
epidermal necrolysis, mual, diare, nyeri
kepala, insomnia, demam kelemahan otot
dan rabdomiolisis.
Duranavir/Ritonavir (DRV/r) Ruam, reaksi hipersensivitas, termasuk
sindrom Stevens-Johnson dan eritma
multiformis, hepatotoksisitas, diare, mual,
nyeri kepala, perdarahn pada hemophilia,
hyperlipidemia, peningkatan
transaminase, hiperglikemia, maldistribusi
lemak.

Jika terjadi efek samping, maka prinsip penanganannya adalah (1)


menentukan beratnya toksisitas, (2) mengevaluasi obat yang diminum bersamaan
(tentukan apakah toksisitas disebabkan obat ARV atau obat lainnya), (3)
pertimbangkan proses penyakit lain terutama penyakit hati, (4) memberikan
penanganan sesuai dengan beratnya efek samping (tabel 6.9), (5) tekankan
pentingnya tetap minum obat meskipun ada toksisitas pada reaksi ringan dan

31
sedang, serta (6) jika diperlukan, hentikan pemberian terapi ARV apabila ada
toksisitas yang mengancam jiwa. Perlu diperhatikan waktu paruh masing-masing
obat untuk menghindari kejadian resistensi (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2014; World Health Organization (WHO), 2016).

1.5 Peran Perawat


Mengkaji Kesiapan Pasien dalam Manajemen Pengobatan
Prinsip menggunakan ARV adalah harus tiga jenis obat, yang ketiganya
harus terserap dan berda dalam dosis terapeutik dalam darah, dikenal dengan
highly active antiretroviral therapy (HAART). Pemerintah menetapkan panduan
yang digunakan dalam pengobatan ARV dengan berdasarkan pada lima aspek
yaitu efektivits, efek samping/toksisitas, interaksi obat, kepatuhan, dan harga obat
(Kemenkes RI, 2014).
Pasien yang diberi ART, harus mendapat konseling terlebih dahulu.
Konseling yaitu proses dialog antara konselor dengan klien yang bertujuan untuk
memberikan informasi yang jelas dan dapat dimengerti oleh klien. Konselor
memberikan informasi, waktu, perhatian dan keahliannya, untuk membantu klien
mempelajari keadaan dirinya, mengenali dan mencari pemecahan masalah
terhadap keterbatasan yang diberikan lingkungan. Layanan konseling HIV harus
dilengkapi dengan informasi HIV dan AIDS, konseling pra-tes dan konseling
pasca-tes yang berkualitas baik. Konseling terapi yang memadai sangat penting
untuk terapi seumur hidup dan keberhasilan terapi jangka panjang. Isi dari
konseling terapi ini termasuk kepatuhan minum obat, potensi/kemungkinan resiko
efek samping atau efek yang tidak diharapkan atau sindrom pulih imun (Immune
Reconstitution Inflammantory Syndrome/IRIS) setelah memulai terapi ARV,
terutama pada ODHA dengan stadium klinis lanjut atau jumlah CD4 < 100
sel/mm3, dan komplikasi yang berhubungan dengan terapi ARV jangka panjang.
Orang dengan HIV harus mendapatkan informasi dan konseling yang benar
dan cukup tentang terapi antiretroviral sebelum memulainya. Hal ini sangat
penting dalam mempertahankan kepatuhan minum ARV karena harus diminum
selama hidupnya. Faktor yang memengaruhi kepatuhan minum ARV adalah
penyediaan ARV secara cuma-cuma, kemudahan minum obat dan kesiapan untuk

