Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Program Pendidikan Profesi Ners Pada Stase
Keperawatan Gerontik

OLEH :

AYU LESTARI, S.Kep

NIM : 21.300.0172

PROGRAM PROFESI NERS

UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA

TAHUN AKADEMIK 2021/2022

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

OLEH:

AYU LESTARI, S.Kep

NIM : 21.300.0172

MENGETAHUI

Banjarmasin, April 2022

Preseptor Akademik

( ADYTIA SUPARNA, S.Kep., Ns)

2
LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN
DENGAN HIPERTENSI
A. Definisi
Hipertens merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95
mmHg (Kodim Nasrin, 2003 ).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg.
Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160
mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2001).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah
diastolik >90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi.
B. Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik
(idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output
atau peningkatan tekanan perifer.  Namun ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi:
1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
transport  Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
3. Stress Lingkungan.
4. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta
pelebaran pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a. Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi
seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik,
system rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok
dan stress.

3
b. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal.
Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan – perubahan pada :
1) Elastisitas dinding aorta menurun
2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh
dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan
pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang
menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas,
kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran
menurun
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :
a. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg .

4
b. Sakit kepala
c. Pusing / migraine
d. Rasa berat ditengkuk
e. Penyempitan pembuluh darah
f. Sukar tidur
g. Lemah dan lelah
h. Nokturia
i. Azotemia
j. Sulit bernafas saat beraktivitas

D. Patofisiologi (Patway)
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis
dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin

5
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural
dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan
dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi
palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi
oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke
sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan
apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada
rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan
pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada
pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga
dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi
natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah.
Dengan peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
pada organ-organ seperti jantung. ( Suyono, Slamet. 1996 ).

6
PATWAY

Sumber : (Suyono, 1996)

7
E. Pemeriksaan Fisik
1. Aktivitas / istirahat
Gejala :
a. Kelemahan
b. Letih
c. Napas pendek
d. Gaya hidup monoton
Tanda :
a. Frekuensi jantung meningkat
b. Perubahan irama jantung
c. Takipnea
2. Sirkulasi
Gejala : 
Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner /   katup,
penyakit serebrovaskuler
Tanda :
a. Kenaikan TD
b. Nadi : denyutan jelas
c. Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
d. Bunyi jantung : murmur
e. Distensi vena jugularis
f. Ekstermitas
Perubahan warna kulit, suhu dingin ( vasokontriksi perifer ), 
pengisian kapiler mungkin lambat
3. Integritas Ego
Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,
marah, faktor stress multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan )
Tanda :
a. Letupan suasana hati
b. Gelisah

8
c. Penyempitan kontinue perhatian
d. Tangisan yang meledak
e. otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )
f. Peningkatan pola bicara
4. Eliminasi
Gejala :  Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, 
riwayat penyakit ginjal )
5. Makanan / Cairan
Gejala :
a. Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolesterol
b. Mual
c. Muntah
d. Riwayat penggunaan diuretik
Tanda :
a. BB normal atau obesitas
b. Edema
c. Kongesti vena
d. Peningkatan JVP
e. glikosuria
6. Neurosensori
  Gejala :
a. Keluhan pusing / pening, sakit kepala
b. Episode kebas
c. Kelemahan pada satu sisi tubuh
d. Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )
e. Episode epistaksis
Tanda :
a. Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau
memori ( ingatan )
b. Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman

9
c. Perubahan retinal optik
7. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :
a. nyeri hilang timbul pada tungkai
b. sakit kepala oksipital berat
c. nyeri abdomen
8. Pernapasan
Gejala :
a. Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas
b. Takipnea
c. Ortopnea
d. Dispnea nocturnal proksimal
e. Batuk dengan atau tanpa sputum
f. Riwayat merokok
Tanda :
a. Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan
b. Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )
c. Sianosis
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
a. Pemeriksaan yang segera seperti :
1) Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji
hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan
dapat mengindikasikan factor resiko seperti: hipokoagulabilitas,
anemia.
2) Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang
perfusi / fungsi ginjal.
3) Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus
hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar
ketokolamin (meningkatkan hipertensi).

