Disusun Oleh :
Annisa Fadilla Suci Wulandari
NIM 200102006
PENDAHULUAN
HIPERTENSI
2. Etiologi
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan curah jantung atau peningkatan
tekanan perifer. Akan tetapi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
hipertensi :
a. Genetik
Respon neurologi terhadap stres atau kelainan ekskresi atau transport Na.
b. Obesitas
Terkait dengan tingkat insulin yang tinggi mengakibatkan tekanan darah
meningkat.
c. Stress karena lingkungan
d. Hilangnya elastisitas jaringan dan aterosklerosis pada orang tua serta adanya
pelebaran pada pembuluh darah.
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala utama hipertensi adalah (Aspiani, 2014) menyebutkan gejala
umum yang ditimbulkan akibat hipertensi atau tekanan darah tinggi tidak sama pada
setiap orang, bahkan terkadang timbul tanpa tanda gejala. Secara umum gejala yang
dikeluhkan oleh penderita hipertensi sebagai berikut:
a. Sakit kepala
b. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk
c. Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh
d. Berdebar atau detak jantung terasa cepat
e. Telinga berdenging yang memerlukan penanganan segera
Menurut teori (Brunner dan Suddarth, 2014) klien hipertensi mengalami nyeri
kepala sampai tengkuk karena terjadi penyempitan pembuluh darah akibat dari
vasokonstriksi pembuluh darah akan menyebabkan peningkatan tekanan vasculer
cerebral, keadaan tersebut akan menyebabkan nyeri kepala sampe tengkuk pada
klien hipertensi.
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula
spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak kebawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan
asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai factor, seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Klien dengan hipertensi
sangat sensitive terhadap norepineprin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut dapat terjadi.
Pada saat bersamaan ketika system saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal menyekresi epineprin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan
pelepasan renin.
Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II , vasokontriktor kuat, yang pada akhirnya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
instravaskuler. Semua factor tersebut cenderung menyebabkan hipertensi (Aspiani,
2016 dalam Novia Puspita Sari, 2019).
5. Pathway
Faktor predisposisi : usia, jenis kelamin, merokok, stres, kurang olahraga, faktor
genetik, alkohol, konsentrasi garam, obesitas
Hipertensi
Gangguan Sirkulasi
Otak
7. Komplikasi
Tekanan darah tinggi bila tidak segera diobati atau ditanggulangi, dalam
jangka panjang akan menyebabkan kerusakan arteri di dalam tubuh sampai organ
yang mendapat suplai darah darah dari arteri tersebut. Komplikasi yang dapat terjadi
pada penderita hipertensi yaitu (Aspiani, 2014 dalam A.A. Mirah Puspayeni Pratiwi,
2019)
a. Stroke terjadi akibat hemoragi disebabkan oleh tekanan darah tinggi di otak dan
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan
darah tinggi
b. Infark miokard dapat terjadi bila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium dan apabila membentuk 12 trombus
yang bisa memperlambat aliran darah melewati pembuluh darah. Hipertensi
kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium tidak dapat
dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.
Sedangkan hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran
listrik melintasi ventrikel terjadilah disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan
resiko pembentukan bekuan.
c. Gagal jantung dapat disebabkan oleh peningkatan darah tinggi. Penderita
hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor
dan berkurang elastisitasnya, disebut dekompensasi. Akibatnya jantung tidak
mampu lagi memompa, banyak cairan tertahan diparu yang dapat menyebabkan
sesak nafas (eudema) kondisi ini disebut gagal jantung.
d. Ginjal tekanan darah tinggi bisa menyebabkan kerusakan ginjal. Merusak sistem
penyaringan dalam ginjal akibat ginjal tidak dapat membuat zat-zat yang tidak
dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan
dalam tubuh.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Nurarif dan Kusuma (2015) :
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Hb/Ht
Untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas)
dan dapat mengindikasikan faktor risiko seperti hipokoagubilita, anemia.
2) BUN/Kreatinin
Memberikan informasi tentang perfusi atau fungsi ginjal
3) Glukosa
Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
pengeluaran kadar ketokolamin.
4) Urinalisa
Darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan terdapat DM.
b. CT Scan
Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
c. EKG
J Dapat menunjukkan pola renggangan, luas, dan peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda awal penyakit jantung hipertensi
d. IUP
Mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti batu ginjal, perbaikan ginjal
e. Photo Dada
Menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran jantung.
9. Penatalaksanaan Medis
Menurut Triyatno (2014) dalam Lara Trimonika (2020) penanganan hipertensi
dibagi menjadi dua yaitu secara nonfarmakologis dan farmakologi :
a. Terapi non farmakologi merupakan terapi tanpa menggunakan obat,terapi non
farmakologi diantaranya memodifikasi gaya hidup dimana termasuk
pengelolaan stress dan kecemasan merupakan langkah awal yang harus
dilakukan. Penanganan non farmakologis yaitu menciptakan keadaan rileks,
mengurangi stress dan menurunkan kecemasan. Terapi non farmakologi
diberikan untuk semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan
darah dan mengendalikan faktor resiko serta penyakit lainnya.
b. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi yaitu yang menggunakan senyawa obat obatan yang dalam
kerjanya dalam mempengaruhi tekanan darah pada pasien hipertensi seperti :
angiotensin receptor blocker (ARBs), beta blocker, calcium chanel dan lainnya.
Penanganan hipertensi dan lamanya pengobatan dianggap kompleks karena
tekanan darah cenderung tidak stabil.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien dan Penanggung Jawab
Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, suku/kebangsaan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, nomor rekam medik, tanggal MRS,
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Keluhan yang dapat muncul antara lain: nyeri kepala, gelisah, palpitasi, pusing,
leher kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah lelah, dan impotensi.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan pertanyaan
tentang kronologi keluhan utama. Keluhan lain yang menyerta biasanya : sakit
kepala , pusing, penglihatan buram, mual ,detak jantung tak teratur, nyeri dada.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit hipertensi , penyakit jantung, penyakit ginjal,
stroke. Penting untuk mengkaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa
lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji didalam keluarga adanya riwayat penyakit hipertensi , penyakit metabolik,
penyakit menular seperi TBC, HIV, infeksi saluran kemih, dan penyakit
menurun seperti diabetes melitus, asma, dan lain-lain.
f. Pola Fungsional Kesehatan
1) Pola Persepsi Kesehatan
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
3) Pola Eliminasi Urin dan Fekal
4) Pola Aktivitas dan Latihan
5) Pola Istirahat dan Tidur
6) Pola Kognitif atau Perseptual
7) Persepsi Diri
8) Pola Peran-Hubungan
9) Pola Seksualitas – Reproduksi
10) Pola Mekanisme Koping
11) Pola Nilai / Kepercayaan
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
2) Head to toe
Meliputi kepala dan leher, mata, telinga, hidung, mulit dan faring, thorax
paru, jantung, sistem integumen, dan ekstermitas
3) Pemeriksaan penunjang
2. Diagnosa Keperawatan
3. Rencana Keperawatan