Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK

PADA NY H DENGAN HIPERTENSI

Disusun Oleh:

Melfin Al Fatih

2211040194

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2022
A. Definisi
Tekanan darah tinggi (hipertensi) merupakan suatu keadaan
tekanan darah seseorang ≥140 mmHg (sistolik) dan/atau ≥ 90 mmHg
(diastolik). Hipertensi merupakan faktor risiko utama penyakit
kardiovaskuler seperti serangan jantung, gagal jantung, stroke dan
penyakit ginjal (Flack, Calhoun and Schiffrin, 2018).
Hipertensi merupakan suatu keadaan yang menyebabkan tekanan darah
tinggi secara terusmenerus dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg,
tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih. Hipertensi atau penyakit darah
tinggi merupakan suatu keadaan peredaran darah meningkat secara kronis.
Hal ini terjadi karena jantung bekerja lebih cepat memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi di dalam tubuh (Arum, 2019).
Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal sehingga mengakibatkan peningkatan angka
morbiditas maupun mortalitas, tekanan darah fase sistolik 140 mmHg
menunjukkan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase
diastolik 90 mmHg menunjukkan fase darah yang kembali ke
jantung(Aryantiningsih & Silaen, 2018).
Hipertensi adalah kondisi penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan
namun dapat dikendalikan. Kejadian hipertensi pada lansia meningkat
diseluruh dunia termasuk Indonesia, seiring dengan bertambahnya usia
dan proses degeneratif (Iqbal & Handayani, 2022).
B. Tanda Gejala
Tidak semua penderita hipertensi mengenali atau merasakan
keluhan maupun gejala, sehingga hipertensi sering dijuluki sebagai
pembunuh diam-diam (silent killer). Kebanyakan orang dengan hipertensi
tidak menyadari kondisinya karena hipertensi seringkali tidak memiliki
tanda-tanda atau gejala hingga bertahun-tahun. Untuk alasan demikian,
maka penting untuk dilakukan pengukuran tekanan darah secara berkala.
Jika ada gejala menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan
manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskulasrisasikan oleh
pembuluh darah bersangkutan. Penderita akan mengalami sakit kepala di
awal pagi, perdarahan hidung, detak jantung yang tidak teratur, gangguan
penglihatan, dan telinga berdengung. Sementara itu, hipertensi berat dapat
menyebabkan kelelahan, mual, muntah, kebingungan, kecemasan, nyeri
dada dan tremor otot (WHO, 2019).
Keluhan-keluhan pada penderita hipertensi antara lain :
 Sakit kepala, pusing
 Gelisah
 Jantung berdebar-debar, sakit di dada
 Penglihatan kabur
 mudah lelah, dll
C. Etiologi
Hipertensi terjadi disebabkan karena penurunan elastisitas jaringan
dan penebalan dinding arteri yang menimbulkan peningkatan curah
jantung. Arteri mengalami hambatan untuk mengalirkan darah,
dikarenakan terjadi kekakuan dan tidak dapat mengembang secara optimal.
Darah yang dipompa kuat oleh jantung memaksa arteri untuk
memompanya. Arteri tidak mampu mengalirkan dan pembuluh darah
arteri menyempit yang menyebabkan kenaikan tekanan darah atau
hipertensi. Bila kondisi ini dibiarkan dalam jangka waktu lama (persisten)
dan tidak segera mendapatkan penanganan dapat menimbulkan kerusakan
pada organ tubuh seperti beresiko terkena penyakit jantung koroner, gagal
jantung, stoke dan penyakit ginjal (Kemenkes RI, 2019).
D. Pathofisiologi
Hipertensi secara umum didefinisikan sebagai peningkatan tekanan
darah yang dapat berakibat pada timbulnya penyakit sertaan lainnya.
Hipertensi ditandai dengan tekanan darah yang melebihi 140/90mmHg.
Hipertensi terjadi karena adanya proses penebalan dinding pembuluh
darah dan hilangnya elastisitas dinding arteri. Keadaan ini dapat
mempercepat jantung dalam memompa darah guna mengatasi resitensi
perifer yang lebih tinggi dan semakin tinggi. Dari seluruh penderita
hipertensi, 95% penderitanya memiliki kemungkinan mewariskan atau
keturunannya memiliki risiko menderita hipertensi dikemudian waktu,
sedangkan 5% lainnya menjadi penyebab penyakit seperti stroke,
kardiovaskular, atau gangguan ginjal. Organ-organ penting yang
mempengaruhi dan terlibat dalam meningkatnya hipertensi antara lain :
1. Curah Jantung Dan Resistensi Periferal Curah jantung dan
resistensi periferal merupakan komponen utama dalam penghitungan
tekanan darah. Penambahan resistensi periferal adalah salah satu
kontribusi besar. Selain berpengaruh terhadap pembuluh darah tepi, curah
jantung juga berpengaruh cukup besar pada regulasi sirkulasi ke otak yang
berpengaruh terhadap tekanan darah dimana hal ini berperan besar pada
tidak berfungsinya jantung. Banyak factor genetic maupun dari lingkungan
yang berperan pada elevasi dari curah jantung dan resistensi peripheral.
Curah jantung juga meningkatkan kadar obesitas dan volume plasma.
2. Renin-Angiostensin – Aldosterone System Rennin-Angiostensis-
Aldosterone System (RAAS) meregulasi tekanan darah dengan sebuah
mekanisme yang beragam. Berdasarkan RAAS (Angiostensin-II),
hipertensi banyak berorientasi berdasarkan gender / jenis kelamin, hal ini
ditunjukkan dengan banyaknya penderita hipertensi terjadi pada pria.
Organ tubuh yang berfungsi sebagai pusat control yaitu otak, juga
berperan dalam regulasi sirkulasi sistem. Studi menunjukkan bahwa
RAAS-Otak lebih berperan secara aktif daripada RAS Periferal. Memiliki
kedudukan yang utama pada sistem ini, Angiostensin-II merupakan sebuah
pemain neuropeptida pada modulasi tekanan darah dan reseptor dari
RAAS yaitu AT1a, AT1b terletak di bagian penting di otak. Salah satu
tujuannya yaitu mereduksi pasokan aliran darah pada ginjal sehingga
menurunkan tekanan darah.
3. Perubahan Pembuluh Darah Mikro Tingkatan reduksi dari nitric
oksida berpengaruh pada peningkatan radikal oksigen yang berpotensi
terjadinya hipertensi. Dengan lubang arteriol yang kecil, hal ini
menyebabkan perubahan pada pembuluh darah sehingga perfusi darah ke
organ juga berkurang yang disebabkan oleh tekanan bawaan. Hal ini dapat
berakibat pada iskemia atau pecahnya pembuluh darah sehingga
berpengaruh pada kerusakan organ.
4. Inflamasi Hasil inflamasi yang kuat dalam pembentukan kembali
vaskular yang selanjutnya berubah menjadi hipertensi yang disebabkan
oleh pengaktifan dan prokreasi dari sel otot polos, sel endotelial dan
fibroblas. Sitokin mediator inflamasi, semokin, dan PGE2merupakan
bagian-bagian yang terlibat sebagai tanda adanya hipertensi sebagaimana
meningkatkan tekanan darah dengan cara menebalkan dinding pembuluh
darah.
5. Insulin Sensitif Berdasarkan perubahan nutrisi dan mikro vaskular
relaksasi, fungsi dari hormon insulin juga akan terganggu sebagai akibat
dari tidak tercukupinya suplay glukosa pada jaringan dan bepengaruh
terhadap berkurangnya jumlah oksida nitrat endotel, inflamasi dan stress
oksidatif terjadi pada pasien obesitas dan diabetes (Ammara Batool dkk,
2018).
E. Pathways

Faktor predisposisi: jenis kelamin, usia, merokok, stress, kurang olahraga,


genetik, alkohol, konsentrasi garam, obesitas.

HIPERTENSI

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan Struktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokonstruksi

Gangguan Sirkulasi

Otak Pembuluh darah

Sistemik
Resistensi Suplai O2
pembuluh otak Sinkop
darah otak menurun
vasokonstruksi

Gangguan Penurunan
perfusi curah Afterload meningkat
Nyeri Gangguan jaringan jantung
Akut Pola Tidur

Fatique
Intoleransi Aktivitas
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin / hematokrit. Untuk mengkaji hubungan dari sel–sel terhadap
volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor–factor resiko
seperti hiperkoagulabilitas, anemia. Dengan nilai normal Hb untuk wanita
yaitu 12-14 g/dL dan laki-laki 13-16 g/dL.
2. BUN(blood urea nitrogen). Memberikan informasi tentang perfusi ginjal
Glukosa Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi).
Dengan nilai normal untuk BUN yaitu 10-50 mg/dL.
3. Kalium serum Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik. Dengan nilai
normal kalium serum yaitu 3,5-5,1 mEq/L.
4. Kalsium serum. Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi. Dengan nilai kalsium serum normal yaitu 8,5-10,5 mEq/L.
5. Kolesterol dan trigliserid serum. Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa (efek
kardiovaskuler). Dengan nilai normal kolesterol dan trigleserid serum
yaitu <200 mg/dL.
6. EKG(Elktrokardiogram) Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola
regangan, gangguan konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu
tanda dini penyakit jantung hipertensi (Kushariyadi, 2010).
G. KOMPLIKASI & PROGNOSIS
Hipertensi dapat berpotensi menjadi komplikasi berbagai penyakit
diantaranya adalah stroke, infark miokard, gagal ginjal, ensefalopati,
kejang.
1. Stroke
Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan karena
berkurangnya atau terhentinya suplai darah secara tiba-tiba. Jaringan otak
yang mengalami hal ini akan mati dan tidak dapat berfungsi lagi. Kadang
pula stroke disebut dengan CVA (cerebrovascular accident). Hipertensi
menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh darah,
sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh darah
rentan pecah.
2. Infark miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik
tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk thrombus yang menghambat aliran darah melewati pembuluh
darah. Pada hipertensi kronis dan hipertensi ventrikel, kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia
jantung yang menyebabkan infark.
3. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus aliran darah
keunit fungsional ginjal, yaitu nefron dapat terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membrane di
glomerulus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotic
koloid plasma berkurang dan menyebabkan edema, yang sering dijumpai
pada hipertensi kronis.
4. Ensefalopati (Kerusakan Otak)Ensefalopati dapat terjadi, terutama pada
hipertensi maglina (hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya).
Tekanan yangsangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan
tekanan kapiler dan mendorog cairan keruang interstisial diseluruh
susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma
serta kematian.
5. Kejang
Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang lahir mngkin
memiliki berat lahir kecil masa kehamilan akibat perfusi plasenta yang
tidak adekuat, kemudian mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu
menglami kejang selama atau sebelum proses kelahiran.
Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan
pembuluh darah, akan memperburuk prognosis pasien hipertensi.
Tingginya morbiditas dan mortalitas pasien hipertensi terutama disebabkan
oleh timbulnya penyakit kardiovaskular.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan melalui dua metode
yaitu farmakologi dan nonfarmakologi. Metode farmakologi merupakan
sebuah metode yang menggunakan obat-obatan medis. Dalam hal ini
pemilihan obat yang akan diberikan pada penderita hipertensi tidak bisa
sama. Dirangkum dari berbagai sumber, berikut adalah tabel tentang
pemberian obat-obatan medis bagi penderita hipertensi berdasarkan target
tekanan darah.
Penatalaksanaan hipertensi pada dasarnya memiliki prinsip dasar
dimana penurunan tekanan darah berperan sangat penting dalam
menurunkan risiko mayor kejadian kardiovaskuler pada pasien hipertensi.
Dengan begitu focus utama dalam penanganan hipertensi yaitu mengontrol
tekanan darah pada penderita hipertensi. Selain penatalaksanaan dengan
obat-obat medis, modifikasi gaya hidup turut berperan penting dalam
mengurangi risiko hipertensi semakin kronik. (Kandarini, 2018)
Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi konsumsi
garam menjadi 6gr / hari, menurunkan berat badan, menghindari minuman
berkafein, rokok, dan minuman beralkohol. Olahraga secara rutin dan tidur
yang berkualitas dengan 6-8 jam tidur per hari dapat membantu
mengurangi stress.
1. Pengurangan konsumsi garam Konsumsi garam pada kondisi
normal berkisar pada 2-3 sdt per hari dimana jumlah ini masih
rentan terhadap peningkatan hipertensi. Oleh karena itu
pengurangan konsumsi garam pada pasien hipertensi menjadi ¼ -
½ sdt per hari merupakan salah satu langkah yang dianjurkan. Baik
garam dapur atau garam lainnya, mengandung kadar natrium yang
cukup tinggi. Sehingga bagi penderita hipertensi, pembatasan
natrium menjadi 2-3 sdt per hari berhasil menurunkan tekanan
darah sistolik 3,7 mmHg dan tekanan darah diastolic 2 mmHg.
2. Menurunkan berat badan Kondisi berat badan berlebih dapat
memicu hipertensi semakin meningkat. Diet atau menurunkan
berat badan menjadi berat badan yang ideal dianjurkan untuk
mengontrol tekanan darah semakin meningkat.
3. Menghindari minuman berkafein Mengkonsumsi kopi dalam
jumlah banyak dan jangka waktu yang lama diketahui dapat
meningkatkan risiko penyakit hipertensi. Bagi para penggemar
kopi relative memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari
penderita hipertensi yang tidak suka mengonsumsi kopi. Maka
untuk mengurangi risiko penyakit hipertensi, frekuensi konsumsi
kopi sebaiknya dikurangi.
4. Menghindari rokok Kebiasaan merokok pada masyarakat laki-laki
terutama penderita hipertensi memiliki risiko diabetes, serangan
jantung, dan stroke. Jika kebiasaan ini dilanjutkan dalam jangka
waktu yang lama, hal ini akan menjadi kombinasi penyakit yang
sangat berbahaya.
5. Olahraga secara rutin Risiko penyakit hipertensi semakin
meningkat jika penderitanya kurang dalam melakukan aktivitas
fisik. Jalan kaki di lingkungan sekitar dapat membantu program
gaya hidup sehat.
6. Tidur berkualitas Istirahat dengan waktu yang cukup sangat
penting bagi penderita hipertensi sebagaimana yang dianjurkan 6-8
jam sehari. Kualitas tidur yang baik akan merilekskan anggota
tubuh maupun organ tubuh sehingga mampu bekerja secara
maksimal (Aminuddin, 2019).
7. Bagi penderita hipertensi juga memperhatikan makanan apa saja
yang hendak dikonsumsi. Beberapa makanan yang dilarang untuk
penderita hipertensi yaitu :
a. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal,
paru, minyak kelapa, gajih).
b. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium
(biscuit, crackers, keripik dan makanan kering yang asin).
c. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis,
korned, sayuran serta buah-buahan dalam kaleng, soft
drink).
d. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah,
abon, ikan asin, pindang, udang kering, telur asin, selai
kacang).
e. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise,
serta sumber protein hewani yang tinggi kolesterol seperti
daging merah (sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam).
f. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat,
saus sambal, tauco serta bumbu penyedap lain yang pada
umumnya mengandung garam natrium.
g. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti
durian, tape (Kemenkes, 2018).
I. Fokus Pengkajian
a. Aktivitas
Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda: Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup
dan penyakit cebrovaskuler, episode palpitasi.
Tanda: Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis,
tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat,
sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin
lambat/tertunda.
c. Integritas Ego
Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple
(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).
Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue perhatian,
tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan
pola bicara.
d. Eliminasi
Gejala: Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat
penyakit ginjal pada masa yang lalu).
e. Makanan/cairan
Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam,
lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini
(meningkat/turun), Riwayat penggunaan diuretic
Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya edema, glikosuria.
f. Neurosensori
Gejala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyut, sakit kepala, sub
oksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontan setelah
beberapa jam), Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,
epistakis).
Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,
efek, proses piker, penurunan kekuatan genggaman tangan.
g. Nyeri/ ketidaknyaman
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung), sakit
kepala.
h. Pernafasan
Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea, ortopnea,
dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi
nafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
i. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan hipotensi postural (Bachrudin
& Najib, 2016).

J. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung
2. Nyeri akut
3. Intoleransi aktivitas
K. Rencana Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1. Penurunan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Jantung (4040) Secara
curah 3x3 jam masalah penurunan curah rutin mengecek pasien baik secara
jantung jantung dapat diatasi dengan criteria fisik dan psikologis sesuai dengan
hasil: kebijakan tiap agen/penyedia
Tanda-tanda vital (0802) layanan
 Denyut nadi radial menjadi  Instruksikan pasien tentang
deviasi ringan (4) pentingnya untuk segera
 Irama pernapasan menjadi melaporkan bila merasakan
deviasi ringan (4) nyeri dada
 Tekanan darah diastolik menjadi  Monitor EKG, adakah
deviasi ringan (4) perubahan segmen ST
 Tekanan darah sistolik menjadi sebagaimana mestinya
deviasi ringan (4)  Monitor disritmia jantung,
Keefektifan pompa jantung (0400) termasuk gangguaan ritme
Mual menjadi ringan (4) dan konduksi jantung
 Kelelahan menjadi ringan (4)  Berikan dukungan teknik
 Intoleransi aktivitas menjadi yang efektif untuk
ringan (4) mengurangi stres Lakukan
terapi relaksasi sebagaimana
mestinya
 Evaluasi perubahan tekanan
darah
Monitor tanda-tanda vital
(6680)
 Monitor tekanan darah,
nadi, suhu, dan status
pernapasan
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor tekanan darah
setelah pasien minum obat
jika memungkinkan
 Identifikasi kemungkinan
penyebab perubahan tanda-
tanda vital
2. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri (1400)
3x3 jam masalah nyeri dapat diatasi
 Lakukan pengkajian nyeri
dengan Kriteria hasil:
secara komprehensif yang
Tingkat Nyeri (2102)
meliputi lokasi,
 Nyeri yang dilaporkan menjadi karakteristik, onset,
ringan (4) frekuensi, kualitas,
 Panjagnya episode nyeri intensitas
menjadi ringan (4)  Observasi adanya petunjuk
 Ekspresi nyeri wajah menjadi nonvervbal mengenai
ringan (4) ketidaknyamanan terutama
 Frekuensi nafas menjadi deviasi pada mereka yang tdak
ringan (4) dapat berkomunikasi secara
 Tekanan darah menjadi deviasi efektif
ringan (4)  Pastikan perawatan
Kontrol Nyeri (1605) analgesik bagi pasien
 Mengenali kapan nyeri terjadi dilakukan dengan
menjadi sering menunjukkan (4) pemantauan yang ketat
 Menggambarkan faktor  Berikan informasi mengenai
penyebab menjadi sering nyeri, seperti penyebab
menunjukkan (4) Menggunakan nyeri, berapa lama nyeri
tindakan pencegahan menjadi akan dirasakan, dan
sering menunjukkan (4) antisipasi dari
 Menggunakan analgesik yang ketidaknyamanan akibat
direkomendasikan menjadi prosedur
sering menunjukkan (4)  Ajarkan penggunaan teknik
non farmakologis
 Kolaborasi dengan pasien,
orang terdekat, dan tim
kesehatan lainnya untuk
memilih dan
mengimplementasikan
tindakan penurunan nyeri
nonfarmakologis sesuai
kebutuhan
3. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Terapi aktivitas
aktivitas 3x24 jam masalah perfusi jaringan
 Bantu klien untuk
dapat diatasi dengan criteria hasil:
mengidentifikasi aktivitas
Daya Tahan (0001)
yang mampu dilakukan
 Melakukan aktivitas rutin
 Bantu untuk memilih
menjadi sedikit terganggu (4)
aktivitas konsisten yang
 Aktivitas fisik menjadi sedikit sesuai dengan kemampuan
terganggu (4) fisik, psikologi dan social
 Konsentrasi menjadi sedikit
terganggu (4)  Bantu untu mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
 Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu
luang
 Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
DAFTAR PUSTAKA

Bachrudin, M., & Najib, M. (2016). Keperawatan Medikal Bedah 1.


Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

Christy, J., & Bancin, L. J. (2020). Status Gizi Lansia. Yogyakarta: CV


BUDI UTAMA.

Darmojo, B. (2014). Beberapa masalah penyakit pada usia lanjut. Jakarta:


Balai Penerbit FKUI.

Dewi, S. R. (2014). Buku ajar keperawatan gerontik. Yogyakarta:


Deepublish.

FORNAS. (2021). Retrieved Oktober 15, 2021, from Daftar Obat Fornas:
http://e-fornas.binfar.kemkes.go.id/index.php/front/Daftarobat/obat_fornas

Muhith, A., & Siyoto, S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik (1


ed.). Yogyakarta: CV ANDI OFFSET.

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan


Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Sulistyana, C. S., & Jusa, S. B. (2017). Uji perbandingan efektifitas


analgesik ekstrak etanol buah mengkudu (morinda citrifolia l) dengan
asam mefenamat pada mencit. Cirebon: Universitas Swadaya Jati.

Anda mungkin juga menyukai