10
4) Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya
aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi
diuretik.
5) Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat
menyebabkan hipertensi.
6) Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak
ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
7) Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan
vasokonstriksi dan hipertensi
8) Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme
primer (penyebab)
9) Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi
ginjal dan ada DM.
10) Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko
hipertensi
11) Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan
hiperadrenalisme
12) EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya
hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan
menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
13) Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi
pada area katup, pembesaran jantung.
b. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama ) :
1) IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti
penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
2) CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.

11
3) IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu
ginjal, perbaikan ginjal.
4) Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal
tab, CAT scan.
5) (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi
klinis pasien
G. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1. Terapi tanpa Obat è Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan
untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi
sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
1) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
2) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
b. Penurunan berat badan
c. Penurunan asupan etanol
d. Menghentikan merokok
e. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang
mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis
dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-
lain. Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas
aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut
zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit
berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x
perminggu dan paling baik 5 x perminggu

12
f. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi:
1) Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk
menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan
tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi
gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga
untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan
ketegangan.
2) Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan
untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara
melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot
dalam tubuh menjadi rileks Pendidikan Kesehatan
( Penyuluhan ) ,Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk
meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi
dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
2. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah
saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat
hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi
umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli
Hipertensi (Joint National Committee On Detection, Evaluation And
Treatment Of High Blood Pressure, Usa, 1988) menyimpulkan bahwa
obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat
ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada
penderita.

13
Pengobatannya meliputi :
a. Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE
inhibitor
b. Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
1) Dosis obat pertama dinaikkan
2) Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
3) Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta
blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin,
vasodilator
c. Step 3 : Alternatif yang bisa ditempuh
1) Obat ke-2 diganti
2) Ditambah obat ke-3 jenis lain
d. Step 4 : Alternatif pemberian obatnya
1) Ditambah obat ke-3 dan ke-4
2) Re-evaluasi dan konsultasi
3) Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan
interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas
kesehatan (perawat, dokter ) dengan cara pemberian
pendidikan kesehatan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan
petugas kesehatan adalah sebagai berikut :
a) Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil
pengukuran tekanan darahnya
b) Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai
mengenai tekanan darahnya
c) Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat
sembuh, namun bisa dikendalikan untuk dapat menurunkan
morbiditas dan mortilitas

14
d) Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat
mengatakan tingginya tekanan darah atas dasar apa yang
dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui dengan
mengukur memakai alat tensimeter. Penderita tidak boleh
menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu Sedapat
mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup
penderita. Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses
terapi
e) Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila
penderita atau keluarga dapat mengukur tekanan darahnya
di rumah
f) Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti
hipertensi misal 1 x sehari atau 2 x sehari
g) Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti
hipertensi, efek samping dan masalah-masalah yang
mungkin terjadi
h) Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi
dosis atau mengganti obat untuk mencapai efek samping
minimal dan efektifitas maksimal
i) Usahakan biaya terapi seminimal mungkin
j) Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan
lebih sering
k) Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu
yang ditentukan.
l) Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan
maka sangat diperlukan sekali pengetahuan dan sikap
pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan
hipertensi.

15
H. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. a. Laporan secara verbal dan Angen injury Nyeri kronis
non verbal. biologis
b. Perubahan pola tidur
c. Nyeri libih dari 6 bulan
2. a. Melaporkan secara verbal Kelemahan Intoleransi Aktivitas.
adanya kelemahan atau Umum
kelelahan.
b. Penurunan kekuatan otot.
c. ADL dibantu
3. a. Postur tubuh tidak stabil Penurunan Kerusakan mobilitas
selama melakukan kegiatan. kekuatan otot fisik
b. Keterbatasan ROM
c. Perubahan gaya berjalan
(penurunan kecepatan
berjalan, kesulitan memulai
jalan, langkah sempit, kaki
diseret)

I. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan agen injury biologis
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umun.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot

16
J. Nursing Care Planning (NCP)
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Nyeri Setelah dilakukan tindakan PAIN
berhubungan keperawatan selama 1x30 menit MANAGEMEN
dengan agen diharapkan Nyeri Kronis klien T:
injury biologis dapat teratasi. 1. Lakukan
Kriteria Hasil : pengkajian
Indikator IR ER nyeri secara
komprehensif
1.Melaporkan
termasuk
adanya nyeri.
Lokasi,
2.Luas bagian
Karakteristik,
tubuh yang
Durasi,
terpengaruhi.
Frekuensi,
3.Frekuensi nyeri.
Kualitas, dan
4.Pernyataan nyeri.
Faktor
5.Perubahan
Presipitasi.
tekanan darah.
2. Observasi
6.Posisi tubuh
reaksi non
protektif.
verbal dari
Keterangan: ketidak
1. Kuat nyamanan.
2. Berat 3. Gunakan teknik
3. Sedang komunikasi
4. Ringan terapeutik
5. Tidak ada untuk
mengetahui
pengalaman
nyeri klien.
4. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi.
5. Evaluasi
keefektipan
control.
2 Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring
Mobilitas Fisik keperawatan selama 1x24 jam vital sign
berhubungan diharapkan mobilitas fisik dalam sebelum/sesuda
dengan rentan normal. h latihan dan
penurunan Kriteria hasil : lihat respon
kekuatan otot. Indikator IR ER pasien saat
1. Keseimbangan latihan.
tubuh 2. Ajarkan klien
2. Posisi tubuh tentang dan
3. Gerakan otot pantau
4. Gerakan sendi penggunaan
5. Kemampuan alat bantu
berpindah mobilitas
6. Ambulasi: 3. Ajarkan dan
bantu klien

17
berjalan dalam proses
Keterangan : perpindahan
1. Tidak mandiri 4. Dampingi dan
2. Dibantu orang dan alat bantu klien saat
3. Dibantu orang mobilisasi dan
4. Dibantu alat bantu penuhi
5. Mandiri penuh kebutuhan
ADLs
3 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan
aktivitas keperawatan selama 1x24 jam penyebab
berhubungan diharapkan resiko injury (fisik) toleransi
dengan dapat teratasi. aktivias.
kelemahan Kriteria Hasil : 2. Berikan periode
umum. Indikator ER R IR istirahat selama
1. Langkah berjalan. beraktivitas.
2. Jarak berjalan. 3. Jika
3. kuat. memungkinkan
4. Laporan ADL. tingkatkan
aktivitas secara
Keterangan: bertahap.
1. Keluhan ekstrim 4. Monitor dan
2. Keluhan berat catat
3. Keluhan sedang kemampuan
4. Keluhan ringan untuk
5. Tidak ada keluhan mentoleransi
aktivitas.

18
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2,
Jakarta, EGC, Hamzah, : Ensiklopedia Artikel Indonesia, Surabaya
Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2003. The child with hypertension. In: Webb
NJA, Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric Nephrology.
3rd edition. Oxford: Oxford University Press
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Smet, Bart.1994. Psikologi Kesehatan. Pt Grasindo:Jakarta
Soeparman dkk,2007  Ilmu Penyakit Dalam , Ed 2, Penerbit FKUI, Jakarta
Smeljer,s.c Bare, B.G ,2002 Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Wilkinson, Judith. 2011. Buku saku diagnosa keperawatan: diagnose NANDA,
intervensi NIC, Kriteria hasil NOC, ed.9. Alih bahasa, Esty
Wahyuningsih; editor edisi bahasa Indonesia, Dwi Widiarti. Jakarta:
EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai