Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan berkah dan rahmat yang diberikan, sehingga makalah berjudul “Peran
Perawat dalam Pemberian Terapi Antiretroviral” ini dapat terselesaikan.
Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana
peran perawat dalam pemberian terapi antriretroviral. Hal inilah yang menjadi
latar belakang terpilihnya judul tersebut dalam makalah ini.
Dalam menyusun makalah ini, tentunya berbagai hambatan telah dialami.
Oleh karena itu, terselesaikannya makalah ini bukan semata-mata karena
kemampuan satu kelompok belaka, melainkan karena adanya dukungan dan
bantuan dari pihak-pihak terkait. Sehubungan dengan hal tersebut, dengan
ketulusan hati disampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Nursalam selaku PJMA Mata Kuliah Keperawatan HIV/AIDS
dan fasilitator pada topik ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
iv
Pemberian obat Anti Retroviral (ARV) menjadi satu jalan untuk menanggulangi
pandemi HIV.
HIV menyebabkan terjadinya penurunan kekebalan tubuh sehingga pasien
rentan terhadap serangan infeksi oportunistik. Anti retroviral (ARV) dapat
diberikan pada pasien untuk menghentikan aktivitas virus, memulihkan sistem
imun dan megurangi terjadinya infeksi oportunistik, memperbaiki kualitas hidup,
serta menurunkan kecacatan. ARV tidak menyembuhkan pasien HIV, namun bisa
memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang usia harapan hidup penderita
HIV/AIDS. Obat ARV terdiri atas beberapa golongan seperti nukleosida reverse
transcriptase inhibitor, nucleotide reverse transcriptase inhibitor, non-nucleoside
reverse transcriptase inhibitor, dan inhibitor protease.
Terapi pemberian ARV atau ART (anti-retroviral therapy) memiliki syarat-
syarat yang harus dipenuhi penderita untuk memulai terapi. Adapun syarat ini
harus dipenuhi untuk mencegah putus obat dan menjamin efektivitas pengobatan,
antara lain adalah infeksi HIV telah dikonfirmasi dengan hasil tes (positif) yang
tercatat, memiliki indikasi medis, dan tidak memulai ART jika tidak memenuhi
indikasi klinis, mengulangi pemeriksaan CD4 dalam empat bulan jika
memungkinkan, pasien yang memenuhi kriteria dapat memulai di pelayanan
kesehatan, jika infeksi oportunistik telah diobati dan sudah stabil, maka pasien
telah siap untuk pengobatan ART, adanya tim medis AIDS yang mampu
memberikan perawatan kronis dan menjamin persediaan obat yang cukup.
Rumusan Masalah
1. Apa tujuan dari pemberian ART?
2. Apa saja jenis obat ART?
3. Bagaimanakah cara pemilihan regimen terapi ART?
4. Apa saja efek samping obat ART?
5. Bagaimanakah peran perawat dalam pemberian ART?
Tujuan
1. Mengetahui tujuan dari pemberian ART
2. Mengetahui jenis-jenis obat ART
v
3. Mengetahui cara pemilihan regimen terapi ART
4. Mengetahui efek samping obat ART
5. Mengetahui peran perawat dalam pemberian ART
vi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
vii
5. Fussion inhibitor, Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah
Enfuvirtide (T-20)
Tabel 2. 1 Jenis Obat-obatan ARV
Nama Generik Nama Dagang Nama Latin
Zidovudine Retrovir AZT, ZCV
Didanosine Videx ddi
Zalzitabine Hivid ddC, dideokxycytidine
Stavudine Zerit d4T
Lamivudine Epivir 3TC
Zidovudine/Lamivudine Combivir Kombinasi AZT dan 3TC
Abacavir Ziagen ABC
Zidovudine/Lamivudine/ Trizivir Kombinasi AZT, 3TC, dan
Abacavir Abacavir
Tenofovir Viread Bis-poc PMPA
viii
rasa, atau geli makanan tinggi
sekitar mulut protein dan
lemak
Delavirdin NNR Lesu, mual, diare, Bercak merah dapat 3 kali/hari Harus diminum
e TI kelainan hati, diobati dengan sewaktu perut
bercak merah pada antihistamin dengan kosong
kulit, panas pengawasan dokter.
Hindari makanan
berlemak
Saquinivir PI Diare, mual Pertimbangkan obat lain 2-3 Harus diminum
bila diare. Jangan kali/hari sewaktu
minum antihistamin makan,
kecuali dengan terutama
pengawasan dokter. makanan tinggi
protein dan
lemak
Indinivir PI Mual, kelainan hati, Jangan makan satu jam 3 kali/hari Harus diminum
batu ginjal sebelum dan dua jam sewaktu perut
sesudah minum obat. kosong
Banyak minum air
sepanjang hari untuk
mencegah batu ginjal.
Jangan minum
antihistamin kecuali
dengan pengawasan
dokter.
