Anda di halaman 1dari 140

SASARAN KESELAMATAN PASIEN

SNARS ED 1.1

DR.Dr.Sutoto,M.Kes
CURICULUM VITAE: DR.Dr.Sutoto,M.Kes

• Ketua Eksekutif KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit Seluruh Indonesia),


• Board Member of ASQua (Asia Society for Quality in Health Care),
• Regional Advisory Council dari JCI (Joint Commission Internasioanl) sejak 2013,
• Anggota Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit Kemenkes R.I.
• Dewan Pembina MKEK IDI Pusat.
• Dewan Pembina AIPNI
• Pernah menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Rumah sakit seluruh Indonesia
Periode tahun 2009-2012 dan 2012-2015, Direktur Utama RSUP Fatmawati
Jakarta, Direktur Utama RS Kanker Dharmais Pusat Kanker Nasional, serta Plt
Dirjen Pelayanan Medis Kementerian Kesehatan R.I thn 2010

KARS
MENGIDENTIFIKASI PASIEN DENGAN BENAR

Standar SKP 1

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk


menjamin ketepatan (akurasi) identifikasi
pasien
Maksud dan Tujuan SKP 1
• Kesalahan identifikasi pasien dapat terjadi di semua aspek diagnosis dan
tindakan. Keadaan yang dapat membuat identifikasi tidak benar adalah jika
pasien dalam keadaan terbius, mengalami disorientasi, tidak sepenuhnya
sadar, dalam keadaan koma, saat pasien berpindah tempat tidur, berpindah
kamar tidur, berpindah lokasi di dalam lingkungan rumah sakit, terjadi
disfungsi sensoris, lupa identitas diri, atau mengalami situasi lainnya.

• Ada 2 (dua) maksud dan tujuan standar ini: pertama, memastikan ketepatan
pasien yang akan menerima layanan atau tindakan dan kedua, untuk
menyelaraskan layanan atau tindakan yang dibutuhkan oleh pasien.
Maksud dan Tujuan SKP 1
• Proses identifikasi yang digunakan di rumah sakit mengharuskan terdapat
paling sedikit 2 (dua) dari 4 (empat) bentuk identifikasi, yaitu nama pasien,
tanggal lahir, nomor rekam medik, nomor induk kependudukan atau bentuk
lainnya (misalnya, barcode/QR code). Nomor kamar pasien tidak dapat
digunakan untuk identifikasi pasien. Dua (2) bentuk identifikasi ini digunakan
di semua area layanan rumah sakit seperti di rawat jalan, rawat inap, unit
darurat, kamar operasi, unit layanan diagnostik, dan lainnya.

• Dua (2) bentuk identifikasi harus dilakukan dalam setiap keadaan terkait
intervensi kepada pasien. Misalnya, identifikasi pasien dilakukan sebelum
memberikan radioterapi, menerima cairan intravena, hemodialisis,
pengambilan darah atau pengambilan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis,
katerisasi jantung, prosedur radiologi diagnostik, dan identifikasi terhadap
pasien koma.
Elemen penilaian SKP 1 Telusur Skor
1. Ada regulasi yang mengatur R Regulasi tentang pelaksanaan 10 TL
pelaksanaan identifikasi pasien. (R) identifikasi pasien - -
0 TT
2. Identifikasi pasien dilakukan D Bukti pelaksanaan tentang identitas pasien pada 10 TL
semua berkas rekam medis, identitas pasien
dengan menggunakan minimal 2 tercetak dengan minimal menggunakan 2 (dua) dari 5 TS
(dua) identitas dan tidak boleh 4 (empat) identitas: 0 TT
menggunakan nomor kamar pasien 1) nama pasien sesuai KTP-el
2) tanggal lahir
atau lokasi pasien dirawat sesuai 3) nomor rekam medis
dengan regulasi rumah sakit. (D,O,W) 4) nomor induk kependudukan

Lihat pelaksanaan identitas pasien pada label obat,


O rekam medis, resep, makanan, spesimen,
permintaan dan hasil laboratorium/radiologi

• Staf unit pelayanan


W • Staf klinis
• Pasien/keluarga

6
Elemen penilaian SKP 1 Telusur Skor
3. Identifikasi pasien dilakukan sebelum O Lihat pelaksanaan identifikasi sebelum 10 TL
dilakukan tindakan, prosedur diagnostik, tindakan, prosedur diagnostik dan terapeutik. 5 TS
dan terapeutik. (O,W,S) Identifikasi minimal menggunakan 2 (dua) 0 TT
identitas dari 4 (empat) identitas pasien,
identifikasi dilakukan secara verbal atau visual

W • Staf klinis
• Pasien/keluarga

S Peragaan pelaksanaan identifikasi pasien


4. Pasien diidentifikasi sebelum O Lihat pelaksanaan identifikasi sebelum 10 TL
pemberian obat, darah, produk darah, pemberian obat, darah, produk darah, 5 TS
pengambilan spesimen, dan pemberian pengambilan spesimen, dan pemberian diet 0 TT
diet (lihat juga PKPO 6.1; PAP 3.3 EP 2;
W • Staf Klinis
AP 5.7; PAP 4 EP 5;). (O,W,S)
• Pasien/Keluarga

S Peragaan pelaksanaan identifikasi pasien


7
Elemen penilaian SKP 1 Telusur Skor
5. Pasien diidentifikasi sebelum O Lihat pelaksanaan identifikasi 10 TL
pemberian radioterapi, sebelum pemberian radioterapi, 5 TS
menerima cairan intravena, menerima cairan intravena, 0 TT
hemodialisis, pengambilan hemodialisis, pengambilan darah
darah atau pengambilan atau pengambilan spesimen lain,
spesimen lain untuk katerisasi jantung, prosedur
pemeriksaan klinis, katerisasi radiologi diagnostik, dan pasien
jantung, prosedur radiologi koma
diagnostik, dan identifikasi
terhadap pasien koma. (O,W,S) W • Staf klinis
• Pasien/keluarga

S Peragaan pelaksanaan
identifikasi pasien 8
1. pemberian obat
2. pemberian darah / produk darah
3. pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis
4. Sebelum memberikan pengobatan
5. Sebelum memberikan tindakan
6. Sebelum :
1. Radioterapi,

2. Member Cairan Intravena,

3. Hemodialisis,

4. Pengambilan Darah Atau Pengambilan Spesimen Lain Untuk Pemeriksaan Klinis,

5. Katerisasi Jantung,

6. Prosedur Radiologi Diagnostik

7. Pasien Koma 9
1.
IDENTITAS PASIEN
1. Nama pasien dalam e KTP
2. Tanggal lahir
3. Nomer rekam medis
4. N.I.K. Nomer Induk Kependudukan

KARS
GELANG IDENTITAS
• Biru: Laki Laki
• Pink: Perempuan
GELANG PENANDA:
• Merah: Alergi
• Kuning: Risiko Jatuh
• Ungu : Do Not Resucitate

11
1. Secara verbal: Tanyakan nama dan tgl lahir pasien,
untuk pasien yg tidak menggunakan gelang identitias
misal pasien rawat jalan
2. Secara visual: Lihat ke gelang pasien dua dari empat
identitas, (nama dan tgl lahir) cocokkan dengan
perintah dokter, untuk pasien yg bergelang identitas,
contoh pasien rawat inap.

Sutoto.KARS 12
Petemuan Pertama seorang petugas dengan pasien, setiap
petugas harus memperkenalkan diri, dan kemudian :
1. Secara verbal: menanyakan nama pasien
2. Secara visual: melihat ke gelang pasien dua dari tiga
identitas, cocokkan dengan perintah dokter

Pertemuan berikutnya dapat lihat secara visual saja ke


gelang pasien, dua identitas dari empat identitas
Sutoto.KARS 13
MENINGKATKAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF

Standar SKP 2

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk


melaksanakan proses meningkatkan efektivitas
komunikasi verbal dan atau komunikasi melalui
telpon antar profesional pemberi asuhan (PPA).
Maksud dan Tujuan SKP 2
• Komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat, lengkap, tidak mendua
(ambiguous), dan diterima oleh penerima informasi yang bertujuan
mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien.

