Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI PADA NY.

A
DI PANTI DHARMA BAKTI KASIH SURAKARTA

Disusun oleh:

A.FATIMAH SORAYA

P27220021245

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


POLTEKKES SURAKARTA TAHUN
AKADEMIK 2021/2022
A. Konsep Penyakit
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal yang dapat mengakibatkan
angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas).
Hipertensi berarti tekanan darah di dalam pembuluhpembuluh darah
sangat tinggi yang merupakan pengangkut darah dari jantung yang
memompa darah keseluruh jaringan dan organ-organ tubuh (Avelina &
Dery, 2021)
Menurutn Yolanda 2017 dalam (Sumaryati, 2018) Tekanan darah
sistolik adalah tekana puncak yang tercapai ketika jantung berkontraksi
dan memompakan darah keluar melalui arteri.Tekanan darah diastolik
diambil tekanan jatuh ketitik terendah saat jantung rileks dan mengisi
darah kembali.
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140
mmHg atau lebih dan tekanan diatolik 120 mmHg. Hipertensi dapat
didefinisikan sebagai tekanan darah persisten, di mana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg
(Keilmuan & Kuala, 2017)
2. Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia menurut Triyanto
(2014) adalah terjadinya perubahan-perubahan pada :
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena
kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer Meskipun
hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-
data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering
menyebabkan terjadinya hipertensi.
Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor keturunan Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan
memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi
jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
2. Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi
adalah:
a. Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
b. Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
c. Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
d. Kebiasaan hidup Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan
timbulnya hipertensi adalah :
1) Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
2) Kegemukan atau makan berlebihan
3) Stress
4) Merokok
5) Minum alcohol
6) Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit-


penyakit seperti Ginjal, Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis
tubular akut, Tumor, Vascular, Aterosklerosis, Hiperplasia,
Trombosis, Aneurisma, Emboli kolestrol, Vaskulitis, Kelainan
endokrin, DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidisme, Saraf, Stroke,
Ensepalitis. Selain itu dapat juga diakibatkan karena Obat– obatan
Kontrasepsi oral Kortikosteroid. (Putra, 2019)

