KEPERAWATAN MATERNITAS
DISUSUN OLEH :
2021
KATA PENGANTAR
Kelompok 1
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
darah secara abnormal dan terus-menerus pada beberapa kali pemeriksaan
tekanan darah yang disebabkan beberapa faktor resiko yang tidak berjalan
sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan secara normal
(Wijaya, 2013).
Tekanan darah adalah tenaga yang dipakai oleh darah yang
dipompakan dari jantung untuk melawan tahanan pembuluh darah. Dengan
kata lain, tekanan darah adalah sejumlah tenaga yang dibutuhkan untuk
mengedarkan darah ke seluruh tubuh. Sepanjang hari, tekanan darah akan
berubah–ubah tergantung dari aktivitas tubuh. Latihan yang berat dan stres
cenderung meningkatkan tekanan darah. Sementara itu, dalam keadaan
berbaring atau istirahat, tekanan darah akan turun kembali. Hal ini merupakan
peristiwa normal. Jika tekanan darah seseorang meningkat dengan tajam dan
kemudian tetap tinggi, orang tersebut dapat dikatakan mempunyai tekanan
darah tinggi atau Hipertensi (Bangun, 2008).
B. Etiologi
Menurut Ignatavicius (2009) dan Aspiani (2016) penyebab hipertensi
diantaranya karena faktor keturunan/genetik, ciri dari perseorangan (umur,
jenis kelamin dan ras) serta kebiasaan hidup/gaya hidup seseorang (seperti
konsumsi garam tinggi, kegemukan atau makan berlebihan, stres atau
ketegangan jiwa, kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obatan.
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Hipertensi
D. Klasifikikasi Hipertensi
1. Klasifikasi berdasarkan Etiologi
Menurut Aspiani (2016), Suddarth, (2016) penyakit darah tinggi atau
hipertensi dikenal dengan 2 klasifikasi, diantaranya hipertensi primer dan
sekunder:
a. Hipertensi esensial (primer)
Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi. Dimana sampai saat
ini belum diketahui penyebab pasti. Beberapa faktor yang berpengaruh
dalam terjadinya hipertensi essensial, seperti: faktor genetik, stress dan
psikologis, serta faktor lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan
garam dan berkurangnya asupan kalium dan kalsium)
b. Hipertensi sekunder
Pada hipertensi sekunder, penyebab dari patofisiologi dapat diketahui
dengan jelas sehingga lebih mudah untuk dikendalikan dengan obat-
obatan. Penyebab hipertensi sekunder diantaranya berupa kelainan
ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta,
kelainan endokrin lainya seperti obesitas, resistensi insulin,
hipertiroidisme, dan pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral
dan kortikosteroid.
2. Klasifikasi berdasarkan derajat hipertensi
Menurut Ignatavicius (2009), hipertensi dapat diklasifikasikan dalam
beberapa kategori berdasarkan pada JNC VII (The Seventh Joint National
Commitee on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High
Pressure) yaitu:
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi
No Kategori Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)
1. Optimal <120 <80
2. Normal 120-129 80-84
3. High Normal 130-139 85-89
4. Hipertensi
Grade 1 (ringan) 140-159 90-99
Grade 2 (sedang) 160-179 100-109
Grade 3 (berat) 180-209 100-119
Grade 4 (sangat >210 >120
berat)
E. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
ter letak di pusat Vasomotor pada Medulla di otak. Dari pusat Vasomotor ini
bermula jaras Saraf Simpatis, yang berlanjut kebawah ke Korda Spinalis dan
keluar dari Kolumna Medulla Spinalis ke Ganglia Simpatis di Toraks dan
Abdomen. Rangsangan pusat Vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang begerak kebawah melalui sistern Saraf Simpatis ke Ganglia Simpatis.
Pada titik ini, Neuron pre-ganglion melepaskan Asetilkolin, yang akan
merangsang serabut Saraf Pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya Norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor, seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respons pembuluh darah terhadap rangsang Vasokonstiktor. Klien dengan
Hipertensi sangat sensitif terhadap Norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi.
Pada saat bersamaan ketika sistem Saraf Simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar Adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas Vasokonstriksi. Medulla
Adrenal menyekresi Epinefrin, yang menyebabkan Vasokonstriksi. Korteks
Adrenal menyekresi Kortisol dan Steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respon Vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke Ginjal, menyebabkan pelepasan Renin. Renin yang
dilepaskan merangsang pembentukan Angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi Angiotensin II, Vasokonstriktor kuat, yang pada akhirnya
merangsang sekresi Aldosteron oleh Korteks Adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus Ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung
mencetuskan Hipertensi (Brunner and Suddarth, 2002 dalam Aspiani, 2016).
F. Pathway Hipertensi
Resistensi pembuluh
Vasokonstriksi darah otak Nyeri kepala
Risiko cedera
Sumber: Amin Huda (2016)
VasokonstriksiIskemia miokard
Blood flow darah
Penurunan curah
Nyeri Akut
Respon RAA jantung Afterload
hipervolemia Fatigue
Merangsang aldosteron
Intoleransi aktivitas
Edema
Retensi Na
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Aspiani (2016) pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan
adalah :
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
2. Pemeriksaan retina
3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti
ginjal dan jantung
4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
6. Pemeriksaan : renjogram, pielogram intravena anterior renal, pemeriksaan
fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin
7. Foto dada dan CT scan
H. Komplikasi
Menurut Williams (2007), Aspiani (2016) komplikasi hipertensi yaitu :
1. Hipertrofi ventrikel kiri
2. Proteinuria dan gangguan fungsi ginjal
3. Aterosklerosi pembuluh darah
4. Retinopati
5. Stroke atau Transient ischemic attack (TIA)
6. Infark miokard
7. Angina pectoris
8. Gagal jantung
a. Diuretik (Hidroklorotiazid)
Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan di tubuh berkurang
yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
b. Penghambat simpatetik (metildopa, klonidin dan reserpine) menghambat
aktivitas saraf simpatis
c. Beta blocker (metoprolol, propranolol dan atenolol)
1) Menurunkan daya pompa jantung
2) Tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap
gangguan pernapasan seperti asma bronkial.
3) Pada penderita diabetes militus: dapat menutupi gejala hipoglikemia
d. Vasodilator (prasosin, hidralasin)
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos
pembuluh darah.
e. ACE inhibitor (Captopril)
1) Menghambat pembentukan zat angiotensin II
2) Efek samping batuk kering , pusing, sakit kepala dan lemas.
f. Penghambat reseptor angiotensin II pada reseptor sehingga memperingan
daya pompa jantung.
g. Antagonis kalsium (diltiazem dan verapamil)
A. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis
1) Pengkajian menurut Putri (2013)
a. Data biografi : nama, alamat, tanggal MRS, diagnosa medis,
penanggung jawab, catatan kedatangan
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama : biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan
kepala terasa pusing dan bagian kuduk terasa berat, tidak bisa tidur.
2) Riwayat kesehatan sekarang : biasanya pada saat dilakukan
pengkajian pasien masih mengeluh kepala terasa sakit dan berat,
penglihatan berkunang-kunang, tidak bias tidur
3) Riwayat kesehatan dahulu : biasanya penyakit hipertensi ini adalah
penyakit yang menahun yang sudah lama dialami oleh pasien, dan
biasanya pasien mengonsumsi obat rutin seperti captopril.
4) Riwayat kesehatan keluarga : biasanya penyakit hipertensi ini adalah
penyakit keturunan.
c. Data dasar pengkajian
1) Aktivitas / istirahat
Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton, frekuensi
jantung meningkat, perubahan irama jantung
2) Sirkulasi
Riwayat hipertensi, ateroskelrosis, penyakit jantung coroner,
penyakit serebrovaskuler, kenaikan TD, hipotensi postural, takikardi,
perubahan warna kulit, suhu dingin
3) Integritas ego
Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, faktor
stress multiple, letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue
perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan
mengehela, peningkatan pola bicara
4) Eliminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
5) Makanan/cairan
Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
lemak dan kolesterol
6) Neurosensori
Keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala,
berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis, perubahan
orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optic
7) Nyeri / ketidaknyamanan
Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital
berat, nyeri abdomen
8) Pernapasan
Dyspnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea,
dyspnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum,
riwayat merokok
9) Keamanan
Gangguan kordinasi, cara jalan, episode parestesia unilateral
transien, hipotensi postural
10) Pembelajaran / penyuluhan
Faktor resiko keluarga hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,
DM, penyakit ginjal, faktor resiko etnik, penggunaan pil kb atau
hormone
B. Diagnosa Keperawatan
Masalah Keperawatan atau Diagnosa keperawatan merupakan suatu
penilaian klinis mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual maupun
potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan mengidentifikasi respon individu,
keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
Diagnosa keperawatan yang ditegakkan menurut teori adaptasi Roy diperoleh
dari hasil pengkajian yang sudah dilakukan mengikuti 4 mode adaptasi yaitu
fisiologi, konsep diri, fungsi peran dan interdependesi serta dihubungkan
dengan stimulus yang berkaitan Hidayati (2014). Sedangkan menurut
Marliana & Hani (2018) dan Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) diagnosa
keperawatan yang muncul pada kasus hipertensi sebagai berikut:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload
3. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan natrium
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
5. Koping tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional
6. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar efektif
7. Risiko perfusi perifer tidak efektif dibuktikan dengan hipertensi
8. Risiko cedera dibuktikan dengan ketidaknormalan profil darah
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No SDKI Tujuan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Nyeri Akut Setelah SLKI : Tingkat SIKI : Manajemen Nyeri
b.d agen dilakukan Nyeri (L.08066) ( I.08238)
pencedera asuhan
fisiologis keperawata Keluhan nyeri Observasi :
Dalam waktu menurun 1. Identifikasi lokasi,
3 x 24 jam, Meringis karakteristik, durasi,
diharapkan menurun frekuensi, kualitas,
nyeri akut Sikap protektif intensitas nyeri
dapat teratasi menurun 2. Identifikasi skala nyeri
Kolaboasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Penurunan Setelah SLKI : Curah SIKI : Perawatan Jantung
curah jantung dilakukan Jantung (I.02075)
berhubungan asuhan (L.02008)
dengan keperawata Observasi :
perubahan Dalam waktu Kekuatan nadi 1. Identifikasi tanda/gejala
afterload 2 x 24 jam, perifer primer penurunan curah
diharapkan meningkat jantung (meliputi dispnea,
curah jantung Palpitasi kelelahan, edema,
pasien menurun ortopnea, )
teratasi dan Brakikardia 2. Identifikasi tanda/gejala
kembali menurun sekunder penurunan curah
membaik Takikardia jantung
menurun 3. Monitor tekanan darah
menurun cairan
Teraupetik :
1. Posisikan pasien semi-
fowler atau fowler dengan
kaki ke bawah atau posisi
nyaman
2. Berikan diet jantung yang
sesuai
3. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
memodifikasi gaya hidup
sehat
Edukasi :
1. Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
3. Hipervolemia Setelah SLKI : SIKI : Manajemen
berhubungan diberikan Keseimbangan Hipervolemia (I.03114)
dengan asuhan Cairan (L.03020)
kelebihan keperawatan Observasi :
asupan selama 3 x 24 Edema menurun 1. Periksa tanda dan gejala
natrium jam, Tekanan darah hipervolemia (dispnea,
diharapkan membaik edema)
volume Frekuensi nadi 2. Identifikasi penyebab
cairan pasien membaik hipervolemia
membaik Kekuatan nadi 3. Monitor status
Teraupetik :
1. Timbang berat badan
setiap hari pada waktu
yang sama
2. Batasi asupan cairan dan
garam
ii.
Edukasi :
1. anjurkan melapor jika
saluran haluaran urin <0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam
2. ajarkan cara mengukur
dan mencatat asupan dan
haluaran cairan
3. ajarkan cara membatasi
cairan
iii.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
diuretik
iv.
4. Intoleransi Setelah SLKI : Toleransi SIKI : Manajemen Energi
Aktivitas diberikan Aktivitas (L.05178)
berhubungan asuhan ( L.05047)
dengan keperawatan Observasi :
kelemahan. selama 2 x 24 Kemudahan 1. Identifikasi gangguan
jam, melakukan fungsi tubuh yang
diharapkan aktivitas sehari- mengakibatkan kelelahan
aktivitas hari meningkat 2. Monitor kelelahan fisik
pasien dapat Keluhan lelah dan emosional
teratasi dan menurun 3. Monitor pola dan jam
meningkat Dispnea saat tidur
aktivitas 4. Monitor lokasi dan
menurun ketidaknyamanan selama
aktivitas
menurun Teraupetik :
Minat kolaboratif
mengikuti ii.
perawatan/peng Edukasi :
menurn kepercayaan
Nyeri
ekstremitas Teraupetik :
Edukasi :
1. Anjurkan berolahraga
rutin
2. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
3. Ajarkan program diet
utnuk memperbaiki
sirkulasi
8. Risiko cedera Setelah SLKI : Tingkat SIKI : Manajemen
dibuktikan diberikan Cedera (L.14136) Keselamatan Lingkungan
dengan asuhan (I.14513)
ketidaknorma keperawatan Toleransi
lan profil selama 2 x 24 aktivitas Observasi :
darah jam, meningkat 1. Identifikasi kebutuhan
diharapkan Kejadian cedera keselamatan
risiko cedera menurun 2. Monitor perubahan status
teratasi Luka/lecet keselamatan lingkungan
menurun
Gangguan Teraupetik :
l
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam (Potter & Perry, 2011).
Komponen tahap implementasi :
4. Tindakan keperawatan mandiri
5. Tindakan keperawatan kolaboratif
6. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses
mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu
sendiri). Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan
menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian,
perencanaan dan pelaksanaan (Mubarak,dkk.,2011).
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam
Wardani, 2013):
S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
a. Masalah teratasi
Masalah teratasi apabila pasien menunjukkan perubahan tingkah laku dan
perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan.
b. Masalah sebagian teratasi
Masalah sebagian teratasi apabila pasien menunjukkan perubahan dan
perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan.
c. Masalah belum teratasi
Masalah belum teratasi, jika pasien sama sekali tindak menunjukkan
perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul
masalah yang baru.
A. Konsep Dasar Pre Eklampsia
1. Pengertian
Preeklampsia merupakan gangguan hipertensi yang terjadi pada ibu
hamil dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu yang ditandai
dengan meningkatnya tekanan darah ≥ 140/90 MmHg disertai dengan
edema dan proteinuria (Faiqoh, 2014).
2. Klasifikasi
Menurut (Sukarni, 2017) dalam bukunya menjelaskan hipertensi dalam
kehamilan dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1) Preeklampsia Ringan
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 140/90
MmHg atau lebih dengan posisi pengukuran tekanan darah pada ibu
baik duduk maupun telentang. Protein Uria 0,3 gr/lt atau +1/+2.
Edema pada ekstermitas dan muka serta diikuti kenaikan berat badan
> 1 Kg/per minggu.
2) Preeklampsia Berat
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 160/110
MmHg atau lebih. Protein Uria 5 gr/lt atau lebih, terdapat oliguria
( Jumlah urine kuran dari 500 cc per 2 jam) serta adanya edema pada
paru serta cyanosis. Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan
rasa nyeri pada epigastrium.
3. Etiologi
Sampai dengan saat ini penyebab utama preeklamsia masih belum
diketahui secara pasti. Beberapa ahli percaya bahwa preeklamsia
diawali dengan adanya kelainan pada plasenta, yaitu organ yang
berfungsi menerima suplai darah dan nutrisi bagi bayi selama masih di
dalam kandungan
1) Teori Genetik
Berdasarkan pada teori ini preeklampsia merupakan penyakit yang
dapat diturunkan atau bersifat heriditer, faktor genetik menunjukkan
kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi pada anak-anak
dari ibu yang menderita preeklampsia, serta peran Renin-
Angiotensin- Aldosteron-System (RAAS) dimana enzim renin
merupakan enzim yang dihasilkan oleh ginjal dan berfungsi untuk
meningkatkan tekanan darah bekerja sama dengan hormon
aldosteron dan angiotensin lalu membentuk sistem.
2) Teori Immunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang
timbul pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa
pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap
antigen plasenta tidak sempurna.
1) Malnutrisi Berat.
2) Riwayat penyakit seperti : Diabetes Mellitus,
Lupus, Hypertensi dan Penyakit Ginjal.
3) Jarak kehamilan yang cukup jauh dari kehamilan pertama.
4) Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
5) Obesitas.
6) Riwayat keluarga dengan preeklampsia.
4. Manifestasi Klinis
Tanda klinis utama dari preeklampsia adalah tekanan darah yang
terus meningkat, peningkatan tekanan darah mencapai 140/90 mm Hg
atau lebih atau sering ditemukan nilai tekanan darah yang tinggi dalam
2 kali pemeriksaan rutin yang terpisah. Selain hipertensi, tanda klinis
dan gejala lainnya dari preeklamsia adalah :
1) Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik
atau 110 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan
berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama.
2) Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter.
5. Patofisiologi
Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah yang disertai
dengan retensi air dan garam. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme
hebat arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen aretriola
sedemikan sempitnya sehingga nyata dilalui oleh satu sel darah merah.
Jadi jika semua arteriola di dalam tubuh mengalami spasme maka
tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasai kenaikan
tekanan perifer agar oksigen jaringan dapat dicukupi. Sedangkan
kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air
yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui sebabnya,
mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan
oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerolus.
6. Komplikasi
Komplikasi yang terberat dari preeklampsia adalah kematian
ibu dan janin, namun beberapa komplikasi yang dapat terjadi baik pada
ibu maupun janin adalah sebagai berikut (Marianti, 2017) :
1) Bagi Ibu
a. Sindrom HELLP (Haemolysis, elevated liver enzymes, and low
platelet count), adalah sindrom rusaknya sel darah merah,
meningkatnya enzim liver, dan rendahnya jumlah trombosit.
b. Eklamsia, preeklamsia bisa berkembang menjadi eklamsia yang
ditandai dengan kejang-kejang.
c. Penyakit kardiovaskular, risiko terkena penyakit yang
berhubungan dengan fungsi jantung dan pembuluh darah akan
meningkat jika mempunyai riwayat preeklamsia.
d. Kegagalan organ, preeklamsia bisa menyebabkan disfungsi
beberapa organ seperti, paru, ginjal, dan hati.
e. Gangguan pembekuan darah, komplikasi yang timbul dapat
berupa perdarahan karena kurangnya protein yang diperlukan
untuk pembekuan darah, atau sebaliknya, terjadi penggumpalan
darah yang menyebar karena protein tersebut terlalu aktif.
f. Solusio plasenta, lepasnya plasenta dari dinding rahim
sebelum kelahiran dapat mengakibatkan perdarahan serius dan
kerusakan plasenta, yang akan membahayakan keselamatan
wanita hamil dan janin.
g. Stroke hemoragik, kondisi ini ditandai dengan pecahnya
pembuluh darah otak akibat tingginya tekanan di dalam pembuluh
tersebut. Ketika seseorang mengalami perdarahan di otak, sel-sel
otak akan mengalami kerusakan karena adanya penekanan dari
gumpalan darah, dan juga karena tidak mendapatkan pasokan
oksigen akibat terputusnya aliran darah, kondisi inilah yang
menyebabkan kerusakan otak atau bahkan kematian.
2) Bagi Janin
a. Prematuritas.
b. Kematian Janin.
c. Terhambatnya pertumbuhan janin.
d. Asfiksia Neonatorum.
7. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
preeklampsia adalah sebagai berikut (Abiee, 2012) :
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah :
b. Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin lemah.
8. Penatalaksanaan
Menurut (Pratiwi, 2017) penatalaksanaan pada preeklampsi
adalah sebagai berikut :
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan data secara lengkap dan
sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan
keperawatan yang dihadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun
spiritual dapat ditentukan (Purba, 2019)
1) Data Demografi
2) Stimuli Umum
d. Pengkajian interdependensi
Pengkajian menggambarkan tentang ketergantungan atau
hubungan klien dengan orang terdekat, siapakah orang yang
paling bermakna dalam kehidupannya, sikap memberi dan
menerima terhadap kebutuhan dan aktifitas kemasyarakatan.
Kepuasan dan kasih sayang untuk mencapai integritas suatu
hubungan serta keseimbangan antara ketergantungan dan
kemandirian dalam menerima sesuatu untuk dirinya. Perlu juga
dikaji bagaimana pasien memenuhi kebutuhan interdependensi
dalam keterbatasan dan perubahan status kesehatan yang
dialami.
2. Diagnosa Keperawatan
Masalah Keperawatan atau Diagnosa keperawatan merupakan
suatu penilaian klinis mengenai respon klien terhadap masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung actual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan
mengidentifikasi respon individu, keluarga, dan komunitas terhadap
situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan yang
ditegakkan menurut teori adaptasi Roy diperoleh dari hasil pengkajian
yang sudah dilakukan mengikuti 4 mode adaptasi yaitu fisiologi,
konsep diri, fungsi peran dan interdependesi serta dihubungkan dengan
stimulus yang berkaitan Hidayati (2014). Sedangkan menurut Marliana
& Hani (2018) dan Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) diagnosa
keperawatan yang muncul pada kasus preeklampsi sebagai berikut:
3. Intervensi Keperawatan
No SDKI Tujuan Kriteria Intervensi
Hasil
2. Gangguan Setelah SLKI : Pertukaran SIKI : Pemantauan
pertukaran dilakukan gas (L.01003) Respirasi
gas b.d asuhan ( I.01014)
ketidakseim keperawata Tingkat
bangan Dalam waktu kesadaran Observasi :
ventilasi- 2 x 24 jam, meningkat 6. Monitor frekuensi,
perfusi diharapkan Dispnea irama, kedalaman
(D.0003). respirasi menurun dan upaya napas
pasien dapat Bunyi napas 7. Monitor pola napas
teratasi tambahan 8. Monitor adanya
menurun sumbatan jalan
Penglihatan napas
Diaforesis napas
menurun nyeri
Edukasi :
4. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
5. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
6. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaboasi :
2. Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu
Observasi :
1. Catat waktu-waktu
dan haluaran
berkemih
Edukasi :
1. Ajarkan tanda dan
gejala infeksi
saluran kemih
2. Ajarkan mengukur
asupan cairan dan
haluaran urine
3. Anjurkan
mengurangi minum
menjelang tidur
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
imunisasi, jika
perlu
Tersenyum
kepada bayi Teraupetik :
menurun menggunakan
jarinya seperti huruf
“C” pada posisi jam
12-6 atau 3-9 saat
mengarahkan ke
mulut bayi
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam (Potter & Perry, 2011).
Komponen tahap implementasi :
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses
mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu
sendiri). Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan
menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian,
perencanaan dan pelaksanaan (Mubarak,dkk.,2011).
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam
Wardani, 2013):
S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
a. Masalah teratasi
Masalah teratasi apabila pasien menunjukkan perubahan tingkah laku dan
perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.
b. Masalah sebagian teratasi
Masalah sebagian teratasi apabila pasien menunjukkan perubahan dan
perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan.
c. Masalah belum teratasi
Masalah belum teratasi, jika pasien sama sekali tindak menunjukkan
perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul
masalah yang baru.
A. KONSEP DASAR PENYAKIT EKLAMPSIA
1. Definisi
Eklampsia adalah keadaan dimana pre-eklampsi berat yang disertai kejang
atau koma. Menjelang kejang biasanya didahului gejala subjektif (Aura) yaitu
nyeri kepala di daerah frontal, nyeri epigastrium, penglihatan kabur (berkunang-
kunang) dan ada keluhan mual dan muntah, pemeriksaan fisik menunjukan hiper
refleksia atau mudah terangsang (Panitia S.A.K. komisi keperawatan P.K.
St.Carolus.2000).
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan / nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita tadi
menunjukkan gejala-gejala pre-eklamsia. (kejang-kejang timbul bukan akibat
kelainan neurologik).
Eklampsia adalah suatu komplikasi kehamilan yg ditandai dengan peningkatan TD (S
> 180 mmHg,D > 110 mmHg),proteinuria,oedema,kejang dan/atau penurunan kesadaran.
Eklampsia adalah akut dengan kejang coma pada wanita hamil dan wanita dalam nifas
disertai dengan hipertensi, edema, dan proteinuria.(Obsetri Patologi;UNPAD)
Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika preeklampsia memburuk
menjadi kejang(helen varney;2007)
Eklampsia adalah Penyakit akut dengan kejang dan coma pada wanita hamil
dan dalam nifas dengan hipertensi, oedema dan proteinuria (Obtetri Patologi,R.
Sulaeman Sastrowinata, 1981 ).
Eklampsia merupakan keadaan langka yang dapat terjadi mendadak dengan
atau tanpa didahului oleh pre-eklampsia. Keadan ini ditandai oleh serangan kejang
yang menyerupai kejang pada epilepsi ‘grand mal’ dengan pengecualian bahwa
pada eklamsia biasanya tidak terdapat gangguan pengendalian sfingter.Eklamsia
paling sering ditemukan selama atau sesaat sesudah persalinan.
2. Etiologi
Menurut Manuaba, IBG, 2001 penyebab secara pasti belum diketahui, tetapi
banyak teori yang menerangkan tentang sebab akibat dari penyakit ini, antara lain:
a. Teori Genetik
Eklampsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih
sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre eklamsia.
b. Teori Imunologik
Kehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin yang
merupakan benda asing karena ada faktor dari suami secara imunologik dapat
diterima dan ditolak oleh ibu.Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila janin
dianggap bukan benda asing,. dan rahim tidak dipengaruhi oleh sistem
imunologi normal sehingga terjadi modifikasi respon imunologi dan terjadilah
adaptasi.Pada eklamsia terjadi penurunan atau kegagalan dalam adaptasi
imunologik yang tidak terlalu kuat sehingga konsepsi tetap berjalan.
c. Teori Iskhemia Regio Utero Placental
Kejadian eklamsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero placenta
menimbulkan bahan vaso konstriktor yang bila memakai sirkulasi,
menimbulkan bahan vaso konstriksi ginjal. Keadaan ini mengakibatkan
peningkatan produksi renin angiotensin dan aldosteron.Renin angiotensin
menimbulkan vasokonstriksi general, termasuk oedem pada arteriol.
Perubahan ini menimbulkan kekakuan anteriolar yang meningkatkan
sensitifitas terhadap angiotensin vasokonstriksi selanjutnya akan
mengakibatkan hipoksia kapiler dan peningkatan permeabilitas pada
membran glumerulus sehingga menyebabkan proteinuria dan oedem lebih
jauh.
d. Teori Radikal Bebas
Faktor yang dihasilkan oleh ishkemia placenta adalah radikal bebas.
Radikal bebas merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang
sangat labil, sangat reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal bebas ditandai
dengan adanya satu atau dua elektron dan berpasangan. Radikal bebas akan
timbul bila ikatan pasangan elektron rusak. Sehingga elektron yang tidak
berpasangan akan mencari elektron lain dari atom lain dengan menimbulkan
kerusakan sel.Pada eklamsia sumber radikal bebas yang utama adalah
placenta, karena placenta dalam pre eklamsia mengalami iskhemia. Radikal
bebas akan bekerja pada asam lemak tak jenuh yang banyak dijumpai pada
membran sel, sehingga radikal bebas merusak sel Pada eklamsia kadar lemak
lebih tinggi daripada kehamilan normal, dan produksi radikal bebas menjadi
tidak terkendali karena kadar anti oksidan juga menurun.
e. Teori Kerusakan Endotel
Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi
pembuluh darah agar tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan
menghindari pengaruh vasokonstriktor.
Kerusakan endotel merupakan kelanjutan dari terbentuknya radikal
bebas yaitu peroksidase lemak atau proses oksidase asam lemak tidak jenuh
yang menghasilkan peroksidase lemak asam jenuh.
Pada eklamsia diduga bahwa sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase
lemak adalah sel endotel pembuluh darah.Kerusakan endotel ini sangat
spesifik dijumpai pada glumerulus ginjal yaitu berupa “ glumerulus
endotheliosis “. Gambaran kerusakan endotel pada ginjal yang sekarang
dijadikan diagnosa pasti adanya pre eklamsia.
f. Teori Trombosit
Placenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin dari
asam arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin. Ishkemi
regio utero placenta menimbulkan gangguan metabolisme yang menghasilkan
radikal bebas asam lemak tak jenuh dan jenuh. Keadaan ishkemi regio utero
placenta yang terjadi menurunkan pembentukan derivat prostaglandin
(tromboksan dan prostasiklin), tetapi kerusakan trombosit meningkatkan
pengeluaran tromboksan sehingga berbanding 7 : 1 dengan prostasiklin yang
menyebabkan tekanan darah meningkat dan terjadi kerusakan pembuluh darah
karena gangguan sirkulasi.
g. Teori Diet Ibu Hamil
Kebutuhan kalsium ibu hamil 2 - 2½ gram per hari. Bila terjadi
kekurangan-kekurangan kalsium, kalsium ibu hamil akan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan janin, kekurangan kalsium yang terlalu lama
menyebabkan dikeluarkannya kalsium otot sehingga menimbulkan sebagai
berikut : dengan dikeluarkannya kalsium dari otot dalam waktu yang lama,
maka akan menimbulkan kelemahan konstruksi otot jantung yang
mengakibatkan menurunnya strike volume sehingga aliran darah menurun.
Apabila kalsium dikeluarkan dari otot pembuluh darah akan menyebabkan
konstriksi sehingga terjadi vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah.
3. Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, eklampsia dapat dibagi menjadi :
a. Eklampsia gravidarum
1) Kejadian 50% sampai 60%
2) Serangan terjadi dalam keadaan hamil
b. Eklampsia parturientum
1) Kejadian sekitar 30% sampai 35%
2) Batasan tegas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan terutama saat
mulai inpartum
3) Serangan kejang terjadi saat intrapartum
c. Eklampsia puerperium
1) Kejadian jarang yaitu 10%
2) Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir
5. Patofisiologi
Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang di duga berhubungan
dengan berbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan resisitensi intra
mural pada pembuluh miometrium yang berkaitan dengan peninggian tegangan
miometrium yang ditimbulkan oleh janin yang besar pada primipara, anak kembar
atau hidraminion.
Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya vasokonstriksor yang bila
memasuki sirkulasi menimbulkan vasokontriksi pada ginjal, keadaan yang
belakangan ini mengakibatkan peningkatan produksi rennin, angiostensin dan
aldosteron. Rennin angiostensin menimbulkan vasokontriksi generalisata dan
semakin memperburuk iskemia uteroplasenta. Aldosteron mengakibatkan retensi
air dan elektrolit dan udema generalisator termasuk udema intima pada arterior.
Pada eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ ,
termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari
timbulnya proses eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran
darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena
adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Eklamsi yang berat dapat
mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat
sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat
berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
Mata terpaku
(Invasi)
Badan kaku
Kadang episthotonus
(Kontraksi/Kejang Tonis)
(Konvulsi/KejangClonis)
6. Pathway
Kejang Vasokontriksi
ginjal Penurunan plasma
dalam sirkulasi
Lidah berbuih
Peningkatan
Peningkatan renin hematokrit
angiotensin dan
Tidak efektifan aldesteron
bersihan jalan nafas
Penurunan perfusi ke organ
dan ke utero plasenta
Odem
Komplikasi yag terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Komplikasi di bawah ini
biasanya terjadi pada eklampsia :
a. Solusio plasenta
Komplikas ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan
lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo 15,5% solusio plasenta disertai pre-eklampsia.
b. Hipofibrinogenemia
Pada eklampsia, ditemuka 23% hipofibrinogenemia. Maka perlu dilakukan
pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
c. Hemolisis
Penderita dengan eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala
klinik hemolisis yang dikenal karea ikterus. Belum diketahui dengan pasti
apakah ini merupakan kerusakan sel-sela hati atau destruksi sel darah merah.
Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita
eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
d. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
e. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini
merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
f. Edema paru-paru
Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia,
hal ini disebabkan karena payah jantung.
g. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus
arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tapi ternyata juga
ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati juga dapat diketahui
dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnyz.
h. Sindroma HEELP
Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.
i. Kegagalan Ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelialtubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya.
Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
j. Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang,
pneumonia aspirasi, dan DIC (dessiminated intravaskuler coogulation)
8. Penatalaksanaan
9. Pencegahan
1. Pengkajian
a. Data subyektif :
- Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
- Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing,
nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
- Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
- Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion
serta riwayat kehamilan dengan eklamsia sebelumnya
- Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun
selingan
- Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan,
oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya
b. Data Obyektif :
- Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
- Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
- Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
- Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika
refleks + )
- Pemeriksaan penunjang ;
Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali
dengan interval 6 jam
Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar
hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric
acid biasanya > 7 mg/100 ml
Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada
otak
USG ; untuk mengetahui keadaan janin
NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
2. Diagnosa Keperawatan
a. kebersihan jalan nafas tidak efektifnya berhubungan dengan peningkatan
produksi saliva berlebih saat kejang
b. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan
perubahan pada plasenta
c. Risiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah
ke placenta
d. Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif
terhadap proses persalinan
3. Rencana Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan 1
b. Bersihan jalan nafas tidak efektifnya berhubungan dengan peningkatan
produksi saliva berlebih saat kejang
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas maksimal.
Kriteria Hasil :
Pasien akan mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan nafas
paten
Intervensi:
1. Anjurkan pasien untuk mengosongkan mulut dari benda atau zat tertentu
atau alat yang lain untu menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi.
R/ menurunkan risiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda asing ke faring.
2. Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala
selama serangan kejang.
R/ meningkatkan aliran secret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas
3. Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen.
R/ untuk memfasilitasi usaha bernafas atau ekspansi dada
4. Lakukan penghisapan sesuai indikasi
R/ menurunkan risiko aspirasi atau aspiksia
5. Berikan tambahan oksigen atau ventilasi manual sesuai kebutuhan.
R/ dapat menurunkan hipoksia cerebral.
b. Diagnosa keperawatan 2
Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan pada
plasenta
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi foetal distress pada
janin
Kriteria Hasil :
DJJ ( + ) : 12-12-12
Hasil NST : Normal
Hasil USG : Normal
Intervensi :
3. Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta ( nyeri perut, perdarahan, rahim tegang,
aktifitas janin turun )
R/. Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan tahu akibat hipoxia
bagi janin
c. Diagnosa keperawatan 3 :
Risiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah ke
placenta, hipoksia jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama …x.. diharapkan agar cedera
tidak terjadi pada janin
Kriteria Hasil :
Tidak terjadinya cedera pada janin
Intervensi :
1. Istirahatkan ibu
R/ dengan mengistirahatkan ibu diharapkan metabolism tubuh menurun dan
peredaran darah ke placenta menjadi adekuat, sehingga kebutuhan O2 untuk
janin dapat dipenuhi
2. Anjurkan ibu agar tidur miring ke kiri
R/ dengan tidur miring ke kiri diharapkan vena cava dibagian kanan tidak tertekan
oleh uterus yang membesar sehingga aliran darah ke placenta menjadi lancer.
3. Pantau tekanan darah ibu
R/ untuk mengetahui keadaan aliran darah ke placenta seperti tekanan darah tinggi,
aliran darah ke placenta berkurang, sehingga suplai oksigen ke janin
berkurang.
4. Memantau bunyi jantung ibu
R/ dapat mengetahui keadaan jantung janin lemah atau menurukan menandakan
suplai O2 ke placenta berkurang sehingga dapat direncanakan tindakan
selanjutnya.
5. Beri obat hipertensi setelah kolaborasi dengan dokter
R/ dapat menurunkan tonus arteri dan menyebabkan penurunan after load jantung
dengn vasodilatasi pembuluh darah, sehingga tekanan darah turun. Dengan
menurunnya tekanan darah, maka aliran darah ke placenta menjadi adekuat.
d. Diagnosa keperawatan 4
Cemas berhubungan dengan sters terhadap proses persalinan
Tujuan :
Kriteria Hasil :
R/. Tingkat kecemasan ringan dan sedang bisa ditoleransi dengan pemberian
pengertian sedangkan yang berat diperlukan tindakan medikamentosa
R/. Kecemasan akan dapat teratasi jika mekanisme koping yang dimiliki ibu efektif
4. Beri support system pada ibu
R/. ibu dapat mempunyai motivasi untuk menghadapi keadaan yang sekarang secara
lapang dada asehingga dapat membawa ketenangan hati
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi
5. Evaluasi
a. Dx 1: Pasien akan mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan nafas
paten atau aspirasi dicegah
b. Dx 2 :
DJJ ( + ) : 12-12-12