• Komunikasi dapat berbentuk verbal, elektronik, atau tertulis. Komunikasi yang


jelek dapat membahayakan pasien. Komunikasi yang rentan terjadi kesalahan
adalah saat perintah lisan atau perintah melalui telepon, komunikasi verbal,
saat menyampaikan hasil pemeriksaan kritis yang harus disampaikan lewat
telpon. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan aksen dan dialek.
Pengucapan juga dapat menyulitkan penerima perintah untuk memahami
perintah yang diberikan. Misalnya, nama-nama obat yang rupa dan ucapannya
mirip (look alike, sound alike), seperti phenobarbital dan phentobarbital, serta
lainnya.
Maksud dan Tujuan SKP 2
Pelaporan hasil pemeriksaaan diagnostik kritis juga merupakan salah satu isu
keselamatan pasien. Pemeriksaan diagnostik kritis termasuk, tetapi tidak
terbatas pada
a) pemeriksaaan laboratorium;
b) pemeriksaan radiologi;
c) pemeriksaan kedokteran nuklir;
d) prosedur ultrasonografi;
e) magnetic resonance imaging;
f) diagnostik jantung;
g) pemeriksaaan diagnostik yang dilakukan di tempat tidur pasien, seperti hasil
tanda-tanda vital, portable radiographs, bedside ultrasound, atau
transesophageal echocardiograms.
Maksud dan Tujuan SKP 2
• Hasil yang diperoleh dan berada di luar rentang angka
normal secara mencolok akan menunjukkan keadaan yang
berisiko tinggi atau mengancam jiwa. Sistem pelaporan
formal yang dapat menunjukkan dengan jelas bagaimana
nilai kritis hasil pemeriksaaan diagnostik dikomunikasikan
kepada staf medis dan informasi tersebut terdokumentasi
untuk mengurangi risiko bagi pasien. Tiap-tiap unit
menetapkan nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostiknya.
Maksud dan Tujuan SKP 2
Untuk melakukan komunikasi secara verbal atau melalui telpon dengan aman dilakukan hal-
hal sebagai berikut:
1) pemesanaan obat atau permintaan obat secara verbal sebaiknya dihindari;
2) dalam keadaan darurat karena komunikasi secara tertulis atau komunikasi elektronik
tidak mungkin dilakukan maka harus ditetapkan panduannya meliputi permintaan
pemeriksaan, penerimaan hasil pemeriksaaan dalam keadaan darurat, identifikasi dan
penetapan nilai kritis, hasil pemeriksaaan diagnostik, serta kepada siapa dan oleh siapa
hasil pemeriksaaan kritis dilaporkan;
3) prosedur menerima perintah lisan atau lewat telpon meliputi penulisan secara lengkap
permintaan atau hasil pemeriksaaan oleh penerima informasi, penerima membaca
kembali permintaan atau hasil pemeriksaaan, dan pengirim memberi konfirmasi atas apa
yang telah ditulis secara akurat.
Penggunaan singkatan-singkatan yang tidak ditetapkan oleh rumah sakit sering kali
menimbulkan kesalahan komunikasi dan dapat berakibat fatal. Oleh karena itu, rumah sakit
diminta memiliki daftar singkatan yang diperkenankan dan dilarang (lihat juga MIRM 12 EP
1).
Maksud dan Tujuan SKP 2
Serah terima asuhan pasien (hand over) di dalam rumah sakit terjadi:
a) antar-PPA seperti antara staf medis dan staf medis, antara staf medis dan
staf keperawatan atau dengan staf klinis lainnya, atau antara PPA dan PPA
lainnya pada saat pertukaran shift;
b) antarberbagai tingkat layanan di dalam rumah sakit yang sama seperti jika
pasien dipindah dari unit intensif ke unit perawatan atau dari unit darurat ke
kamar operasi; dan
c) dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan seperti
radiologi atau unit terapi fisik.
Gangguan komunikasi dapat terjadi saat dilakukan serah terima asuhan pasien
yang dapat berakibatl kejadian yang tidak diharapkan (adverse event) atau
kejadian sentinel. Komunikasi yang baik dan terstandar baik dengan pasien,
keluarga pasien, dan pemberi layanan dapat memperbaiki secara signifikan
proses asuhan pasien.
Elemen penilaian SKP 2 Telusur Skor

1. Ada regulasi tentang R Regulasi tentang komunikasi 10 TL


komunikasi efektif antar efektif antar profesional - -
profesional pemberi asuhan pemberi asuhan, sesuai MKE 0 TT
(lihat juga TKRS 3.2 EP 2). 1 EP 1
(R)
2. Ada bukti pelatihan D Bukti pelaksanaan pelatihan 10 TL
komunikasi efektif antar tentang komunikasi efektif 5 TS
profesional pemberi 0 TT
asuhan. (D,W) W • DPJP
• PPA lainnya
• Staf klinis lainnya
20
Elemen penilaian SKP 2 Telusur Skor
3. Pesan secara verbal atau verbal D Bukti pelaksanaan tentang 10 TL
lewat telpon ditulis lengkap, dibaca penyampaian pesan verbal atau 5 TS
ulang oleh penerima pesan, dan lewat telpon. 0 TT
dikonfirmasi oleh pemberi pesan (lihat Lihat dengan cek silang dokumen
juga AP 5.3.2 EP 1, 2 dan 3). (D,W,S) penyampaian verbal lewat telepon
dari sisi pemberi dan dari sisi
penerima

W • DPJP
• PPJA/Staf Perawat
• Staf klinis lainnya

S Peragaan proses penerimaan pesan


secara verbal atau verbal lewat
telpon
21
Elemen penilaian SKP 2 Telusur Skor
4. Penyampaian hasil D Bukti hasil pemeriksaaan 10 TL
pemeriksaaan diagnostik secara diagnostik secara verbal ditulis 5 TS
verbal ditulis lengkap, dibaca lengkap. 0 TT
ulang, dan dikonfirmasi oleh Lihat dengan cek silang
pemberi pesan secara lengkap. dokumen penyampaian verbal
(D,W,S) lewat telepon dari sisi pemberi
dan dari sisi penerima

W • DPJP
• PPJA/Staf Perawat
• Staf klinis lainnya

S Peragaan penyampaian hasil


pemeriksaan diagnostik 22
PEDOMAN KOMUNIKASI EFEKTIF

1. Komunikasi dengan masyarakat/komunitas (MKE 1 Ep1)


2. Komunikasi dengan pasien dan keluarga (MKE 2,3)
3. Komunikasi antar PPA (Profesional Pemberi Pelayanan) di
dalam /diluar RS SKP 2, (MKE 4-8)

• KOMUNIKASI ANTAR PPA HARUS DISTANDARDISASI


KARENA BILA TERJADI MISKOMUNIKASI
MEMBAHAYAKAN PASIEN

KARS
KOMUNIKASI EFEKTIF
DALAM ANTAR PEMBERI PELAYANAN DIDALAM
RS (SKP 2)
1. Melakukan “Read Back (TULBAKON)” Terhadap Instruksi Yang
Diterima Secara Lisan Maupun Melalui Telpon Atau Melaporkan
Hasil Pemeriksaan Kritis
2. Buat Standar : Singkatan, Akronim, Simbol Yang Berlaku Di RS dan
singkatan yang dilarang
3. Buat Standar Komunikasi Pada Saat Operan / Hand Overs
Communication (SBAR/ISOBAR/ISOBAR3)
4. Ketepatan Membuat Laporan
KARS
KOMUNIKASI YG SERING SALAH DAN MEMBAHAYAKAN PASIEN: LISAN/LEWAT TELEPON

Dr DPJP

LAPORAN KONDISI PASIEN TERKINI

SBAR/ISOBAR

Memberikan perintah
pengobatan/tindakan
TULBAKON

“iSoBAR” (identify–situation–
observations–background–agreed plan–
Dr Jaga/Prwt read back)
SUTOTO KARS
ISI PERINTAH
NAMA LENGKAP DAN TANDA TANGAN
PEMBERI PERINTAH
NAMA LENGKAP DAN TANDA TANGAN
1. Tulis Lengkap PENERIMA PERINTAH
TANGGAL DAN JAM
2. Baca Ulang- Eja untuk
NORUM/LASA
3. Konfirmasi lisan dan
tanda tangan

Sutoto.KARS 26
CONTOH FORMULIR CATATAN LENGKAP PERINTAH LISAN/MELALUI
TELEPON/PELAPORAN HASIL PEMERIKSAAN KRITIS
Identitas PasIen

NO TGL/ ISI PERINTAH NAMA PENERIMA NAMA PEMBERI PELAKSANA PERINTAH KETERANGAN
PERINTAH (TANDA PERINTAH (TANDA (NAMA DAN TANDA
JAM TANGAN) TANGAN) TANGAN)

Sutoto.KARS 27
Sutoto.KARS 28
Standar SKP 2.1

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk


proses pelaporan hasil pemeriksaaan
diagnostik kritis.
Elemen penilaian SKP 2.1 Telusur Skor

1. Rumah sakit R Regulasi tentang: 1 T


menetapkan besaran 1) penetapan besaran 0 L
nilai kritis nilai kritis - -
laboratorium/tanda vital laboratorium/tanda vital 0 T
dan hasil pemeriksaan dan hasil pemeriksaan T
diagnostik kritis (lihat diagnostik kritis
juga AP 5.3.2 EP 1). (R) 2) penetapan siapa yang
harus melaporkan dan
siapa yang harus
menerima
30
Elemen penilaian SKP 2.1 Telusur Skor
2. Pelaksanaan pelaporan D Bukti pelaksanaan pelaporan 10 TL
dilaksanakan sesuai regulasi dilaksanakan sesuai regulasi 5 TS
(lihat juga AP 5.3.2). (D,W,S) termasuk staf yang melaporkan 0 TT
dan menerima laporan

W • DPJP
• PPJA/Staf perawat
• Staf klinis lainnya

S Peragaan proses melaporkan


nilai kritis laboratorium/tanda
vital dan hasil pemeriksaan
diagnostik kritis
31
KEBIJAKAN PELAPORAN
HASIL PEMERIKSAAN KRITIS
• Proses pelaporan hasil pemeriksaan/tes dikembangkan rumah sakit
untuk pengelolaan hasil kritis dari tes diagnostik untuk menyediakan
pedoman bagi para praktisi untuk meminta dan menerima hasil tes
pada keadaan gawat darurat.
• RS mempunyai Prosedur yang meliputi
• penetapan tes kritis dan ambang nilai kritis bagi setiap tipe tes,
• oleh siapa dan kepada siapa hasil tes kritis harus dilaporkan
• menetapkan metode monitoring yang memenuhi ketentuan

Sutoto.KARS 32
CONTOH HASIL PEMERIKSAAN KRITIS YANG WAJIB
DILAPORKAN SEGERA
SPO
PERSIAPAN PERAWAT/DOKTER JAGA SEBELUM MEMBERIKAN LAPORAN KEPADA
DOKTER

Visit dan periksa pasien


Diskusikan keadaan pasien dengan PPJA
Review hasil pemeriksaan untuk menetapkan dokter yg tepat yang
akan dilapori
Ketahui kapan pasien masuk dan diagnosis waktu masuk
Baca catatan perkembangan terakhir dari dokter dan perawat
Gunakan standar SBAR/ISOBAR untuk melaporkan
SINGKATAN
•Harus dibuatkan standarisasi daftar
singkatan yang dilarang dan yang
diperbolehkan.
•Satu singkatan hanya diperbolehkan punya
satu pengertian. Daftar singkatan harus
tersedia di setiap unit pelayanan,
disosialisasikan kepada seluruh unit
KARS
DAFTAR SINGKATAN YANG DILARANG

Sutoto.KARS 37
CONTOH DAFTAR SINGKATAN DI ICU

KARS
Standar SKP 2.2

Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan


proses komunikasi “Serah Terima” (hand over).
Elemen penilaian SKP 2.2 Telusur Skor
1. Ada bukti catatan tentang hal-hal D Bukti catatan pelaksanaan serah 10 TL
kritikal dikomunikasikan di antara terima, ditandatangani oleh yang 5 TS
profesional pemberi asuhan pada menyerahkan dan yang menerima 0 TT
waktu dilakukan serah terima pasien
(hand over) (lihat juga MKE 5 EP 6). W • DPJP
(D,W) • PPJA dan staf Perawat
• Staf klinis lainnya
2. Proses serah terima pasien D Bukti formulir serah terima, memuat 10 TL
(operan/hand over) menggunakan alat, metode serah terima pasien 5 TS
formulir dan metode sesuai regulasi, (operan/hand over), bila mungkin 0 TT
bila mungkin melibatkan melibatkan pasien/keluarga
pasien/keluarga. (D,W)
W • Dokter
• PPJA dan staf Perawat
• Staf klinis lainnya
40
Elemen penilaian SKP 2.2 Telusur Skor

3. Ada bukti dilakukan D Bukti tentang evaluasi 1 T


evaluasi tentang catatan catatan komunikasi yang 0 L
komunikasi yang terjadi terjadi saat (operan/hand 5 T
waktu serah terima over) untuk memperbaiki 0 S
pasien (operan/hand proses T
over) untuk T
memperbaiki proses. W • Dokter
(D,W) • PPJA dan staf Perawat
• Staf klinis lainnya

41
SERAH TERIMA ASUHAN PASIEN (HAND OVER)

a) Antar-PPA seperti antara staf medis dan staf medis, antara staf
medis dan staf keperawatan atau dengan staf klinis lainnya, atau
antara PPA dan PPA lainnya pada saat pertukaran shift;
b) Antarberbagai tingkat layanan di dalam RS yang sama seperti jika
pasien dipindah dari unit intensif ke unit perawatan atau dari unit
darurat ke kamar operasi; dan
c) Dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan
seperti radiologi atau unit terapi fisik.
METODA SERAH TERIMA ASUHAN PASIEN
1. TERTULIS
2. VERBAL
3. DIREKAM
4. DI SAMPING PASIEN
CONTOH
FORMULIR
HAND OVER
SBAR
A Communication Technique for Today's Healthcare Professional

SBAR is a standardized way of communicating. It


promotes patient safety because it helps individuals
communicate with each other with a shared set of
expectations.
It improves efficiency and accuracy.
SBAR stands for:
Situation
Background
Assessment
Recommendation

Sutoto.KARS 45
SBAR
I INTRODUCTION INDIVIDU YANG TERLIBAT DALAM HANDOFF
MEMPERKENALKAN DIRI, PERAN DAN TUGAS
, PROFESI
S SITUATION KOMPLAIN, DIAGNOSIS, RENCANA PERAWATAN
DAN KEINGINAN DAN KEBUTUHAN PASIEN

B BACKGROUND TANDA-TANDA VITAL, STATUS MENTAL , DAFTAR


OBAT-OBATAN DAN HASIL LAB
A ASSESSMENT PENILAIAN SITUASI SAAT INI OLEH PROVIDER
R REKOMENDATION MENGIDENTIFIKASI HASIL LAB YG TERTUNDA
DAN APA YANG PERLU DILAKUKAN SELAMA
BEBERAPA JAM BERIKUTNYA DAN
REKOMENDASI LAIN UNTUK PERAWATAN
Q/A QUESTION N KESEMPATAN BAGI TANYA-JAWAB DALAM
ANSWER PROSES HANDOFF
MENINGKATNYA KEAMANAN OBAT YANG PERLU
DIWASPADAI (HIGH ALERT MEDICATIONS)

Standar SKP 3

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk


melaksanakan proses meningkatkan
keamanan terhadap obat-obat yang perlu
diwaspadai.
Maksud dan Tujuan SKP 3
•Setiap obat jika salah penggunaannya dapat
membahayakan pasien, bahkan bahayanya dapat
menyebabkan kematian atau kecacatan pasien,
terutama obat-obat yang perlu diwaspadai. Obat
yang perlu diwaspadai adalah obat yang
mengandung risiko yang meningkat bila kita salah
menggunakan dan dapat menimbulkan kerugian
besar pada pasien.
Maksud dan Tujuan SKP 3
Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas:
1. Obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat
menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin, heparin, atau
kemoterapeutik;
2. Obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinis tampak/kelihatan
sama (look alike), bunyi ucapan sama (sound alike), seperti Xanax dan
Zantac atau hydralazine dan hydroxyzine atau disebut juga nama obat rupa
ucapan mirip (NORUM);
3. Elektrolit konsentrat: potasium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih
besar dari 3 mmol/ml dan natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari
0,9% dan magnesium sulfat dengan konsentrasi 50% atau lebih
4. Elektrolit dengan konsentrasi tertentu: potasium klorida dengan
konsentrasi 1 mEq/ml atau lebih dan magnesium sulfat dengan konsentrasi
20%, 40%, atau lebih.
Maksud dan Tujuan SKP 3
Ada banyak obat yang termasuk dalam kelompok NORUM.
Nama-nama yang membingungkan ini umumnya menjadi
sebab terjadi medication error di seluruh dunia. Penyebab hal
ini adalah
1) pengetahuan tentang nama obat yang tidak memadai;
2) ada produk baru;
3) kemasan dan label sama;
4) indikasi klinis sama;
5) bentuk, dosis, dan aturan pakai sama;
6) terjadi salah pengertian waktu memberikan perintah.
Maksud dan Tujuan SKP 3
• Daftar obat yang perlu diwaspadai (high alert medication) tersedia di berbagai
organisasi kesehatan seperti the World Health Organization (WHO) dan
Institute for Safe Medication Practices (ISMP), di berbagai kepustakaan, serta
pengalaman rumah sakit dalam hal KTD atau kejadian sentinel.

• Kesalahan dapat terjadi jika petugas tidak memperoleh orientasi cukup baik di
unit perawatan pasien dan apabila perawat tidak memperoleh orientasi cukup
atau saat keadaan darurat. Cara paling efektif untuk mengurangi atau
menghilangkan kejadian ini adalah dengan menetapkan proses untuk
mengelola obat yang perlu diwaspadai (high alert medication) dan
memindahkan elektrolit konsentrat dari area layanan perawatan pasien ke
unit farmasi (lihat juga PKPO 3.2).
Maksud dan Tujuan SKP 3
• Rumah sakit membuat daftar semua obat high alert dengan
menggunakan informasi atau data yang terkait penggunaan obat di
dalam rumah sakit, data tentang “kejadian yang tidak diharapkan”
(adverse event) atau “kejadian nyaris cedera” (near miss) termasuk
risiko terjadi salah pengertian tentang Nama Obat Rupa Ucapan
Mirip (NORUM). Informasi dari kepustakaan seperti dari Institute for
Safe Medication Practices (ISMP), Kementerian Kesehatan, dan
lainnya. Obat-obat ini dikelola sedemikian rupa untuk menghindari
kekuranghati-hatian dalam menyimpan, menata, dan
menggunakannya termasuk administrasinya, contoh dengan
memberi label atau petunjuk tentang cara menggunakan obat
dengan benar pada obat-obat high alert.
Maksud dan Tujuan SKP 3
• Untuk meningkatkan keamanan obat yang perlu
diwaspadai, rumah sakit perlu menetapkan risiko
spesifik dari setiap obat dengan tetap memperhatikan
aspek peresepan, menyimpan, menyiapkan, mencatat,
menggunakan, serta monitoringnya. Obat high alert
harus disimpan di instalasi farmasi. Bila rumah sakit
ingin menyimpan di luar lokasi tersebut, disarankan
disimpan di unit/depo farmasi yang berada di bawah
tanggung jawab apoteker.
Elemen penilaian SKP 3 Telusur Skor

1. Ada regulasi tentang R Regulasi tentang obat yang 10 TL


penyediaan, penyimpanan, perlu di waspadai - -
penataan, penyiapan, dan 0 TT
penggunaan obat yang perlu di
waspadai (R)
2. Rumah sakit D Bukti pelaksanaan tentang 10 TL
mengimplementasikan regulasi penyediaan, penyimpanan, 5 TS
yang telah dibuat (D,W) penataan, penyiapan, dan 0 TT
penggunaan obat yang perlu
diwaspadai

W • Apoteker/TTK
• PPJA dan staf perawat
• Staf klinis 55
Elemen penilaian SKP 3 Telusur Skor
3. Di rumah sakit tersedia daftar semua obat D Bukti tentang daftar obat yang perlu 10 TL
yang perlu diwaspadai, yang disusun berdasar diwaspadai. 5 TS
data spesifik sesuai kebijakan dan prosedur 0 TT
(D,O,W) O Lihat pelaksanaan penggunaan daftar obat
di unit terkait

W • PPA
• Staf unit pelayanan (Apoteker/TTK)
• Staf klinis
4. Tempat penyimpanan, pelabelan, D Bukti tentang daftar obat yang perlu 10 TL
penyimpanan obat yang perlu diwaspadai, diwaspadai di tempat penyimpanan obat. 5 TS
termasuk obat “look-alike/sound-alike” semua 0 TT
diatur di tempat aman (D,O,W) O Lihat pelaksanaan tempat penyimpanan
obat yang perlu diwaspadai

W • PPA
• Staf unit pelayanan (Apoteker/TTK)

56
Standar SKP 3.1

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk


melaksanakan proses mengelola penggunaan
elektrolit konsentrat dan elektrolit dengan
konsetrasi tertentu.
Elemen penilaian SKP 3.1 Telusur Skor
1. Rumah sakit menetapkan R Regulasi tentang pengelolaan elektrolit 10 TL
regulasi untuk melaksanakan konsentrat dan elektrolit dengan konsetrasi - -
proses mencegah kekurang tertentu 0 TT
hati-hatian dalam mengelola
elektrolit konsentrat dan
elektrolit dengan konsetrasi
tertentu. (R)
2. Elektrolit konsentrat dan D Bukti tentang daftar elektrolit konsentrat dan 10 TL
elektrolit dengan konsetrasi elektrolit dengan konsetrasi tertentu di 5 TS
tertentu hanya tersedia di semua tempat penyimpanan yang 0 TT
instalasi farmasi/depo farmasi. diperbolehkan
(D,O,W)
O Lihat pelaksanaan tempat penyimpanan

W • PPA
• Staf unit pelayanan 58
LASA (LOOK ALIKE SOUND ALIKE)
NORUM ( NAMA OBAT RUPA MIRIP)

• hidralazine hidroxyzine
• cerebyx celebrex
• vinblastine vincristine
• chlorpropamide chlorpromazine
• glipizide
glyburide
• daunorubicine
doxorubicine

Sutoto.KARS 59
THREE PRINCIPLES TO IMPROVE HIGH-ALERT MEDICATION
ADMINISTRATION AND DISTRIBUTION:
1. Eliminate the Possibility of Error
1. Reduce the number of drugs on a facility’s formulary.
2. Reduce the number of concentrations and volumes.
3. Remove high-alert drugs from critical areas.
2. Make Errors Visible
1. Have two individuals independently check the product to ensure it is correct, particularly
when received in bulk. (In this case, the packaging and labeling could misleadingly look similar
to another drug.)
2. Have two individuals independently check equipment settings, as applicable, since some
drugs are administered intravenously.
3. Minimize the Consequence of Errors
1. Minimize the size of vials or ampules in the patient care area to the dose commonly needed.
2. Reduce the total dose of high-alert drugs in continuous IV drip bags.
3. Reduce the concentration of the drugs when possible.
Based on these principles, fostering change in the way high-alert drugs are managed and includes
things such as:
1. Encouraging standardized dosing procedures.
2. Carefully screening new products.
3. Creating system redundancies, commonly known as “double checks.”
Sutoto.KARS 60
Look-Alike High Alert Drugs

HIGH ALERT
ELEKTROLIT KONSENTRAT
1. Kalium/potasium klorida = > 2 mEq/ml !
2. Kalium/potasium fosfat => 3 mmol/ml HIGH
3. Natrium/sodium klorida > 0.9% ALERT
4. Magnesium sulfat : => 500% atau lebih
pekat

1. ELEKTROLIT DENGAN KONSENTRASI TERTENTU


2. Kalium/potasium klorida < 2 mEq/ml
3. magnesium sulfat : 20 sd 40 %

Sutoto.KARS 62
ELEKTROLIT KONSENTRATE
• Cairan ini bisa mengakibatkan KTD/sentinel event bila
tak disiapkan dan dikelola dengan baik
• Terpenting :
• Ketersediaan
• Akses
• Resep
• Pemesanan
• Persiapan
• Distribusi
• Label
• Verifikasi
• Administrasi dan pemantauan

Sutoto.KARS 63
Langkah langkah>>>
Cara untuk mengurangi atau mengeliminasi KTD:
• Tingkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu
diwaspadai
• Pindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke
farmasi.
• RS punya Kebijakan dan/atau prosedur
• Daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data
yang ada di rumah sakit
• identifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit
konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi
• pemberian label secara benar pada elektrolit konsentrat
penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi
akses untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja /
kurang hati-hati.
Sutoto.KARS 64
CONTOH LASA (LOOK ALIKE SOUND ALIKE)
NORUM ( NAMA OBAT RUPA MIRIP)

• hidraALAzine hidrOXYzine
• ceREBYx ceLEBRex
• vinBLASTine vinCRIStine
• chlorproPAMIDE chlorproMAZINE
• glipiZIde
glYBURIde
• DAUNOrubicine
dOXOrubicine

Sutoto.KARS 65
Look Alike Sound Alike

LASA LASA

Sutoto.KARS 66
Sutoto.KARS 67
Look alike

LASA

Sutoto.KARS 68
LASA

LASA

Sutoto.KARS 69
CONTOH
KEBIJAKAN PENANGANAN OBAT HIGH ALERT
• DEFINISI:
• Obat berisiko tinggi yang menyebabkan bahaya yang bermakna bila digunakan secara
salah
• KETENTUAN :
1. Setiap unit yan obat harus tersedia daftar obat high alert, Obat LASA, Elektrolit
Konsentrat, serta panduan penata laksanaan obat high alert
2. Setiap staf klinis terkait harus tahu penata laksanaan obat high alert
3. Obat high alert harus disimpan terpisah, akses terbatas, diberi label yang jelas
4. Instruksi lisan obat high alert hanya boleh dalam keadaan emergensi, atau nama
obat harus di eja perhuruf
5. Sebelum menyuntkikan obat high alert setelah cek 5 tepat, lanjutkan dengan double
check.
HIGH
ALERT
Sutoto.KARS 70
CONTOH KEBIJAKAN PENYIMPANAN OBAT HIGH ALERT DI
INSTALASI FARMASI

1. Tempelkan stiker obat high alert pada setiap dos obat


2. Beri stiker high alert pada setiap ampul obat high alert yang akan diserahkan
kepada perawat
3. Pisahkan obat high alert dengan obat lain dalam kontainer/ rak tersendiri/khusus
4. Simpan obat sitostatika secara terpisah dari obat lainnya
5. Simpan Obat Narkotika secara terpisah dalam lemari terkunci double,setiap
pengeluaran harus diketahui oleh penanggung jawabnya dan dicatat, setiap ganti
sif harus tercatat dalam buku serah terima lengkap dengan jumlahnya dan di
tanda tangani
6. Sebelum perawat memberikan obat high alert cek kepada perawat lain untuk HIGH
memastikan tak ada salah (double check) ALERT

7. Obat high alert dalam infus: cek selalu kecepatan dan ketepatan pompa infus,
tempel stiker label, nama obat pada botol infus. Dan di isi dengan catatan sesuai71
Sutoto.KARS
ketentuan
TERLAKSANANYA PROSES TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR,
TEPAT-PASIEN YANG MENJALANI TINDAKAN DAN PROSEDUR

Standar SKP 4

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk


melaksanakan proses memastikan Tepat-
Lokasi, Tepat-Prosedur dan Tepat-Pasien
yang menjalani tindakan dan prosedur.
Maksud dan Tujuan SKP 4
Salah-Lokasi, Salah-Prosedur, dan Salah-Pasien yang menjalani tindakan serta
prosedur merupakan kejadian sangat mengkhawatirkan dan dapat terjadi.
Kesalahan ini terjadi antara lain akibat
1) komunikasi yang tidak efektif dan tidak adekuat antaranggota tim;
2) tidak ada keterlibatan pasien untuk memastikan ketepatan lokasi operasi
dan tidak ada prosedur untuk verifikasi;
3) asesmen pasien tidak lengkap;
4) catatan rekam medik tidak lengkap;
5) budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antaranggota tim;
6) masalah yang terkait dengan tulisan yang tidak terbaca, tidak jelas, dan tidak
lengkap;
7) penggunaan singkatan yang tidak terstandardisasi dan dilarang.
Maksud dan Tujuan SKP 4
• Tindakan bedah dan prosedur invasif memuat semua prosedur investigasi dan
atau memeriksa penyakit serta kelainan dari tubuh manusia melalui mengiris,
mengangkat, memindahkan, mengubah atau memasukkan alat
laparaskopi/endoskopi ke dalam tubuh untuk keperluan diagnostik dan
terapeutik.

area-area di dalam rumah sakit


• Rumah sakit harus menentukan
yang melakukan tindakan bedah dan prosedur invasif.
• Sebagai contoh, kateterisasi jantung, radiologi intervensi, laparaskopi,
endoskopi, pemeriksaan laboratorium, dan lainnya. Ketentuan rumah sakit
tentang Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien berlaku di semua
area rumah sakit di lokasi tindakan bedah dan invasif dilakukan.
Maksud dan Tujuan SKP 4
Rumah sakit diminta untuk menetapkan prosedur yang seragam sebagai
berikut:
1. beri tanda di tempat operasi;
2. dilakukan verifikasi praoperasi;
3. melakukan Time Out sebelum insisi kulit dimulai.
SIGN IN TIME OUT SIGN OUT

Sutoto.KARS 76
PENANDAAN DAERAH OPERASI
1. Di Tempat Dilakukan Operasi/Prosedur Invasif
2. Melibatkan pasien dan
3. Dilakukan dengan tanda yang tepat serta dapat dikenali.
4. Tanda yang dipakai harus konsisten digunakan di semua tempat di rumah
sakit,
5. Harus dilakukan oleh individu yang melakukan prosedur operasi,
6. Saat melakukan pasien sadar dan terjaga jika mungkin, serta harus masih
terlihat jelas setelah pasien sadar.
7. Pada semua kasus, lokasi tempat operasi harus diberi tanda, termasuk
pada sisi lateral (laterality), daerah struktur multipel (multiple structure),
jari tangan, jari kaki, lesi, atau tulang belakang.
Sutoto.KARS

78
KEBIJAKAN VERIFIKASI PRAOPERATIF :
1. Verifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar
2. Pastikan bahwa semua dokumen, foto, hasil pemeriksaan yang
relevan tersedia, diberi label dan dipampang dg baik
3. Verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan/atau implant 2
implant yg dibutuhkan
4. Tahap Time out :
1. memungkinkan semua pertanyaan/kekeliruan diselesaikan
2. dilakukan di tempat tindakan, tepat sebelum dimulai,
3. melibatkan seluruh tim operasi
5. Pakai surgical safety check-list (WHO . 2009)

Sutoto.KARS 79
Maksud dan Tujuan SKP 4
Tujuan proses verifikasi praoperasi adalah
1) memastikan ketepatan tempat, prosedur, dan pasien;
2) memastikan bahwa semua dokumen yang terkait, foto (imajing), dan hasil
pemeriksaan yang relevan diberi label dengan benar dan tersaji;
3) memastikan tersedia peralatan medik khusus dan atau implan yang
dibutuhkan.

Beberapa elemen proses verifikasi praoperasi dapat dilakukan sebelum pasien


tiba di tempat praoperasi, seperti memastikan dokumen, imajing, hasil
pemeriksaaan, dokumen lain diberi label yang benar, dan memberi tanda di
tempat (lokasi) operasi.
Maksud dan Tujuan SKP 4
• Time-Out yang dilakukan sebelum dimulainya insisi kulit dengan semua anggota tim hadir
dan memberi kesempatan untuk menyelesaikan pertanyaan yang belum terjawab atau ada
hal yang meragukan yang perlu diselesaikan. Time-Out dilakukan di lokasi tempat dilakukan
operasi sesaat sebelum prosedur dimulai dan melibatkan semua anggota tim bedah.
Rumah sakit harus menetapkan prosedur bagaimana proses Time-Out berlangsung.

• Salah-lokasi, salah-prosedur, dan salah-pasien operasi adalah kejadian yang


mengkhawatirkan dan dapat terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat komunikasi
yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan
pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk
memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu, juga asesmen pasien yang tidak adekuat,
penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi
terbuka antaranggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan penulisan di
instruksi pengobatan/resep yang tidak terbaca (illegible handwriting), serta pemakaian
singkatan yang tidak terstandarisasi atau yang dilarang merupakan faktor-faktor yang sering
terjadi.
Maksud dan Tujuan SKP 4
• Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan
suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam
meminimalkan risiko ini. Kebijakan ini termasuk definisi
tindakan operasi yang lengkap sesuai dengan cakupan
pelayanan rumah sakit (lihat juga PAB 7). Kebijakan ini
berlaku di setiap lokasi rumah sakit dimana prosedur ini
dijalankan.

• Praktik berbasis bukti ini diuraikan dalam Surgical Safety


Checklist dari WHO Patient Safety terkini.
Elemen penilaian SKP 4 Otelusur Skor
1. Ada regulasi untuk R Regulasi tentang pelaksanaan 10 TL
melakukan penandaan lokasi penandaan lokasi operasi atau - -
operasi atau tindakan invasif tindakan 0 TT
(site marking). (R)
2. Ada bukti rumah sakit O Bukti pelaksanaan tentang 10 TL
menggunakan satu tanda di penandaan satu tanda yang 5 TS
tempat sayatan operasi seragam dan mudah dikenali 0 TT
pertama atau tindakan invasif
yang segera dapat dikenali D Lihat form dan bukti penandaan
dengan cepat sesuai kebijakan (SURGICAL SAFETY CHECK LIST)
dan prosedur yang ditetapkan
rumah sakit. (D,O)
83
Elemen penilaian SKP 4 Telusur Skor

3. Ada bukti bahwa D Bukti pelaksanaan 10 TL


penandaan lokasi operasi penandaan dilakukan oleh 5 TS
atau tindakan invasif (site staf medis yang melakukan 0 TT
marking) dilakukan oleh operasi atau tindakan invasif
staf medis yang melakukan dengan melibatkan pasien
operasi atau tindakan bila mungkin
invasif dengan melibatkan
pasien bila mungkin. O Lihat pelaksanaan
(D,O,W) penandaan site marking

W • DPJP
• Pasien/keluarga 84
Standar SKP 4.1

Rumah sakit melaksanakan prosedur bedah yang aman


dengan menggunakan “surgical safety check list” (WHO
Safety Checklist terkini) serta memastikan
terlaksananya proses Time-out di kamar operasi
sebelum operasi dimulai, untuk memastikan Tepat-
Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien yang menjalani
tindakan dan prosedur.
Elemen penilaian SKP 4.1 Telusur Skor
1. Ada regulasi tentang pengunaan R Regulasi tentang penggunaan surgical 10 TL
“surgical safety check list” (WHO safety check list untuk prosedur bedah - -
Safety Checklist terkini) untuk aman 0 TT
prosedur bedah aman. (R)
2. Sebelum operasi atau tindakan D Bukti pelaksanaan tentang form 10 TL
invasif dilakukan, rumah sakit surgical safety check list 5 TS
menyediakan “check list“ atau proses 0 TT
lain untuk mencatat, apakah O Lihat form surgical safety check list
informed consent sudah benar dan untuk mencatat
lengkap, apakah tepat lokasi, tepat
prosedur dan tepat pasien sudah
terindentifikasi, apakah semua
dokumen dan peralatan yang
dibutuhkan sudah siap tersedia
dengan lengkap dan berfungsi
dengan baik. (D,O) 86
Elemen penilaian SKP 4.1 Telusur Skor
3. Rumah sakit menggunakan D Bukti tentang hasil pelaksanaan Time- 10 TL
Komponen Time-Out terdiri dari Out 5 TS
identifikasi Tepat-Pasien,Tepat 0 TT
Prosedur dan tepat Lokasi, O Lihat pelaksanaan Time -Out
persetujuan atas operasi dan
konfirmasi bahwa proses verifikasi W • DPJP
sudah lengkap dilakukan. (D,O,W,S) • Tim operasi

S Peragaan proses time-out


4. Rumah sakit menggunakan D Bukti pelaksanaan Time-Out di luar 10 TL
ketentuan yang sama tentang Tepat- kamar operasi 5 TS
Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien, 0 TT
Jika operasi dilakukan, termasuk O Lihat form terkait Tepat-Lokasi, Tepat-
prosedur tindakan medis dan gigi, di Prosedur, Tepat-Pasien
luar kamar operasi. (D,O,W)
W DPJP 87
PANDUAN SIGN IN
Sebelum Induksi Anestesi:

1. Identifikasi pasien, prosedur, informed consent sudah dicek ?


2. Sisi operasi sudah ditandai ?
3. Mesin anestesi dan obat-obatan lengkap ?
4. pulse oxymeter terpasang dan berfungsi ?
5. Allergi ?
6. Kemungkinan kesulitan jalan nafas atau aspirasi
7. Risiko kehilangandarah >= 500ml

Sutoto.KARS 88
PANDUAN TIME OUT
Sebelum Insisi Kulit (Time-out):Apakah …….
1. Konfirmasi anggota tim (nama dan peran)
2. Konfirmasi nama pasien , prosedur dan lokasi incisi
3. Antibiotik propillaksi sdh diberikan dalam 60 menit sebelumnya
4. Antisipasi kejadian kritis:
1. Dr Bedah: apa langkah, berapa lama, kmk blood lost ?
2. Dr anestesi: apa ada patients spesific corcern ?
3. Perawat : Sterilitas , instrumen ?
5. Imaging yg diperlukan sdh dipasang ?