T
Lamivudin Pediatrik 4 mg/kg, 2x sehari dosis 150 mg 2x sehari/300 mg 1x C
(3TC) Tablet terapi sehari
150 mg Remaja dengan BB ˂50 Kg : 2 mg/kg,
Tablet KDT 2x sehari C
BB ≥50 Kg : seperti dewasa
C
ix
C
Didanosin Bayi < 3 bulan: 50 mg/m2 LPB tiap 12 Berat badan ≥ 60 kg: 200 mg C
(ddI) Tablet jam 2x sehari ≥
kunyah 100 Bayi > 3 bulan-anak < 13 tahun : C
mg entric 90-120 mg/m2 LPB tiap 12 jam 3
coated Anak > 13 tahun atau BB > 60 kg: C
beadlet dalam seperti dewasa 1
kapsul C
125 mg <
T
T
Emtricitabin BB < 33 kg: 6 mg/kg 1x sehari, sulit 200 mg 1x sehari C
(FTC) diberikan karena tidak ada sediaan ≥
KDT, tidak terpisah dari TDF C
tersedia BB > 33 kg: seperti dewasa 3
sediaan C
terpisah 1
x
C
<
T
xi
Rilpivirin Belum dipakai pada anak 25mg 1x sehari
(RPV) T
Tablet 25mg
xii
1.3 Pemilihan Regimen Terapi ARV
ARV harus diberikan dalam bentuk kombinasi tiga jenis obat, yakni
ketiganya harus terserap dan berada dalam dosis terapeutik dalam darah. Manfaat
penggunaan obat-obatan dalam bentuk kombinasi adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh khasiat yang lebih lama untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya resistansi
2. Meningkatkan efektivitas dan lebih menekan aktivitas virus. Bila timbul
efek samping, bisa diganti obat lainnya dan bila virus mulai resisten
terhadap obat yang sedang digunakan, bisa memakai kombinasi lain.
3. ART kombinasi lebih efektif karena mempunyai khasiat ART yang lebih
tinggi dan menurunkan viral load lebih tinggi dibanding penggunaan satu
jenis obat saja. Selain itu, kemungkinan terjadinya resistansi virus kecil,
akan tetapi bila penderita lupa minum obat dapat menimbulkan terjadinya
resistensi. Kombinasi menyebabkan dosis masing-masing obat lebih kecil,
sehingga kemungkinan efek samping lebih kecil.
Kombinasi ART ini dikenal dengan Highly Active Antiretroviral Therapy
(HAART) atau disingkat Antiretroviral Therapy (ART). Karakterstik HAART
yang baik, antara lain sebagai berikut:
1. Poten, harus menurunkan viral load mencapai level tak terdekteksi dalam
3-4 bulan terapi.
2. Regimen dapat dipatuhi secara optimal
3. Sederhana
4. Efek samping yang dapat di toleransi.
5. Pilihan yang sesuai dengan terapi masa depan.
6. Dapat diterima dan bertahan lama.
7. Komitmen pasien untuk terapi seumur hidup.
13
kedua kelompok pajanan tersebut dan diberikan sesegera mungkin dalam waktu
72 jam setelah paparan. Penilaian kebutuhan PPP harus berdasarkan status HIV
sumber paparan jika memungkinkan, dan pertimbangan prevalensi dan
epidemiologi HIV di tempat tersebut. PPP tidak diberikan jika orang yang
berisiko terpapar sebenarnya HIV positif atau sumber paparannya HIV Negatif.
Lamanya pemberian PPP HIV adalah 28-30 hari. Pilihan obat PPP harus
didasarkan pada panduan ARV lini pertama yang digunakan, jga
mempertimbangkan kemungkinan resistensi ARV pada sumber paparan. Oleh
karena itu, sebelum pemberianPPP sebaiknya diketahui jenis dan riwayt ARV
sumber paparan, termask kepatuhannya. Regimen terapi untuk PPP adlah sebagai
berikut:
Tabel 2. 5 Panduan Regimen Terapi untk Pencegahan Pasca Pajanan
Orang yang Terpajan Panduan ARV
Pilihan TDF+3TC+LPV/r
Remaja dan dewasa Alternatif TDF+3TC+EFV
AZT+3TC+LPV/r
Pilihan AZT+3TC+LPV/r
Alternatif TDF+3TC+LPV/r
Anak (<10 tahun)
Dapat menggunakan EFV/NVP untuk
NNRTI
14
Usia Panduan Kombinasi ARV Keterangan
Stavudin (d4T) Dipertimbangkan bila
Hb <7,5 g/dl, karena
risiko jangka panjang
d4T, maka setelah
pemakaian 6-12 bulan
(jika Hb≥10 g/dl) diubah
ke AZT. Bila ada efek
anemia berulang maka
kembali ke 4Dt
Tenofovir (TDF) Dapat digunakan untuk
anak usia >2 tahun
waspada ESO berupa
osteoporosis yang
mengganggu
pertumbuhan
Pilihan NRTI Lamivudin (3TC -
ke-2
Pilihan NNRTI Nevirapin (NVP -
Efavirenz (EFV) Dapat memberikan pada
anak usia ≥ 3 tahun, atau
BB ≥ 10 KG
Merupakan terapi pilihan
pada anak TB
Jangan digunakan jika
ada gangguan psikiatri
berat
Jika BB memungkinkan,
sebaiknya menggunakan
KDT
Sumber: Arg dkk, 2016; Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014); RI
(2014); World Health Organization (2006).
Tabel 2. 8 Panduan Terapi untuk Memulai Terapi TB pada Anak dan Infant yang
Mendapat ART
15
Panduan Terapi untuk Memulai Terapi TB pada Anak dan Infant yang
Mendapat ART
Anak mendapat regimen <3 tahun Lanjutkan NVP, Pastikan
terapi standar berbasis dosisnya 200 mg/m3 atau
NNRT (dua NRTI+EFV Tripel NRTI
atau NVP) (AZT+3TC+ABC)
≥ 3 tahun Jika anak mendapatkan
EFV, lanjutkan regimen
yang sama
Jika anak mendapatkan
NVP, substitusi dengan
EFV, atau
Tripel NRTI
(AZT+3TC+ABC)
Anak mendapat regimen < 3 tahun Tripel NRTI
terapi standar berbasis P (AZT+3TC+ABC) atau
(dua NRTI+LPV/r) lanjutkan LPV/r,
tambahkan RTV untuk
mencapai dosis terapi
penuh
≥ 3 tahun Jika tidak ada riwayat
gagal pengobatan
dengan NNRTI:
substitusi dengan EFV
atau tripel NRTI
(AZT+3TC+ABC) atau
lanjutkan LPV/r
tambahkan RTV untuk
mencapai dosis terapi
penuh, pertimbangkan
konsultasi dengan ahli
untuk mengganti ke
ARTlini kedua
16
Tabel 2. 9 Panduan ARV Lini kedua pada Remaja dan Dewasa
Populasi target Panduan ARV yang Panduan Lini Kedua
digunakan pada Lini Pilihan
Pertama
Dewasa dan Remaja Berbasis AZT atau d4T TDF +3TC (atau FTC) +
LPV/r
Berbasis TDF AZT +3TC+LPV/r
HIV dan koinfeksi Berbasis AZT atau d4T TDF+3TC (atau FTC) +
LPV/r dosis ganda*
Berbasis TDF AZT +3TC+LPV/r dosis
ganda*
HIV dan HBV koinfeksi Berbasis TDF AZT + TDF + 3TC (atau
FTC) + LPV/r
Keterangan
Dosis ganda = Rifampisin sebaiknya tidak digunakan pada pemakaian LPV/r.
Panduan OAT yang dianjurkan adalah 2SHZE, selanjutnya diteruskan dengan
4HE dengan evaluasi rutin kelainan mata. Namun, pada infeksi meningitis TB
yang perlu tetap menggunakan rifampisin, maka LPV/r dapat digunakan dengan
dosis ganda LPV/r 800 mg/200mg 2x sehari atau 2x2 tablet.
Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014);WHO (2016).
17
memulai lini ketiga perlu berkonsultasi dengan rumah sakit rujukan yang sudah
mempunyai pengalaman. Tabel 2.10 menjelaskan bahwa regimen ART lini ketiga
yang direkomendasikan di Indonesia. Tabel 2.11 menjelaskan bahwa regimen
KDT (Kombinasi Dosis Tetap) yang tersedia di Indonesia dan direkomendasikan
penggunaannya sesuai Permenkes No. 87 tahun 2014.
Tabel 2. 11 ART Lini Ketiga pada Dewasa dan Anak
Rekomendasi Panduan ART Lini Ketiga
Dewasa ETR + RAL + DRV/r
Anak ETR + RAL + DRV/r
Catatan: ARV lini ketiga belum disediakan program nasional
Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014);WHO (2016).
Tabel 2. 12 Sediaan kombinasi Dosis Tetap (KDT) ARV yang Tersedia
KDT Formula Usia Dosis Keterangan
Zidovudin dan Tablet AZT Dewasa 1 tab, 2x sehari Tablet dapat
Lamivudin 300 mg + 3TC Anak BB 15-19,9 kg: 0,5 dibagi dua,
150 mg tab-0,5 tab tidak boleh
BB 20-24,9 kg: 1 tab- dipuyerkan,
0,5 tab tablet dapat
BB ≥ 25 kg: 1 tab, 2x dihaluskan
sehari sesaat sebelum
pemberian.
Zidovudin, Dispersible Mulai BB 3-5,9 kg: 1 tab 2x Penggunaan
Lamivudin, tablet: AZT 60 bayi sehari tidak
Nevirapin mg + 3TC 30 BB 6-9,9 kg: terpengaruh
mg + NVP 50 1,5 tab 2x sehari makanan.
mg BB 10-13,9 kg: 2 tab, Tablet dapat
2x sehari direndam
BB 14-19,9 kg: 2,5 dalam air
tab 2x sehari hingga larut
BB 20-24,9 kg: dengan
3 tab 2x sehari sendirinya
sebelum
diminumkan.
Stavudin dan Tablet dewasa: Dewasa 1 tab, 2x sehari Sebaiknya
Lamivudin d4T 30 mg + tablet tidak
3TC 150 mg dibelah
Tablet Anak BB 3-5,9 kg: 0,5 tab- Penggunaan
dispersible 0,5 tab tidak
anak: d4T 12 BB 6-9,9 kg: terpengaruh
mg + 3TC 60 1 tab – 0,5 tab makanan.
mg BB 10 – 13,9 kg: Tablet dapat
1 tab, 2x sehari direndam
BB 14-19,9 kg: dalam air
1,5 tab- 1 tab hingga larut
BB 20 -24,9 kg: dengan
18
KDT Formula Usia Dosis Keterangan
1,5 tab 2x sehari sendirinya
BB 25 – 29,9 kg: sebelum
2 tab, 2x sehari diminumkan.
BB > 30 kg: sama
seperti dewasa
Stavudin, Tablet Anak BB 3-5,9 kg: Penggunaan
Lamivudin dan dispersible: 0,5 tab -0,5 tab tidak
Nevirapin d4T 12 mg + BB 6-9,9 kg: terpengaruh
3TC 60 mg + 1 tab- 0,5 tab makanan.
NVP 50 mg BB 10-13,9 kg: Tablet dapat
1 tab, 2x sehari direndam
BB 14-19,9 kg: dalam air
1,5 tab-1 tab hingga larut
BB 20-24,9 kg: dengan
1,5 tab, 2x sehari sendirinya
BB 25-29,9 kg: sebelum
2 tab, 2x sehari diminumkan.
BB > 30 kg: sama
seperti dewasa
Tenofovir, Tablet FTC Dewasa 1 tab, 1x sehari Penggunaan
Emtricitabin 200 mg + TDF Anak tidak
BB > 35 kg: 1 tab, 1x
300 mg sehari terpengaruh
makanan.
Tenofovir, Tablet TDF Dewasa 1 tab, 1x sehari Tidak boleh
Lamivudin dan 300 mg + 3TC Anak BB > 35 kg: 1 tab, diminum
Efavirenz 300 mg + EFV sesudah makan
600 mg 1x sehari makanan
sangat
berlemak
karena
absorpsi EFV
dapat
meningkat
sampai 50%.
Diminum pada
saat lambung
kosong dan
menjelang
tidur, terutama
2-4 minggu
pertama, untuk
mengurangi
efek samping
EFV pada
susunan saraf
pusat.
Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014).
19
1.4 Efek Samping Obat ART
Tabel 2. 13 Beberapa efek samping obat-obatan ARV
ARV Efek Samping Efek Samping
Umum Khusus
NRTI Toksisitaas Zidovudine Anemia,
mitokondrial dan neutropenia,
asidosis intoleransi gaster,
laktat/toksisitas sakit kepala, sulit
hepar. Gejala tidur, miopati,
asidosis laktat dapat asidosis laktat dan
terjadi selama 1-20 steatosis hepatitis
bulan setelah Lamivudin Sedikit toksisitas,
permulaan ART. asidosis laktat
Gejala yang muncul : dengan steatosis
mual, muntah, nyeri hepatitis
perut, hepatomegali, stavudin Neuropati perifer,
dispnea/takipnea, pankreatitis,
fatigue dan lipodistrofi, asidosis
penurunan BB laktat dengan
steatosis hepatitis
didanosin Pankreatitis,
neuropati perifer,
lipoatrofi, asidosi
laktat dengan
steatosis hepatis
NNRTI Hepatitis dan ruam NVP Ruam kulit berat,
kulit. Ruam hepatitis, dan terjadi
eritematous dan umum pada wanita
makulopapular dapat EFV SSP, Tetratogenik
berkembang menjadi
stevens johnson
syndrome atau toxic
epidermal necrolysis.
Biasanya terdapat
empat minggu
pertama pengobatan
ruam kulit.
PI Nelfinavir (NFV) Diare, hiperglikemi,
perpindahan lemak
(lipodistrofi),
kelainan lipid
20
Efek Samping ART Lini Pertama
Tabel 2. 14 Penentuan Derajat Toksisitas Berdasarkan Nilai Laboratoris :
Hematologi
HEMATOLOGI
Hemoglobin (g/dL)
Tahap IV
Tahap I Tahap II Tahap III
Uraian (mengancam
(ringan) (sedang) (berat)
jiwa)
Dewasa dan 8,5-10 7,5-8,4 6,5-7,4 <6,5
anak ≥ 57 hari
(HIV +)
Dewasa dan 10-10,9 atau 9-9,9 7-8,9 atau <7
anak ≥ 57 hari 2,5-3,4 ≥4,5
(HIV -)
Bayi 36-56 8,5-9,4 7-8,4 6-6,9 <6
hari (HIV +
atau -)
Bayi 22-35 9,5-10,5 8-9,4 7-7,9 <7
hari (HIV +
atau -)
Bayi ≤ 21 hari 12-13 10-11,9 9-9,9 <9
(HIV + atau -)
∑ neutrofil 1000-1500 750-999 500-749 <500
absolut
(/mm3)
Trombosit 100.000- 50.000- 25.000- <25.000
3
(/mm ) 24.999 99.999 49.999
21
Sewaktu 116-160 161-250 251-500 mg/dl >500 mg/dl
mg/dl mg/dl
Puasa 110-125 126-250 251-500 mg/dl >500 mg/dl
mg/dl mg/dl
Kolesterol
Dewasa ≥18 200-239 240-300 >300 mg/dl -
tahun mg/dl mg/dl
Anak < 18 170-199 200-300 >300 mg/dl -
tahun mg/dl mg/dl
Trigliserida - 500-750 751-1200 1200 mg/dl
(puasa) mg/dl mg/dl
Kreatinin 1,1-1,3 x 1,4-1,8 x 1,9-3,4 x BAN ≥3,5 x BAN
BAN BAN
SGOT >1,25 – 2,5 x >2,5-5 x BAN > 5-10 x BAN > 5-10 x BAN
BAN
SGPT >1,25 – 2,5 x >2,5-5 x BAN > 5-10 x BAN > 5-10 x BAN
BAN
Amilase >1-1,5 x BAN >1,5-2 x BAN > 2-5 x BAN > 5 x BAN
Lipase >1-1,5 x BAN 1,6-3 x BAN 3,1-5 x BAN >5 x BAN
Laktat <2 x BAN >2 x BAN Laktat ↑ Laktat ↑ dengan
tanpa asidosis tanpa asidosis dengan pH < pH < 7,3 tidak
7,3 tidak mengancam
mengancam jiwa
jiwa
Asidosis - Ph < Normal, Ph > 7,3 tanpa Ph > 7,3 tanpa
tetapi ≥ 7,3 mengancam mengancam
jiwa jiwa
22
diperlukan
Pankreatitis Simtomatis dan Simtomatis dan Misal : gagal
perawatan perawatan jantung,
tidak diperlukan hemoragik,
diperlukan sepsis
Diare
Dewasa dan Episode Episode Diare darah Syok
anak ≥ 1 transien atau persisten dari atau Hipotensif
tahun intermiten BAB cair atau meningkatnya
BAB cair atau meningkatnya frekuensi BAB
meningkatnya frekuensi 4-6x ≥ 7 x dalam
frekuensi ≤ 3x diatas baseline periode 24 jam
diatas baseline dalam periode atau ada
dalam periode 24 jam indikasi cairan
24 jam IV
Anak < 1 BAB cair BAB cair BAB cair BAB cair
tahun namun dalam namun dalam dengan dengan
jumlah normal jumlah dehidrasi dehidrasi berat,
meningkat atau ringan perlu rehidrasi
dehidrasi agresif atau
ringan terjadi syok
hipotensif
23
Tabel 2. 18 Penentuan Derajat Toksisitas Berdasarkan Gejala Sistemik
Gejala Sistemik
Tahap 4
Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3
Uraian (Mengancam
(Ringan) (Sedang) (Berat)
Jiwa)
Reaksi alergi Urtikaria lokal Urtikaria Urtikaria Anafilaksis
tanpa indikasi terlokalisasi meluas, atau akut, atau
intervensi dengan angiedema bronkospasme
medis indikasi dengan mengancam
intervensi indikasi nyawa, atau
medis atau intervensi edema laring
angioedema medis atau
tanpa indikasi bronkospasme
intervensi ringan
medis
Ruam kulit Eritema, gatal Ruam Vesikulasi atau Salah satu dari
hipersensitivita makulopapular deskuamasi kasus terkena
s difus atau basah atau membran
deskuamasi ulserasi mukosa,
kering kecurigaan
Steven
Johnson atau
TEN, eritema
multiformis,
dermatitis
eksfoliatif
24
Tabel 2. 19 Penentuan Derajat Toksisitas Berdasarkan Klinik: Muskuloskeletal
Muskuloskeletal
Tahap 4
Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3
Uraian (Mengancam
(Ringan) (Sedang) (Berat)
Jiwa)
Kehilangan massa tulang
Dewasa ≥ 21 Skor T -2,5 Skor T < -2,5 Fraktur patologis Fraktur patologis
tahun sampai -1,0 pada (termasuk mengancam nyawa
pada pemeriksaan berkurangnya
pemeriksaan densitometri tinggi akibat
densitometri pemendekan tulang
belakang)
Anak < 21 Skor Z -2,5 Skor T < -2,5 Fraktur patologis Fraktur patologis
tahun sampai -1,0 pada (termasuk mengancam nyawa
pada pemeriksaan berkurangnya
pemeriksaan densitometri tinggi akibat
densitometri pemendekan tulang
belakang)
Mialgia / Nyeri otot Nyeri otot Nyeri otot Nyeri otot
nyeri otot tidak menyebabkan menyebabkan menyebabkan
(bukan pada mengganggu gangguan ketidakmampuan ketidakmampuan
tempat atau lebih berat melakukan melakukan fungsi
injeksi) menyebabkan pada aktivitas aktivitas sosial dan perawatan diri
gangguan sosial dan fungsional sehari- dasar
minimal pada fungsional hari
aktivitas sosial sehari-hari
dan fungsional
sehari-hari
25
Tabel 2. 20 Penentuan Derajat Toksisitas Berdasarkan Klinik: Neurologis
Gejala Sistemik
Tahap 4
Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3
Uraian (Mengancam
(Ringan) (Sedang) (Berat)
Jiwa)
Perubahan Perubahan Perubahan Perubahan Perilaku
pada perilaku tidak berpengaruh menyebabkan berpotensi
kepribadian berpengaruh lebih dari ketidakmampu membahayaka
atau pada atau minimal an melakukan n diri sendiri
mood (misal: berpengaruh terhadap aktivitas sosial atau orang lain
agitasi, minimal aktivitas dan fungsional (misal: ide/
ansietas, terhadap sosial dan biasa percobaan
depresi, mania, aktivitas fungsional bunuh
psikosis) sosial dan biasa diri/pembunuh
fungsional an, psikosis
biasa akut, atau
menyebabkan
ketidakmampu
an melakukan
fungsi dasar
perawatan diri
Perubahan Perubahan Letargi atau Konfusi, Delirium atau
status mental tidak somnolen penurunan obtundasi, atau
untuk berpengaruh ringan memori, koma
demensia, lihat atau berpengaruh letargi atau
gangguan berpengaruh lebih dari somnolen
kognitif, dan minimal minimal menyebabkan
perilaku/perhat terhadap terhadap ketidakmampu
ian (termasuk aktivitas aktivitas an melakukan
demensia dan sosial dan sosial dan aktivitas sosial
attention fungsional fungsional dan fungsional
deficit biasa biasa biasa
disorder)
Gangguan Tidak Berpengaru Gangguan Gangguan
kognitif, dan berpengaruh h lebih dari mengakibatka mengakibatkan
perilaku/perhat atau minimal n ketidakmampu
ian (termasuk berpengaruh terhadap ketidakmampu an fungsi
demensia dan minimal aktivitas an melakukan perawatan diri
attention terhadap sosial dan aktivitas sosial atau butuh
deficit aktivitas fungsional dan fungsional institusionalisa
disorder) sosial dan biasa, atau biasa, atau si
fungsional sumber sumber daya
biasa, atau daya khusus khusus
sumber dibutuhkan dibutuhkan
daya khusus sewaktu- setiap saat
tidak waktu
dibutuhkan
Keterlambatan Keterlambat Keterlambat Keterlambatan Kemunduran
26
perkembangan an an perkembangan perkembangan,
anak ≥ 16 perkembang perkembang berat, baik baik motorik
tahun an ringan, an sedang, motorik ataupun
baik baik ataupun kognitif,
motorik motorik kognitif, ditentukan dari
ataupun ataupun ditentukan perbandingan
kognitif, kognitif, dari dengan
ditentukan ditentukan perbandingan developmental
dari dari dengan screening tool
perbandinga perbandinga developmental sesuai keadaan
n dengan n dengan screening tool
developmen developmen sesuai
tal tal keadaan
screening screening
tool sesuai tool sesuai
keadaan keadaan
Sakit kepala Gejala tidak Gejala Gejala Gejala
berpengaruh berpengaruh mengakibatka mengakibatkan
atau lebih dari n ketidakmampu
berpengaruh minimal ketidakmampu an melakukan
minimal terhhadap an melakukan fungsi dasar
terhadap aktivitas aktivitas sosial
perawatan diri
aktivitas sosial dan dan fungsional atau
sosial dan fungsional biasa dibutuhkan
fungsional biasa perawatan inap
biasa di rumah sakit
(selain
kunjungan
gawat darurat)
atau sakit
kepala dengan
gangguan
nyata pada
kesadaran atau
fungsi
neurologis
lain.
Insomnia - Kesulitan Kesulitan Insomnia
tidur tidur mengakibatkan
berpengaruh mengakibatka ketidakmampu
lebih dari n an melakukan
minimal ketidakmampu fungsi dasar
terhadap an melakukan perawatan diri
aktivitas aktivitas sosial
sosial dan dan fungsional
fungsional biasa
biasa
Kelemahan Asimtomatis Kelemahan Kelemahan otot Kelemahan otot
27
neuromuscular dengan otot mengakibatkan mengakibatkan
(termasuk penurunan berpengaruh ketidakmampua ketidakmampua
miopati dan kekuatan lebih dari n melakukan n melakukan
neuropati) pada minimal aktivitas sosial fungsi dasar
pemriksaan terhadap dan fungsional perawatan diri
atau aktivitas biasa atau kelemahan
kelemahan sosial dan otot pernapasan
minimal yang fungsional yang
tidak biasa mengganggu
berpengaruh ventilasi.
atau
berpengaruh
minimal
terhadap
aktivitas
sosial dan
fungsional
biasa
Perubahan Asimtomatis Perubahan Perubahan Perubahan
sensorineural dengan sensorik atau sensorik atau sensorik atau
(termasuk perubahan parastesia parastesia paresthesia
paresthesia dan sensorik pada yang mengakibatkan mengakibatkan
neuropati yang pemeriksaan berpengaruh ketidakmampua ketidakmampua
menyakitkan) atau minimal n untuk n fungsi dasar
paresthesia tehadap melakukan perawatan diri
yang tidak aktivitas aktivitas sosial
berpengaruh sosial dan dan fungsional
atau fungsional biasa
berpengaruh biasa
minimal
tehadap
aktivitas
sosial dan
fungsional
biasa
28
abnormal (misal di ODHA atau dokter saat inspeksi
leher, payudara dan keluarga pemeriksaan
abdomen) yang fisik
merawat
Diabetes milletus - Onset baru Onset baru Mengancam
tanpa dengan nyawa (misal
memerlukan indikasi ketoasidosis,
obat atau insiasi obat koma
modifikasi atau diabetes hyperosmolar
pengobatan tak terkontrol nonketotic)
saat ini untuk dengan terapi
control adekuat
glukosa
darah
29
obat yang dapat
memperpanjang interval
QT lainnya.
Hepatotoksisitas Sudah ada penyakit hati
sebelumnya, koinfeksi
HBV dan HCV,
penggunaan bersama
obat hepatotoksik
lainnya.
Pankreatitis Stadium HIV lebih
lanjut.
LPV/r Resiko premature, Faktor resiko tidak
lipoatrofi, sindrom diketahui
metabolic,
dyslipidemia, diare.
TDF Disfungsi tubulus Sudah ada penyakit ABC atau ddl.
renalis, sindrom Fanconi ginjal sebelumnya,
usia lanjut, IMT <18,5
atau BB <50kg, DM
tak terkontrol,
hipertensi tak
terkontrol,
penggunaan bersama
obat nefrotoksik lain
atau boosted PI.
Menurunnya densitas Riwatat osteomalasia
mineral tulang dan fraktur patologis,
faktor resiko.
Osteoporosis atau
bone-lose lainnya.
Asidosis laktat atau Penggunaan
hepatomegali dengan nukleosida analog
steatosis yang lama, obesitas.
Eksaserbasi hepatitis Jika TDF dihentikan Gunakan
B (hepatic flares) karena toksisitas alternatif obat
lainnya pada koinfeksi hepatitis lainnya
hepatitis B seperti entecavir
ABC Reaksi hipersensivitas Gen HLA-B*5701 Subtitusi dengan
(biasanya terjadi TDF
dalam enam minggu
pertama dan dapat
mengancam jiwa.
Segerra hentikan obat
dan jangan pernah
menggunakan lagi).
AZT Anemia atau Anemia atau d4T
neutropenia berat, neutropenia
miopati, lipoatrofi sebelumnya mulai
atau lipodistrofi. terapi, jumlah CD4
30
≤200 sel/mm3
(dewasa)
Asidosis laktat atau IMT >25 BB >75kg
hepatomegali dengan (dewasa), penggunaan
steatosis. nukleosida analog
yang lama.
d4T Neuropati perifer, Usia tua, jumlah CD4 AZT
lipoatrofi atau ≤ 200 sel/mm3
lipodistrofi (dewasa), penggunaan
Bersama INH atau
dDI.
Asidosis laktat atau IMT >25 (atau BB
hepatomegali dengan >75) (dewasa),
steatosis, pankreatitis penggunaan
akut. nukleosida analog
yang lama.
31
sedang, serta (6) jika diperlukan, hentikan pemberian terapi ARV apabila ada
toksisitas yang mengancam jiwa. Perlu diperhatikan waktu paruh masing-masing
obat untuk menghindari kejadian resistensi (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2014; World Health Organization (WHO), 2016).
32
meminumnya. Setelah dilakukan konseling kepatuhan, ODHA diminta untuk
berkomitmen menjalani pengobatan ARV secara teratur untuk jangka panjang.
Konseling meliputi cara dan ketepatan minum obat, efek samping yang mungkin
terjadi, interaksi dengan obat lain, monitoring keadaan klinis dan monitoring
pemeriksaan laboratorium secara berkala termasuk pemeriksaan CD4 (WHO,
2016).
Beberapa tanda kesiapan pasien untuk memulai ART adalah sebagai
berikut:
1. Pasien memahami terapi ART dan efek samping yang mungkin timbul
karena keterbatasan yang ada, seperti memerlukan kepatuhan tinggi
atau pasien menginginkan pengobatan.
2. Pasien siap untuk patuh berobat.
3. Pasien siap berperan aktif untuk merawat dirinya sendiri.
4. Adanya dukungan dari keluarga dan masyarakat.
5. Jika memungkinkan, adanya kelompok dukungan sebaya.
6. Tidak ada kasus ketidakpatuhan berobat yangg muncul saat ini
(beberapa kunjungan diperlukan sebelum memulai terapi).
7. Mengenali adanya kemungkinan ketidakpatuhan misalnya kehidupan
sosial yang tidak stabil, ketergantungan alkohol berat, atau gangguan
psikiatri serius.
Pada anak dengan HIV, perlu dilakukan kajian khusus untuk kesiapan terapi
ARV, diantaranya sebagai berikut (Kemenkes RI, 204; WHO, 2006, 2016)
1. Kaji situasi keluarga termasuk jumlah orang yang terkena atau
berisiko terinfeksi HIV dan situasi kesehatannya.
2. Identifikasi orang yang mengasuh anak dan kesediannya untuk
mematuhi pengobatan ARV dan pemantuannya.
3. Kaji pemahaman keluarga mengenai infeksi HIV dan
pengobatannya serta informasi mengenai status infeksi HIV dalam
keluarga.
4. Kaji status ekonomi, termasuk kemampuan membiayai perjalanan
ke klinik, kemampuan membeli atau menyediakan tambahan
33
makanan untuk anak yang sakit dan kemampuan membayar bila
ada peyakit lainnya.
34
Upaya monitoring terdiri atas beberapa hal yang dirangkum dalam tabel di
bawah ini.
2. Monitoring setelah pemberian ARV
Monitoring dilakukan secara klinis dan laboratoris untuk memonitor
respon pengobatan dan kemungkinan toksisitas ART. Monitoring minimal
dilakukan satu bulan sekali selama enam bulan, dialnjutkan dengan tiga
bulan sekali atau lebih sering sesuai kondisi dan kepatuhan terhadap
pengobatan. Beberapa tes laboratorium yang direkomendasikan setelah
pemberian ARV bisa dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. 24 Jenis Monitoring Pasien Mendapatkan ART
Jenis Monitoring Tujuan Kegiatan
Monitoring berkala Memantau secara berkala 1. Monitoring kepatuhan
keadaan pasien. (adherence) yang harus
didiskusikan pada setiap
kunjungan.
2. Monitoring efek samping
ART, yqang terdiri atas
pertanyaan langsung,
pemeriksaan klinis, dan
tes laboratorium.
3. Monitoring keberhasilan
ART. Monitoring ini
berupa indicator klinis,
misalnya berat badan
yang meningkat, julah
CD$, dan viral load.
Monitoring klinis Mendapatkan riwayat 1. Follow up pertama
penyakit yang jelas dan setelah satu atau dua
dilakukan pemeriksaan minggu. Lebih awal jika
klinis yang teratur. terjadi efek samping.
2. Kunjungan bulanan
sesudahnya, atau lebih
bila diperlukan.
3. Tiap kunjungan tanyakan
tentang gejala,
kepatuhan, masalah yang
berhubungan dengan HIV
dasn non-HIV, seta
kualitas hidup.
4. Pemeriksaan fisik, berat
badan, dan suhu.
Pemeriksaan laboratorium 1. Hitung darah lengkap dan
dasar hitung jenis (Hb, leukosit,
dan TLC-Total limfosit
35
Jenis Monitoring Tujuan Kegiatan
count tiap tiga bulan
pada awal pemakaian
ARV).
2. SGOT dan SGPT.
3. Hitung CD4, dilakukan
pada awal terapi dan tiap
enam bulan.
Monitoring efektivitas Menilai aktivitas ART. Memonitor efektivitas ART,
indikasi :
menurunnya/menghilangnya
gejala, berat badan
meningkat, menurunnya
frekuensi/beratnya IO,
menurunnya lesi Kaposi,
meningkatkan TLC,
meningkatnya hitung CD4,
dan supresi VL yang
bertahan lama.
36
oleh ARV (Arminio Monforte, Chesney, Efron, 2000 dan Ammassari,
2001 dalam Kasper dkk, 2006).
6 – 18 bulan
Disfungsi Lipodistrofi Asidosis laktat Kelainan
mitokondria sering jarang terjadi dan metabolic
terutama dikaitkan dapat terjadi umumnya
terjadi oleh dengan kapan saja, terjadi oleh PI.
obat NRTI, penggunaan terutama Termasuk
termasuk d4T dan dapat dikaitkan dengan hyperlipidemia,
asidosis laktat, menyebabkan penggunaan d4T. akumulasi
toksisitas hati, kerusakan Asidosis laktat lemak,
pankreatitis, pada tubuh yang berat dapat resistansi
neuropati permanen. mengancam jiwa. insulin,
perifer, diabetes, dan
lipoatrofi, dan osteopenia.
miopati.
> 1 tahun
Disfungsi tubular renal dikaitkan dengan TDF.
Gambar 2. 1 Rentang Waktu Monitoring Efek Samping ART
37