Anda di halaman 1dari 65

MAKALAH

KEPERAWATAN MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI, PRE EKLAMPSIA,


EKLAMPSIA

DISUSUN OLEH :

Ahmad Sabri 2011102411181


Aisyah Chairah 2011102411174
Anggi Arlinda Sari 2011102411151
Arif Hermawan 20111024111
Sri Devi Setyani 2011102411152

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatnya


sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Samarinda, 22 Maret 2021

Kelompok 1
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN
BAB III

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
darah secara abnormal dan terus-menerus pada beberapa kali pemeriksaan
tekanan darah yang disebabkan beberapa faktor resiko yang tidak berjalan
sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan secara normal
(Wijaya, 2013).
Tekanan darah adalah tenaga yang dipakai oleh darah yang
dipompakan dari jantung untuk melawan tahanan pembuluh darah. Dengan
kata lain, tekanan darah adalah sejumlah tenaga yang dibutuhkan untuk
mengedarkan darah ke seluruh tubuh. Sepanjang hari, tekanan darah akan
berubah–ubah tergantung dari aktivitas tubuh. Latihan yang berat dan stres
cenderung meningkatkan tekanan darah. Sementara itu, dalam keadaan
berbaring atau istirahat, tekanan darah akan turun kembali. Hal ini merupakan
peristiwa normal. Jika tekanan darah seseorang meningkat dengan tajam dan
kemudian tetap tinggi, orang tersebut dapat dikatakan mempunyai tekanan
darah tinggi atau Hipertensi (Bangun, 2008).

B. Etiologi
Menurut Ignatavicius (2009) dan Aspiani (2016) penyebab hipertensi
diantaranya karena faktor keturunan/genetik, ciri dari perseorangan (umur,
jenis kelamin dan ras) serta kebiasaan hidup/gaya hidup seseorang (seperti
konsumsi garam tinggi, kegemukan atau makan berlebihan, stres atau
ketegangan jiwa, kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obatan.
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Hipertensi

1. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol


a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Riwayat keluarga
2. Faktor yang dapat diubah/dikontrol
a. Kebiasaan merokok
b. Konsumsi natrium/garam
c. Konsumsi lemak jenuh
d. Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol
e. Obesitas
f. Olahraga
g. Stres

C. Tanda dan Gejala


Wijaya (2013) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis yang
dapat timbul adalah :
1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai rasa mual muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intracranial
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi
3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
4. Nuctoria karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
Sebagian besar tanda dan gejala hipertensi berasal dari efek merusak
jangka panjang pada pembuluh darah besar dan kecil dari jantung, ginjal,
otak, dan mata. Efek ini dikenal sebagai penyakit organ target.

D. Klasifikikasi Hipertensi
1. Klasifikasi berdasarkan Etiologi
Menurut Aspiani (2016), Suddarth, (2016) penyakit darah tinggi atau
hipertensi dikenal dengan 2 klasifikasi, diantaranya hipertensi primer dan
sekunder:
a. Hipertensi esensial (primer)
Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi. Dimana sampai saat
ini belum diketahui penyebab pasti. Beberapa faktor yang berpengaruh
dalam terjadinya hipertensi essensial, seperti: faktor genetik, stress dan
psikologis, serta faktor lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan
garam dan berkurangnya asupan kalium dan kalsium)
b. Hipertensi sekunder
Pada hipertensi sekunder, penyebab dari patofisiologi dapat diketahui
dengan jelas sehingga lebih mudah untuk dikendalikan dengan obat-
obatan. Penyebab hipertensi sekunder diantaranya berupa kelainan
ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta,
kelainan endokrin lainya seperti obesitas, resistensi insulin,
hipertiroidisme, dan pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral
dan kortikosteroid.
2. Klasifikasi berdasarkan derajat hipertensi
Menurut Ignatavicius (2009), hipertensi dapat diklasifikasikan dalam
beberapa kategori berdasarkan pada JNC VII (The Seventh Joint National
Commitee on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High
Pressure) yaitu:
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi
No Kategori Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)
1. Optimal <120 <80
2. Normal 120-129 80-84
3. High Normal 130-139 85-89
4. Hipertensi
Grade 1 (ringan) 140-159 90-99
Grade 2 (sedang) 160-179 100-109
Grade 3 (berat) 180-209 100-119
Grade 4 (sangat >210 >120
berat)

E. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
ter letak di pusat Vasomotor pada Medulla di otak. Dari pusat Vasomotor ini
bermula jaras Saraf Simpatis, yang berlanjut kebawah ke Korda Spinalis dan
keluar dari Kolumna Medulla Spinalis ke Ganglia Simpatis di Toraks dan
Abdomen. Rangsangan pusat Vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang begerak kebawah melalui sistern Saraf Simpatis ke Ganglia Simpatis.
Pada titik ini, Neuron pre-ganglion melepaskan Asetilkolin, yang akan
merangsang serabut Saraf Pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya Norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor, seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respons pembuluh darah terhadap rangsang Vasokonstiktor. Klien dengan
Hipertensi sangat sensitif terhadap Norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi.
Pada saat bersamaan ketika sistem Saraf Simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar Adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas Vasokonstriksi. Medulla
Adrenal menyekresi Epinefrin, yang menyebabkan Vasokonstriksi. Korteks
Adrenal menyekresi Kortisol dan Steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respon Vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke Ginjal, menyebabkan pelepasan Renin. Renin yang
dilepaskan merangsang pembentukan Angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi Angiotensin II, Vasokonstriktor kuat, yang pada akhirnya
merangsang sekresi Aldosteron oleh Korteks Adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus Ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung
mencetuskan Hipertensi (Brunner and Suddarth, 2002 dalam Aspiani, 2016).

F. Pathway Hipertensi

Faktor predisposisi : usia, jenis kelamin,


merokok, stress, kurang olahraga, genetic,
alkohol, konsentrasi gram, obesitas Aliran darah makin
Beban kerja cepat keseluruh
tubuh sedangkan
nutrisi dalam sel
Kerusakan vaskuler HIPERTENSI Tekanan sistem
sudah mencukupi
pembuluh darah darah
kebutuhan

Perubahan Struktur Perubahan situasi Metode koping tidak efektif


Krisis situasional
Penyumbatan pembuluh darah Informasi yang minim Ansietas Koping tidak efektif

Resistensi pembuluh
Vasokonstriksi darah otak Nyeri kepala

Suplai O2 ke otak Risiko Perfusi Perifer Tidak


Gangguan sirkulasi Otak Efektif

Ginjal Retina Pembuluh darah

Vasokontriksi pemb. darah Spasme arteriol


Sistemik Koroner
ginjal

Risiko cedera
Sumber: Amin Huda (2016)
VasokonstriksiIskemia miokard
Blood flow darah
Penurunan curah
Nyeri Akut
Respon RAA jantung Afterload

hipervolemia Fatigue
Merangsang aldosteron

Intoleransi aktivitas
Edema
Retensi Na
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Aspiani (2016) pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan
adalah :
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
2. Pemeriksaan retina
3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti
ginjal dan jantung
4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
6. Pemeriksaan : renjogram, pielogram intravena anterior renal, pemeriksaan
fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin
7. Foto dada dan CT scan

H. Komplikasi
Menurut Williams (2007), Aspiani (2016) komplikasi hipertensi yaitu :
1. Hipertrofi ventrikel kiri
2. Proteinuria dan gangguan fungsi ginjal
3. Aterosklerosi pembuluh darah
4. Retinopati
5. Stroke atau Transient ischemic attack (TIA)
6. Infark miokard
7. Angina pectoris
8. Gagal jantung

Tekanan kerusakan darah tinggi pembuluh kecil dari jantung, otak,


ginjal, dan retina. Hasilnya adalah gangguan fungsional progresif dari organ-
organ ini, dikenal sebagai penyakit sasaran-organ.
I. Penatalaksanaan
Menurut Williams (2007), Aspiani (2016) tujuan deteksi dan
penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan menurunkan resiko penyakit
kardiovaskuler dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan terapi
adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg
dan diastolik dibawah 90 mmHg dan mengontrol faktor resiko.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain :
1. Penatalaksanaan Nonfarmakologi :
Penatalaksanaan nonfarmakologis dengan memodifikasi dengan
memodifikasi gaya hidup sangat penting dalam mencegah tekanan darah
tinggi Penatalaksanaan hipertensi dengan nonfarmakologis terdiri dari
berbagai macam cara memodifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan
darah yaitu:
a. Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan ideal sesuai Body Mass Index
(BMI) dengan rentang 18,5-24,9 kg/m2). BMI dapat diketahui dengan
membagi berat badan anda dengan tinggi badan anda yang telah
dikuadratkan dalam satuan meter. Mengatasi obesitas (kegemukan) juga
dapat dilakukan dengan melakukan diet rendah kolesterol namun
dengan kaya serat dan protein, dan jika berhasil menurunkan badan 2,5-
5kg maka tekanan darah diastolic dapat diturunkan sebanyak 5 mmHg
b. Kurangi asupan natrium (sodium)
Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan cara diet
rendah garam yaitu tidak lebih dari 100mmol/hari (kira-kira 6 gr NaCl
atau 2,4 gr garam/hari). Jumlah yang lain dengan mengurangi asupan
garam sampai kurang dari 2300 mg (1 sendok teh) setiap hari.
Pengurangan konsumsi garam menjadi ½ sendok teh/hari, dapat
menurunkan sistolik sebanyak 5 mmHg dan diastolik sekitar 2,5
mmHg.
c. Batasi konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol harus dibatasi karena konsumsi alkohol
berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah. Para peminum berat
mmpunyai resiko mengalami hipertensi empat kali lebih besar dari pada
mereka yang tidak minum minuman beralkohol.
d. Makan K dan Ca yang cukup dari diet
Pertahankan asupan diet potassium (>90 mmol (3500 mg)/hari)
dengan cara mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak total. Kalium
dapat menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan jumlah natrium
yang terbuang bersama air kencing dengan setidaknya menggonsumsi
buah-buahan sebanyak 3-5 kali dalam sehari, seseorang bisa mencapai
asupan potassium yang cukup.
e. Menghindari merokok
Merokok memang tidak berhubungan secara langsung dengan
timbulnya hipertensi, tetapi merokok dapat meningkatkan resiko
komplikasi pada pasien hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke,
maka perlu dihindari mengonsumsi tembakau (rokok) karena dapat
memperberat hipertensi Nikotin dalam tembakau membuat jantung
bekerja lebih keras karena menyempitkan pembuluh darah dan
meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan darah, maka pada
penderita hipertensi dianjurkan nuntuk menghentikan kebiasaan
merokok.
f. Meningkatkan aktifitas fisik
Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi.
Cara untuk meningkatkan aktivitas fisik seperti melakukan
olahraga aerobik seperti: bersepeda, berenang, berlari dan berjalan cepat
secara teratur setidaknya 30 menit sehari selama ≥ 3 kali seminggu.
g. Penurunan stress
Stress memang tidak menyebabkan hipertensi yang menetap
namun jika episode stress sering terjadi dapat menyebabkan kenaikan
sementara yang sangat tinggi. Menghindari stress dengan menciptakan
suasana yang menyenangkan bagi penderita hipertensi dan
memperkenalkan berbagai metode relaksasi seperti yoga atau meditasi
yang dapat mengontrol system saraf yang akhirnya dapat menurunkan
tekanan darah.
h. Terapi masase (pijat)
Prinsipnya pijat yang dilakukan pada penderita hipertensi adalah
untuk memperlancar aliran energi dalam tubuh sehingga gangguan
hipertensi dan komplikasinya dapat diminimalisir, ketika semua jalur
energy terbuka dan aliran energy tidak lagi terhalang oleh ketegangan
otot dan hambatan lain maka resiko hipertensi dapat dihentikan.
2. Pengobatan Farmakologi
Menurut Aspiani (2016) tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya
menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah
komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat.
Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh komite dokter ahli hipertensi
(Joint National Committee on detection, evaluation and treatment of high
blood preasure, USA, 2003) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat
beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunkan sebagai obat
tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain
yang ada pada penderita.
Pengobatan meliputi:

a. Diuretik (Hidroklorotiazid)
Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan di tubuh berkurang
yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
b. Penghambat simpatetik (metildopa, klonidin dan reserpine) menghambat
aktivitas saraf simpatis
c. Beta blocker (metoprolol, propranolol dan atenolol)
1) Menurunkan daya pompa jantung
2) Tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap
gangguan pernapasan seperti asma bronkial.
3) Pada penderita diabetes militus: dapat menutupi gejala hipoglikemia
d. Vasodilator (prasosin, hidralasin)
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos
pembuluh darah.
e. ACE inhibitor (Captopril)
1) Menghambat pembentukan zat angiotensin II
2) Efek samping batuk kering , pusing, sakit kepala dan lemas.
f. Penghambat reseptor angiotensin II pada reseptor sehingga memperingan
daya pompa jantung.
g. Antagonis kalsium (diltiazem dan verapamil)
A. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis
1) Pengkajian menurut Putri (2013)
a. Data biografi : nama, alamat, tanggal MRS, diagnosa medis,
penanggung jawab, catatan kedatangan
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama : biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan
kepala terasa pusing dan bagian kuduk terasa berat, tidak bisa tidur.
2) Riwayat kesehatan sekarang : biasanya pada saat dilakukan
pengkajian pasien masih mengeluh kepala terasa sakit dan berat,
penglihatan berkunang-kunang, tidak bias tidur
3) Riwayat kesehatan dahulu : biasanya penyakit hipertensi ini adalah
penyakit yang menahun yang sudah lama dialami oleh pasien, dan
biasanya pasien mengonsumsi obat rutin seperti captopril.
4) Riwayat kesehatan keluarga : biasanya penyakit hipertensi ini adalah
penyakit keturunan.
c. Data dasar pengkajian
1) Aktivitas / istirahat
Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton, frekuensi
jantung meningkat, perubahan irama jantung
2) Sirkulasi
Riwayat hipertensi, ateroskelrosis, penyakit jantung coroner,
penyakit serebrovaskuler, kenaikan TD, hipotensi postural, takikardi,
perubahan warna kulit, suhu dingin
3) Integritas ego
Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, faktor
stress multiple, letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue
perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan
mengehela, peningkatan pola bicara
4) Eliminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu

5) Makanan/cairan
Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
lemak dan kolesterol
6) Neurosensori
Keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala,
berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis, perubahan
orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optic
7) Nyeri / ketidaknyamanan
Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital
berat, nyeri abdomen
8) Pernapasan
Dyspnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea,
dyspnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum,
riwayat merokok
9) Keamanan
Gangguan kordinasi, cara jalan, episode parestesia unilateral
transien, hipotensi postural
10) Pembelajaran / penyuluhan
Faktor resiko keluarga hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,
DM, penyakit ginjal, faktor resiko etnik, penggunaan pil kb atau
hormone

B. Diagnosa Keperawatan
Masalah Keperawatan atau Diagnosa keperawatan merupakan suatu
penilaian klinis mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual maupun
potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan mengidentifikasi respon individu,
keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
Diagnosa keperawatan yang ditegakkan menurut teori adaptasi Roy diperoleh
dari hasil pengkajian yang sudah dilakukan mengikuti 4 mode adaptasi yaitu
fisiologi, konsep diri, fungsi peran dan interdependesi serta dihubungkan
dengan stimulus yang berkaitan Hidayati (2014). Sedangkan menurut
Marliana & Hani (2018) dan Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) diagnosa
keperawatan yang muncul pada kasus hipertensi sebagai berikut:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload
3. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan natrium
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
5. Koping tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional
6. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar efektif
7. Risiko perfusi perifer tidak efektif dibuktikan dengan hipertensi
8. Risiko cedera dibuktikan dengan ketidaknormalan profil darah

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No SDKI Tujuan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Nyeri Akut Setelah SLKI : Tingkat SIKI : Manajemen Nyeri
b.d agen dilakukan Nyeri (L.08066) ( I.08238)
pencedera asuhan
fisiologis keperawata  Keluhan nyeri Observasi :
Dalam waktu menurun 1. Identifikasi lokasi,
3 x 24 jam,  Meringis karakteristik, durasi,
diharapkan menurun frekuensi, kualitas,
nyeri akut  Sikap protektif intensitas nyeri
dapat teratasi menurun 2. Identifikasi skala nyeri

 Gelisah 3. Identifikasi respons nyeri

menurun non verbal

 Kesulitan tidur 4. Identifikasi faktor yang

menurun memperberat dan


 Diaforesis memperingan nyeri
menurun 5. Monitor efek samping
 Anoreksia penggunaan analgetik
menurun
 Frekuensi nadi Teraupetik :
membaik 1. Berikan teknik non

 Tekanan darah farmakologis untuk

membaik mengurangi rasa nyeri

 Pola tidur 2. Kontrol lingkungan yang

membaik memperberat rasa nyeri


3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaboasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Penurunan Setelah SLKI : Curah SIKI : Perawatan Jantung
curah jantung dilakukan Jantung (I.02075)
berhubungan asuhan (L.02008)
dengan keperawata Observasi :
perubahan Dalam waktu  Kekuatan nadi 1. Identifikasi tanda/gejala
afterload 2 x 24 jam, perifer primer penurunan curah
diharapkan meningkat jantung (meliputi dispnea,
curah jantung  Palpitasi kelelahan, edema,
pasien menurun ortopnea, )
teratasi dan  Brakikardia 2. Identifikasi tanda/gejala
kembali menurun sekunder penurunan curah
membaik  Takikardia jantung
menurun 3. Monitor tekanan darah

 Dispnea 4. Monitor intake dan output

menurun cairan

 Pucat/sianosis 5. Periksa tekanan darah dan

menurun frekuensi nadi sebelum


dan sesudah aktivitas

Teraupetik :
1. Posisikan pasien semi-
fowler atau fowler dengan
kaki ke bawah atau posisi
nyaman
2. Berikan diet jantung yang
sesuai
3. Fasilitasi pasien dan
keluarga untuk
memodifikasi gaya hidup
sehat

Edukasi :
1. Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
3. Hipervolemia Setelah SLKI : SIKI : Manajemen
berhubungan diberikan Keseimbangan Hipervolemia (I.03114)
dengan asuhan Cairan (L.03020)
kelebihan keperawatan Observasi :
asupan selama 3 x 24  Edema menurun 1. Periksa tanda dan gejala
natrium jam,  Tekanan darah hipervolemia (dispnea,
diharapkan membaik edema)
volume  Frekuensi nadi 2. Identifikasi penyebab
cairan pasien membaik hipervolemia
membaik  Kekuatan nadi 3. Monitor status

membaik hemodinamik (frekuensi

 Turgor kulit jantung, tekanan darah)

membaik 4. Monitor intake dan output


cairan

Teraupetik :
1. Timbang berat badan
setiap hari pada waktu
yang sama
2. Batasi asupan cairan dan
garam
ii.
Edukasi :
1. anjurkan melapor jika
saluran haluaran urin <0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam
2. ajarkan cara mengukur
dan mencatat asupan dan
haluaran cairan
3. ajarkan cara membatasi
cairan
iii.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
diuretik

iv.
4. Intoleransi Setelah SLKI : Toleransi SIKI : Manajemen Energi
Aktivitas diberikan Aktivitas (L.05178)
berhubungan asuhan ( L.05047)
dengan keperawatan Observasi :
kelemahan. selama 2 x 24  Kemudahan 1. Identifikasi gangguan
jam, melakukan fungsi tubuh yang
diharapkan aktivitas sehari- mengakibatkan kelelahan
aktivitas hari meningkat 2. Monitor kelelahan fisik
pasien dapat  Keluhan lelah dan emosional
teratasi dan menurun 3. Monitor pola dan jam
meningkat  Dispnea saat tidur
aktivitas 4. Monitor lokasi dan
menurun ketidaknyamanan selama

 Dispnea setelah melakukan aktivitas

aktivitas
menurun Teraupetik :

 Sianosis 1. Lakukan latihan rentang

menurun gerak pasif/aktif

 Perasaan lemah 2. Berikan aktivitas distraksi

menurun yang menenagkan


3. Fasilitasi duduk disisi
 Frekuensi nadi
tempat tidur, jika tidak
membaik
dapat berpindah atau
 Tekanan darah
berjalan
membaik
 Saturasi oksigen
membaik Edukasi :
 Frekuensi napas 1. Anjurkan tirah baring
membaik 2. Anjurkan melakukan
 EKG Iskemia aktivitas secara bertahap
membaik 3. Ajarkan strategi oping
untuk mengurangi
kelelahan

5. koping tidak Setelah SLKI : Status SIKI : Dukungan


efektif diberikan Koping (L.03020) Pengambilan Keputusan
berhubungan asuhan (I.09265)
dengan krisis keperawatan  Kemampuan
situasional selama 2 x 24 memenuhi Observasi :
jam, peran sesuai 4. Identifikasi persepsi
diharapkan usia meningkat mengenai masalah dan
koping pasien  Verbalisasi informasi yang memicu
kembali kemampuan konflik
membaik mengatasi
masalah Teraupetik :
meningkat 1. Diskusikan kelebihan dan
 Verbalisasi kekurangan dari setiap
pengakuan solusi
masalah 2. Fasilitasi pengambilan
meningkat keputusan secara

 Minat kolaboratif

mengikuti ii.

perawatan/peng Edukasi :

obatan menigkat 1. informasikan alternatif


solusi secara jelas
2. berikan informasi yang
diminta pasien
iii.
6. Ansietas Setelah SLKI : Tingkat SIKI : Reduksi Ansietas
berhubungan diberikan Ansietas (I.09314)
dengan asuhan (L.09093)
kurang keperawatan Observasi :
terpapar selama 2 x 24  Verbalisasi 1. Identifikasi saat tingkat
efektif jam, kebingungan ansietas berubah
diharapkan menurun 2. Identifikasi kemampuan
kecemasan  Verbalisasi mengambil keputusan
pasien khawatir akibat 3. Monitor tanda-tanda
kembali kondisi yang ansietas
membaik dihadapi
menurun Teraupetik :
 Perilaku gelisah 1. Ciptakan suasana
menurun terapeutik untuk

 Perilaku tegang menumbuhkan

menurn kepercayaan

 Tremor 2. Gunakan pendekatan yang

menurun tenang dan meyakinkan

 Pucat menurun 3. Pahami situasi yang


membuat ansietas
 Konsentrasi
ii.
membaik
Edukasi :
 Pola tidur
1. informasikan secara
membaik
faktual mengenai
 Frekuensi
diagnosis, pengobatan dan
pernapasan
prognosis
membaik
2. anjurkan keluarga untuk
 Frekuensi nadi
tetap bersama pasien, jika
membaik
perlu
 Tekanan darah
3. latih kegiatan pengalihan
membaik
untuk mengurangi
ketegangan
4. latih tekhnik relaksasi
iii.
7. Risiko Setelah SLKI : Perfusi SIKI : Perawatan Sirkulais
perfusi diberikan Perifer (L.02011) (I.02079)
perifer tidak asuhan
efektif keperawatan  Kekuatan nadi Observasi :
dibuktikan selama 2 x 24 perifer 1. Periksa sirkulasi perifer
dengan jam, meningkat 2. Identifikasi faktor risiko
hipertensi diharapkan  Warna kulit gangguan sirkulasi
sirkulasi pucat menurun 3. Monitor panas, kemerahan
darah teratasi  Edema perifer nyeri atau bengkak pada
menurun ekstremitas

 Nyeri
ekstremitas Teraupetik :

menurun 1. Hindari pemasangan infus


atau pengambilan darah di
area keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi

Edukasi :
1. Anjurkan berolahraga
rutin
2. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
3. Ajarkan program diet
utnuk memperbaiki
sirkulasi
8. Risiko cedera Setelah SLKI : Tingkat SIKI : Manajemen
dibuktikan diberikan Cedera (L.14136) Keselamatan Lingkungan
dengan asuhan (I.14513)
ketidaknorma keperawatan  Toleransi
lan profil selama 2 x 24 aktivitas Observasi :
darah jam, meningkat 1. Identifikasi kebutuhan
diharapkan  Kejadian cedera keselamatan
risiko cedera menurun 2. Monitor perubahan status
teratasi  Luka/lecet keselamatan lingkungan
menurun
 Gangguan Teraupetik :

mobilitas 1. Hilangkan kebutuhan

menurun keselamatan lingkungan

 Tekanan darah (fisik, biologi dan kimia),

membaik jika memungkinkan

 Frekuensi nadi 2. Modifikasi lingkungan

membaik untuk meminimalkan


bahaya dan risiko
 Frekuensi naps
3. Sediakan alat bantu
membaik
keamanan lingkungan
 Pola
istirahat/tidur
Edukasi :
membaik
1. Ajarkan individu, keluarga
dan kelompok risiko
tinggi bahaya lingkungan

l
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam (Potter & Perry, 2011).
Komponen tahap implementasi :
4. Tindakan keperawatan mandiri
5. Tindakan keperawatan kolaboratif
6. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses
mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu
sendiri). Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan
menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian,
perencanaan dan pelaksanaan (Mubarak,dkk.,2011).
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam
Wardani, 2013):
S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.

O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan


pengamatan yang objektif.

A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.

P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.


Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data
sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk
membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan. (Nurhayati,
2011). Ada tiga alternative dalam menafsirkan hasil evaluasi yaitu :

a. Masalah teratasi
Masalah teratasi apabila pasien menunjukkan perubahan tingkah laku dan
perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan.
b. Masalah sebagian teratasi
Masalah sebagian teratasi apabila pasien menunjukkan perubahan dan
perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan.
c. Masalah belum teratasi
Masalah belum teratasi, jika pasien sama sekali tindak menunjukkan
perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul
masalah yang baru.
A. Konsep Dasar Pre Eklampsia
1. Pengertian
Preeklampsia merupakan gangguan hipertensi yang terjadi pada ibu
hamil dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu yang ditandai
dengan meningkatnya tekanan darah ≥ 140/90 MmHg disertai dengan
edema dan proteinuria (Faiqoh, 2014).

Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang


ditandai dengan tingginya tekanan darah, tingginya kadar protein dalam
urine serta edema. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan
adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan
gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu.
Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi
dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset
hypertension with proteinuria) (POGI, 2016).

Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik


preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi
disertai gangguan multsistem lain yang menunjukkan adanya kondisi
berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami
proteinuri. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai
kriteriadiagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan
kehamilan normal (POGI, 2016).

2. Klasifikasi
Menurut (Sukarni, 2017) dalam bukunya menjelaskan hipertensi dalam
kehamilan dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

1) Preeklampsia Ringan
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 140/90
MmHg atau lebih dengan posisi pengukuran tekanan darah pada ibu
baik duduk maupun telentang. Protein Uria 0,3 gr/lt atau +1/+2.
Edema pada ekstermitas dan muka serta diikuti kenaikan berat badan
> 1 Kg/per minggu.

2) Preeklampsia Berat
Kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah 160/110
MmHg atau lebih. Protein Uria 5 gr/lt atau lebih, terdapat oliguria
( Jumlah urine kuran dari 500 cc per 2 jam) serta adanya edema pada
paru serta cyanosis. Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan
rasa nyeri pada epigastrium.

3. Etiologi
Sampai dengan saat ini penyebab utama preeklamsia masih belum
diketahui secara pasti. Beberapa ahli percaya bahwa preeklamsia
diawali dengan adanya kelainan pada plasenta, yaitu organ yang
berfungsi menerima suplai darah dan nutrisi bagi bayi selama masih di
dalam kandungan

Teori lain menjelaskan preeklampsia sering terjadi pada


Primigravida, Kehamilan Post Matur /Post Term serta Kehamian
Ganda. Berdasarkan teori teori tersebut preeklampsia sering juga
disebut“ Deseases Of Theory” . Beberapa landasan teori yang dapat
dikemukakan diantaranya adalah (Nuraini, 2011) :

1) Teori Genetik
Berdasarkan pada teori ini preeklampsia merupakan penyakit yang
dapat diturunkan atau bersifat heriditer, faktor genetik menunjukkan
kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi pada anak-anak
dari ibu yang menderita preeklampsia, serta peran Renin-
Angiotensin- Aldosteron-System (RAAS) dimana enzim renin
merupakan enzim yang dihasilkan oleh ginjal dan berfungsi untuk
meningkatkan tekanan darah bekerja sama dengan hormon
aldosteron dan angiotensin lalu membentuk sistem.

2) Teori Immunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang
timbul pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa
pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap
antigen plasenta tidak sempurna.

3) Teori Prostasiklin & Tromboksan


Pada preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,
sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin yang pada
kehamilan normal meningkat, aktifitas penggumpalan dan
fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin.
Trombin akan mengkonsumsi antitrombin mentebabkan pelepasan
tromboksan dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan
kerusakan endotel.

Menurut Marianti (2017) selain Primigravida, Kehamilan Ganda


serta Riwayat Preeklampsia, beberapa faktor lainnya yang bisa
meningkatkan resiko preeklamsia antara lain adalah :

1) Malnutrisi Berat.
2) Riwayat penyakit seperti : Diabetes Mellitus,
Lupus, Hypertensi dan Penyakit Ginjal.
3) Jarak kehamilan yang cukup jauh dari kehamilan pertama.
4) Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
5) Obesitas.
6) Riwayat keluarga dengan preeklampsia.

4. Manifestasi Klinis
Tanda klinis utama dari preeklampsia adalah tekanan darah yang
terus meningkat, peningkatan tekanan darah mencapai 140/90 mm Hg
atau lebih atau sering ditemukan nilai tekanan darah yang tinggi dalam
2 kali pemeriksaan rutin yang terpisah. Selain hipertensi, tanda klinis
dan gejala lainnya dari preeklamsia adalah :
1) Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik
atau 110 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan
berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama.
2) Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter.

3) Nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.


4) Edema Paru.
5) Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
6) Oligohidramnion
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan
antara kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga
kondisi protein urin masif ( lebih dari 5 g) telah dieleminasi dari kriteria
pemberatan preeklampsia (preeklampsia berat). Kriteria terbaru tidak
lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan, dikarenakan setiap
preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat
mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan
dalam waktu singkat (POGI, 2016).

5. Patofisiologi
Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah yang disertai
dengan retensi air dan garam. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme
hebat arteriola glomerolus. Pada beberapa kasus, lumen aretriola
sedemikan sempitnya sehingga nyata dilalui oleh satu sel darah merah.
Jadi jika semua arteriola di dalam tubuh mengalami spasme maka
tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasai kenaikan
tekanan perifer agar oksigen jaringan dapat dicukupi. Sedangkan
kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air
yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui sebabnya,
mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan
oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerolus.

Vosokontriksi merupakan dasar patogenesis preeklampsia yang


dapat menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan
hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia
pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran
arteriola disertai perdarahan mikro tempat endotel.

Pada preeklampsia serum antioksidan kadarnya menurun dan


plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada
wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga
dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat.
Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan
lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel
yang dilewati termasuk sel- sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel
endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain ; adhesi dan agregasi
trombosit, gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma,
terlepasnya enzim lisosom, thromboksan dan serotonin sebagai akibat
rusaknya trombosit. Produksi tetrasiklin terhenti, terganggunya
keseimbangan prostasiklin dan tromboksan, terjadi hipoksia plasenta
akibat konsumsi oksigen dan perioksidase lemak (Nuraini, 2011).

6. Komplikasi
Komplikasi yang terberat dari preeklampsia adalah kematian
ibu dan janin, namun beberapa komplikasi yang dapat terjadi baik pada
ibu maupun janin adalah sebagai berikut (Marianti, 2017) :

1) Bagi Ibu
a. Sindrom HELLP (Haemolysis, elevated liver enzymes, and low
platelet count), adalah sindrom rusaknya sel darah merah,
meningkatnya enzim liver, dan rendahnya jumlah trombosit.
b. Eklamsia, preeklamsia bisa berkembang menjadi eklamsia yang
ditandai dengan kejang-kejang.
c. Penyakit kardiovaskular, risiko terkena penyakit yang
berhubungan dengan fungsi jantung dan pembuluh darah akan
meningkat jika mempunyai riwayat preeklamsia.
d. Kegagalan organ, preeklamsia bisa menyebabkan disfungsi
beberapa organ seperti, paru, ginjal, dan hati.
e. Gangguan pembekuan darah, komplikasi yang timbul dapat
berupa perdarahan karena kurangnya protein yang diperlukan
untuk pembekuan darah, atau sebaliknya, terjadi penggumpalan
darah yang menyebar karena protein tersebut terlalu aktif.
f. Solusio plasenta, lepasnya plasenta dari dinding rahim
sebelum kelahiran dapat mengakibatkan perdarahan serius dan
kerusakan plasenta, yang akan membahayakan keselamatan
wanita hamil dan janin.
g. Stroke hemoragik, kondisi ini ditandai dengan pecahnya
pembuluh darah otak akibat tingginya tekanan di dalam pembuluh
tersebut. Ketika seseorang mengalami perdarahan di otak, sel-sel
otak akan mengalami kerusakan karena adanya penekanan dari
gumpalan darah, dan juga karena tidak mendapatkan pasokan
oksigen akibat terputusnya aliran darah, kondisi inilah yang
menyebabkan kerusakan otak atau bahkan kematian.
2) Bagi Janin
a. Prematuritas.
b. Kematian Janin.
c. Terhambatnya pertumbuhan janin.
d. Asfiksia Neonatorum.
7. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
preeklampsia adalah sebagai berikut (Abiee, 2012) :

1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah :

a) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal


hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr %)
b) Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol %).
c) Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 ).

b. Pemeriksaan Fungsi hati


a) Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl ).
b) LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat.
c) Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
d) Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT ) meningkat
(N= 15-45 u/ml).
e) Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT)
meningkat (N= <31 u/l).
f) Total protein serum menurun (N= 6,7-8,7 g/dl)
2) Radiologi
a. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus.
Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan
volume cairan ketuban sedikit.

b. Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin lemah.

8. Penatalaksanaan
Menurut (Pratiwi, 2017) penatalaksanaan pada preeklampsi
adalah sebagai berikut :

1) Tirah Baring miring ke satu posisi.


2) Monitor tanda-tanda vital, refleks dan DJJ.

3) Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah karbohidrat lemak dan


garam.
4) Pemenuhan kebutuhan cairan : Jika jumlah urine <
30 ml/jam pemberian cairan infus Ringer Laktat 60-
125 ml/jam.
5) Pemberian obat-obatan sedative, anti hypertensi dan diuretik.
6) Monitor keadaan janin ( Aminoscopy, Ultrasografi).
Monitor tanda-tanda kelahiran persiapan kelahiran dengan induksi
partus pada usia kehamilan diatas 37 minggu.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Klien Dengan Pre Eklampsi.


Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan
dalam praktik keperawatan, terdiri atas lima tahap yang berurutan dan saling
berhubungan, yaitu pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi. Tahap- tahap tersebut berintegrasi terhadap fungsi intelektual
problem-solving dalam mendefinisikan suatu asuhan keperawatan (Nur
Salam, 2013).

Berikut lima tahap konsep asuhan keperawatan pada klien dengan


preeklampsi:

1. Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan data secara lengkap dan
sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan
keperawatan yang dihadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun
spiritual dapat ditentukan (Purba, 2019)

Pada tahap pengkajian peneliti memakai pendekatan dengan


model keperawatan Adaptasi Roy. Proses pengumpulan data dimulai
dengan mengkaji data demografi, dilanjutkan dengan pengkajian data
stimuli umum, lalu pengkajian tahap pertama atau First Level Assesment
yang meliputi fisiologi, konsep diri, fungsi peran dan ketergantungan
atau interdependensi, kemudian pengkajian tahap kedua atau Second
Level Assesment yang meliputi stimulus fokal, kontekstual dan residual.
Pengkajian stimulus menitiberatkan pada faktor penyebab dan faktor
pendukung munculnya perilaku respon yang tidak efektif (Hidayati,
2014).

1) Data Demografi

Mengkaji identitas klien dan pasangan klien yang meliputi :


Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Status Perkawina,
Pernikahan, Lama Pernikahan, Agama, Suku, No. Rekam Medis,
Sumber Informasi dan tanggal dilakukan pengkajian.

2) Stimuli Umum

Pada tahap ini selain Alasan masuk rumah sakit, Riwayat


penyakit ibu sekarang dan Riwayat penyakit yang lalu perlu dikaji,
apakah ibu ada menderita penyakit akut dan kronis. Pada riwayat
penyakit keluarga hal yang perlu dikaji adalah jenis penyakit
keturunan serta penyakit penyakit menular lainnya yang pernah
diderita keluarga. Selanjutnya Riwayat Obsterti dan Gynecologi
ibu yang perlu dikaji adalah segala hal yang berhubungan dengan
riwayat menstruasi ibu termasuk menarche. Dilanjutkan dengan
pengkajian terhadap Riwayat ANC, Status obstetric ibu, Riwayat
persalinan yang lalu, Riwayat perkawinan serta Riwayat
pemakaian alat kontrasepsi.

3) First Level Assessment

a. Pengkajian fungsi fisiologis


Pengkajian berhubungan dengan struktur dan fungsi tubuh,
mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus
dipenuhi untuk mempertahankan integritas, terdisir dari 5
kebutuhan fisiologis dasar dan 4 kebutuhan fisiologis kompleks.
Kesembilan kebutuhan fisiologis tersebut adalah : Oksigenasi,
Nutrisi, Eliminasi, Aktifitas dan istirahat, Keamanan, Sensori,
Cairan dan elektrolit, Fungsi neurologis, Fungsi endokrin.

b. Pengkajian konsep diri


Beberapa hal yang dapat mempengaruhi konsep diri pasien
adalah dampak penyakit, perubahan akan memberi dampak pada
gambaran diri, ideal diri, moral, etik dan spiritual pasien.
Pengkajian difokuskan pada bagaiman penerimaan pasien
terhadap penyakit, terapi yang dijalani, harapan pasien dan
penatalaksanaan selanjutnya serta nilai yang diyakini terkait
dengan penyakit dan terapinya.

c. Pengkajian fungsi peran


Fungsi peran berkaitan dengan pola-pola interaksi seseorang
dalam hubungannya dengan orang lain, bagaimana peran klien
dalam keluarga, adakah energy dan waktu pasien melakukan
aktifitas dirumah, apakah pasien mempunyai pekerjaan tetap,
bagaimanan dampak penyakit saat ini terhadap peran klien,
termasuk peran klien dalam masyarakat.

d. Pengkajian interdependensi
Pengkajian menggambarkan tentang ketergantungan atau
hubungan klien dengan orang terdekat, siapakah orang yang
paling bermakna dalam kehidupannya, sikap memberi dan
menerima terhadap kebutuhan dan aktifitas kemasyarakatan.
Kepuasan dan kasih sayang untuk mencapai integritas suatu
hubungan serta keseimbangan antara ketergantungan dan
kemandirian dalam menerima sesuatu untuk dirinya. Perlu juga
dikaji bagaimana pasien memenuhi kebutuhan interdependensi
dalam keterbatasan dan perubahan status kesehatan yang
dialami.

4) Second Level Assesment

Pada tahap ini termasuk pengkajan stimuli yang signifikan terhadap


perubahan perilaku seseorang.

2. Diagnosa Keperawatan
Masalah Keperawatan atau Diagnosa keperawatan merupakan
suatu penilaian klinis mengenai respon klien terhadap masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung actual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan
mengidentifikasi respon individu, keluarga, dan komunitas terhadap
situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Diagnosa keperawatan yang
ditegakkan menurut teori adaptasi Roy diperoleh dari hasil pengkajian
yang sudah dilakukan mengikuti 4 mode adaptasi yaitu fisiologi,
konsep diri, fungsi peran dan interdependesi serta dihubungkan dengan
stimulus yang berkaitan Hidayati (2014). Sedangkan menurut Marliana
& Hani (2018) dan Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) diagnosa
keperawatan yang muncul pada kasus preeklampsi sebagai berikut:

1) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi


(D.0003).
2) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (D.0077).
3) Gangguan eliminasi urine b.d penurunan kapasitas kandung kemih
(D.0040).
4) Resiko infeksi d.d efek prosedur invasif (D.0142).
5) Menyusui tidak efektif b.d payudara bengkak (D.0029).
6) Gangguan proses keluarga b.d perubahan peran keluarga (D.0120)
7) Resiko gangguan perlekatan d.d ketidakmampuan orangtua
memenuhi kebutuhan bayi (D.0127).

3. Intervensi Keperawatan
No SDKI Tujuan Kriteria Intervensi
Hasil
2. Gangguan Setelah SLKI : Pertukaran SIKI : Pemantauan
pertukaran dilakukan gas (L.01003) Respirasi
gas b.d asuhan ( I.01014)
ketidakseim keperawata  Tingkat
bangan Dalam waktu kesadaran Observasi :
ventilasi- 2 x 24 jam, meningkat 6. Monitor frekuensi,
perfusi diharapkan  Dispnea irama, kedalaman
(D.0003). respirasi menurun dan upaya napas
pasien dapat  Bunyi napas 7. Monitor pola napas
teratasi tambahan 8. Monitor adanya
menurun sumbatan jalan

 Penglihatan napas

kabur menurun 9. Auskultasi bunyi

 Diaforesis napas

menurun 10. Monitor saturasi


 Napas hidung oksigen
cuping menurun
 Sianosis
membaik
 Pola napas
membaik
 Warna kulit
membaik

3. Nyeri Akut Setelah SLKI : Tingkat SIKI : Manajemen


b.d agen dilakukan Nyeri (L.08066) Nyeri
pencedera asuhan ( I.08238)
fisiologis keperawata  Keluhan nyeri
(D.0077) Dalam waktu menurun Observasi :
3 x 24 jam,  Meringis 1. Identifikasi lokasi,
diharapkan menurun karakteristik, durasi,
nyeri akut  Sikap protektif frekuensi, kualitas,
dapat teratasi menurun intensitas nyeri

 Gelisah 2. Identifikasi skala

menurun nyeri

 Kesulitan tidur 3. Identifikasi respons

menurun nyeri non verbal

 Diaforesis 4. Identifikasi faktor

menurun yang memperberat


dan memperingan
 Anoreksia
nyeri
menurun
5. Monitor efek
 Frekuensi nadi
samping
membaik
penggunaan
 Tekanan darah
analgetik
membaik
 Pola tidur
membaik Teraupetik :
4. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri
5. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
6. Fasilitasi istirahat
dan tidur

Edukasi :
4. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
5. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
6. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaboasi :
2. Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu

3. Gangguan Setelah SLKI : Eliminasi SIKI : Manajemen


eliminasi dilakukan Urine (L.04034) Eliminasi Urine
urine b.d asuhan (I.04152)
penurunan keperawatan  Sensasi
kapasitas dalam waktu berkemih Observasi :
kandung 2 x 24 jam, meningkat 1. Identifikasi tanda
kemih diharapkan  Frekuensi BAK dan gejala retensi
(D.0040). respirasi membaik atau inkontinensia
pasien dapat  Karakteristik urine
teratasi urine membaik 2. Identifikasi faktor
yang menyebabkan
retensi atau
inkontinensia urine
3. Monitor eliminasi
urine

Observasi :
1. Catat waktu-waktu
dan haluaran
berkemih

Edukasi :
1. Ajarkan tanda dan
gejala infeksi
saluran kemih
2. Ajarkan mengukur
asupan cairan dan
haluaran urine
3. Anjurkan
mengurangi minum
menjelang tidur

4. Resiko Setelah SLKI : Tingkat SIKI : pencegahan


infeksi d.d diberikan infeksi (L.14137) infeksi (L.14539)
efek asuhan
prosedur keperawatan  Kebersihan Observasi :
invasif selama 3 x 24 tangan 1. Monitor tanda dan
(D.0142). jam, meningkat gejala infeksi lokal
diharapkan  Kebersihan dan sistematik
risiko infeksi badan
pasien dapat meningkat Teraupetik :
teratasi  Demam 1. Batasi jumlah
menurun pengunjung

 Kemerahan 2. Cuci tangan sebelum

menurun dan sesudah kontak

 Nyeri menurun dengan pasien dan

 Bengkak lingkungan pasien

menurun 3. Pertahankan teknik


aseptik pada pasien
 Cairan berbau
berisiko tinggi
busuk menurun
 Piuria menurun
Edukasi :
 Kadar sel darah
1. Jelaskan tanda dan
putih membaik
gejala infeksi
2. Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan benar
3. Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka
operasi
4. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
5. Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan

Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
imunisasi, jika
perlu

5. Menyusui Setelah SLKI : Status SIKI : Konseling


tidak efektif diberikan Menyusui( L.030 Laktasi (I. 03093)
b.d asuhan 29)
payudara keperawatan Observasi :
bengkak selama 2 x 24  Perlekatan bayi 1. Identifikasi keadaan
(D.0029). jam, pada payudara emosional ibu saat
diharapkan ibu meningkat akan dilakukan
proses  Kemampuan konseling menyusui
menyusui memposisikan 2. Identifikasi
pasien dapat bayi dengan keinginan dan tujuan
teratasi dan benar menyusui
membaik meningkat 3. Identifikasi
 Puting tidak permasalahan yang
lecet setelah 2 ibu alami selama
minggu proses menyusui
melahirkan Teraupetik :

 Lecet pada 5. Gunakan teknik

puting menurun mendengarkan aktif


6. Berikan pujian
terhadap perilaku
ibu yang benar
Edukasi :
4. Ajarkan teknik
menyusui yang tepat
sesuai kebutuhan ibu

6. Gangguan Setelah SLKI : Proses SIKI : Dukungan


proses diberikan Keluarga Koping Keluarga (I.
keluarga b.d asuhan ( L.13123) 09260)
perubahan keperawatan
peran selama 2 x 24  Adaptasi Observasi :
keluarga jam, keluarga 1. Identifikasi respons
(D.0120) diharapkan terhadap situasi emosional terhadap
fungsi meningkat kondisi saat ini
keluarga  Kemampuan 2. Identifikasi
dapat keluarga pemahaman tentang
meningkat berkomunikasi keputusan perawatan
secara terbuka setelah pulang
di antara
anggota Teraupetik :
keluarga 1. Dengarkan masalah,
meningkat peraaaan dan
 Kemampuan pertanyaan keluarga
keluarga 2. Diskusikan rencana
memenuhi medis dan
kebutuhan fisik perawatan
anggota 3. Bersikap sebagai
keluarga pengganti keluarga
meningkat untuk menenangkan

 Kemampuan pasien dan/atau jika

keluarga perlu jika keluarha


memenuhi tidak dapat
kebutuhan memberikan
emosional perawatan
anggota
keluarga Edukasi :
meningkat 1. Informasikan
kemajuan pasien
secara berkala
2. Informasikan
fasilititas perawatan
kesehatan yang
tersedia

7. Resiko Setelah SLKI : Perlekatan SIKI : Promosi


gangguan diberikan ( L.13122) Peerlekatan (I. 10342)
perlekatan asuhan
d.d keperawatan  Mempraktikkan Observasi :
ketidakmam selama 2 x 24 perilaku sehat 1. Monitor kegiatan
puan jam, selama hamil menyusui
orangtua diharapkan meningkat 2. Identifikasi
memenuhi interaksi ibu  Verbalisasi payudara ibu
kebutuhan dan bayi perasaaan (bengkak, puting
bayi meningkat positif terhadap lecet, nyeri pada
(D.0127). bayi meningkat payudara)
 Mencium bayi 3. Monitor perlekatan
meningkat saat menyusui

 Tersenyum
kepada bayi Teraupetik :

meningkat 1. Hindari memegang

 Melakukan kepala bayi

kontak mata 2. Diskusikan dengan


dengan bayi ibu maslah selama
 Berbicara proses menyusui
kepada bayi
 Menggendong Edukasi :
bayi untuk 1. Ajarkan ibu
menyusui / menopang seluruh
memberi makan tubuh bayi
 Mempertahanka 2. Anjurkan ibu
n bayi bersih melepas pakaian
dan hangat bagian atas agar bayi

 Kekhawatiran dapat menyentuh

menjalankan payudara ibu

orang peran 3. Anjurkan ibu untuk

orang tua memegang payudara

menurun menggunakan
jarinya seperti huruf
“C” pada posisi jam
12-6 atau 3-9 saat
mengarahkan ke
mulut bayi
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam (Potter & Perry, 2011).
Komponen tahap implementasi :

7. Tindakan keperawatan mandiri


8. Tindakan keperawatan kolaboratif
9. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses
mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu
sendiri). Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan
yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan
menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian,
perencanaan dan pelaksanaan (Mubarak,dkk.,2011).
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno dalam
Wardani, 2013):
S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.

O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan


pengamatan yang objektif.

A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.

P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.


Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data
sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk
membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan. (Nurhayati, 2011).

Ada tiga alternative dalam menafsirkan hasil evaluasi yaitu :

a. Masalah teratasi
Masalah teratasi apabila pasien menunjukkan perubahan tingkah laku dan
perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.
b. Masalah sebagian teratasi
Masalah sebagian teratasi apabila pasien menunjukkan perubahan dan
perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan.
c. Masalah belum teratasi
Masalah belum teratasi, jika pasien sama sekali tindak menunjukkan
perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul
masalah yang baru.
A. KONSEP DASAR PENYAKIT EKLAMPSIA

1. Definisi
Eklampsia adalah keadaan dimana pre-eklampsi berat yang disertai kejang
atau koma. Menjelang kejang biasanya didahului gejala subjektif (Aura) yaitu
nyeri kepala di daerah frontal, nyeri epigastrium, penglihatan kabur (berkunang-
kunang) dan ada keluhan mual dan muntah, pemeriksaan fisik menunjukan hiper
refleksia atau mudah terangsang (Panitia S.A.K. komisi keperawatan P.K.
St.Carolus.2000).
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan / nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita tadi
menunjukkan gejala-gejala pre-eklamsia. (kejang-kejang timbul bukan akibat
kelainan neurologik).
Eklampsia adalah suatu komplikasi kehamilan yg ditandai dengan peningkatan TD (S
> 180 mmHg,D > 110 mmHg),proteinuria,oedema,kejang dan/atau penurunan kesadaran.
Eklampsia adalah akut dengan kejang coma pada wanita hamil dan wanita dalam nifas
disertai dengan hipertensi, edema, dan proteinuria.(Obsetri Patologi;UNPAD)
Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika preeklampsia memburuk
menjadi kejang(helen varney;2007)
Eklampsia adalah Penyakit akut dengan kejang dan coma pada wanita hamil
dan dalam nifas dengan hipertensi, oedema dan proteinuria (Obtetri Patologi,R.
Sulaeman Sastrowinata, 1981 ).
Eklampsia merupakan keadaan langka yang dapat terjadi mendadak dengan
atau tanpa didahului oleh pre-eklampsia. Keadan ini ditandai oleh serangan kejang
yang menyerupai kejang pada epilepsi ‘grand mal’ dengan pengecualian bahwa
pada eklamsia biasanya tidak terdapat gangguan pengendalian sfingter.Eklamsia
paling sering ditemukan selama atau sesaat sesudah persalinan.

2. Etiologi
Menurut Manuaba, IBG, 2001 penyebab secara pasti belum diketahui, tetapi
banyak teori yang menerangkan tentang sebab akibat dari penyakit ini, antara lain:

a. Teori Genetik
Eklampsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih
sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre eklamsia.
b. Teori Imunologik
Kehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin yang
merupakan benda asing karena ada faktor dari suami secara imunologik dapat
diterima dan ditolak oleh ibu.Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila janin
dianggap bukan benda asing,. dan rahim tidak dipengaruhi oleh sistem
imunologi normal sehingga terjadi modifikasi respon imunologi dan terjadilah
adaptasi.Pada eklamsia terjadi penurunan atau kegagalan dalam adaptasi
imunologik yang tidak terlalu kuat sehingga konsepsi tetap berjalan.
c. Teori Iskhemia Regio Utero Placental
Kejadian eklamsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero placenta
menimbulkan bahan vaso konstriktor yang bila memakai sirkulasi,
menimbulkan bahan vaso konstriksi ginjal. Keadaan ini mengakibatkan
peningkatan produksi renin angiotensin dan aldosteron.Renin angiotensin
menimbulkan vasokonstriksi general, termasuk oedem pada arteriol.
Perubahan ini menimbulkan kekakuan anteriolar yang meningkatkan
sensitifitas terhadap angiotensin vasokonstriksi selanjutnya akan
mengakibatkan hipoksia kapiler dan peningkatan permeabilitas pada
membran glumerulus sehingga menyebabkan proteinuria dan oedem lebih
jauh.
d. Teori Radikal Bebas
Faktor yang dihasilkan oleh ishkemia placenta adalah radikal bebas.
Radikal bebas merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang
sangat labil, sangat reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal bebas ditandai
dengan adanya satu atau dua elektron dan berpasangan. Radikal bebas akan
timbul bila ikatan pasangan elektron rusak. Sehingga elektron yang tidak
berpasangan akan mencari elektron lain dari atom lain dengan menimbulkan
kerusakan sel.Pada eklamsia sumber radikal bebas yang utama adalah
placenta, karena placenta dalam pre eklamsia mengalami iskhemia. Radikal
bebas akan bekerja pada asam lemak tak jenuh yang banyak dijumpai pada
membran sel, sehingga radikal bebas merusak sel Pada eklamsia kadar lemak
lebih tinggi daripada kehamilan normal, dan produksi radikal bebas menjadi
tidak terkendali karena kadar anti oksidan juga menurun.
e. Teori Kerusakan Endotel
Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi
pembuluh darah agar tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan
menghindari pengaruh vasokonstriktor.
Kerusakan endotel merupakan kelanjutan dari terbentuknya radikal
bebas yaitu peroksidase lemak atau proses oksidase asam lemak tidak jenuh
yang menghasilkan peroksidase lemak asam jenuh.
Pada eklamsia diduga bahwa sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase
lemak adalah sel endotel pembuluh darah.Kerusakan endotel ini sangat
spesifik dijumpai pada glumerulus ginjal yaitu berupa “ glumerulus
endotheliosis “. Gambaran kerusakan endotel pada ginjal yang sekarang
dijadikan diagnosa pasti adanya pre eklamsia.
f. Teori Trombosit
Placenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin dari
asam arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin. Ishkemi
regio utero placenta menimbulkan gangguan metabolisme yang menghasilkan
radikal bebas asam lemak tak jenuh dan jenuh. Keadaan ishkemi regio utero
placenta yang terjadi menurunkan pembentukan derivat prostaglandin
(tromboksan dan prostasiklin), tetapi kerusakan trombosit meningkatkan
pengeluaran tromboksan sehingga berbanding 7 : 1 dengan prostasiklin yang
menyebabkan tekanan darah meningkat dan terjadi kerusakan pembuluh darah
karena gangguan sirkulasi.
g. Teori Diet Ibu Hamil
Kebutuhan kalsium ibu hamil  2 - 2½ gram per hari. Bila terjadi
kekurangan-kekurangan kalsium, kalsium ibu hamil akan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan janin, kekurangan kalsium yang terlalu lama
menyebabkan dikeluarkannya kalsium otot sehingga menimbulkan sebagai
berikut : dengan dikeluarkannya kalsium dari otot dalam waktu yang lama,
maka akan menimbulkan kelemahan konstruksi otot jantung yang
mengakibatkan menurunnya strike volume sehingga aliran darah menurun.
Apabila kalsium dikeluarkan dari otot pembuluh darah akan menyebabkan
konstriksi sehingga terjadi vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah.
3. Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, eklampsia dapat dibagi menjadi :
a. Eklampsia gravidarum
1) Kejadian 50% sampai 60%
2) Serangan terjadi dalam keadaan hamil
b. Eklampsia parturientum
1) Kejadian sekitar 30% sampai 35%
2) Batasan tegas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan terutama saat
mulai inpartum
3) Serangan kejang terjadi saat intrapartum
c. Eklampsia puerperium
1) Kejadian jarang yaitu 10%
2) Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir

4. Tanda dan Gejala


Eklampsia terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih, yaitu: kejang-kejang
atau koma. Kejang dalam eklampsia ada 4 tingkat, meliputi :
a. Tingkat awal atau aura (invasi)
Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat (pandangan
kosong), kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar ke kanan dan ke
kiri.

b. Stadium kejang tonik


Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan
kaki membengkok kedalm, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan
sianosis, lidah dapat tergigit, berlangsung kira-kira 20-30 detik.

c. Stadium kejang klonik


Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam waktu yang cepat, mulut
terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa, dan lidah dapat tergigit. Mata
melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung 1-2 menit
kejang klonikberhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti
mendengkur.
d. Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang
antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita teteap dalam
keadaan koma ( Muchtar Rustam, 1998: 275).

5. Patofisiologi
Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang di duga berhubungan
dengan berbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan resisitensi intra
mural pada pembuluh miometrium yang berkaitan dengan peninggian tegangan
miometrium yang ditimbulkan oleh janin yang besar pada primipara, anak kembar
atau hidraminion.
Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya vasokonstriksor yang bila
memasuki sirkulasi menimbulkan vasokontriksi pada ginjal, keadaan yang
belakangan ini mengakibatkan peningkatan produksi rennin, angiostensin dan
aldosteron. Rennin angiostensin menimbulkan vasokontriksi generalisata dan
semakin memperburuk iskemia uteroplasenta. Aldosteron mengakibatkan retensi
air dan elektrolit dan udema generalisator termasuk udema intima pada arterior.
Pada eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ ,
termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari
timbulnya proses eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran
darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena
adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Eklamsi yang berat dapat
mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat
sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat
berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.

Peredarah dinding rahim berkurang(ischaemia rahim)

Placenta atau decidua mengeluarkan zat-zat yang menyebabkan spasme (ischaemia


uteroplacenta) dan hipertensi
Eklamsi

Mata terpaku

Kepala dipalingkan ke satu sisi

Kejang-kejang halus terlihat pada muka

(Invasi)

Badan kaku

Kadang episthotonus

(Kontraksi/Kejang Tonis)

Kejang hilang timbul

Rahang membuka dan menutup

Mata membuka dan menutup

Otot-otot badan dan muka berkontraksi dan berelaksasi

Kejang kuat terjadi dan kadang lidah tergigit

Ludah berbuih bercampur darah keluar dari mulut

Mata merah, muka biru

(Konvulsi/KejangClonis)

-Tensi tinggisekitar 180/110 mmHg

-Nadi kuat berisi-keadaan buruk nadi menjadi kecildan cepat

Demam,Pernafasan cepat, sianosisProteinuria dan oedema


Coma

Amnesia retrigrad post koma

6. Pathway

Perdarahan dinding rahim berkurang(ischaemia rahim)

Placenta atau decidua mengeluarkan zat-zat yang menyebabkan spasme


(ischaemiaEklampsia
uteroplacenta) dan hipertensi
|

Kejang Vasokontriksi
ginjal Penurunan plasma
dalam sirkulasi

Lidah berbuih

Peningkatan
Peningkatan renin hematokrit
angiotensin dan
Tidak efektifan aldesteron
bersihan jalan nafas
Penurunan perfusi ke organ
dan ke utero plasenta
Odem

Kelebihan volume Gangguan pertumbuhan


cairan plasenta

Risiko cedera Resiko tinggi


pada janin terjadinya foetal
distres
7. Komplikasi

Komplikasi yag terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Komplikasi di bawah ini
biasanya terjadi pada eklampsia :

a. Solusio plasenta
Komplikas ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan
lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo 15,5% solusio plasenta disertai pre-eklampsia.

b. Hipofibrinogenemia
Pada eklampsia, ditemuka 23% hipofibrinogenemia. Maka perlu dilakukan
pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.

c. Hemolisis
Penderita dengan eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala
klinik hemolisis yang dikenal karea ikterus. Belum diketahui dengan pasti
apakah ini merupakan kerusakan sel-sela hati atau destruksi sel darah merah.
Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita
eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.

d. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.

e. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini
merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.

f. Edema paru-paru
Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia,
hal ini disebabkan karena payah jantung.

g. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus
arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tapi ternyata juga
ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati juga dapat diketahui
dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnyz.

h. Sindroma HEELP
Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.

i. Kegagalan Ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelialtubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya.
Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

j. Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang,
pneumonia aspirasi, dan DIC (dessiminated intravaskuler coogulation)

k. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian intra-uterin

8. Penatalaksanaan

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda


dini pre eklamsia. Perlu diwaspadai pada wanita hamil dengan adanya faktor-faktor
predisposisi. Walaupun timbulnya pre eklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya,
namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan
pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil (Prawirohardjo S, 1999).
Mencegah kejadian pre eklamsia ringan dan mencegah pre eklamsia bertambah berat
dengan :
a. Diet Makanan
Makan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin dan rendah lemak.
Dengan makanan empat sehat lima sempurna dengan tambahan 1 telur per hari
untuk meningkatkan jumlah protein.
b. Cukup Istirahat
Dengan tirah baring 2 x 2 jam per hari miring ke kiri, untuk mengurangi tekanan
darah pada vena cava inferior, meningkatkan aliran darah vena dengan tujuan
meningkatkan peredaran darah menuju jantung dan placenta sehingga
menurunkan iskhemia placenta.
c. Pengawasan antenatal selama hamil dengan menilai adanya pre eklamsia dan
kondisi janin dalam rahim dengan ; pemantauan tinggi fundus uteri, pemeriksaan
janin dalam rahim, denyut jantung janin, dan pemantauan air ketuban, usulkan
untuk melakukan USG.
d. Penderita berobat jalan dengan nasehat : segera datang bila terdapat tanda-tanda :
kaki bertambah berat  oedem, gerakan janin terasa kurang, kepala pusing dan
mata makin kabur.

9. Pencegahan

Tujuan utama pengobatan eklampsia adalah menghentikan berulangnya


serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman
setelah keadaan ibu mengizinkan.
Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan
penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan ke
rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan timbulnya
kejangan ; penderita dalam hal ini dapat diberi diazepam 20mg 1M. Selain itu,
penderita harus disertai seseorang yang dapat mencegah terjadinya trauma apabila
terjadi serangan kejangan.
Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejangan
mengurangi vasospasmus, dan meningkatkan dieresis. Dalam pada itu, pertolongan
yang perlu diberikan jika timbul kejangan ialah mempertahankan jalan pernapasan
bebas, menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan menjaga agar
penderita tidak mengalami trauma. Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejangan
lagi yang selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala lain, dapat diberikan beberapa
obat, misalnya:
a. Sodium pentotbal sangat berguna untuk menghentikan kejangan dengan segera
bila diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung bahaya yang
tidak kecil. Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat diberikan di rumah sakit
dengan pengawasan yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk
intubasi dan resustitasi. Dosisi inisial dapat diberikan sebanyak 0,2 – 0,3 g dan
disuntikkan perlahan-lahan.
b. Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekatan saraf pusat pada hubungan
neuromuscular tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan saraf. Obat ini
menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan dieresis,
dn menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan ialah 8g dalam
larutan 40% secara intramuscular; selanjutnya tiap 6 jam 4g, dengan syarat
bahwa refleks patella masih positif, pernapasan 16 atau lebih per menit, dieresis
harus melebihi 600ml per hari; selain intramuskulus, sulfas magnesikus dapat
diberikan secara intravena; dosis inisial yang diberikan adalah 4g 40% MgSO 4
dalam larutan 10ml intravena secara perlahan-lahan, diikuti 8g IM dan selalu
disediakan kalsium gluakonas 1g dalam 10 ml sebagai antidotum.
c. Lytic cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, klorpromazin 100 mg, dan
prometazin 5o mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara
infus intravena. Jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita.
Maka dari itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam
pertama dan bila keadaan sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut
keadaan penderita.
Sebelum diberiak obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia harus
dihindarkan dari semua rangsang yang dapat menimbulkan kejangan, seperti
keributan, injeksi, atau pemeriksaan dalam.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan eklampsia adalah :

a. Data subyektif :
- Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
- Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing,
nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
- Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
- Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion
serta riwayat kehamilan dengan eklamsia sebelumnya
- Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun
selingan
- Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan,
oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya

b. Data Obyektif :
- Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
- Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
- Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
- Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika
refleks + )
- Pemeriksaan penunjang ;
 Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali
dengan interval 6 jam
 Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar
hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric
acid biasanya > 7 mg/100 ml
 Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
 Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada
otak
 USG ; untuk mengetahui keadaan janin
 NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

2. Diagnosa Keperawatan
a. kebersihan jalan nafas tidak efektifnya berhubungan dengan peningkatan
produksi saliva berlebih saat kejang
b. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan
perubahan pada plasenta
c. Risiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah
ke placenta
d. Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif
terhadap proses persalinan
3. Rencana Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan 1
b. Bersihan jalan nafas tidak efektifnya berhubungan dengan peningkatan
produksi saliva berlebih saat kejang

Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas maksimal.
Kriteria Hasil :
 Pasien akan mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan nafas
paten
Intervensi:
1. Anjurkan pasien untuk mengosongkan mulut dari benda atau zat tertentu
atau alat yang lain untu menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi.
R/ menurunkan risiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda asing ke faring.
2. Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala
selama serangan kejang.
R/ meningkatkan aliran secret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas
3. Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen.
R/ untuk memfasilitasi usaha bernafas atau ekspansi dada
4. Lakukan penghisapan sesuai indikasi
R/ menurunkan risiko aspirasi atau aspiksia
5. Berikan tambahan oksigen atau ventilasi manual sesuai kebutuhan.
R/ dapat menurunkan hipoksia cerebral.

b. Diagnosa keperawatan 2
Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan pada
plasenta

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam tidak terjadi foetal distress pada
janin

Kriteria Hasil :

 DJJ ( + ) : 12-12-12
 Hasil NST : Normal
 Hasil USG : Normal
Intervensi :

1. Monitor DJJ sesuai indikasi


R/. Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hipoxia, prematur dan solusio
plasenta

2. Kaji tentang pertumbuhan janin


R/. Penurunan fungsi plasenta mungkin diakibatkan karena hipertensi sehingga
timbul IUGR

3. Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta ( nyeri perut, perdarahan, rahim tegang,
aktifitas janin turun )
R/. Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan tahu akibat hipoxia
bagi janin

4. Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM


R/. Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi jantung serta
aktifitas janin

5. Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NST


R/. USG dan NST untuk mengetahui keadaan/kesejahteraan janin

c. Diagnosa keperawatan 3 :
Risiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah ke
placenta, hipoksia jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama …x.. diharapkan agar cedera
tidak terjadi pada janin
Kriteria Hasil :
Tidak terjadinya cedera pada janin

Intervensi :
1. Istirahatkan ibu
R/ dengan mengistirahatkan ibu diharapkan metabolism tubuh menurun dan
peredaran darah ke placenta menjadi adekuat, sehingga kebutuhan O2 untuk
janin dapat dipenuhi
2. Anjurkan ibu agar tidur miring ke kiri
R/ dengan tidur miring ke kiri diharapkan vena cava dibagian kanan tidak tertekan
oleh uterus yang membesar sehingga aliran darah ke placenta menjadi lancer.
3. Pantau tekanan darah ibu
R/ untuk mengetahui keadaan aliran darah ke placenta seperti tekanan darah tinggi,
aliran darah ke placenta berkurang, sehingga suplai oksigen ke janin
berkurang.
4. Memantau bunyi jantung ibu
R/ dapat mengetahui keadaan jantung janin lemah atau menurukan menandakan
suplai O2 ke placenta berkurang sehingga dapat direncanakan tindakan
selanjutnya.
5. Beri obat hipertensi setelah kolaborasi dengan dokter
R/ dapat menurunkan tonus arteri dan menyebabkan penurunan after load jantung
dengn vasodilatasi pembuluh darah, sehingga tekanan darah turun. Dengan
menurunnya tekanan darah, maka aliran darah ke placenta menjadi adekuat.

d. Diagnosa keperawatan 4
Cemas berhubungan dengan sters terhadap proses persalinan

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan perawatan kecemasan ibu berkurang atau hilang

Kriteria Hasil :

 Ibu tampak tenang


 Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan
 Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekarang
Intervensi :

1. Kaji tingkat kecemasan ibu

R/. Tingkat kecemasan ringan dan sedang bisa ditoleransi dengan pemberian
pengertian sedangkan yang berat diperlukan tindakan medikamentosa

2. Jelaskan mekanisme proses persalinan

R/. Pengetahuan terhadap proses persalinan diharapkan dapat mengurangi emosional


ibu yang maladaptif

3. Gali dan tingkatkan mekanisme koping ibu yang efektif

R/. Kecemasan akan dapat teratasi jika mekanisme koping yang dimiliki ibu efektif
4. Beri support system pada ibu

R/. ibu dapat mempunyai motivasi untuk menghadapi keadaan yang sekarang secara
lapang dada asehingga dapat membawa ketenangan hati

4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi

5. Evaluasi
a. Dx 1: Pasien akan mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan nafas
paten atau aspirasi dicegah
b. Dx 2 :
DJJ ( + ) : 12-12-12

Hasil NST : Normal

Hasil USG : Normal

c. Dx 3 : agar cedera tidak terjadi pada janin


d. Dx 4 :
Ibu tampak tenang

Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan

Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekarang

Anda mungkin juga menyukai