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang ditemukan pada penderita
hipertensi yaitu : sakit kepala, jantung berdebar-debar, sulit
bernapas setelah bekerja keras atau menangkat beban berat, mudah
lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah atau
mimisan, sering buang air kecil terutama di malam hari, telinga
berdenging (tinutis), vertigo, mual, muntah, gelisah
Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi
tidak memiliki gejala khusus. Menurut Sutanto (2009) dalam
(NAHAK, 2019) gejala-gejala yang mudah diamati antara lain
yaitu:
1. gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala,
2. sering gelisah,
3. wajah merah,
4. tengkuk teras pegal,
5. mudah marah,
6. telinga berdeging, sukar tidur, sesak napas, tengkuk rasa berat,
mudah lelah, mata berkunang-kunang dan mimisan (darah
keluar dari hidung)
4. Komplikasi
Adapun komplikasi pada hipertensi :
1) Stroke hemoragi;
Hal ini dapat terjadi akibat hemoragi akibat tekanan darah
tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari
pembuluh selain otak, yang terpajan tekanan tinggi. Stroke
dapat terjadi karena hipertensi kronis apabila arteri
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan,
sehingga aliran darah ke area otak yang diperdarahi berkurang.
Arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah
hingga menigkatkan kemugkinan terbentuknya aneurisma.
2) Infark miokard
Ima dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau
apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah
melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronik dan
hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium mungkin
tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia yang
menyebabkan infark.
3) Gagal ginjal GG
Dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler glomelurus ginjal. Dengan rusaknya glomelurus,
aliran darah ke nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membrane
glomelurus protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan
osmotik koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema,
yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.
4) Ensefalopati (kerusakan otak)
Hal ini dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna
(hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan
yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan penigkatan
tekanan kapiler dan mendorong cairan ke ruang interstisial di
seluruh sususan saraf pusat. Neuron disekitarnya kolaps dan
terjadi koma serta kematian. (NAHAK, 2019)
5. Patofisiologi
Pada dasarnya hipertensi merupakan penyakit
multifaktorial yang timbul akibat berbagai interaksi faktor-faktor
resiko tertentu. Faktor-faktor resiko yang mendorong timbulnya
kenaikan.
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak.
Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah kapiler, dimana dengan dilepaskannya
norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah kapiler.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf
simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang
emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin
yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan
pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan
volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus
keadaan hipertensi. Perubahan struktural dan fungsional pada
sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.
Pada dasarnya, tekanan darah dipengaruhi oleh curah
jantung dan tekanan perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi
curah jantung dan tekanan perifer akan mempengaruhi tekanan
darah seperti asupan garam yang tinggi, faktor genetik, stres,
obesitas, faktor endotel. Selain curah jantung dan tahanan perifer
sebenarnya tekanan darah dipengaruhi juga oleh tebalnya atrium
kanan, tetapi tidak mempunyai banyak pengaruh. Dalam tubuh
terdapat sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah
secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi yang
berusaha untuk mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam
jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat
kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem yang bereaksi dengan
cepat misalnya reflek kardiovaskuler melalui sistem saraf, reflek
kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal
dari atrium, arteri pulmonalis otot polos. Dari sistem pengendalian
yang bereaksi sangat cepat diikuti oleh sistem pengendalian yang
bereaksi kurang cepat, misalnya perpindahan cairan antara
sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol hormon
angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem yang
poten dan berlangsung dalam jangka panjang misalnya kestabilan
tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh sistem
yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai
organ. Peningkatan tekanan darah pada hipertensi primer
dipengaruhi oleh beberapa faktor genetik yang menimbulkan
perubahan pada ginjal dan membran sel, aktivitas saraf simpatis
dan renin, angiotensin yang mempengaruhi keadaan hemodinamik,
asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal serta
obesitas dan faktor endotel. Akibat yang ditimbulkan dari penyakit
hipertensi antara lain penyempitan arteri yang membawa darah
dan oksigen ke otak, hal ini disebabkan karena jaringan otak
kekurangan oksigen akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh
darah otak dan akan mengakibatkan kematian pada bagian otak
yang kemudian dapat menimbulkan stroke. Komplikasi lain yaitu
rasa sakit ketika berjalan kerusakan pada ginjal dan kerusakan
pada organ mata yang dapat mengakibatkan kebutaan, sakit
kepala, Jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja
keras atau mengangkat beban kerja, mudah lelah, penglihatan
kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering buang air kecil
terutama di malam hari telingga berdering (tinnitus) dan dunia
terasa berputar.
Pathway

umur Jenis kelamin Gaya hidup obesitas

Elastisitas,arteriosklerosis

hipertensi Perubahan
status
kesehatan
Kerusakan vaskuler
pembuluh darah
ansietas
Paparan informasi
Perubahan
kurang
struktur

Kurang
Penyumbatan
pengetahuan
pembuluh darah

vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

Otak Ginjal Pembuluh darah retina

Vasokonstriksi Spasme
Resistensi Suplai pembuluh darah ginjal sistemik koroner anteriole
pembuluh otak
otak naik menuru Iskemi
Blood flow aliran Risiko diplopia
n miokard
darah menuurun penurunan
Nyeri sinkop curah
Resti injuri
kepala Respon RAA jantung Nyeri dada
Gangguan
perfusi Rangsang fatique
jaringan aldosteron
Intoleransi
edema aktvitas
6. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan
dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah
140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi.
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi
ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang
dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5
gr/hr
b) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c) Penurunan berat badan
d) Penurunan asupan etanol
e) Menghentikan merokok
b. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga
yang mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga
yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda,
berenang dan lain-lain.
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari
kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal
yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara
20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan
sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5x perminggu.
c. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi
meliputi :
1) Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk
menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai
keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap
tidak normal. Penerapan biofeedback terutama dipakai
untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala
dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti
kecemasan dan ketegangan
2) Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang
bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau
kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat
belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks

3) Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )


Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk
meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit
hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi
lebih lanjut

B. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1) Biodata
Nama klien perlu diketahui untuk mengidentifikasi kebenaran
nama dalam melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif. Alamat
perlu dilengkapi secara jelas untuk bisa di hubungi.Umur perlu diketahui
untuk mengetahui berapa umur pasien sekarang sehingga tidak salah
dalam pemberian dosis obat, melakukan tindakan keperawatan dan
melayani terapi guna mempercepat proses penyembuhan pasien di
pelayanan kesehatan. Pekerjaan pasien perlu dikaji untuk mengetahui
kondisi ekonomi dalam proses administrasi pasien selama dirawat ifasilitas
kesehatan.Tanggal masuk perlu diketahui berapa lama klien tinggal di
panti. Alasan masuk panti karena suami meninggal.
2) Riwayat Keluarga
Pasangan ( Apabila pasangan masih hidup): Status kesehatan,
Umur, Pekerjaan. Anak –anak ( Apabila anak-anak masih hidup): Nama
dan alamat.
3) Riwayat Pekerjaan
Status pekerjaan saat ini, Pekerjaan sebelumnya, Sumber
pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan.
4) Riwayat lingkungan hidup.
Tipe tempat tinggal, Jumlah kamar, Jumlah tingkat, Jumlah orang
yang tinggal serumah, Derajat privasi, Tetangga terdekat.
5) Riwayat Rekreasi.
Hobi/minat, Keanggotaan kelompok, Liburan/perjalanan.
6) Sumber/ sistem pendukung yang digunakan :
a) Dokter rumah sakit
b) Kontrol kesehatan di rumah sakit
c) Klinik
d) Pelayanan kesehatan di rumah.24
7) Riwayat kesehatan saat ini.
a) Penyakit yang diderita satu tahun terkahir.
b) Penyakit yang diderita saat ini.
c) Keluhan yang dialami satu tahun terakhir.
d) Keluhan saat ini.
e) Pengetahuan atau pemahaman dan penatalaksanaan kesehatan misalnya
diet khusus atau mengganti balutan.
f) Penggunaan obat.
g) Nama obat.
h) Dosis obat.
i) Bagimana atau kapan menggunakan.
j) Dokter yang menginstruksikan.
k) Tanggal resep.
8) Riwayat Alergi (catat agen dan reaksi spesifik) : obat-obatan, makanan,
kontak substansi dan factor lingkungan.
9) Riwayat peningkatan/penurunan berat badan.
Indeks Massa Tubuh, Pola konsumsi makanan (misal frekuensi,
sendiri/dengan orang lain) .
10) Pola istirahat tidur, lama tidur, gangguan tidur yang sering dialami.
11) Riwayat kesehatan masa lalu. : penyakit kanak-kanak, penyakit serius
kronik, trauma, pembedahan, dan riwayat obstetric.
12) Riwayat Keluarga
Silsilah keluarga (identifikasi kakek atau nenek, orang tua, paman,
bibi, saudara kandung, pasangan, anak-anak), Riwayat penyakit yang
pernah diderita oleh anggota keluarga .
13) Tinjauan sistem
Dalam tinjaun sitem ini penulis melakukan pemeriksaan fisik dari
kepala sampai kaki menggunakan metode auto dan allo anamnesa serta
Inpeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi (IPPA) yang di awali dengan
penilaian tingkat kesadaran dengan nilai normal 15 yang terdiri dari
membukan mata dengan spontas nilainya mampu berbicara secaraverbal
dengan nilai 5 dan klien mampu menunjukkan tempat yang sakit dengan
nilai 6. Dan di ikuti dengan pengukuran TTVl: Tekanan darah, Nadi,
Suhu, RR:
a). Kepala,
Untuk daerah kepala, mata, hidung, telinga dan heler
penulis melakukan pemeriksaan dengan metode Inspeksi dan
Palpasi saja; saat Inspeksi terlihat bentuk kepala, warna rambut,
terdapat lesi, ketombe pada rambut dan kebersihan kepala; pada
mata bentuk mata, kesimetrisan mata kiri dan kanan, konjungtiva;
bentuk telinga kiri dan kanan, kelainan pada telinga. kelainan
hidung, adanya mimisan, kotor atau bersih; adanya kelainan pada
leher, adanya lesi, edema, kemerahan dan palpasi apakah ada
pembersaran kelenjar tiroid, dan JVP; sedangka saat dilakukan
palpasi untuk mengetahui apakah terdapat nodul; apakah terjadi
edema atau pembengkakan pada mata.apakah ada nyeri tekan dan
adanya kotoran di daerah telinga; di daerah sinus hidung apakah
terjadi nyeri tekan; dan pengukuran vona jugolari pada lehe.
b). Dada
Untuk dara dilakukan dengan cara Inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultas (IPPA); saat dilakukan inspeksi terlihat
bentuk dada, kesimetrisan, retraksi dinding dada; saat dilakukan
Palpasi untuk mengetahui batas jantung atas setinggi iga 2 dan bjb
setinggi iga ke 6, bjki sejajar dengan gari midklavikula sedangkan
bjka sejajar dengan garis prosesusspoideus, perkusi untuk
mengetahui batas jantung dengan bunyi ketokan padat
menunjukkan adanya jantung bagia dalam, sedangkan auskultasi
untuk mendengarkan bunyi jantung I terdengar pada S1 dan S2
bunyi jantung 2 terdengar pada S3 dan S4 bunyi janutng tambahan
terndengar jika ada kelainan pada jantung atau bunyi jantung
murmur.
2526
c). Abdomen:
Inspeksi
bentuk abdomen apakah terjadi kelainan, adanya
lesi. Sedangkan
palpasi dilakuakan dengan palpasi ringan atau
palpasi dalam tergantung tujuan untuk mengetahui bentuk, ukuran,
dan konsistensi organ-organ dan struktur-struktur dalam perut,
palpasi ringan dilakuakan untuk mengetahui area-area nyeri tekan
dan adanya massa, palpasi dalam dilakukan untuk mengetahui
keadaan hepar, lien, ginjal, dan kandung kemih. Lakukan perkusi
di empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada saat
melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit.
Organ berongga seperti lambung, usus, kandung kemih berbunyi
timpani, sedangkan bunyi pekak terdapat pada hati, limfa,
pankreas, ginjal.Tehnik perkusi yaitu pertama kali yakinkan tangan
pemeriksa hangat sebelum menyentuh perut pasien Kemudian
tempatkan tangan kiri dimana hanya jari tengah yang melekat erat
dengan dinding perut. Selanjutnya diketok 2-3 kali dengan ujung
jari tengah tangan kanan. Lakukanlah perkusi pada keempat
kuadran untuk memperkirakan distribusi suara timpani dan redup.
Biasanya suara timpanilah yang dominan karena adanya gas pada
saluran gastrointestinal, tetapi cairan dan faeces menghasilkan
suara redup. Pada sisi abdomen perhatikanlah daerah dimana suara
timpani berubah menjadi redup. Periksalah daerah suprapublik
untuk mengetahui adanya kandung kencing yang teregang atau
uterus yang membesar. Perkusilah dada bagian bawah, antara paru
dan arkus costa, Anda akan mendengar suara redup hepar disebelah
kanan, dan suara timpani di sebelah kiri karena gelembung udara
pada lambung dan fleksura splenikus kolon. Suara redup pada
kedua sisi abdomen mungkin menunjukkan adanya asites.
Auskultasi
abdomen dengan normal bising usus
15-35
x/menit:Letakkan kepala stetoskop sisi diafragma yang telah
dihangatkan di daerah kuadran kiri bawah. Berikan tekanan ringan,27
minta pasien agar tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit
terus menerus untuk mendengar sebelum pemeriksaan menentukan
tidak adanya bising usus.
Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif,
tidak ada bising usus dan perhatikan frekwensi/karakternya; Bila
bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan
sistematis dan dengarkan tiap kuadran abdomen. Dan dilanjutkan
dengan menggunakan gunakan sisi bel stetoskop, untuk
mendengarkan bunyi desiran dibagian epigastrik dan pada tiap
kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral dan aorta
torakal. Pada orang kurus mungkin dapat terlihat gerakan
peristaltik usus atau denyutan aorta.
d). Extremitas,
ispeksi bentuk ekstremitas apakah ada kelainan bentuk,
adanya lesi, edema, dan kemerahan. Palpasi apakah ada nodul dan
nyeri tekan pada daerah ekstremitas atas dan bawah
 Diagnosa Keperawatan
Menurut Nanda 2015 dalam studi kasus ini ditemukan 3 diagnosa
keperawatan yaitu :
1) Penurunan curah jantung (00029)
2) Nyeri akut (00132)
3) Intoleransi aktvitas (00092)
4) Kurang pengetahuan (00126)
 intervensi keperawatan
1) Penurunan curah jantung (00029)
Noc : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam status
kardiovaskuler pasien dalam rentang normal dengan kriteria hasil :31
a) Tanda vital dalam batas normal
b) Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
c) Tidak ada edema paru, perifer dan tidak ada asites
d) Tidak ada penurunan kesadaran
Nic :
a) Evaluasi nyeri dada seperti intesitas, lokasi, radisi, durasi, dan
presipitasi dan factor yang memberatkan.
b) Dokumentasi adanya disritmia janutng
c) Monitor status respirasi untuk gejala gagal jantung
d) Instruksikan kepada pasien tentang pentingnya menginformasikan
jika terdapat ketidaknyamanan pada dada
e) Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas terhadap perubahan ; napas
pendek, nyeri, palpitasi dan pusing.
2) Nyeri akut kode (00132)
NOC ;setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien
akan bebas dari dengan criteria hasil :
a) Mengenali kapan nyeri terjadi nyeri
b) Menggambarkan faktor penyebab nyeri
c) Menggunakan tindakan pencegahan nyeri
d) Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesic
NIC :
a) Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif..
b) observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.
c) Monitor tanda-tanda vital
d) Ajarkan teknik nonfarmakologi (relaksasi dengan tarik napas
dalam).
3) Intoleransi aktivitas kode (00092)
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien
bertoleransi terhadap aktivitaas dengan kriteria hasil :
a) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan
tekanan darah nadi dan RR.32
b) Mampu melakukan aktivitas secara mandiri sehari-hari.
c) Keseimbangan aktivitas dan istirahat.
NIC :
a) Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aaktivitas.
b) Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan.
c) Monitor nutrisi dan sumber energy yang adekuat
d) Monitor tidur dan lamanya pasien
e) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik.
f) Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukkai.
4) Kurang pengetahuan kode (00126)
NOC : setelah dilakukan tindakan selama dalam perawatan 3x24 jam
pasien menunjukan pengetahuan tentang proses penyakit dengan criteria
hasil :
a) Pasien dan keluarga menyatakan telah memahami penyakit yang
diderita.
b) Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur penetalaksaan
yang telah dijelaskan oleh tenaga kesehatan.
c)
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang telah
dijelaskan oleh tenaga kesehatan.
NIC :
a) Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan proses penyakit
yang spesifik
b) Kenali pengetahuan pasien mengenai kondisinya.
c) Jelaskan tanda dan gejala yang umum dari penyakit sesuai
kebutuhan.
d) Jelaskan alasan dibalik manajemen terapi/penanganan yang
direkomendasi.
 Implementasi Keperawatan
Implementasi dibuat sesuasi dengan tindakan yang diberikan
 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan dimana
kita melihat keberhasilan dalam implementasi

DAFTAR PUSTAKA

Avelina, Y., & Dery, T. (2021). Studi Kasus: Asuhan Keperawatan Pada Lansia
Dengan Hipertensi Di Seksi Kesejahteraan Sosial Penyantunan Lansia
Paduwau …. Jurnal Keperawatan Dan …, 8(1).
http://jkkmfikesunipa.nusanipa.ac.id/index.php/hlj-Unipa/article/view/81
Keilmuan, B., & Kuala, P. U. S. (2017). ASUHAN KEPERAWATAN PADA
LANSIA DENGAN HIPERTENSI Nursing Care with Hypertension in The
Elderly Hypertension akhirnya menjadi istilah kedokteran yang populer
untuk menyebut penyakit tekanan darah tinggi . Tekanan yang dipompakan
dari jantung untuk tajam da.
Krisnanda, M. Y. (2017). Laporan Penelitian Hipertensi. Laporan Penelitian
Hipertensi, 1102005092, 18.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/3f252a705ddbef7abf
69a6a9ec69b2fd.pdf
NAHAK, G. R. (2019). KARYA TULIS ILMIAH STUDI KASUS ASUHAN
KEPERAWATAN PADA TN.C.N DENGAN HIPERTENSI DI WISMA
KENANGA UPT PANTI SOSIAL PENYANTUN LANJUT USIA BUDI
AGUNG KUPANG. 3, 1–9.
Putra, V. J. (2019). ILMIAH AKHIR NERS ( KIA-N ) Asuhan Keperawatan
Hipertensi Pada Ib . A dengan Pemberian Slow Deep Breathing Di Wisma
Delima Panti Sosial Tresna Werdha Kasih Sayang Ibu Batusangkar Tahun
2019. Program Studi Pendidikan Profesi Ners. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Perintis Padang, 1–107.
Sumaryati, M. (2018). Studi Kasus Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Keluarga
Ny”M” Dengan Hipertensi Dikelurahan Barombong Kecamatan Tamalate
Kota Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 6(2), 6–10.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v6i2.54

Anda mungkin juga menyukai