32
meminumnya. Setelah dilakukan konseling kepatuhan, ODHA diminta untuk
berkomitmen menjalani pengobatan ARV secara teratur untuk jangka panjang.
Konseling meliputi cara dan ketepatan minum obat, efek samping yang mungkin
terjadi, interaksi dengan obat lain, monitoring keadaan klinis dan monitoring
pemeriksaan laboratorium secara berkala termasuk pemeriksaan CD4 (WHO,
2016).
Beberapa tanda kesiapan pasien untuk memulai ART adalah sebagai
berikut:
1. Pasien memahami terapi ART dan efek samping yang mungkin timbul
karena keterbatasan yang ada, seperti memerlukan kepatuhan tinggi
atau pasien menginginkan pengobatan.
2. Pasien siap untuk patuh berobat.
3. Pasien siap berperan aktif untuk merawat dirinya sendiri.
4. Adanya dukungan dari keluarga dan masyarakat.
5. Jika memungkinkan, adanya kelompok dukungan sebaya.
6. Tidak ada kasus ketidakpatuhan berobat yangg muncul saat ini
(beberapa kunjungan diperlukan sebelum memulai terapi).
7. Mengenali adanya kemungkinan ketidakpatuhan misalnya kehidupan
sosial yang tidak stabil, ketergantungan alkohol berat, atau gangguan
psikiatri serius.
Pada anak dengan HIV, perlu dilakukan kajian khusus untuk kesiapan terapi
ARV, diantaranya sebagai berikut (Kemenkes RI, 204; WHO, 2006, 2016)
1. Kaji situasi keluarga termasuk jumlah orang yang terkena atau
berisiko terinfeksi HIV dan situasi kesehatannya.
2. Identifikasi orang yang mengasuh anak dan kesediannya untuk
mematuhi pengobatan ARV dan pemantuannya.
3. Kaji pemahaman keluarga mengenai infeksi HIV dan
pengobatannya serta informasi mengenai status infeksi HIV dalam
keluarga.
4. Kaji status ekonomi, termasuk kemampuan membiayai perjalanan
ke klinik, kemampuan membeli atau menyediakan tambahan

33
makanan untuk anak yang sakit dan kemampuan membayar bila
ada peyakit lainnya.

Menilai Pengertian Klien terhadap ART


Pasien harus memahami bahwa ARV tidak menyembuhkan dan harus
dikonsumsi seumur hidup. Selama pengobatan ARV, virus masih dapat ditularkan
atau didapat sehingga perlu ditetapkan safe sex dan safe injection. Sangat penting
untuk tidak memulai ART jika:
1. Klien tidak memiliki motivasi;
2. Tanpa konseling intensif;
3. Pengobatan tidak dapat dilanjutkan;
4. Asimtomatik dan tidak ada informasi tentang hitung CD4+;
5. Tidak dapat memonitor secara biologis;
6. Tidak ada akses terhadap diagnosis dan pengobatan IO (infeksi
oportunistik).
Mendidik pasien mengenai ART
Pada saat pasien sudah memulai terapi ART maka harus dijelaskan
mengenai efek samping yang dapat terjadi dalam beberapa minggu pertama
setelah inisiasi hingga toksisitas pada pemakaian lama. Kebanyakan reaksi
toksisitas RAV tidak berat dan dapat diatasi dengan memberi terapi suportif,
namun adanya efek samping minor dapat menyebabkan ODHA tidak patuh
minum obat, karenanya tenaga kesehatan harus terus memberikan konseling untuk
ODH dan terus mendukung terapinya.
Monitoring
Selain adanya kesadaran klien untuk mematuhi peraturan ART, diperlukan
juga adanya monitoring yang dilakukan pihak berwenang (perawat, konselor dan
dokter) atau pihak yang berhubungan dengan ODHA lainnya. Monitoring tidak
hanya dilakukan untuk kondisi fisik, namun juga psikologis, sehingga dapat
membantu ODHA dan keluarganya selama menjalani pengobatan (Kemenkes RI,
2014)
1. Jenis Monitoring

34
Upaya monitoring terdiri atas beberapa hal yang dirangkum dalam tabel di
bawah ini.
2. Monitoring setelah pemberian ARV
Monitoring dilakukan secara klinis dan laboratoris untuk memonitor
respon pengobatan dan kemungkinan toksisitas ART. Monitoring minimal
dilakukan satu bulan sekali selama enam bulan, dialnjutkan dengan tiga
bulan sekali atau lebih sering sesuai kondisi dan kepatuhan terhadap
pengobatan. Beberapa tes laboratorium yang direkomendasikan setelah
pemberian ARV bisa dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. 24 Jenis Monitoring Pasien Mendapatkan ART
Jenis Monitoring Tujuan Kegiatan
Monitoring berkala Memantau secara berkala 1. Monitoring kepatuhan
keadaan pasien. (adherence) yang harus
didiskusikan pada setiap
kunjungan.
2. Monitoring efek samping
ART, yqang terdiri atas
pertanyaan langsung,
pemeriksaan klinis, dan
tes laboratorium.
3. Monitoring keberhasilan
ART. Monitoring ini
berupa indicator klinis,
misalnya berat badan
yang meningkat, julah
CD$, dan viral load.
Monitoring klinis Mendapatkan riwayat 1. Follow up pertama
penyakit yang jelas dan setelah satu atau dua
dilakukan pemeriksaan minggu. Lebih awal jika
klinis yang teratur. terjadi efek samping.
2. Kunjungan bulanan
sesudahnya, atau lebih
bila diperlukan.
3. Tiap kunjungan tanyakan
tentang gejala,
kepatuhan, masalah yang
berhubungan dengan HIV
dasn non-HIV, seta
kualitas hidup.
4. Pemeriksaan fisik, berat
badan, dan suhu.
Pemeriksaan laboratorium 1. Hitung darah lengkap dan
dasar hitung jenis (Hb, leukosit,
dan TLC-Total limfosit

35
Jenis Monitoring Tujuan Kegiatan
count tiap tiga bulan
pada awal pemakaian
ARV).
2. SGOT dan SGPT.
3. Hitung CD4, dilakukan
pada awal terapi dan tiap
enam bulan.
Monitoring efektivitas Menilai aktivitas ART. Memonitor efektivitas ART,
indikasi :
menurunnya/menghilangnya
gejala, berat badan
meningkat, menurunnya
frekuensi/beratnya IO,
menurunnya lesi Kaposi,
meningkatkan TLC,
meningkatnya hitung CD4,
dan supresi VL yang
bertahan lama.

Tabel 2. 25 Rekomendasi Tes Laboratorium Setelah Pemberian ART


Fase
Tes Lain yang Waktu/Indikasi
Penatalaksanaan Rekomendasi
Diperlukan Tes
HIV
Selama Jumlah sel CD$ Serum kreatinin Bila menggunakan
mengunakan ART (tiap enam bulan) tiap enam bulan TDF
HB Pada penggunaan
AZT (diperiksa
intensif tiga bulan
pertama)
Fungsi hati Tiap enam bulan
(SGOT/SGPT)
HIV RNA Enam (6) bulan
setelah inisiasi
ARV, tiap 12 bulan
setelahnya
Gagal terapi Jumlah sel CD$ HBsAg Bila sebelum switch
HIV RNA (viral belum pernah dites
load) untuk atau jika baseline
menentukan sebelum negatif
kegagalan terapi
Sumber : Arg dkk. (2016).
c. Monitoring efek samping ART
Regimen yang dianjurklan di Indonesia untuk lini pertama saat ini yaitu
KDT memiliki efek samping minimal, kurang toksik, dan sederhana
sehingga meningkatkan kepatuhan pengobatan, namun beberapa pasien
dapat mengalami efek samping minor yang bias menyebabkan
ketidakpatuhan. Sekitar 25% penderita menghentikan terapi pada tahun
pertama karena efek samping obat dan 25% penderita tidak meminum
dosis yang dianjurkan karena takut akan efek samping yang ditimbulkan

36
oleh ARV (Arminio Monforte, Chesney, Efron, 2000 dan Ammassari,
2001 dalam Kasper dkk, 2006).

Dalam beberapa minggu pertama


Gejala gastrointestinak adalah mual, Ruam dan toksikasi hati umumnya
muntah, dan diare. Efek samping ini terjadi akibat obat NNRTI, namun
bersifat self-limiting dan hanya dapat juga oleh obat NRTI, seperti
membutuhkan terapi simptomatik. ABC dan PI.

Dari empat minggu dan sesudahnya


Supresi sumsum tulang Penyebabnya anemia Anemia ringan
yang diinduksi obat dan lainnya harus dievaluasi asimtomatik
neutropeniadapat teradi dan diobati dapat terjadi
pada penggunaan AZT.

6 – 18 bulan
Disfungsi Lipodistrofi Asidosis laktat Kelainan
mitokondria sering jarang terjadi dan metabolic
terutama dikaitkan dapat terjadi umumnya
terjadi oleh dengan kapan saja, terjadi oleh PI.
obat NRTI, penggunaan terutama Termasuk
termasuk d4T dan dapat dikaitkan dengan hyperlipidemia,
asidosis laktat, menyebabkan penggunaan d4T. akumulasi
toksisitas hati, kerusakan Asidosis laktat lemak,
pankreatitis, pada tubuh yang berat dapat resistansi
neuropati permanen. mengancam jiwa. insulin,
perifer, diabetes, dan
lipoatrofi, dan osteopenia.
miopati.

> 1 tahun
Disfungsi tubular renal dikaitkan dengan TDF.
Gambar 2. 1 Rentang Waktu Monitoring Efek Samping ART

37

Anda mungkin juga menyukai