Sutoto.KARS 89
PANDUAN
SEBELUM PASIEN MENINGGALKAN KAMAR OPERASI

1. Perawat melakukan konfirmasi secara verbal,


bersama dr dan anestesi
1. Nama prosedur,
2. Instrumen, gas verband, jarum dihitung harus
lengkap
3. Speciment telah di beri label identitas
4. Apa ada masalah peralatan yang harus ditangani
2. Dokter kpd perawat dan anesesi, apa yang
harus diperhatikan dalam recovery dan
manajemen pasien
Sutoto.KARS 90
KARS
DIKURANGINYA RISIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN

Standar SKP 5

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk


menggunakan dan melaksanakan “evidence-
based hand hygiene guidelines” untuk
menurunkan risiko infeksi terkait layanan
kesehatan.
Maksud dan Tujuan SKP 5
• Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan
sebuah tantangan di lingkungan fasilitas kesehatan.
Kenaikan angka infeksi terkait pelayanan kesehatan
menjadi keprihatinan bagi pasien dan petugas
kesehatan. Secara umum, infeksi terkait pelayanan
kesehatan terjadi di semua unit layanan kesehatan,
termasuk infeksi saluran kencing disebabkan oleh
kateter, infeksi pembuluh/aliran darah terkait
pemasangan infus baik perifer maupun sentral, dan
infeksi paru-paru terkait penggunaan ventilator.
Maksud dan Tujuan SKP 5
• Upaya terpenting menghilangkan masalah infeksi ini
dan infeksi lainnya adalah dengan menjaga kebersihan
tangan melalui cuci tangan. Pedoman kebersihan
tangan (hand hygiene) tersedia dari World Health
Organization (WHO). Rumah sakit mengadopsi
pedoman kebersihan tangan (hand hygiene) dari
WHO ini untuk dipublikasikan di seluruh rumah sakit.
Staf diberi pelatihan bagaimana melakukan cuci
tangan dengan benar dan prosedur menggunakan
sabun, disinfektan, serta handuk sekali pakai (towel),
tersedia di lokasi sesuai dengan pedoman (lihat juga
PPI 9).
Elemen penilaian SKP 5 Telusur Skor
1. Ada regulasi tentang R Regulasi tentang kebersihan 10 TL
pedoman kebersihan tangan tangan (hand hygiene) - -
(hand hygiene) yang mengacu 0 TT
pada standar WHO terkini (lihat
juga PPI 9 EP 1). (R)

2. Rumah sakit melaksanakan D Bukti pelaksanaan program 10 TL


program kebersihan tangan kebersihan tangan (hand 5 TS
(hand hygiene) di seluruh hygiene) di seluruh rumah sakit 0 TT
rumah sakit sesuai regulasi
(lihat juga PPI 9 EP 3). (D,W) W Staf RS

95
Elemen penilaian SKP 5 Telusur Skor
3. Staf rumah sakit dapat O Lihat pelaksanaan cuci tangan di 10 TL
melakukan cuci tangan sesuai seluruh rumah sakit 5 TS
dengan prosedur. (lihat juga PPI 0 TT
9 EP 3). (W,O,S) W Staf RS

S Peragaan cuci tangan


4. Ada bukti staf melaksanakan W Staf RS 10 TL
lima saat cuci tangan. (W,O,S) 5 TS
O Lihat pelaksanaan fasilitas untuk 0 TT
cuci tangan (1 tempat tidur satu
handrub), lihat kepatuhan staf
pada lima saat cuci tangan.

S Peragaan cuci tangan 96


Elemen penilaian SKP 5 Telusur Skor
5. Prosedur disinfeksi di rumah W Staf RS 10 TL
sakit dilakukan sesuai dengan 5 TS
regulasi. (lihat juga PPI 9 EP 1 O Lihat pelaksanaan fasilitas untuk 0 TT
dan EP 3). (W,O) disinfeksi dan pelaksanaan
disinfeksi

6. Ada bukti rumah sakit D Bukti pelaksanaan tentang 10 TL


melaksanakan evaluasi evaluasi upaya menurunkan 5 TS
terhadap upaya menurunkan angka infeksi 0 TT
angka infeksi terkait pelayanan
kesehatan (lihat juga PMKP 7 EP W • Komite/Tim PMKP
3).(D,W) • Komite/Tim PPI
• IPCN
• IPCLN 97
Standar PPI 9

Kebersihan tangan menggunakan sabun dan


desinfektan adalah sarana efektif untuk mencegah
dan mengendalikan infeksi.
Elemen penilaian PPI 9 Telusur Skor
R Regulasi tentang hand hygiene 10 TL
1. Rumah sakit menetapkan regulasi
hand hygiene yang mencakup
- -
0 TT
kapan, di mana, dan bagaimana
melakukan cuci tangan
mempergunakan sabun (hand wash)
dan atau dengan disinfektan (hand
rubs) serta ketersediaan fasilitas hand
hygiene. (R)
O Lihat kelengkapan fasilitas hand 10 TL
2. Sabun, disinfektan, serta
hygiene antara lain sabun, disinfektan, 5 TS
tissu/handuk sekali pakai tersedia di serta tissu/handuk sekali pakai tersedia
di tempat cuci tangan dan tempat
0 TT
tempat cuci tangan dan tempat
melakukan disinfeksi tangan
melakukan disinfeksi tangan. (O)
STANDAR NASIONAL AKREDITASI RUMAH SAKIT edisi 1 99
Elemen penilaian PPI 9 Telusur Skor

3. Hand hygiene sudah dilaksanakan S Peragaan hand hygiene oleh staf 10 TL


- -
dengan baik. (S,O) O Lihat pelaksanaan hand hygiene 0 TT
secara konsisten diarea yang sudah
ditetapkan

4. Ada bukti pelaksanaan pelatihan D Bukti pelaksanaan pelatihan tentang 10 TL


hand hygiene 5 TS
hand hygiene kepada semua 0 TT
pegawai termasuk tenaga kontrak. W • Staf RS
• Tenaga kontrak, magang dan tenant
(D,W)

STANDAR NASIONAL AKREDITASI RUMAH SAKIT edisi 1 100


Contoh: PENGGGUNAAN JEMBATAN KELEDAI, UNTUK MEMUDAHKAN MENGINGAT URUTAN
ENAM AREA DALAM HAND-WASH/RUB
• TELAPAK TANGAN
• PUNGGUNG TANGAN TEPUNG SELACI PUPUT
• SELA- SELA JARI
LAMA CUCI TANGAN:
• PUNGGUNG JARI-JARI (GERAKAN KUNCI)
HAND RUB : 20-30 DETIK
• SEKELILING IBU JARI (PUTAR- PUTAR) HAND WASH 40-60 DETIK
• KUKU DAN UJUNG JARI (PUTAR-PUTAR)
Sutoto.KARS
Acknowledgement : WHO World Alliance for Patient Safety 102
Who Guideline On Hand Hygine In Health Care.20009
Who Guideline On Hand Hygine In Health Care.20009
Who Guideline On Hand Hygine In Health Care.20009
CUCI TANGAN DAN PENGGUNAAN SARUNG
TANGAN
• Penggunaan sarung tangan tidak menggantikan
cuci tangan.
• Cuci tangan harus dilakukan pada saat yang tepat
tanpa harus ada indikasi untuk pemakaian sarung
tangan.
• Lepaskan sarung tangan untuk cuci tangan, ketika
indikasi terjadi saat mengenakan sarung tangan.
• Buang sarung tangan setelah setiap selesai tugas
dan cuci tangan karena sarung tangan dapat
membawa kuman.
•Pemakaian sarung tangan hanya bila diindikasikan
menurut Standard dan
(Sumber Precaution
: WHO. contact
Hand hygine jika
WHY,HOW , WHEN?)
tidak anda menjadi berisiko tertular kuman.
KARS
PEMAKAIAN
SARUNG TANGAN STERIL

• Prosedur bedah
• Pemeriksaan vagina
• prosedur radiologi invasif
• melakukan akses vaskular dan
prosedur (central line)
• Menyiapkan/mencampur total
parenteral nutrition
• Menyiapkan/mecampur kemoterapi.

(Sumber :KARS
WHO. Hand hygine WHY,HOW , WHEN?)
PEMAKAIAN
SARUNG TANGAN PEMERIKSAAN

DALAM SITUASI KLINIK


Potensi menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan item
yang terlihat kotor oleh cairan tubuh.

DIRECT PATIENTS EXPOSURE:


Kontak dengan darah; kontak dengan selaput lendir dan kulit yang
tidak utuh; potensi adanya organisme sangat menular dan berbahaya;
situasi darurat atau epidemi, memasang dan melepas infus,
mengambil darah; menghentian venous line; Pemeriksaan panggul
dan vagina; suctioning non-closed systems of endotracheal tubes.

INDIRECT PATIENT EXPOSURE:


Mengosongkan pot tumpahan; Menangani dan mencuci instrumen;
penanganan limbah; membersihkan tumpahan cairan tubuh.

(Sumber :KARS
WHO. Hand hygine WHY,HOW , WHEN?)
PEMAKAIAN SARUNG TANGAN TIDAK DI INDIKASIKAN
(kecuali KONTAK untuk tindakan pencegahan)

• Tidak ada potensi terpapar darah atau cairan tubuh, atau


lingkungan yang terkontaminasi, mengukur tekanan darah, suhu
dan denyut nadi; melakukan suntikan IM maupun SC ;
memandikan dan memakaikan pakaian pasien; mengangkut
pasien; merawat mata dan telinga (tanpa sekresi); manipulasi
vasculas line tanpa ada kebocoran darah.
• TIDAK KONTAK LANGSUNG DENGAN PASIEN; Menggunakan
telepon; menulis rekam medis; memberikan obat oral;
mendistribusikan atau mengumpulkan nampan makanan pasien ;
menghapus dan mengganti linen untuk tempat tidur pasien;
menempatkan peralatan ventilasi non-invasif dan kanula oksigen;
memindahkan perabotan pasien

(Sumber : WHO. Hand hygine WHY,HOW , WHEN?)

KARS
MENGURANGI RISIKO CEDERA KARENA PASIEN JATUH

Standar SKP 6

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk


melaksanakan proses mengurangi risiko
pasien jatuh.
Maksud dan Tujuan SKP 6
Banyak cedera yang terjadi di unit rawat inap dan rawat jalan akibat
pasien jatuh. Berbagai faktor yang meningkatkan risiko pasien jatuh
antara lain:
a) kondisi pasien;
b) gangguan fungsional pasien (contoh gangguan keseimbangan,
gangguan penglihatan, atau perubahan status kognitif);
c) lokasi atau situasi lingkungan rumah sakit;
d) riwayat jatuh pasien;
e) konsumsi obat tertentu;
f) konsumsi alkohol.
Maksud dan Tujuan SKP 6
• Pasien yang pada asesmen awal dinyatakan berisiko rendah untuk jatuh
dapat mendadak berubah menjadi berisiko tinggi. Hal ini disebabkan oleh
operasi dan/atau anestesi, perubahan mendadak kondisi pasien, serta
penyesuaian pengobatan. Banyak pasien memerlukan asesmen selama
dirawat inap di rumah sakit. Rumah sakit harus menetapkan kriteria untuk
identifikasi pasien yang dianggap berisiko tinggi jatuh.

• Contoh situasional risiko adalah jika pasien yang datang ke unit rawat jalan
dengan ambulans dari fasilitas rawat inap lainnya untuk pemeriksaan
radiologi. Pasien ini berisiko jatuh waktu dipindah dari brankar ke meja
periksa radiologi, atau waktu berubah posisi sewaktu berada di meja sempit
tempat periksa radiologi.
Maksud dan Tujuan SKP 6
• Lokasi spesifik dapat menyebabkan risiko jatuh bertambah karena
layanan yang diberikan. Misalnya, terapi fisik (rawat jalan dan
rawat inap) memiliki banyak peralatan spesifik digunakan pasien
yang dapat menambah risiko pasien jatuh seperti parallel bars,
freestanding staircases, dan peralatan lain untuk latihan.

• Rumah sakit melakukan evaluasi tentang pasien jatuh dan


melakukan upaya mengurangi risiko pasien jatuh. Rumah sakit
membuat program untuk mengurangi pasien jatuh yang meliputi
manajemen risiko dan asesmen ulang secara berkala di populasi
pasien dan atau lingkungan tempat pelayanan dan asuhan itu
diberikan.
Maksud dan Tujuan SKP 6
• Rumah sakit harus bertanggung jawab untuk identifikasi lokasi
(seperti unit terapi fisik), situasi (pasien datang dengan ambulans,
transfer pasien dari kursi roda atau cart), tipe pasien, serta
gangguan fungsional pasien yang mungkin berisiko tinggi untuk
jatuh.

• Rumah sakit menjalankan program pengurangan risiko jatuh


dengan menetapkan regulasi yang sesuai dengan lingkungan dan
fasilitas rumah sakit. Program ini mencakup monitoring terhadap
kesengajaan dan atau ketidak-sengajaan dari kejadian jatuh.
Misalnya, pembatasan gerak (restrain) atau pembatasan intake
cairan.
Elemen penilaian SKP 6 Telusur Skor
1. Ada regulasi yang mengatur tentang R Regulasi tentang mencegah pasien 10 TL
mencegah pasien cedera karena jatuh. cedera karena jatuh 5 TS
(R) 0 TT

2. Rumah sakit melaksanakan suatu D Bukti dalam rekam medis tentang 10 TL


proses asesmen awal risiko jatuh pelaksanaan asesmen awal dapat berupa 5 TS
asesmen cepat (rapid assessment) risiko
untuk pasien gawat darurat dan rawat jatuh untuk pasien gawat darurat dan rawat
0 TT
jalan dengan kondisi, diagnosis, lokasi jalan serta dilakukan asesmen lanjutan bila
terindikasi berisiko tinggi jatuh sesuai pasien akan masuk rawat inap
regulasi (lihat juga AP 1.4.1). (D,O,W)
O Lihat pelaksanaan asesmen cepat (rapid
assessment) risiko jatuh untuk pasien gawat
darurat dan rawat jalan serta pelaksanaan
asesmen lanjutan bila pasien akan masuk
rawat inap

W • PPJA
• Staf klinis 118
Elemen penilaian SKP 6 Telusur Skor
3. Rumah sakit melaksanakan proses D Bukti dalam rekam medis tentang 10 TL
asesmen awal dan asesmen ulang dari pelaksanaan asesmen awal dan 5 TS
pasien rawat inap yang berdasar asesmen ulang risiko jatuh 0 TT
catatan teridentifikasi risiko jatuh
(D,W) W • PPJA
• Staf klinis
4. Langkah-langkah diadakan untuk D Bukti pelaksanaan tentang langkah- 10 TL
mengurangi risiko jatuh bagi pasien langkah untuk mengurangi risiko jatuh 5 TS
dari situasi dan lokasi yang 0 TT
menyebabkan pasien jatuh (D,O,W) O Lihat pelaksanaan langkah-langkah
mengurangi risiko jatuh (manajemen
jatuh)

W • PPJA
• Staf klinis
• Pasien/keluarga
119
RISTI Intervensi
Edukasi
Sutoto.KARS 121
Pediatric Patient Falls Scale
Scale Characteristics
General Risk Assessment Humpty-Dumpty Scale- CHAMPS Pediatric Fall Pediatric Fall Risk
of Pediatric Inpatient Falls Inpatient Risk Assessment Tool Assessment Scale
(GRAF-PIF) (PFRA)
Used at NCH

Physical & physiological All types of falls except All types of falls All types of falls
falls (not developmental) when child is “dropped”

5 items 7 items 4 items 10 items

Scale 0 to 5+ Scale 7 to 23 Scale 0 to 4 Scale 0 to 30

Cut-off score = 2 Cut-off score = 12 Cut-off score = 1 Cut-off score = 5


Sutoto.KARS 122
PATIENT FALLS
There are three types of patient falls
1. an accidental fall: is prevented by ensuring a safe environment.
2. a physiological anticipated fall: Anticipated physiological falls are
prevented by first identifying who is likely to fall using the MFS.
3. an unanticipated physiological fall: The first unanticipated
physiological fall cannot be predicted and, therefore, cannot be
prevented, because the staff and the patient may not realize that
the patient has the condition that precipitates the unexpected

Morse, Janice M..Preventing Patient Falls. Establishing a Fall Intervention Program, 2 nd Ed. Springer Publishing
Company, New York. 2009.
Sutoto.KARS 123
Intrinsik (berhubungan dengan kondisi Ekstrinsik (berhubungan dengan lingkungan)
pasien)
Dapat di antisipasi • Riwayat jatuh sebelumnya • Lantai basah/silau, ruang berantakan,
(Physiological antisipated • Inkontinensia pencahayaan kurang, kabel longgar/lepas
fall) • Gangguan kognitif/psikologis • Alas kaki tidak pas
• Gangguan keseimbangan/mobilitas • Dudukan toilet yang rendah
• Usia > 65 tahun • Kursi atau tempat tidur beroda
• Osteoporosis • Rawat inap berkepanjangan
• Status kesehatan yang buruk • Peralatan yang tidak aman
• Peralatan rusak
• Tempat tidur ditinggalkan dalam posisi
tinggi

Tidak dapat dii antisipasi • Kejang • Reaksi individu terhadap obat-obatan


(an unanticipated • Aritmia jantung
physiological fall) • Stroke atau Serangan Iskemik Sementara
(Transient Ischaemic Attack-TIA)
• Pingsan
• ‘Serangan jatuh’ (Drop Attack)
Morse, Janice M..Preventing Patient Falls. Establishing a Fall Intervention Program, 2nd Ed. Springer Publishing
Company, New York. 2009.
No/low risk: < 45
• Pencegahan jatuh akibat kecelakaan
• Pastikan lingkungan aman
• Edukasi pasien dan keluarga
High risk: > 45
• Strategi proteksi dari jatuh:
• Monitoring
• Proteksi jatuh dari tempat tidur/kursi
• Proteksi dari lingkungan berbahaya
• Proteksi dari cedera
• Strategi pencegahan jatuh
• Tranfer pasien dengan aman
• Cegah kencing yang urgen
• Evaluasi kemampuan komunikasi
• Latihan /exercise keseimbangan
• Optimalisasi kondisi fisik
Morse, Janice M..Preventing Patient Falls. Establishing a Fall Intervention Program, 2 nd Ed. Springer Publishing Company, New York. 2009.

Sutoto.KARS 126
FAKTOR RISIKO SKALA SKOR

Riwayat jatuh Tidak 0


Ya 25
Diagnosa Sekunder Tidak 0
Ya 15
Menggunakan alat-alat bantu Tidak ada/ Bedrest/ Dibantu perawat 0

Kruk/ Tongkat 15
Kursi/ Perabot 30
Menggunakan Infus/ Heparin lock/ Pengencer Tidak 0
darah
Ya 20
Gaya Berjalan Normal/ Bedrest/ kursi roda 0

Lemah 10
Terganggu 20
Status Mental Menyadari Kemampuan 0

Lupa akan keterbatasan/ Pelupa 15

Skor Total
Kategori:
MFS: Morse Fall Scale
CONTOH:
ASESMEN RISIKO
JATUH
MORSE FALL SCALE

Sutoto.KARS 128
SKALA RISIKO JATUH HUMPTY DUMPTY
PARAMETER KRITERIA NILAI SKOR

Usia  < 3 tahun 4


 3 – 7 tahun 3
 7 – 13 tahun 2
 ≥ 13 tahun 1
Jenis kelamin  Laki-laki 2
 Perempuan 1
Diagnosis  Diagnosis neurologi 4
 Perubahan oksigenasi (diagnosis respiratorik, dehidrasi, anemia, anoreksia, sinkop, pusing, dsb.) 3
 Gangguan perilaku / psikiatri
 Diagnosis lainnya 2
1
Gangguan kognitif  Tidak menyadari keterbatasan dirinya 3
 Lupa akan adanya keterbatasan 2
 Orientasi baik terhadap diri sendiri 1
Faktor lingkungan  Riwayat jatuh / bayi diletakkan di tempat tidur dewasa 4
 Pasien menggunakan alat bantu / bayi diletakkan dalam tempat tidur bayi / perabot rumah 3
 Pasien diletakkan di tempat tidur
 Area di luar rumah sakit 2
1
Respons terhadap:  Dalam 24 jam 3
1. Pembedahan/ sedasi / anestesi  Dalam 48 jam 2
 > 48 jam atau tidak menjalani pembedahan / sedasi/ anestesi 1
2. Penggunaan medikamentosa
 Penggunaan multipel: sedatif, obat hipnosis, barbiturat, fenotiazin, antidepresan, pencahar, diuretik, 3
narkose
 Penggunaan salah satu obat di atas 2
 Penggunaan medikasi lainnya / tidak ada medikasi 1 129
SKALA RISIKO JATUH ONTARIO MODIFIED STRATIFY - SYDNEY SCORING
Parameter Skrining Jawaban Keterangan Nilai Skor
apakah pasien datang ke rumah sakit karena jatuh? Ya / tidak
Riwayat jatuh Salah satu jawaban ya = 6
jika tidak, apakah pasien mengalami jatuh dalam 2 bulan terakhir ini? Ya/ tidak

apakah pasien delirium? (tidak dapat membuat keputusan, pola pikir tidak Ya/ tidak
terorganisir, gangguan daya ingat)
Status mental Salah satu jawaban ya = 14
apakah pasien disorientasi? (salah menyebutkan waktu, tempat, atau orang) Ya/ tidak

apakah pasien mengalami agitasi? (ketakutan, gelisah, dan cemas) Ya/ tidak

apakah pasien memakai kacamata? Ya/ tidak


Penglihatan apakah pasien mengeluh adanya penglihatan buram? Ya/ tidak Salah satu jawaban ya = 1

apakah pasien mempunyai glaukoma, katarak, atau degenerasi makula? Ya/ tidak

apakah terdapat perubahan perilaku berkemih? (frekuensi, urgensi, inkontinensia, Ya/ tidak
Kebiasaan berkemih nokturia) ya = 2

mandiri (boleh menggunakan alat bantu jalan) 0


jumlahkan nilai transfer dan
Transfer (dari tempat tidur ke memerlukan sedikit bantuan (1 orang) / dalam pengawasan 1
mobilitas. Jika nilai total 0-
kursi dan kembali ke tempat
memerlukan bantuan yang nyata (2 orang) 2 3, maka skor = 0. jika nilai
tidur)
total 4-6, maka skor = 7
tidak dapat duduk dengan seimbang, perlu bantuan total 3

mandiri (boleh menggunakan alat bantu jalan) 0


Mobilitas berjalan dengan bantuan 1 orang (verbal / fisik) 1
menggunakan kursi roda 2
imobilisasi 3
• Edmonson Psychiatric Fall Risk Assessment
Sutoto.KARS 131
Edmonson Psychiatric Fall Risk Assessment

Sutoto.KARS 132
OBAT YANG MENINGKATKAN
RISIKO JATUH
133
Sutoto.KARS 134
ASSESMENT RESIKO JATUH GERIATRI
USIA Skor RIWAYAT JATUH Skor AKTIFITAS Skor
Kurang dari 60 tahun 0 Tidak pernah 0 Mandiri 0
Antara 60-69 tahun 1 Pernah jatuh < 1 tahun 1 ADL dibantu sebagian 2
Lebih dari 70 tahun 2 Pernah jatuh < 1 bulan 2 ADL dibantu penuh 3
Jatuh pada saat dirawat sekarang 3

MOBILITAS/MOTORIK Skor KOGNITIF Skor POLA BAB/BAK Skor


Mandiri 0 Orientasi baik 0 Teratur 0
Menggunakan alat bantu 1 Kesulitan mengerti perintah 2 Inkontinensia urine/faeses 1
Koordinasi/keseimbangan buruk 2 Gangguan memori 2 Nokturia 2
Bingung/Disorientasi 3 Urgensi/Frequensi 3

Pilihan di bawah ini dapat di jumpai lebih dari satu


DEFISIT SENSORIS Skor PENGOBATAN Skor KOMORBIDITAS Skor
Kacamata bukan biofokal 0 Kurang dari 4 jenis & tidak termasuk yang tsb 1 Diabetes/Cardiac/ISK 1
Kacamata biofokal 1 dibawah 2 Gangguan SSP/Stroke/ 2
Gangguan pendengaran 1 Antihipertensi/Hipoglikemik/ 3 Parkinson 3
Kacamata multifocal 2 Antidepressan/Neurotropik Pascabedah 0-24 jam
Katarak/Glaukoma 2 Sedatif/Psikotropika/Narkotika/
Hampir tidak melihat/buta 3 Infus epidural/Spinal/Diuretik/
Laxativ
135
TOTAL SKOR: ____________
Pedoman Pencegahan Pasien Resiko Jatuh
Dan Scor
Resiko Rendah Resiko Sedang Resiko Tinggi
Skor 0 - 5 Skor 6-13 Skor ≥14

1. Pastikan ‘bel’ mudah dijangkau 1. Lakukan langkah pencegahan untuk 1. Lakukan SEMUA langkah
resiko rendah pencegahan untuk resiko rendah
dan sedang

2. Roda tempat tidur pada posisi 2. Pasangkan gelang khusus (warna 2. Kunjungi dan monitor pasien
terkunci kuning) sebagai tanda resiko pasien setiap 1 jam
jatuh
3. Posisikan tempat tidur pada posisi 3. Tempatkan tanda resiko pasien jatuh 3. Tempatkan pasien di kamar yang
terendah pada daftar nama pasien (warna paling dekat dengan nurse station
kuning) (jika memungkinkan)

4. Pagar pengaman tempat tidur 4. Beri tanda resiko pasien jatuh pada
dinaikkan pintu kamar pasien
Patient safety/Group/2011 136
Contoh Langkah Pencegahan Pasien Risiko
Jatuh
LANGKAH Tgl/j
am

1.Anjurkan pasien meminta bantuan yang diperlukan


2.Anjurkan pasien untuk memakai alas kaki anti slip
3.Sediakan kursi roda yang terkunci di samping tempat
tidur pasien
4.Pastikan bahwa jalur ke kamar kecil bebas dari
hambatan dan terang
5.Pastikan lorong bebas hambatan
6.Tempatkan alat bantu seperti walkers/tongkat dalam
jangkauan pasien
7.Pasang Bedside rel
8.Evaluasi kursi dan tinggi tempat tidur

Sutoto.KARS 137
CONTOH LANGKAH PENCEGAHAN PASIEN RISIKO JATUH

9. Pertimbangkan efek puncak obat yang diresepkan yang


mempengaruhi tingkat kesadaran, dan gait
10. Mengamati lingkungan untuk kondisi berpotensi tidak
aman, dan segera laporkan untuk perbaikan
11. Jangan biarkan pasien berisiko jatuh tanpa pengawasan
saat di daerah diagnostik atau terapi
12. Pastikan pasien yang diangkut dengan brandcard /
tempat tidur, posisi bedside rel dalam keadaan
terpasang
13. Informasikan dan mendidik pasien dan / atau anggota
keluarga mengenai rencana perawatan untuk mencegah
jatuh
14. Berkolaborasi dengan pasien atau keluarga untuk
memberikan bantuan yang dibutuhkan dengan

Sutoto.KARS
ELEMEN PENDUKUNG UPAYA MENURUNKAN
RISIKO CEDERA KARENA JATUH

• Proses terintegrasi : mengembangkan kebijakan/


menyusun SOP
• Melaksanakan proses asesmen awal, asesmen lanjutan
dan asesmen ulang risiko jatuh
• Monev pelaksanaan program pencegahan pasien jatuh:
Monitoring laporan insiden pasien jatuh
Observasi pelaksanaan pencegahan pasien jatuh
• Mengembangkan sistem pelaporan pasien jatuh
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai